Karya Tulis
518 Hits

Tafsir An-Najah (QS.3: 137-139)Bab ke-176 Larangan Bersikap Lemah


 

Larangan Bersikap Lemah dan Sedih

قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِكُمْ سُنَنٌۙ فَسِيْرُوْا فِى الْاَرْضِ فَانْظُرُوْا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِيْنَ

“Sungguh, telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah (Allah), karena itu berjalanlah kamu ke (segenap penjuru) bumi dan perhatikanlah bagai-mana kesudahan orang yang mendustakan (rasul-rasul)” ( QS. Ali-Imran [3]: 137)

Pertama : Sunnatullah dalam Kehidupan.

1)      Pada ayat-ayat sebelumnya telah dijelaskan sebab-sebab kekalahan kaum muslimin dalam Perang Uhud, yaitu maksiat dan menyelesai perintah Allah dan Rasul-Nya. maka Allah memrintahkan mereka dan kaum muslimin untuk beristigfar dan bertaubat keppada allah atas dosa-dosa yang dilakukan. Begitu juga diperintahkan untuk menahan amarah, tidak dendam serta mudah memaafkan kesalahan orang lain.

2)      Kemudian pada ayat ini, Allah perintahkan kaum musimin untuk berjalan di muka bumi dan melihat serta memerhatikan nasib orang-orang terdahulu melalui hukum hukum Allah yang diterapkan dalam kehidupan manusia (sunnatullah) atau hukum-hukum alam yang berjalan dalam kehiduppan manusia. Termasuk melihat dan memerhatikan sebab-sebab kekalahan suatu bangsa, yang diantaranya tidak disiplin dan melanggar perintah pemimpin.

3)      Pentingnya belajar sejarah. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِكُمْ سُنَنٌ

“Sungguh, telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah (Allah),”

Ayat ini menunjukkan pentingnya belajar sejarah, untuk mengambil pelajaran dari peristiwa-peristiwa masa lalu. Kemudian darinya dibuat pedoman agar tidak mengulangi kesalahan yang sama di masa mendatang.

4)      Perintah berjalan di muka bumi. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

فَسِيْرُوْا فِى الْاَرْضِ فَانْظُرُوْا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِيْنَ

“karena itu berjalanlah kamu ke (segenap penjuru) bumi dan perhatikanlah bagai-mana kesudahan orang yang mendustakan (rasul-rasul)”

Ayat ini menunjukkan perintah untuk banyak melakukan perjalanan ke berbagai daerah untuk mengambil pelajaran dari kehidupan orang-orang kafir dan kesudahan hidup mereka serta apa yang mereka tinggalkan.

Diantaranya melihat peninggalan-pninggalan sejarah umat-umat yang terdahulu , bagaimana mereka sukses dan bagaimana mereka hancur. Diantara ayat-ayat yang menguatkan hal ini adalah,

a)      Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

فَالْيَوْمَ نُنَجِّيْكَ بِبَدَنِكَ لِتَكُوْنَ لِمَنْ rخَلْفَكَ اٰيَةً ۗوَاِنَّ كَثِيْرًا مِّنَ النَّاسِ عَنْ اٰيٰتِنَا لَغٰفِلُوْنَ

“Maka pada hari ini Kami selamatkan jasadmu agar engkau dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang setelahmu, tetapi kebanyakan manusia tidak mengindahkan tanda-tanda (kekuasaan) Kami.” (QS. Yunus [10]: 92)

 Jasad fir’aun diselamatkan agar menjadi pelajaran bagi orang-orang sesudahnya.

 

b)      Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

ذٰلِكَ مِنْ اَنْۢبَاۤءِ الْقُرٰى نَقُصُّهٗ عَلَيْكَ مِنْهَا قَاۤىِٕمٌ وَّحَصِيْدٌ

“Itulah beberapa berita tentang negeri-negeri (yang telah dibinasakan) yang Kami ceritakan kepadamu (Muhammad). Di antara negeri-negeri itu sebagian masih ada bekas-bekasnya dan ada (pula) yang telah musnah.” (QS. Hud [11]: 100)

Sejarah bangkitnya dan hancurnya suatu bangsa perlu dipelajari dengan cara melihat peninggalan sejarah atau membaca buku sejarah.

c)      Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

فَجَعَلْنَا عَالِيَهَا سَافِلَهَا وَاَمْطَرْنَا عَلَيْهِمْ حِجَارَةً مِّنْ سِجِّيْلٍ

“Maka Kami jungkirbalikkan (negeri itu) dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang keras.”

اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّلْمُتَوَسِّمِيْنَۙ

“Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang yang memperhatikan tanda-tanda,” (QS. Al-Hijr [15]: 74-75)

Kehancuran kaum Luth menjadi pelajaran orang-orang yang mampu memberikan tanda-tanda atau sering disebut dengan ahli firasat.

 

5)      Pelajaran orang bertaqwa.

هٰذَا بَيَانٌ لِّلنَّاسِ وَهُدًى وَّمَوْعِظَةٌ لِّلْمُتَّقِيْنَ

“Inilah (Al-Qur'an) suatu keterangan yang jelas untuk semua manusia, dan menjadi petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS.Ali-Imran [3]: 138)

Al-Qur’an ini atas sunnatullah ini merupakan penjelasan bagi seluruh manusia dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertaqwa. Artinya taqwa itu tidak terbatas pada ibadah mahdha saja, seperti shalat, berdzikir dan membaca Al-Qur’an. Tetapi bertaqwa juga dengan cara mempelajari sejarah, mengamati peristiwa, mereka kejadian untuk diambil pelajarannya termasuk di dalamnya peristiwa Perang Uhud dan sebab-sebab kekalahan umat Islam.

 

Kedua : Larangan Bersikap Lemah dan Sedih

وَلَا تَهِنُوْا وَلَا تَحْزَنُوْا وَاَنْتُمُ الْاَعْلَوْنَ اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ

“Dan janganlah kamu (merasa) lemah, dan jangan (pula) bersedih hati, sebab kamu paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang beriman.” (QS. Ali-Imran [3]: 139)

1)      Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhu berkata, “ Pada Perang Uhud para sahabat mengalami kekalahan. Lalu ketika itu, tiba-tiba Khalid bin Walid beserta pasukan berkuda kaum musyrik ingin naik ke atas bukit untuk menyerang pasukan Islam. Melihat hal itu, lalu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata, ‘Ya Allah jangan sampai mengalahkan kami ya Allah, tiada kekuatan bagi kami kecuali atas izin dan kehendakmu ya Allah, di tanah ini tidak ada orang-orang yang menyembahmu kecuali orang-orang ini.’ Lalu Allah menurunkan ayat-ayat ini. Lalu ada sekelompok dari  kaum muslimin yang langsung meloncat berlrian ke atas bukit, menyerang pasukan berkuda kaum musyrik dengan senjata panah sehingga akhirnya mereka kalah dan mundur. Maka turunlah ayat ini.’”

2)      Ayat ini turun ntuk menghibur kaum muslimin atas kekalahan mereka dalam Perang Uhud . terdapat dua larangan allah kepada mereka,

Pertama, larangan bersikap lemah.

وَلَا تَهِنُوْا

“Dan jalanganlah kalian merasa lemah.”

Sikap lemah itu muncul setelah kalah perang. Ini lebih kepada masalah psikologis (kejiwaan). Perasaan lemah ini bisa membuat kekuatan fisik turun drastis. Sebaliknya kalau seseorang merasa kuat, fisik yang pada mulanya lemah berubah menjadi kuat seketika. Faktor kejiwaan sangat penting untuk menumbuhkan kekuatan fisik seseorang.

Kedua, larangan untuk bersedih.

وَلَا تَحْزَنُوْا

“ jangan (pula) bersedih hati,”

1)      Perasaan sedih biasanya menimpa seseorang karena memikirkan sesuatu yang sudah terjadi di masa lalu, seperti kehilangan sesuatu yang dicintainya. Para sahabat merasa sedih karena kehilangan keluarga, dan teman seperjuangan yang gugur sebagai syuhada dan sebagiannya terluka parah dan ringan.

2)      Sedih juga bisa menyebabkan lemahnya badan dan turunnya kesehatan, bahkan tidak sedikit yang menyebabkan kematian seseorang.

3)      Nabi Yakub menjadi lemah penglihatannya karena banyak menangis dan sedih memikirkan anaknya tercinta Nabi Yusuf yang hilang tanpa meninggalkan jejak sedikitpun. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

وَتَوَلّٰى عَنْهُمْ وَقَالَ يٰٓاَسَفٰى عَلٰى يُوْسُفَ وَابْيَضَّتْ عَيْنٰهُ مِنَ الْحُزْنِ فَهُوَ كَظِيْمٌ

“Dan dia (Yakub) berpaling dari mereka (anak-anaknya) seraya berkata, “Aduhai dukacitaku terhadap Yusuf,” dan kedua matanya menjadi putih karena sedih. Dia diam menahan amarah (terhadap anak-anaknya).” (QS. Yusuf [12]: 84)

Bahkan kesedihan bisa mengahncurkan badan dan merusak kesehatan seseorang. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

قَالُوْا تَاللّٰهِ تَفْتَؤُا تَذْكُرُ يُوْسُفَ حَتّٰى تَكُوْنَ حَرَضًا اَوْ تَكُوْنَ مِنَ الْهَالِكِيْنَ

“Mereka berkata, “Demi Allah, engkau tidak henti-hentinya mengingat Yusuf, sehingga engkau (mengidap) penyakit berat atau engkau termasuk orang-orang yang akan binasa.” (QS. Yusuf [12]: 85)

4)      Allah juga melarang Nabi Muhammad bersedih memikirkan orang-orang Quraisy yang belum mau masuk Islam. Karena kesedihan itu akan menghancurkan badan dan membuat seseorang binasa. Allah berfirman,

اَفَمَنْ زُيِّنَ لَهٗ سُوْۤءُ عَمَلِهٖ فَرَاٰهُ حَسَنًاۗ فَاِنَّ اللّٰهَ يُضِلُّ مَنْ يَّشَاۤءُ وَيَهْدِيْ مَنْ يَّشَاۤءُۖ فَلَا تَذْهَبْ نَفْسُكَ عَلَيْهِمْ حَسَرٰتٍۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ ۢبِمَا يَصْنَعُوْنَ

“Maka apakah pantas orang yang dijadikan terasa indah perbuatan buruknya, lalu menganggap baik perbuatannya itu? Sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Maka jangan engkau (Muhammad) biarkan dirimu binasa karena kesedihan terhadap mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.”(QS. Fathir [35]: 8)

Ayat ini melarang Nabi bersdih memikirkan orang-orang kafir yang belum mau beriman. Karena kesedihan itu akan mencelakakan diri sendiri. ini dikuatkan dengan firman-Nya,

فَلَعَلَّكَ بَاخِعٌ نَّفْسَكَ عَلٰٓى اٰثَارِهِمْ اِنْ لَّمْ يُؤْمِنُوْا بِهٰذَا الْحَدِيْثِ اَسَفًا

“Maka barangkali engkau (Muhammad) akan mencelakakan dirimu karena bersedih hati setelah mereka berpaling, sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini (Al-Qur'an).” (QS. Al-Kahfi [18]: 6)

Ayat ini juga melarang secara tidak langsung Nabi Muhammad untuk terus menerus bersedih memikirkan orang-orang kafir.

5)      Oleh karenanya Allah mensifati para wali Allah sebagai orang-orang yang tidak gelisah dan sedih, sebagaimana dalam firman-Nya,

اَلَآ اِنَّ اَوْلِيَاۤءَ اللّٰهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَۚ

“Ingatlah wali-wali Allah itu, tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.” (QS. Yunus [10]: 62)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mangajarkan kepada umatnya doa untuk menghilangkan sikap lemah dan perasaan sedih sebagaimana di dalam hadits Anas bin Malik Radhiyallahu ‘Anhu,

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فَكُنْتُ أَخْدُمُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا نَزَلَ فَكُنْتُ أَسْمَعُهُ كَثِيرًا يَقُولُ اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَالْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَالْبُخْلِ وَالْجُبْنِ وَضَلَعِ الدَّيْنِ وَغَلَبَةِ

 “Dari Anas bin Malik, ia berkata, “Aku melayani Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam saat beliau singgah dan aku selalu mendengar beliau banyak berdo'a:

“Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari (sifat) gelisah, sedih, lemah, malas, kikir, pengecut, terlilit hutang dan dari kekuasaan.”  (HR. al-Bukhari, 6369)

 

Ketiga : Kalian Lebih Tinggi.

وَاَنْتُمُ الْاَعْلَوْنَ اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ

“sebab kamu paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang beriman.” (QS. Ali-Imran [3]: 139)

1)      Maksud bahwa kalian lebih tinggi pada ayat ini adalah.

a)      Kalian lebih tinggi derajatnya di sisi Allah di dunia dan di akhirat dariada orang-orang kafir. Lebih tinggi di sunia karena yang kalian perjuangkan adalah kebenaran. Dan tinggi derajatnya di akhirat, karena kalian akan menempati surga, sedangkan orang-orang kafir akan menempati neraka.

b)      Kalian akan mendapatkan kesudahan yang baik dan kemenagan untuk kalian atas orag-orang kafir. Dan ini benar terjadi setelah kekalahan dalam Perang Uhud, orang Islam mampu meraih kemenagan dalam setiap peperangan pada masa Nabi Muhammad begitu juga pada masa sahabat, serta masa-masa setelahnya dimana terdapat di dalamnya salah satu sahabat yang ikut berperang.

c)      Ayat ini juga menunjukkan keutamaan para sahabat dan umat Islam secara umum, karena A,lah berbicara kepada mereka sebagaimana allah berbicara pada para nabi. Allah berbicara kepada Nabi Musa di dalam firman-Nya,

قُلْنَا لَا تَخَفْ اِنَّكَ اَنْتَ الْاَعْلٰى

“Kami berfirman, “Jangan takut! Sungguh, engkaulah yang unggul (menang).” (QS. Taha [20]: 68)

Dengan kata-kata yang sama Allah berbicara kepada umat Islam dalam firman-Nya,

وَلَا تَهِنُوْا وَلَا تَحْزَنُوْا وَاَنْتُمُ الْاَعْلَوْنَ اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ

“Dan janganlah kamu (merasa) lemah, dan jangan (pula) bersedih hati, sebab kamu paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang beriman.” (QS. Ali-Imran [3]: 139)

 

****

Jakarta, Jum at, 1 April 2022.

KARYA TULIS