Karya Tulis
631 Hits

Tafsir An-Najah (Qs.Al-Baqarah: 50) Bab 41 - Penyelamatan Bani Israel


PENYELAMATAN BANI ISRAEL


وَاِذْ فَرَقْنَا بِكُمُ الْبَحْرَ فَاَنْجَيْنٰكُمْ وَاَغْرَقْنَآ اٰلَ فِرْعَوْنَ وَاَنْتُمْ تَنْظُرُوْنَ

“Dan ingatlah ketika kami membelah laut untuk mu sehingga kamu dapat Kami selamatkan dan Kami tenggelamkan (Fir’aun dan) dan pengikut-pengikut Fir’aun sedang kamu menyaksikan”

(Qs. al-Baqarah: 50)

 

(1) Terbelahnya Lautan 

(a) Diriwayatkan oleh ath-Thabari bahwa Allah memerintahkan Nabi Musa untuk meninggalkan Mesir bersama kaumnya, sebelumnya Nabi Musa diperintahkan untuk meninggalkan perhiasan dan barang- barang dari Qibthi (penduduk Mesir asli)

Maka Nabi Musa berangkat bersama mereka di awal waktu malam. Berita kepergian Nabi Musa dan Bani Israel tersebut terdengar oleh Fir’aun. Namun Fir’aun berkata, “Jangan dikejar mereka sampai pagi, ketika terdengar suara ayam berkokok.” Pagi harinya, ternyata tidak ada satu ayam pun yang berkokok di seluruh wilayah Mesir dan malam itu banyak orang-orang Mesir (al-Qibthi) yang meninggal dunia, sehingga mereka disibukkan dengan penguburan keluarga-keluarga mereka yang meninggal.

 Pada waktu matahari mulai terbit dan menyingsing, barulah Fir’aun dan tentaranya mulai bergerak mengejar Nabi Musa dan Bani Israel, ini sesuai dengan firman Allah subhanahu wa ta’ala,

فَاَتْبَعُوْهُمْ مُّشْرِقِيْنَ

“Lalu (Fir‘aun dan bala tentaranya) dapat menyusul mereka pada waktu matahari terbit.” (Qs. asy-Syu’ara: 60) 

Adapun Nabi Musa dan Bani Israel sudah sampai tepi pantai dari Laut Qulzum (ada yang mengatakan Laut Merah). Diperkirakan jumlah Bani Israel yang ikut Nabi Musa adalah 600 ribu jiwa. Sedangkan jumlah tentara yang mengejar mereka berjumlah 1.200.000 (satu juta dua ratus ribu) tentara.

Diceritakan bahwa dahulu pada masa Nabi Yusuf berkuasa di Mesir, Nabi Ya’kub bersama anak dan cucunya datang pertama kali ke Mesir, semuanya hanya berjumlah 76 orang.

Kedatangan Nabi Ya’kub dan keluarganya ini atas perintah Nabi Yusuf sebagaimana dituliskan di dalam firman Allah subhanahu wa ta’ala,

اِذْهَبُوْا بِقَمِيْصِيْ هٰذَا فَاَلْقُوْهُ عَلٰى وَجْهِ اَبِيْ يَأْتِ بَصِيْرًا ۚوَأْتُوْنِيْ بِاَهْلِكُمْ اَجْمَعِيْنَ

“Pergilah kamu dengan membawa bajuku ini, lalu usapkan ke wajah ayahku, nanti dia akan melihat kembali; dan bawalah seluruh keluargamu kepadaku.” (Qs. Yusuf: 93)

Kemudian Allah memberikan keberkahan kepada keturunan mereka sampai berjumlah 600 ribu laki-laki kuat yang bisa pegang senjata. Itu belum termasuk orang tua para wanita dan anak-anak.

(b) Dalam riwayat ‘Abdullah bin Mas’ud disebutkan bahwa ketika Nabi Musa sudah sampai tepi laut, beliau berkata kepada laut, “Terbelahlah!” laut itu tidak mau terbelah. Maka Yusya bin Nun yang sedang naik kuda di sebelahnya bertanya kepada Nabi Musa, “Ke arah mana Tuhanmu memerintahkan untuk berjalan?” Nabi Musa menjawab, “Ke arah depan.” (Maksudnya: lautan) Maka Yusya bin Nun masuk ke dalam laut dengan naik di atas kuda, kemudian kembali lagi sampai diulangi tiga kali.

Kemudian Allah menurunkan wahyu kepada Nabi Musa untuk memukul lautan dengan tongkatnya sebagaimana dalam firman-Nya,

فَاَوْحَيْنَآ اِلٰى مُوْسٰٓى اَنِ اضْرِبْ بِّعَصَاكَ الْبَحْرَۗ

“Lalu Kami wahyukan kepada Musa, “Pukullah laut itu dengan tongkatmu.” (Qs. asy-Syu’ara: 63)

Nabi Musa memukul laut dengan tongkatnya, maka terbelahlah laut tersebut, sebagaimana dalam firman-Nya,

فَانْفَلَقَ فَكَانَ كُلُّ فِرْقٍ كَالطَّوْدِ الْعَظِيْمِ

“Maka terbelahlah lautan itu, dan setiap belahan seperti gunung yang besar.” (Qs. asy-Syu'ara: 63)

Setelah dipukul Nabi Musa, laut tersebut  terbelah menjadi 12 jalan, untuk 12 keturunan Nabi Ya’kub, kelompok yang satu bisa melihat yang lainnya.

Setelah mereka keluar dari laut tersebut, masuklah Fir’aun dan tentaranya ke dalam laut dalam hal ini, Allah subhanahu wa ta’ala berfiman,

وَاَغْرَقْنَآ اٰلَ فِرْعَوْنَ وَاَنْتُمْ تَنْظُرُوْنَ

“Dan Kami tenggelamkan (Fir’aun dan) dan pengikut-pengikut Fir’aun sedang kamu menyaksikan.” (Qs. al-Baqarah: 50)

(2) Hari Asyura

Pada ayat di atas, Allah telah menyebutkan penyelamatan Bani Israel dan tenggelamnya Fir’aun, tetapi tidak menyebutkan waktunya.

Di dalam hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma beliau berkata,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَدِمَ الْمَدِينَةَ فَوَجَدَ الْيَهُودَ صِيَامًا يَوْمَ عَاشُورَاءَ فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ‏"‏ مَا هَذَا الْيَوْمُ الَّذِي تَصُومُونَهُ ‏"‏ ‏.‏ فَقَالُوا هَذَا يَوْمٌ عَظِيمٌ أَنْجَى اللَّهُ فِيهِ مُوسَى وَقَوْمَهُ وَغَرَّقَ فِرْعَوْنَ وَقَوْمَهُ فَصَامَهُ مُوسَى شُكْرًا فَنَحْنُ نَصُومُهُ ‏.‏ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ‏"‏ فَنَحْنُ أَحَقُّ وَأَوْلَى بِمُ مِنْكُمْ ‏"‏ ‏.‏ فَصَامَهُ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَأَمَرَ بِصِيَامِه 

“Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah dan menemukan orang-orang Yahudi berpuasa pada hari 'Asyura. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada mereka, ‘Apa (pentingnya) hari ini kamu berpuasa pada hari itu?’ Mereka berkata, ‘Ini adalah hari (kepentingan) besar ketika Allah membebaskan Musa dan kaumnya, dan menenggelamkan Fir'aun dan kaumnya, dan Musa berpuasa karena rasa syukur dan kami juga menjalankannya.’ Atas hal ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, ‘Kami memiliki hak lebih, dan kami memiliki hubungan yang lebih dekat dengan Musa daripada Anda.’ Jadi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa (pada hari 'Asyura), dan memberi perintah untuk menjalankannya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Hadits di atas menunjukan bahwa penyelamatan Nabi Musa dan Bani Israel dan pengerjaan Fir’aun dan tentaranya terjadi pada hari Asyura, yaitu tanggal 10 Muharram, maka Nabi Musa berpuasa pada hari itu sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah, kemudian diikuti oleh orang-orang Yahudi setelahnya.

Hukum Puasa Asyura

Dan hadits di atas juga bisa diambil kesimpulan bahwa puasa hari Asyura hukumnya sunah, karena Rasulullah berpuasa pada hari itu dan memerintahkan sahabatnya untuk berpuasa. Sebagian ulama menyebutkan tingkatan puasa hari Asyura.

(a) Puasa tanggal 10 Muharram saja, karena hadits di atas hanya menyebutkan puasa hari Asyura (10 Muharram saja).

(b) Puasa tanggal 9 dan 10 Muharram hal ini berdasarkan hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya beliau berkata,

صُومُوا التَّاسِعَ وَالْعَاشِرَ وَخَالِفُوا الْيَهُودَ

“Berpuasalah tanggal 9 dan 10 Muharram serta selisihilah orang Yahudi.” (HR. at-Tirmidzi)

Ini dikuatkan juga dengan hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi’ wa salam bersabda,

لَئِنْ بَقِيتُ إِلَى قَابِلٍ ، لأَصُومَنَّ الْيَوْمَ التَّاسِعَ

“Seandainya umurku sampai tahun depan, niscaya aku akan berpuasa pada tanggal 9 (Tasu’a).”  (HR. Muslim)

Maksud berpuasa dua hari tanggal 9 dan 10 Muharram adalah menyelisihi kebiasaan orang orang Yahudi dan ini adalah salah satu dari anjuran Islam.

(c) Puasa tanggal 9, 10, dan 11 Muharram. Ini berdasarkan riwayat yang menyebutkan adanya tanggal 11 Muharram.

Walaupun mayoritas ulama berpendapat yang paling utama adalah berpuasa dua hari yaitu tanggal 9 dan 10 Muharram berdasarkan hadits-hadits di atas. Wallahu a’lam.

 (3) Melihat Tenggelamnya Fir’aun

Firman-Nya,

وَاَنْتُمْ تَنْظُرُوْنَ

“Sedangkan kalian melihat (mereka tenggelam).” (Qs. al-Baqarah: 50)

Mengapa Allah menutup ayat ini dengan kalimat seperti di atas? Apa pentingnya seseorang melihat orang yang tenggelam?

Jawabannya: bahwa melihat sesuatu yang menyenangkan adalah sebuah kenikmatan yang akan menambah keimanan seseorang, bahkan menambah pula semangat dan kesehatan badan. Di antara dalilnya adalah sebagai berikut:

(a) Nabi Ibrahim memohon kepada Allah untuk melihat bagaimana Allah menghidupkan sesuatu yang sudah mati, tujuannya agar hatinya lebih tenang, lebih menambahkan keimanan. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَاِذْ قَالَ اِبْرٰهٖمُ رَبِّ اَرِنِيْ كَيْفَ تُحْيِ الْمَوْتٰىۗ قَالَ اَوَلَمْ تُؤْمِنْ ۗقَالَ بَلٰى وَلٰكِنْ لِّيَطْمَىِٕنَّ قَلْبِيْ ۗقَالَ فَخُذْ اَرْبَعَةً مِّنَ الطَّيْرِفَصُرْهُنَّ اِلَيْكَ ثُمَّ اجْعَلْ عَلٰى كُلِّ جَبَلٍ مِّنْهُنَّ جُزْءًا ثُمَّ ادْعُهُنَّ يَأْتِيْنَكَ سَعْيًا ۗوَاعْلَمْ اَنَّ اللّٰهَ عَزِيْزٌحَكِيْمٌ

“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata, “Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang mati.” Allah berfirman, “Belum percayakah engkau?” Dia (Ibrahim) menjawab, “Aku percaya, tetapi agar hatiku tenang (mantap).” Dia (Allah) berfirman, “Kalau begitu ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah olehmu kemudian letakkan di atas masing-masing bukit satu bagian, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera.” Ketahuilah bahwa Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.” (Qs. al-Baqarah: 260)

(b) Allah juga memperlihatkan kepada Nabi Ibrahim kekuasaan Allah di langit dan bumi agar beliau termasuk dalam golongan orang-orang yang yakin, Allah subhanahu wa ta’ala berfiman,

وَكَذٰلِكَ نُرِيْٓ اِبْرٰهِيْمَ مَلَكُوْتَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَلِيَكُوْنَ مِنَ الْمُوْقِنِيْنَ

“Dan demikianlah Kami memperlihatkan kepada Ibrahim kekuasaan (Kami yang terdapat) di langit dan di bumi, dan agar dia termasuk orang-orang yang yakin.” (Qs. al-An’am: 75)

(c) Terdapat tiga tingkatan keyakinan, yaitu: ‘Ilmul yaqin, Haqqul yaqin, Ainul yaqin. Ainul yaqin adalah keyakinan yang dihasilkan dari penglihatan secara langsung, Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِيْنِۙ

“Kemudian kamu benar-benar akan melihatnya dengan mata kepala sendiri.” (Qs. at-Takatsur: 7) 

(d) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat langsung keadaan surga dan neraka dengan mata kepala beliau sendiri, sehingga keyakinan beliau terhadap surga dan neraka semakin kuat, jauh melebihi keyakinan orang orang yang belum melihat surga dan neraka.

Dalam hal ini Allah mempersiapkan kepada  Bani Israel bagaimana laut bisa terbelah dan bagaimana Fir’aun dan tentaranya yang selama ini dianggap kuat dan sulit untuk dikalahkan, ternyata sangat  mudah bagi Allah untuk menghancurkan mereka.

Hal ini dikuatkan dengan firman Allah subhanahu wa ta’ala,

قَاتِلُوْهُمْ يُعَذِّبْهُمُ اللّٰهُ بِاَيْدِيْكُمْ وَيُخْزِهِمْ وَيَنْصُرْكُمْ عَلَيْهِمْ وَيَشْفِ صُدُوْرَ قَوْمٍ مُّؤْمِنِيْنَۙ ۞ وَيُذْهِبْ غَيْظَ قُلُوْبِهِمْۗ وَيَتُوْبُ اللّٰهُ عَلٰى مَنْ يَّشَاۤءُۗ وَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ  ۞

“Perangilah mereka, niscaya Allah akan menyiksa mereka dengan (perantaraan) tanganmu dan Dia akan menghina mereka dan menolongmu (dengan kemenangan) atas mereka, serta melegakan hati orang-orang yang beriman, dan Dia menghilangkan kemarahan hati mereka (orang mukmin). Dan Allah menerima tobat orang yang Dia kehendaki. Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana.” (Qs. at-Taubah: 14-15)

Ayat di atas menjelaskan bahwa kekalahan orang-orang Musyrik dan hancurnya mereka di dalam peperangan melawan orang-orang Islam telah menghinakan mereka dan mengobati kekecewaan yang ada dalam dada kaum muslim serta menghilangkan kemarahan yang ada di dalam hati mereka.

Oleh karenanya sebagian Ulama mengatakan peristiwa tenggelamnya Fir’aun ini, mereka bisa melihat kehancurannya dengan mata kepala mereka sendiri, adalah kenikmatan di atas kenikmatan, pemberian di atas pemberian, hadiah di atas hadiah Bani Israel.

 

***

 

Ahmad Zain An-Najah

Jakarta, kamis, 30 Desember 2021

KARYA TULIS