Karya Tulis
628 Hits

Tafsir An-Najah(Qs.Al-Baqarah:51-53)Bab 42-40 Malam di Gunung Thursina


40 MALAM DI GUNUNG THURSINA


وَإِذْ وَٰعَدْنَا مُوسَىٰٓ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً ثُمَّ ٱتَّخَذْتُمُ ٱلْعِجْلَ مِنۢ بَعْدِهِۦ وَأَنتُمْ ظَٰلِمُون ۞ ثُمَّ عَفَوْنَا عَنكُم مِّنۢ بَعْدِ ذَٰلِكَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ ۞ وَإِذْ ءَاتَيْنَا مُوسَى ٱلْكِتَٰبَ وَٱلْفُرْقَانَ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ

“Dan (ingatlah), ketika Kami berjanji kepada Musa (memberikan Taurat, sesudah) empat puluh malam, lalu kamu menjadikan anak lembu (sembahan) sepeninggalnya dan kamu adalah orang-orang yang zalim.” Kemudian sesudah itu Kami maafkan kesalahanmu, agar kamu bersyukur. Dan (ingatlah), ketika Kami berikan kepada Musa al-Kitab (Taurat) dan keterangan yang membedakan antara yang benar dan yang salah, agar kamu mendapat petunjuk.”

(Qs. al-Baqarah: 51-53)

 

(1) Berkhalwat 40 Malam

Ketika Bani Israel diselamatkan Allah dari kekejaman Fir’aun, mereka meminta kepada Nabi Musa untuk mendatangkan kitab suci dari Allah. Maka Nabi Musa pergi ke gunung Thursina, menyuruh 70 pengikut terbaiknya untuk menemani beliau. Kemudian beliau dijanjikan Allah untuk bermunajat dan berkhalwat sendiri selama 40 malam. Dan para pengikutnya yang berjumlah 70 orang tersebut menunggu. Tetapi mereka memahami 40 malam itu adalah 20 hari 20 malam. Sehingga mereka meninggalkan Nabi Musa dan tidak menepati janji mereka. Kemudian mereka kembali kepada kaum mereka dan menyuruh mereka menyembah patung anak sapi.

Firman-Nya,

ثُمَّ ٱتَّخَذۡتُمُ ٱلۡعِجۡلَ مِنۢ بَعۡدِهِۦ وَأَنتُمۡ ظَٰلِمُونَ

“Lalu kamu menjadikan anak lembu (sembahan) sepeninggalnya dan kamu adalah orang-orang yang zalim.”  (Qs. al-Baqarah: 51)

      Nabi Harun memperingatkan mereka untuk tidak melakukan hal itu, tapi mereka tidak mendengarkan nasehat Nabi Harun, kecuali hanya sekitar 12.000 orang saja, padahal jumlah mereka sangat banyak sampai ratusan ribu bahkan ada yang memperkirakan jutaan orang. Dengan anak dan istri mereka.

 Ketika Nabi Musa datang, beliau marah dan membakar patung anak sapi tersebut, dan membuang abunya ke laut. Karena cinta mereka kepada patung tersebut semakin hari mereka memikirkan cara lain untuk membuat patung dengan cara  mencampurkan  dengan abu patung anak sapi. Nabi Musa meminta mereka untuk bertaubat dengan cara membunuh satu dengan yang lainnya. Tapi kemudian mereka memanfaatkan mereka yang masih tersisa.

Firman-Nya,

ثُمَّ عَفَوْنَا عَنكُم مِّنۢ بَعْدِ ذَٰلِكَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Kemudian sesudah itu Kami maafkan kesalahanmu, agar kamu bersyukur.” (Qs. al-Baqarah: 52)

Yang dimaksud 40 malam pada ayat di atas adalah 40 hari dan 40 malam. Disebut malam saja karena sudah mewakili siangnya. Begitu juga malam datang lebih dahulu daripada siang, karena pada dasarnya alam ini gelap, kemudian Allah menciptakan matahari sehingga datanglah siang hari.

 Begitu juga dalam penanggalan Islam, disebut malam dahulu sebelum siang, karena pergantian hari ditandai dengan tenggelamnya matahari. Ketika matahari tenggelam pada sore hari kamis, maka bakda Maghrib sudah masuk hari berikutnya,  yaitu hari Jum’at. Maka disebut malam Jum’at, bukan Kamis malam dan begitu seterusnya.

Allah berfirman,

 ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ ٱلَّذِي خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضَ وَجَعَلَ ٱلظُّلُمَٰتِ وَٱلنُّورَۖ

“Segala puji bagi Allah Yang telah menciptakan langit dan bumi dan mengadakan gelap dan terang, namun orang-orang yang kafir mempersekutukan (sesuatu) dengan Tuhan mereka.” (Qs. al-An’am: 1)

Ayat di atas menyebutkan kegelapan dulu sebelum cahaya.

Ini dikuatkan dengan firman-Nya,

تُولِجُ ٱلَّيۡلَ فِي ٱلنَّهَارِ وَتُولِجُ ٱلنَّهَارَ فِي ٱلَّيۡلِۖ

“Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang ke dalam malam.” (Qs. Ali Imran: 27)

 Kemudian yang dimaksud 40 malam adalah bulan Dzulqa’dah dan 10 malam bulan Dzulhijjah. Ini terjadi setelah Allah menyelamatkan Bani Israel dari Fir’aun pada bulan Muharram.

(2) Allah Maha Pemaaf

Firman-Nya,

ثُمَّ عَفَوْنَا عَنكُم مِّنۢ بَعْدِ ذَٰلِكَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Kemudian sesudah itu Kami maafkan kesalahanmu, agar kamu bersyukur.” (Qs. al-Baqarah: 52)

 Pada ayat di atas Allah memberikan maaf atas perbuatan Bani Israel yang menyembah patung anak sapi. Memaafkan menggunakan kata (العفو), sedang mengampuni menggunakan kata (العفران).

Adapun perbedaan keduanya adalah (العفو) atau sering diucapkan oleh orang (afwan) adalah memberikan maaf kepada orang yang telah melakukan kesalahan dan berhak mendapatkan hukuman, memaafkan itu dilakukan setelah orang tersebut mendapatkan hukuman atau sebelum mendapatkan hukuman.

Sedangkan (العفران) adalah memberikan ampun tanpa ada hukuman sama sekali. Di dalam do’a Lailatul Qadr yang diriwayatkan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwasanya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

اللَّهُمَّ إنَّك عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي

“Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf, mencintai sifat pemaaf, maka maafkan dosa-dosa ku.”

Dan dikuatkan dengan do’a Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ

“Ya Allah, sesungguhnya aku meminta kepada-Mu maaf, dan keselamatan.”

Kata (al-'afwu) diartikan juga menghapus dosa. Di dalam Bahasa Arab disebutkan:

 عَقَّتِ الرِّيْحُ الأَثَرَ

“Angin itu menghapus jejak.”

Allah berfirman di akhir surat al-Baqarah,

وَٱعۡفُ عَنَّا وَٱغۡفِرۡ لَنَا وَٱرۡحَمۡنَآۚ

“Beri maaflah kami, ampunilah kami,dan rahmatilah kami.”

 Ayat di atas menunjukkan urutan do’a yang seharusnya dipanjatkan seorang mukmin yang telah berbuat dosa yaitu meminta maaf dahulu agar dosa-dosa diampuni dan agar tidak disiksa, kemudian meminta ampunan dan meminta kasih sayang dari Allah.

(3) Makna Syukur

Firman-Nya,

لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُون

“Agar kalian bersyukur.”

Allah memaafkan kesalahan Bani Israel dengan tujuan agar mereka mau bersyukur kepada Allah.

Adapun makna syukur dan al-hamdu sudah dijelaskan di dalam tafsir surah Al-Fatihah, sebagai tambahan bahwa makna syukur secara bahasa adalah sesuatu yang nampak dan kelihatan.

Adapun secara istilah bersyukur adalah pujian kepada seseorang yang memberikan kebaikan kepadanya. Syukur ini harus diperlihatkan melalui lisan dan perbuatan. Allah berfirman,

ٱعۡمَلُوٓاْ ءَالَ دَاوُۥدَ شُكۡرٗاۚ

“Bekerjalah wahai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah).” (Qs. Saba’: 13)

Adapun al-hamdu adalah pujian kepada Allah secara mutlak, baik karena kebaikan yang diberikan kepada seseorang atau tidak. Maka dalam keadaan terkena musibah, kita tetap disarankan untuk tetap memuji Allah dengan berkata :

الحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى كُلِّ حَالٍ

“Segala puji bagi Allah dalam setiap keadaan.”

(4) Kitab Taurat dan Al-Furqan

Firman-Nya,

وَإِذْ ءَاتَيْنَا مُوسَى ٱلْكِتَٰبَ وَٱلْفُرْقَانَ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ

“Dan (ingatlah), ketika Kami berikan kepada Musa Al Kitab (Taurat) dan keterangan yang membedakan antara yang benar dan yang salah, agar kamu mendapat petunjuk.”  (Qs. al-Baqarah: 53)

Yang dimaksud (al-Kitab) pada ayat di atas adalah Taurat.

Adapun yang dimaksud (al-Furqan) pada ayat di atas, para ulama berbeda pendapat;

(a) Al-Furqan adalah pembeda antara yang haq dan bathil

(b) Al-Furqan adalah terbelahnya laut, sehingga Bani Israel menyeberangnya.

(c) Al-Furqan adalah solusi dari segala problematika. Allah berfirman, 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِن تَتَّقُواْ ٱللَّهَ يَجۡعَل لَّكُمۡ فُرۡقَانٗا

“Hai orang-orang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, Kami akan memberikan kepadamu Furqaan.” (Qs. al-Anfal: 29)

(d) Al-Furqan adalah pembeda antar halal dan haram, keimanan dan kekafiran, janji dan ancaman. Allah berfirman,

ثُمَّ ءَاتَيۡنَا مُوسَى ٱلۡكِتَٰبَ تَمَامًا عَلَى ٱلَّذِيٓ أَحۡسَنَ وَتَفۡصِيلٗا لِّكُلِّ شَيۡءٖ

“Kemudian Kami telah memberikan al-Kitab (Taurat) kepada Musa untuk menyempurnakan (nikmat Kami) kepada orang yang berbuat kebaikan.” (Qs. al-An’am: 154)

Nabi Musa mendapatkan Kitab Taurat dan al-Furqan ini setelah diselamatkan dari kekejaman Fir’aun. Sebagaimana firman-Nya,

وَلَقَدۡ ءَاتَيۡنَا مُوسَى ٱلۡكِتَٰبَ مِنۢ بَعۡدِ مَآ أَهۡلَكۡنَا ٱلۡقُرُونَ ٱلۡأُولَىٰ بَصَآئِرَ لِلنَّاسِ

“Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Musa Al-Kitab (Taurat) sesudah Kami binasakan generasi-generasi yang terdahulu, untuk menjadi pelita bagi manusia.” (Qs. al-Qashash: 43)

 

***

Ahmad Zain An-Najah

Jakarta, Kamis, 30 Desember 2021

KARYA TULIS