Karya Tulis
484 Hits

Tafsir An-Najah (QS.3: 104-105)Bab ke-167 Amar Ma'ruf Nahi Munkar


Amar Ma'ruf Nahi Munkar

 

وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ - ١٠٤

"Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung." (QS. Ali-Imran [3] : 104)

Pertama : Syarat Amar Ma'ruf Nahi Munkar

1)      Perintah untuk berdakwah dana amar ma'ruf nahi munkar ditujukan kepada sebagian umat Islam, karena dalam ayat di atas disebutkan kata (مِنْكُمْ) yang artinya sebagian dari kalian.

2)      Hal itu menunujukan bahwa dakwah dana mar ma'ruf nahi munkar hukumnya fardhu kifayah bukkan fardhu 'ain. Jika sebagian umat Islam telah menjalankannya, maka gugurlah kewajiban bagi yang lain .

3)      Kata (اُمَّةٌ) artinya sekelompok atau segolongan dari manusia. Siapa yang dimaksud sekelompok manusia disini ?

Jawabannya : meraka adalah orang-orang yang terpenuhi syarat-syarat untuk berdakwah dan beramar ma'ruf nahi munkar. Diantaranya adalah

a)      Memiliki ilmu

Allah berfirman

قُلْ هٰذِه سَبِيْلِيْٓ اَدْعُوْٓا اِلَى اللّٰهِ ۗعَلٰى بَصِيْرَةٍ اَنَا۠ وَمَنِ اتَّبَعَنِيْ ۗوَسُبْحٰنَ اللّٰهِ وَمَآ اَنَا۠ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ - ١٠٨

"Katakanlah (Muhammad), “Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan yakin, Mahasuci Allah, dan aku tidak termasuk orang-orang musyrik.”" (QS. Yusuf [12] : 108)

Kalimat (عَلٰى بَصِيْرَةٍ) pada ayat di aats artinya "dengan ilmu". Jadi berdakwah kepada Allah harus di atas ilmu yang benar.

b)      Berdakwah dengan hikmah (bijaksana) dan mau'idhoh hasanah (nasehat baik).

Allah berfirman,

اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۗ

"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik…" (QS.An-Nahl [16] : 125) 

c)      Berdakwah dengan cara lemah lembut. Nabi Musa berdakwah kepada Fir'aun penguasa yang kejam dengan cara lemah lembut.

Allah Berfirman,

اِذْهَبَآ اِلٰى فِرْعَوْنَ اِنَّه طَغٰىۚ – ٤٣ فَقُوْلَا لَه قَوْلًا لَّيِّنًا لَّعَلَّه يَتَذَكَّرُ اَوْ يَخْشٰى - ٤٤

"Pergilah kamu berdua kepada Fir‘aun, karena dia benar-benar telah melampaui batas maka berbicaralah kamu berdua kepadanya (Fir‘aun) dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan dia sadar atau takut." (QS. Toha [20] : 43-44)

d)      Khusus untuk Amar Ma'ruf Nahi Mungkar denganlisan dilakukan oleh ulama' yang mempunyai ilmu, sedangkan dengan tangan atau dengan kekuatan hanya dilakukan oleh pemerintah atau penguasa.

Allah berfirman,

اَلَّذِيْنَ اِنْ مَّكَّنّٰهُمْ فِى الْاَرْضِ اَقَامُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتَوُا الزَّكٰوةَ وَاَمَرُوْا بِالْمَعْرُوْفِ وَنَهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِۗ وَلِلّٰهِ عَاقِبَةُ الْاُمُوْرِ - ٤١

"(Yaitu) orang-orang yang jika Kami beri kedudukan di bumi, mereka melaksanakan salat, menunaikan zakat, dan menyuruh berbuat yang makruf dan mencegah dari yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan." (QS. Al-Hajj [22] : 41)

Kedua : Makna (al-Khair) dan (al-Ma'ruf)

1)      Seorang da'i hendaknya mengajak manusia kepada seluruh kebaikan, karena kata (الخَيْر) menunjukan seluruh kebaikan. Kebaikan yang paling utama adalah Tauhid. Inilah inti dakwah para nabi dan rasul. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

وَمَآ اَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَّسُوْلٍ اِلَّا نُوْحِيْٓ اِلَيْهِ اَنَّه لَآ اِلٰهَ اِلَّآ اَنَا۠ فَاعْبُدُوْنِ - ٢٥

"Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum engkau (Muhammad), melainkan Kami wahyukan kepadanya, bahwa tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Aku, maka sembahlah Aku." (QS. Al-Anbiya' [21] : 25)

Juga firman-Nya,

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِيْ كُلِّ اُمَّةٍ رَّسُوْلًا اَنِ اعْبُدُوا اللّٰهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوْتَۚ فَمِنْهُمْ مَّنْ هَدَى اللّٰهُ وَمِنْهُمْ مَّنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلٰلَةُ ۗ فَسِيْرُوْا فِى الْاَرْضِ فَانْظُرُوْا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِيْنَ - ٣٦

"Dan sungguh, Kami telah mengutus seorang rasul untuk setiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah, dan jauhilah tagut”, kemudian di antara mereka ada yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula yang tetap dalam kesesatan. Maka berjalanlah kamu di bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang yang mendustakan (rasul-rasul)." (QS. Al-Nahl [16] : 36)

2)      Pada ayat di aats disebutkan tiga istilah, yaitu (الخير), ( المعروف) dan (المنكر).

Apa perbedaan dari ketiga istilah di atas?

a)      Kata (الخير) adaalh kebaikan yang bersifat umum. Sebagian menyatakan bahwa al-khair adlah nilai-nilai ilahi yang bersifat mendasar, universal dan abadi.

Al-khair ini tidak boleh dipaksakan tetapi disampaikan secara bijak, lembut, dan menarik. Nilai-nilai harus didahulukan sebelum yang lain, oleh karenanya Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ

"Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan…" (QS.Ali-Imran [3] : 104)

Dalam ayat tersebut "Al-Khair" didahulukan daripada al-ma'ruf dan Al-Khair disampaikan secara baik, tidak boleh dipaksakan.

Al-Khair inlah yang disampaikan oleh Nabi Musa kepada Fir'aun dengan cair lembut, sebagaimana yang disebutkan dalam (QS. Toha [20] : 43-44). Al-Khair ini juga disebut dengan jalan Tuhan, yang kita diperintahkan untuk mengajak kepadanya dengan cara hikmah dan bijaksana. Allah berfirman dalam (QS. An-Nahl [16] : 125)

b)      Adapun kata (المعروف) artinya segala sesuatu yang baik menurut  pandangan masyarakat secara umum. Sedangkan kata (المنكر) artinya segala sesuatu yang buruk menurut pandangan masyarakat secara umum.

Al-Ma'ruf  dan Al-Munkar harus mengacu kepada Al-Khair (nilai-nilai ilahi secara universal dan dsar-dasar agama) oleh karenanya, Al-Ma'ruf  harus diperintahkan dan Al-Munkar  harus dilarang karena masyarakat umum sudah memahaminya.

Untuk membedakan anatara istilah tersebut secara jelas, perlu diberikan contoh :

-         Contoh (Al-Khair) adalah akhlaq karimah, khusyu' didalam shalat, berbuat baik kepada orang tua dan orang lain, membantu orang miskin, saying kepada anak yatim, berkata lembut dan sopan kepada yang lebih tua dan lainnya.

-         Ini semua tidak bisa dipaksakan, tetapi disampaikan secara baik-baik kepada masyarakat.

-         Contoh (Al-ma'ruf) adalah memeberi nafkah kepada istri dan anak, memebagi warisan secara adil, mentaati suami, menegakan shalat lima waktu, membayar zakat dan lainnya.

-         Adapun contoh (Al-Munkar) adalah mencuri, menipu, membunuh, berzina, berjudi, korupsi, manipulasi dan lainnya.

3)      Orang-orang yang selalu berdakwah dan beramar ma'ruf nahi munkar adalah orang-orang beruntung, Allah berfirman

وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْن

"Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.""

 

Sebaliknya yang meninggalkan adalah orang-orang yang merugi dan akan mendapatkan sanksi dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Allah berfirman,

لُعِنَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْۢ بَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ عَلٰى لِسَانِ دَاوودَ وَعِيْسَى ابْنِ مَرْيَمَ ۗذٰلِكَ بِمَا عَصَوْا وَّكَانُوْا يَعْتَدُوْنَ - ٧٨

"Orang-orang kafir dari Bani Israil telah dilaknat melalui lisan (ucapan) Dawud dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu karena mereka durhaka dan selalu melampaui batas." (QS. Al-Maidah [5] : 78).

4)      Di Dallam hadits Hudzaifah bin Yaman, bahwa Rasulullah Shalallahuu 'Alaihi wa Sallam bersabda,

وَالَّذِي نَفسِي بِيَدِه، لَتَأْمُرُنَّ بِالمَعرُوف، وَلَتَنهَوُنَّ عَنِ المُنْكَر؛ أَو لَيُوشِكَنَّ الله أَن يَبْعَثَ عَلَيكُم عِقَاباً مِنْه، ثُمَّ تَدعُونَه فَلاَ يُسْتَجَابُ لَكُم

 "Demi (Allah) yang jiwaku berada di tangan-Nya, hendaklah kalian benar-benar memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran atau Allah akan menimpakan kepada kalian siksaan dari sisi-Nya, kemudian kalian berdoa kepadanya namun Dia tidak mengabulkan doa kalian." (HR. At-Tirmidzi).

Ketiga : Larangan Berselisih

وَلَا تَكُوْنُوْا كَالَّذِيْنَ تَفَرَّقُوْا وَاخْتَلَفُوْا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْبَيِّنٰتُ ۗ وَاُولٰۤىِٕكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيْمٌ ۙ - ١٠٥

"Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang bercerai berai dan berselisih setelah sampai kepada mereka keterangan yang jelas. Dan Mereka itulah orang-orang yang mendapat azab yang berat," (QS. Ali-Imran [3] : 105)

1)      Setelah adanya perintah untuk berdakwah dan amar ma'ruf nahi munkar, pada ayat ini Allah melarang umat Islam untuk meniru sifat orang-orang Yahudi dan Nasrani serta aksi bid'ah yang terus-menerus berselisih dan bercerai-berai, padahal telah datang kepadaku mereka penjelasan tentang kebenaran Islam.

2)      Ayat ini juga mengisyaratkan bahwa umat yang meninggalkan dakwah dan amar ma'ruf nahi munkar, akan ditimpa perselisihan dan perpecahan di antara mereka.

3)      Kata (تَفَرَّقُو) berasal dari akar kata (فَرْقٌ) yang berarti kelompok. Di sini bisa diartikan berkelompok-kelompok dan sering disebut berpecah atau bercerai-berai serta tidak bersatu. Biasanya setiap kelompok mempunyai pikiran, aturan dan pimpinan sendiri, fanatic dengan kelompoknya. Hal ini disebutkan Allah di dalam firman-Nya,

مِنَ الَّذِيْنَ فَرَّقُوْا دِيْنَهُمْ وَكَانُوْا شِيَعًا ۗ كُلُّ حِزْبٍۢ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُوْنَ - ٣٢

"yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Setiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka." (QS. Ar-Rum [30] : 32)

4)      Kata (اخْتَلَفُوْ) artinya berselisih. Biasanya digunakan untuk menyebutkan perbadaan di dalam pemikiran atau keyakinan. Sebagian ulama' mengatakan bahwa (اختلاف) adalah perbedaan did alam masalah keyakinan dan ini dilarang did dalam Islam. Adapun (الخلاف) adalah perbedaan di dalam masalah cabang agama (perbedaan fikih) dan ini tidak dilarang.

Dikatakan bahwa perpecahan akibat perbedaan di dalam keyakinan atau perbedaaan keyakinan menyebabkan terjadinya perpecahan. Oleh karenanya keduanya tidak dipisahkan pada ayat di atas.

5)      Ayat di atas menyebutkan perpecahan atau berkelompok-kelompok lebih dahulu daripada penyebutkan perselisihan hal ini mengisyaratkan bahwa berkelompok-kelompok dan tidak membaur dengan kelompok lain, lambat laun akan menciptakan pemikiran dan keyakian sendiri yang berbeda dengan pemikiran dan keyakina kelompok lain. Setelah itu timbul perselisihan antara satu kelompok dengan kelompok lain.

Oleh karenanya salah satu jalan keluar supaya tidak terjadi perselisihan, hendaknya setiap orang tidak fanatic dan membatasi diri dengan kelompoknya saja, tetapi dia harus bergaul dengan kelompok lain, sehingga mencegah terjadinya kefanatikan pada kelompoknya dan mencegah juga adanya perselisihan.

Wallahu A'lam.

***

 Jakarta, Sabtu 26 Maret 2022

KARYA TULIS