Tafsir An-Najah (QS.4:1) Bab ke-199 Bertaqwa dalam Membina Keluarga
Bertaqwa dalam Membina Keluarga
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَّفْسٍ وَّاحِدَةٍ وَّخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيْرًا وَّنِسَاۤءً ۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ الَّذِيْ تَسَاۤءَلُوْنَ بِه وَالْاَرْحَامَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
“Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)-nya; dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu.” (QS. An-Nisa [3]: 1).
Pelajaran (1): Kewajiban Manusia Pertama kali.
1) Surah An-Nisa ini dimulai dengan ayat ertama yang mengajak seluruh manusia untuk bertqwa kepada Rabb (tuhan) mereka. Penggunaan kata (Rabb) disini karena terkait dengan perbuatan Allah yang Maha Mencipta seluruh alam semesta, khususnya manusia yang menjadi objek utama.
2) Bandingkan dengan ayat pertama yang turun kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang juga menyebut Allah sebagai (Rabb) yang mencipta manusia dari segumpal darah (Al-Alaq) , Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
اِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِيْ خَلَقَۚ
خَلَقَ الْاِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍۚ
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan,
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.” (QS. Al-Alaq [96]: 1-2)
3) Bandingkan juga dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surah Al-Bqarah yang memerintahkan semua manusia untuk menyembah Rabb (tuhan) yang menciptakan mereka dan orang-orang sebelum mereka.
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ وَالَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
“Wahai manusia! Sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dan orang-orang yang sebelum kamu, agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah [2]: 21)
4) Tiga ayat di atas (QS. Al-Baqarah: 21, An-Nisa: 1, Al-Alaq: 1-2) dan ayat-ayat lainnya menujukan bahwa kewajiban manusia pertama kali ketika lahir didunia adalah mengenal Allah sebagai Rabb (tuhan) yang menciptakan alam semesta ini, khususnya menciptakan manusia,
Seseorang yang mengetahui dan menyadari bahwa dirinya diciptakan oleh Rabb (tuhan) dari tidak ada menjadi ada niscaya dia akan menyembah-Nya dan tidak akan mengkafiri-Nya. Jika ada yang mengkufurinya, maka dia telah keluar dari fitrah manusia.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
كَيْفَ تَكْفُرُوْنَ بِاللّٰهِ وَكُنْتُمْ اَمْوَاتًا فَاَحْيَاكُمْۚ ثُمَّ يُمِيْتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيْكُمْ ثُمَّ اِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ
“Bagaimana kamu ingkar kepada Allah, padahal kamu (tadinya) mati, lalu Dia menghidupkan kamu, kemudian Dia mematikan kamu lalu Dia menghidupkan kamu kembali. Kemudian kepada-Nyalah kamu dikembalikan.” (QS.Al-baqarah [2]: 28).
Pelajaran (2): Sejarah Penciptaan Hawa.
الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَّفْسٍ وَّاحِدَةٍ وَّخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا
1) Dalam ayat ini Allah lebih menjelaskan asal usul penciptaan manusia, yaitu dari “jiwa yang satu” maksudnya dari Nabi Adam Alaihi Sallam dan darinya diciptakan pasangannya, yaitu Siti Hawa.
2) Penciptaan Siti Hawa dari tulang rusuk Nabi Adam disebutkan di dalam hadits shahih yang menyatakan,
( استوصوا بالنساء خيراً ، فإن المرأة خلقت من ضلع ، وإن أعوج ما في الضلع أعلاه ، فإن ذهبت تقيمه كسرته ، وإن تركته لم يزل أعوج ، فاستوصوا بالنساء ) ، وفي رواية ( المرأة كالضلع إن أقمتها كسرتها ، وإن استمتعت بها ، استمتعت وفيها عوج(
“Berwasiatlah kepada perempuan dengan hal-hal yang baik, sesungguhnya perempuan itu diciptakan dari tulak rusuk, dan sesungguhnya bagian yang bengkok dari tulang rusuk terdapat disebelah atas, dan jika anda ingin meluruskannya, berarti anda akan mematahkannya, dan jika anda biarkan maka dia akan terus bengkok, maka berwasiatlah kepada perempuan.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
3) Jika terdapat hadits shahih yang mengatakan asal usul penciptaan Siti Hawa (wanita), maka tidak ada alasan untuk menolaknya hanya karena menggap kandungan hadits itu merendahkan wanita.
Yang benar, kandungan hadits ini tidak ada sedikitpun yang merendahkan wanita, justru hadits ini menjelaskan sifat dan kodrat wanita yang berbeda dengan laki-laki. Maka laki-laki harus bijak dalam menghadapi wanita.
Bahkan kalau mau direnungi secara lebih mendalam hadits itu menjelaskan beberapa kelebihan wanita yang tidak dimiliki laki-laki.
Pertama : Bahwa tulang rusuk dalam tubuh kita sebenarnya berfungsi untuk melindungi organ dada dan hati. Sebagaimana kita ketahui bahwa hati adalah bagian yang terpenting dalam tubuh kita. Artinya seorang perempuan bertugas untuk menjaga, membina dan mendidik hati orang, yaitu hati generasi dan anak didik kita. Inilah tabiat seorang perempuan, kita dapatkannya sabar dan tekun di dalam merawat anak-anak atau orang-orang yang lemah, serta orang-orang yang perlu perlindungan dan kasih sayang. Sifat seperti ini tidak dimiliki oleh laki-laki. Tulang rusuk artinya tulang yang melindungi bagian-bagian tubuh yang lemah. Selain itu, seorang perempuan juga melindungi kaum laki-laki ketika dia merasa tidak tenang, menemaninya ketika ia merasa kesepian, dan merawatnya ketika sedang sakit. Dari sini, seorang laki-laki tidak akan bisa merasakan hidup dengan sempurna tanpa kehadiran perempuan.
Kedua : Tulang rusuk ini bersifat bengkok. Kenapa harus bengkok ? Iya karena dengan bengkoknya tulang rusuk tersebut, maka hati atau bagian- bagian tubuh yang lemah tadi akan terlindungi dari arah lain. Jika tulang rusuk tersebut tidak bengkok, maka hati dan bagian tubuh lainnya akan dengan mudah mengalami luka-luka hanya dengan pukulan pelan saja, dan akan bisa menyebabkan kematian jika terkena pukulan atau benturan yang lebih keras.
Ketiga : Tulang rusuk yang bengkok itu juga menandakan bahwa kaum perempuan itu mempunyai sifat yang mengedepankan perasaan daripada akal. Oleh karenanya, kaum perempuan kurang tepat, jika ditempatkan pada beberapa posisi yang menuntut ketegasan dan kekerasan , seperti dalam memimpin Negara atau bekerja di tempat-tempat kasar.
Keempat : Dalam hadist disebutkan bahwa seorang laki-laki akan sangat sulit untuk meluruskan tulang yang bengkok tersebut. Artinya seorang laki-laki di dalam berhubungan dengan perempuan harus bersifat lembut dan tidak kasar. Mendidik merekapun harus pelan-pelan dan sabar , tidak bisa dilakukan dengan tangan besi. Oleh karenanya, Rasulullah saw berwasiat agar kaum laki-laki memperlakukan perempuan dengan baik. Dalam kehidupan keluarga, jika seorang suami ingin memaksakan kehendaknya kepada istrinya dengan paksaan dan kekerasaan maka akan berakibat fatal, dan tidak sedikit yang berakhir dengan perceraian.
Kelima : Tulang rusuk yang bengkok juga menunjukkan bahwa kaum perempuan itu mempunyai kekurangan dalam akal dan ibadatnya. Maksud kurang akal di sini, sebagaimana diterangkan di atas, bahwa perempuan lebih mengedepankan perasaan dari pada laki-laki, maka dalam persaksian seorang laki-laki sebanding dengan dua perempuan. Dalam masalah pernikahan, seorang perempuan harus mempunyai wali laki-laki, karena tingginya perasaanya, seorang perempuan mudah dipermainkan dan ditipu oleh orang lain. Berbeda dengan laki-laki, dia dibolehkan melakukan pernikahan tanpa perantara seorang wali. Dan yang dimaksud kurang ibadahnya adalah bahwa seorang perempuan sering meninggalkan kewajiban ibadah sholat atau puasa atau yang lainnya, karena ada halangan syar’i seperti datangnya bulan ( keluarnya darah haidh ) atau darah nifas setelah melahirkan.
Pelajaran (3): Berkembang Biaknya Manusia.
وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيْرًا وَّنِسَاۤءً
1) Ayat ini menunjukan manfaat pernikahan, yaitu memperbanyak anak keturunan. Tanpa pernikahan, manusia akan punah dari muka bumi ini.
2) Oleh karenanya, Islam sangat menganjurkan umat-Nya untuk meninkah, bahkan diberi kelonggaran bagi seorang laki-laki untuk menikah dengan empat istri. Salah satu tujuaanya adalah memperbanyak keturunan.
3) Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menganjurkan umatnya untuk menikah, wanita yang penyayang dan subur, karena beliau sangat bangga jika jumlah umatnya sangat banyak.
Sabda Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam,
تَزَوَّجُوا الوَدُودَ الوَلودَ ، فإني مُكَاثِرٌ بكم الأنبياءَ يومَ القيامةِ
“Menikahlah dengan wanita subur lagi pemyayang, karena aku bangga dengan banyaknya umatku pada hari kiamat”
4) Penciptaan manusia dan berkembang biaknya mereka di muka bumi sudah menjadi kehendak Allah agar mereka bisa memakmurkan bumi ini dengan sebaik-baiknya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَهُوَ الَّذِيْ ذَرَاَكُمْ فِى الْاَرْضِ وَاِلَيْهِ تُحْشَرُوْنَ
“Dan Dialah yang menciptakan dan mengembangbiakkan kamu di bumi dan kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan.” (QS. Al-Mukminun [23]: 79)
Hal ini dikuatkan oleh firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
قُلْ هُوَ الَّذِيْ ذَرَاَكُمْ فِى الْاَرْضِ وَاِلَيْهِ تُحْشَرُوْنَ
“Katakanlah, “Dialah yang menjadikan kamu berkembang biak di muka bumi, dan hanya kepada-Nya kamu akan dikumpulkan.” (QS. Al-Mulk [67]: 24)
Pelajaran (4): Menjalin Tali Silaturahmi.
وَاتَّقُوا اللّٰهَ الَّذِيْ تَسَاۤءَلُوْنَ بِه وَالْاَرْحَامَ
1) Ayat ini mengandung perintah untuk bertaqwa (takut) kepada “Allah”. Pada awal ayat terdapat perintah untuk bertaqwa (takut) kepada “Rabb” karena untuk mengingatkan penciptaan manusia. Sedangkan di akhir ayat terdapat perintah untuk bertaqwa (takut) kepada “Allah” karena berhubungan dengan ibadah, melaksanakan perintah-Nya dan menyembah-Nya dengancara berbuat baik kepada keluarga.
2) Terdapat dua penafsiran dan ayat diatas, sesuai dengan cara membaca kata (الْاَرْحَامَ) apakah difathahkan sehingga dibaca (wa al-arhama) atau dikasrahkan sehingga dibaca (wa al-arhami).
a) Jika dibaca (wa al-arhami)
Maka artinya: Bertqwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kalian saling meminta, yaitu ucapan seseorang “Aku meminta kepadamu dengan (nama) Allah dan dengan (hubungan) silahturahmi.”
b) Jika dibaca الْاَرْحَامَ (wa al-arhama)
Maka artinyya: Bertaqwalah kepada Allah yang dengan-Nya kalian saling mengikat janji dan mengadakan akad, serta takutlah kepada (memutuskan) silaturahim, namu berusahalah untuk menyambungnya.
Maka kedua ini yang lebih masyur dan mudah dipahami. Dari ayat ini seorang muslim diperinahkan dua hal,
- Bertaqwa kepada Allah dan takutlah kepada-Nya dalam setiap keadaan, terutama ketika mengadakan perjanjian dan akad atas nama-Nya, jagalah perjanjian-perjanjian dan akad tersbut, termasuk didalam akad pernikahan. Allah Subhanahu wa Ta’ala,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَوْفُوْا بِالْعُقُوْدِۗ اُحِلَّتْ لَكُمْ بَهِيْمَةُ الْاَنْعَامِ اِلَّا مَا يُتْلٰى عَلَيْكُمْ غَيْرَ مُحِلِّى الصَّيْدِ وَاَنْتُمْ حُرُمٌۗ اِنَّ اللّٰهَ يَحْكُمُ مَا يُرِيْدُ
“Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah janji-janji. Hewan ternak dihalalkan bagimu, kecuali yang akan disebutkan kepadamu, dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang berihram (haji atau umrah). Sesungguhnya Allah menetapkan hukum sesuai dengan yang Dia kehendaki.” (QS. Al-Maidah [5]: 1)
- Menjaga silahturahim dan menyambungnya serta dilarang untuk memutusnya. Perintah kedua ini masih ada hubungannya dengan perintah pertama, karena silaturahim adalah dampak dari pernikahan.
3) Kemudian ayat ini ditutup dengan pemberitahuan bahwa Allah akan selalu mengawasi hamba-Nya dalam setiap gerak-geriknya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
Pelajaran (5): Dasar Pembinaan Keluarga.
1) Kesimpulan dari ayat pertama surah An-Nisa ini bahwa Allah telah meletakkan dasar pembinaan keluarga yang bisa disimpulkan dalam hal,
a) Bertaqwa kepada Rabb (tuhan) yang telah menciptakan manusia dari Nabi Addam yang kemudian menikah dengan Siti Hawa. Dari keduanya lahir generasi yang sangat banyak dari kalangan laki-laki maupun wanita.
b) Bertaqwa kepada Allah dan takutlah kepada-Nya dalam setiap keadaan, terutama dalam mejaga perjanjian dan akad yang disertai nama Allah, diantaranya adalah akad pernikahan.
c) Salah satu cara menjaga akad pernikahan itu adalah dengan terus menerus menjalin tali silaturahim dan tidak memutuskannya.
2) Kandungan ayat (1) dari surah An-Nisa ini kemudian dijelaskan pada surah-surah kemudian di jelaskan pada surah-surah dan ayat-ayat lain. Di berbagai tempat dalam Al-Qur’an diantaranya, di dalam surah Ath-Thalaq yang diketahui, sebagai surah An-Nisa Ash-Sughra (Surah An-Nisa yang kecil).
Didalam surah Ath-Thalaq ini setiap ayat yang berhubungan dengan perceraian selalu dirinya dengan perintah untuk bertaqwa dan bertawakkal kepada Allah, yaitu ayat (1) sampai ayat (5).
***
Jakarta, Jum’at 25 April 2022
-
Tanya Jawab Aktual Tentang Shalat
Lihat isinya
Tanya Jawab Aktual Tentang Puasa
Lihat isinya » -
Jilbab Menurut Syari'at Islam (Meluruskan Pandangan Prof. DR. Quraish)
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Pernikahan (Edisi I)
Lihat isinya » -
Halal dan Haram Dalam Pengobatan (Edisi I)
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Transaksi Keuangan (edisi 1)
Lihat isinya » -
Nasionalisme
Lihat isinya
Panduan Haji dan Umrah
Lihat isinya » -
Mukjizat Al Qur'an Dalam Kesehatan
Lihat isinya
Berobatlah Dengan Yang Halal (edisi 2 Halal Haram Pengobatan)
Lihat isinya » -
Panduan Praktis Menghitung Zakat
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Makanan
Lihat isinya » -
Waktumu Adalah Hidupmu, Managemen Waktu dalam Islam
Lihat isinya
Satu Jam Bersama Al-Qur'an
Lihat isinya » -
Jual Beli Terlarang
Lihat isinya
Kekuatan Istighfar
Lihat isinya » -
Panduan Praktis Berqurban
Lihat isinya
Al-Quran dan Kesetaraan Gender
Lihat isinya » -
Banyak Jalan Menuju Surga
Lihat isinya
Meniti Tangga-Tangga Kesuksesan
Lihat isinya » -
Fiqih Ta'ziyah
Lihat isinya
Mengenal Ahlus Sunnah wal Jamaah
Lihat isinya » -
Fiqih Wanita Kontemporer
Lihat isinya
Menang Tanpa Perang
Lihat isinya » -
Masuk Surga Bersama Keluarga
Lihat isinya
Mengetuk Pintu Langit
Lihat isinya » -
Membangun Negara dengan Tauhid
Lihat isinya
Fiqih Masjid (Membahas 53 Hukum Masjid)
Lihat isinya » -
Membuka Pintu Langit
Lihat isinya
Kesabaran yang Indah
Lihat isinya » -
Menembus Pintu Langit
Lihat isinya
Pensucian Jiwa
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah: Al-Fatihah
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 1: Orang-Orang Munafik dalam Al-Qur'an
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 2: Kisah Nabi Adam dan Iblis
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 3: Kisah Bani Israel
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 4: Nabi Sulaiman dan Kaum Yahudi
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 5: Umat Pertengahan
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 6: Hukum-hukum Seputar Ibadah
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 7: Hukum-hukum Pernikahan & Perceraian
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 8: Tidak Ada Paksaan dalam Beragama
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 9: Agama di Sisi Allah, Islam
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 10: Keluarga Imran
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 11: Sebaik-baik Umat
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 12: Empat Sifat Muttaqin
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 13: Dzikir dan Fikir
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 14: Membina Generasi Tangguh
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Juz 5: Qs. 4: 24-147
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Juz 6: Qs. 4: 148-176 & Qs. 5: 1-81
Lihat isinya
Lihat isinya »