Karya Tulis
598 Hits

Tafsir An-Najah (QS. 3: 31-32) Bab ke-144 Tanda Cinta Kepada Allah


 

Tanda Cinta Kepada Allah

قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللّٰهَ فَاتَّبِعُوْنِيْ يُحْبِبْكُمُ اللّٰهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ ۗ وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

 Katakanlah (Muhammad), “Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang..” (QS.Ali-Imran [3] : 31)

Pertama, Sebab turunnya ayat

1)      Dari Hasan al-Bahri, ia berkata “ Pada masa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam ada beberapa kaum berkata “wahai Muhammad, sungguh demi Allah, kami mencintai Tuhan kami” Lalu Allah Subahanahu wa Ta’ala menurunkan ayat ini.

2)      Muhammad bin Ja’far bin Zubair berkata “Ayat ini turun berkaitan dengan utusan kaum Nasrani Najran yang mengira bahwa apa yang mereka asumsikan tentang diri Nabi Isa Alaihi Salam merupakan sebuah wujud kecintaan kepada Allah Subahanahu wa Ta’ala”

3)      Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhu berkata “ketika kaum Yahudi mengklaim bahwa mereka adalah anak-anak Allah Subhanahu wa Ta’ala dan para kekasihnya, maka Allah Subahanahu wa Ta’ala menurunkan ayat ini. Kemudian Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Mengemukakan ayat ini kepada kaum Yahudi, tetapi mereka menolak untuk menerimanya.

Kedua, Loyalitas dan Cinta

1)      Pada ayat sebelumnya, Allah menerangkan tentang larangan orang-orang beriman memberikan loyalitas kepada orang-orang kafir. Pada ayat ini Allah menerangkan tanda dan bukti cinta seorang kepada Allah adalah mengikuti dan taat kepada Rasul dan utusan-Nya.

Salah satu bentuk Loyalitas adalah cinta. Jika Allah melarang orang beriman memberikan loyalitas kepada orang kafir artinya orang beriman tidak boleh mencintai orang kafir. Tetapi loyalitasnya hanya kepada Allah dengan cara mencintai-Nya dan membenci musuh-musuh-Nya termaksud di dalamnya orang-orang kafir.

2)      Oleh karenanya, dibolehkan orang beriman bermuamalah dengan orang kafir tanpa memberikan kecintaan kepada mereka. Kalau bermuamalah dibarengi cinta dari hati, maka disebut “Muwalah” bukan muamalat lagi dan ini yang dilarang.

Inilah hubungan yang sangat erat antara loyalitas dan kecintaan.

Ketiga, Tanda dan bukti cinta

1)      Ibnu Katsir berkata “Ayat ini sebagai penegasan bagi setaip orang yang mengaku dirinya mencintai Allah, tetapi tak mau mengikuti jalan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam, maka dia adalah bohong dalam pengakuan cintanya, sampai dia mengikuti syariat dan agama yang dibawa Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam dalam setiap ucapan dan perbuataannya”

Ini sesuai dengan sabda Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam

 

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan berasal dari kami, maka amalan tersebut tertolak” (HR. Muslim no. 1718)

2)      Di dalam sebuah Sya’ir disebutkan

(kurang arab nya)

“Kamu bermaksiat kepada tuhan, namun kamu menmpakan cintamu kepada-Nya. Sungguh hal ini sesuatu yang sangat mengherankan. Seandainya kecintaanmu  kepada-Nya benar, maka kamu pasti mentaati-Nya karena sesunguhnya orang yang mencintai akan patuh kepada yang dicintai”

 

Seandainya kecintaanmu kepadanya benar, maka kamu pasti mentaati-Nya karena sesungguhnya orang yang mencintai akan patuh kepada yang dicintai.

3)      Adapun bentuk kepatuhan kepada Allah adalah dengan mentaati Nabi dan Rasul-Nya. Inilah maksud firman Allah Subahanahu wa Ta’ala


قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللّٰهَ فَاتَّبِعُوْنِيْ

“Katakanlah “Jika kalian mencintai Allah, Maka ikutlah aku”

Ayat diatas juga mengandung apa yang terdapat di dalam dua kalimat syahadat.

أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ

Syahadat pertama mengandung kecintaan seorang hamba kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sedangkan pada Syahadat kedua mengandung ketaatan kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.

Keempat, Menggapai cinta Allah

1)      Tujuan dari mencintai Allah dan mengikuti Rasul-Nya adalah mendapatkan kecintaan-Nya dan ampunan atas segala dosa. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

يُحْبِبْكُمُ اللّٰهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ ۗ وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang

2)      Jadi, seseorang jika melaksanakan kewajiban-kewajiban agama, sepertibertauhid, menjauhi syirik, menegakkan shalat, menunaikan zakat, berpuasa Ramadhan, melaksanakan Ibadah haji, berbuat baik kepada orang tua, kemudian dilengkapi dengan amalan sunah, seperti infak, sedekah, shalat dan puasa sunah, maka Allah akan mencintai hamba tersebut. Ini sesuai dengan hadits Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu bahwa


عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ قَالَ مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا وَإِنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ وَلَئِنْ اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيذَنَّهُ وَمَا تَرَدَّدْتُ عَنْ شَيْءٍ أَنَا فَاعِلُهُ تَرَدُّدِي عَنْ نَفْسِ الْمُؤْمِنِ يَكْرَهُ الْمَوْتَ وَأَنَا أَكْرَهُ مَسَاءَتَهُ

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menuturkan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Allah berfirman; Siapa yang memusuhi wali-Ku, maka Aku umumkan perang kepadanya, dan hamba-Ku tidak bisa mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada yang telah Aku wajibkan, jika hamba-Ku terus menerus mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan sunnah, maka Aku mencintai dia, jika Aku sudah mencintainya, maka Akulah pendengarannya yang ia jadikan untuk mendengar, dan pandangannya yang ia jadikan untuk memandang, dan tangannya yang ia jadikan untuk memukul, dan kakinya yang dijadikannya untuk berjalan, jikalau ia meminta-Ku, pasti Kuberi, dan jika meminta perlindungan kepada-Ku, pasti Ku-lindungi. Dan aku tidak ragu untuk melakukan sesuatu yang Aku menjadi pelakunya sendiri sebagaimana keragu-raguan-Ku untuk mencabut nyawa seorang mukmin yang ia (khawatir) terhadap kematian itu, dan Aku sendiri khawatir ia merasakan kepedihan sakitnya.” (HR. al-Bukhari, 6021)

3)      Hadist di atas juga menganjurkan kita memohon agar bisa beramal dengan amalan yang dicintai oleh Allah. Di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah banyak dijelaskan amalan-amalan yang dicintai oleh Allah, yaitu amalan-amalan yang didahului dengan lafazh (innaLlah yuhibbu) ‘sesungguhnya Allah mencintai’, diantaranya sebagai berikut;

  1. Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya (QS. Ash-Saff [61]: 2)
  2. Allah mencintai orang-orang yang selalu bertaubat dan mensucikan diri (QS. Al-Baqarah [2]: 222)
  3. Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik (QS. Al-Baqarah [2]: 195)
  4. Allah mencintai orang-orang yang bertakwa (QS. Ali Imran [3]: 76)
  5. Allah mencintai orang-orang yang bertawakkal (QS. Ali Imran [3]: 159)
  6. Allah mencintai orang-orang yang jujur (al-muqsithin) (QS. Al-Maidah: 42, QS. Al-Hujurat: 9, QS. Al-Mumtahanah: 8)

4)      Selain itu, kita diperintahkan juga untuk berdoa memohon kecintaan kepada Allah. Sebagaimana di dalam hadits Dari Abu Ad Darda` Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata; Rasulullah shallallahu wa'alaihi wa sallam bersabda,

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ حُبَّكَ وَحُبَّ مَنْ يُحِبُّكَ وَالْعَمَلَ الَّذِي يُبَلِّغُنِي حُبَّكَ اللَّهُمَّ اجْعَلْ حُبَّكَ أَحَبَّ إِلَيَّ مِنْ نَفْسِي وَأَهْلِي وَمِنْ الْمَاءِ الْبَارِدِ

Ya Allah, aku memohon kepada-Mu kecintaan-Mu, dan kecintaan orang yang mencintai-Mu, serta amalan yang menyampaikanku kepada kecintaan-Mu. Ya Allah, jadikanlah kecintaan-Mu lebih aku cintai daripada diriku, keluargaku serta air dingin

Kelima, Menjadikan Cinta Allah lebih dari Segalanya

Cinta Allah harus diutamakan daripada cinta kepada bapak, anak, saudara, istri, keluarga, harta, perdagangan dan rumah, sebagaimana firman-Nya,

قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ

“Katakanlah: “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (QS. At-Taubah [9]: 24)

Ini dikuatkan oleh hadits Anas bin Malik Radhiyallahu ‘Anhu di bawah ini,

عَنْ أَنَسٍ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah beriman seorang dari kalian hingga aku lebih dicintainya daripada orang tuanya, anaknya dan dari manusia seluruhnya.” (HR. al-Bukhari, 14 dan Muslim, 44)

Hadits di atas juga menunjukkan bahwa cinta Allah harus didahulukan daripada cinta kepada kedua orang tua, anak-anak, dan kecintaan terhadap seluruh manusia.

Bahkan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya harus melebihi daripada cinta kepada dirinya sendiri. Sebagaimana hadits ‘Umar Radhiyallahu ‘Anhu,

عن عَبْدَ اللَّهِ بْنَ هِشَامٍ قَالَ كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ آخِذٌ بِيَدِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فَقَالَ لَهُ عُمَرُ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَأَنْتَ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ إِلَّا مِنْ نَفْسِي فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْكَ مِنْ نَفْسِكَ فَقَالَ لَهُ عُمَرُ فَإِنَّهُ الْآنَ وَاللَّهِ لَأَنْتَ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ نَفْسِي فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْآنَ يَا عُمَرُ

“Dari Abdullah bin Hisyam menuturkan; kami pernah bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang saat itu beliau menggandeng tangan Umar bin Khattab, kemudian Umar berujar: "Ya Rasulullah, sungguh engkau lebih aku cintai dari segala-galanya selain diriku sendiri." Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak, demi Dzat yang jiwa berada di Tangan-Nya, hingga aku lebih engkau cintai daripada dirimu sendiri." Maka Umar berujar; “Sekarang demi Allah, engkau lebih aku cintai daripada diriku”. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sekarang (baru benar) wahai Umar." (HR. al-Bukhari, 6142)

Keenam, Taat kepada Allah dan Rasul-Nya

قُلْ اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَالرَّسُوْلَ ۚ فَاِنْ تَوَلَّوْا فَاِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْكٰفِرِيْنَ

Katakanlah (Muhammad), “Taatilah Allah dan Rasul. Jika kamu berpaling, ketahuilah bahwa Allah tidak menyukai orang-orang kafir.” (QS. Ali-Imran [3] : 32)

1)      Salah satu tanda cinta seseorang kepada Allah dan Rasul-Nya adalah mentaati segala perintah kedua-Nya. Walaupun taat kepada keduanya, bukan merupakan tingkatan kecintaan yang paling tinggi, tetapi minimal hal itu sudah cukup menjadikan tanda dan bukti bahwa seseorang mencintai kedua-Nya.

2)      Pada ayat diatas disebutkan perintah taat kepada Allah dan Rasul-Nya digabung dengan menyebut (اَطِيْعُوا) “taatilah” hanya sekali. Hal ini mengisyaratkan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Tidaklah memerintahkan sesuatu yang harus ditaati oleh umatnya kecuali perintah itu berasal dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.

3)      Jika seseorang berpaling dan tidak mau taat kepada Allah dan Rasul-Nya atau enggan melaksanakan perintah kedua-Nya, dia dihukumi kafir oleh karenanya Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

فَاِنْ تَوَلَّوْا فَاِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْكٰفِرِيْنَ

Jika kamu berpaling, ketahuilah bahwa Allah tidak menyukai orang-orang kafir.”

 

4)      Iblis ketika menolak perintah Allah dan tidak mau bersujud kepada Adam, langsung dihukumi kafir oleh Allah sebagaimana di dalam firman-Nya

وَاِذْ قُلْنَا لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ اسْجُدُوْا لِاٰدَمَ فَسَجَدُوْٓا اِلَّآ اِبْلِيْسَۗ اَبٰى وَاسْتَكْبَرَۖ وَكَانَ مِنَ الْكٰفِرِيْنَ

Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, “Sujudlah kamu kepada Adam!” Maka mereka pun sujud kecuali Iblis. Ia menolak dan menyombongkan diri, dan ia termasuk golongan yang kafir.(QS.Al-Baqarah [2] :34)

5)      Orang-orang munafik yang berpaling dari taat kepada Allah dan Rasul-Nya dihukumi orang-orang yang tidak beriman. Allah Subahanahu wa Ta’ala  berfirman

وَيَقُوْلُوْنَ اٰمَنَّا بِاللّٰهِ وَبِالرَّسُوْلِ وَاَطَعْنَا ثُمَّ يَتَوَلّٰى فَرِيْقٌ مِّنْهُمْ مِّنْۢ بَعْدِ ذٰلِكَۗ وَمَآ اُولٰۤىِٕكَ بِالْمُؤْمِنِيْنَ

Dan mereka (orang-orang munafik) berkata, “Kami telah beriman kepada Allah dan Rasul (Muhammad), dan kami menaati (keduanya).” Kemudian sebagian dari mereka berpaling setelah itu. Mereka itu bukanlah orang-orang beriman.(QS. An-Nur [24} : 47)

6)      Di dalam hadits Abu Hurairah disebutkan bahwa yang tidak taat kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam akan masuk neraka. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu


            كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ إِلَّا مَنْ أَبَى قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَنْ  يَأْبَى قَالَ مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى

"Setiap umatku masuk surga selain yang enggan, " Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, lantas siapa yang enggan?" Nabi menjawab: "Siapa yang taat kepadaku, masuk surga dan siapa yang membangkang aku berarti ia enggan."  (HR. Bukhari : 6737 )

 

****

Jakarta, Jumat 11 Maret 2022

 

 

 

KARYA TULIS