Ilmu
3946 Hits

Menyalurkan Daging Kurban untuk Orang Kafir


Para ulama berbeda pendapat di dalam masalah ini :

          Pendapat Pertama : Tidak boleh memberikan daging qurban kepada orang kafir sama sekali. Ini pendapat sebagian ulama asy-Syafi’iyah.

          Berkata Imam ar-Ramli di Nihayat al-Muhtaj ( 8/141 ) :

أَوْ ارْتَدَّ فَلَا يَجُوزُ لَهُ الْأَكْلُ مِنْهَا كَمَا لَا يَجُوزُ إطْعَامُ كَافِرٍ مِنْهَا مُطْلَقًا , وَيُؤْخَذُ مِنْ ذَلِكَ امْتِنَاعُ إعْطَاءِ الْفَقِيرِ وَالْمُهْدَى إلَيْهِ مِنْهَا شَيْئًا لِلْكَافِرِ , إذْ الْقَصْدُ مِنْهَا إرْفَاقُ الْمُسْلِمِينَ بِالْأَكْلِ لِأَنَّهَا ضِيَافَةُ اللَّهِ لَهُمْ فَلَمْ يَجُزْ لَهُمْ تَمْكِينُ غَيْرِهِمْ مِنْهُ لَكِنْ فِي الْمَجْمُوعِ أَنَّ مُقْتَضَى الْمَذْهَبِ الْجَوَازُ ...

          “ Atau jika murtad maka dia tidak boleh makan dari daging qurban, sebagaimana  juga tidak boleh memberikan daging tersebut kepada orang kafir sama sekali. Dari situ bisa disimpulkan bahwa orang fakir dan yang diberi hadiah dagingpun tidak boleh memberikan kepada orang kafir, karena tujuan daging qurban adalah untuk membantu kaum muslimin agar mereka bisa memakannya, karena daging qurban adalah hidangan dari Allah untuk mereka, maka tidak boleh diberikan kepada selain mereka. Tetapi di dalam al-Majmu’ disebutkan bahwa madzhab ( asy-Syafi’I ) membolehkan . “

            Pendapat kedua : Dibolehkan memberikan daging qurban kepada orang kafir dzimmi, yaitu kafir yang dalam perlindungan umat Islam, dan tidak memerangi umat Islam. Ini pendapat al-Hasan al-Bashri, Abu Hanifah, Abu Tsaur dan madzhab asy-Syafi’i. Adapun Imam Malik dan al-Laits memakruhkannya .

           Berkata Imam an- Nawawi di dalam al-Majmu’ ( 8/425 ) :

 فان طبخ لحمها فلا بأس بأكل الذمي مع المسلمين منه هذا كلام ابن المنذر ولم أر لاصحابنا كلاما فيه ومقتضى المذهب أنه يجوز إطعامهم من ضحية التطوع دون الواجبة والله أعلم

           “ Jika dimasak dagingnya maka tidak apa-apa kafir dzimmi memakannya bersama kaum muslimin. Ini perkataan Ibnu al-Mundzir. Dan saya belum melihat teman-teman kita ( dari Madzhab asy-Syafi’I ) berbicara tentang hal ini. Dan menurut madzhab  bahwa dibolehkan untuk memberikan daging qurban ( yang tidak wajib ) kepada mereka ( kafir dzimmi) tetapi daqing qurban yang wajib( karena nadzar ) tidak boleh diberikan kepada mereka. “

          Di dalam Fatwa Lajnah Daimah Saudi Arabia no. 1997 disebutkan :  

          يجوز أن نطعم الكافر المعاهد والأسير من لحم الأضحية، ويجوز إعطاؤه منها لفقره أو قرابته أو جواره، أو تأليف قبله؛ لأن النسك إنما هو في ذبحها أو نحرها؛ قرباناً لله، وعبادة له ...
ولا يعطى من لحم الأضحية حربياً؛ لأن الواجب كبته وإضعافه، ولا مواساته وتقويته بالصدقة، وكذلك الحكم في صدقات التطوع؛ لعموم قوله – تعالى- : " لا يَنْهَاكُمْ اللَّهُ عَنْ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ " الممتحنة 8 ، ولأن النبي – صلى الله عليه وسلم – أمر أسماء بنت أبي بكر – رضي الله عنها – أن تصل أمها بالمال وهي مشركة في وقت الهدنة. وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم .
والله أعلم.

          “Kita dibolehkan memberi daging qurban kepada orang kafir Mu’ahid (yang ada perjanjian dengan umat Islam ) dan tawanan, baik karena statusnya sebagai orang miskin, kerabat, tetangga, atau karena dalam rangka menarik simpati mereka, karena ibadah letaknya pada penyembelihannya yang diniatkan untuk mendekatkan diri kepada Allah….     

          Dan tidak dibolehkan memberikan daging qurban kepada orang kafir Harby, karena kewajiban kita kepada kafir harby adalah merendahkan mereka dan melemahkan kekuatan mereka. Hukum ini juga berlaku untuk pemberian sedekah. Hal ini berdasarkan keumuman firman Allah:

          “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al Mumtahanah 8) .

          Demikian pula Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memerintahkan Asma’ binti Abu Bakr radhiallahu ‘anhu untuk menemui ibunya dengan membawa harta padahal ibunya masih musyrik.” 

KARYA TULIS