Tafsir An-Najah (Qs. 4: 29-30) Bab 212 Larangan Bunuh Diri.
Larangan Bunuh Diri
(Ayat 29-30)
يٰاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوْا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ اِلَّا اَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِّنْكُمْ ۗ وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu.”
(Qs. an-Nisa’: 29)
Pelajaran (1) Persesuaian Ayat
(1) Harta adalah tonggak kehidupan, maka Allah menetapkan aturan umum, yaitu tidak boleh memakan harta orang lain dengan cara yang batil. Aturan ini disebutkan pada ayat ini setelah Allah menjelaskan larangan memakan harta anak yatim, dan wajibnya membayar mahar dalam pernikahan. Apabila aturan umum ini dilanggar akan menimbulkan permusuhan, perselisihan, dan tindakan kriminal.
(2) Pada ayat sebelumnya dijelaskan tentang hukum pernikahan membutuhkan harta, paling tidak untuk membayar mahar dan untuk memenuhi kebuthan sehari-hari suami istri. Maka pada ayat ini dijelaskan cara untuk mendapatkan harta tersebut dengan cara yang benar.
(3) Pada ayat yang lalu disebutkan bahwa salah satu untuk mendapatkan harta adalah lewat warisan atau pernikahan dengan mendapatkan mahar. Pada ayat ini disebutkan cara lain untuk mendapatkan harta yaitu dengan cara jual beli.
Pelajaran (2) Memakan Harta dengan Cara yang Batil
لَا تَأْكُلُوْا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ
“Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar).”
(1) Kata (اَمْوَالَكُمْ) “harta kalian” penggunaan kata ini mengandung beberapa makna, sebagai berikut:
(a) Untuk menunjukkan bahwa harta tersebut milik bersama, mencakup harta milik sendiri dan miilik orang lain. Oleh karena itu larangan memakan dengan cara yang batil mencakup dua perkara:
(a.1) Larangan memakan harta sendiri dengan cara yang batil, yaitu memanfaatkannya untuk bermaksiat kepada Allah.
(a.2) Larangan memakan harta orang lain dengan cara yang batil, yaitu melakukan transaksi jual beli yang dilarang oleh syariat.
(b) Untuk menunjukkan bahwa harta tersebut milik bersama, harus beredar dan menghasilkan manfaat bersama, salah satunya dengan cara jual beli. Sang penjual akan mendapatkan keuntungan, demikian juga sang pembeli akan mendapatkan manfaat dari sesuatu yang dibelinya.
(2) Kata (بَيْنَكُمْ) “diantara kalian” mengandung makna bahwa harta tersebut harus membawa manfaat bersama. Jangan sampai diantara anggota masyarakat dirugikan oleh anggota yang lain, karena hal itu akan menyebabkan kemudharatan bersama.
(3) Kata (بِالْبَاطِلِ) “dengan cara yang batil” meliputi banyak hal, diantaranya: dengan cara mencuri, merampok, korupsi, memeras, membegal dan menipu. Begitu juga dengan cara melakukan transaksi jual beli yang mengandung riba, gharar (spekulatif), menjual barang yang bukan miliknya, menjual barang yang najis dan tidak bermanfaat, monopoli perdagangan, menjual sesuatu yang membahayakan, dan lain-lainnya.
Pelajaran (3) Keutamaan Berdagang
اِلَّا اَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِّنْكُمْ ۗ
“Kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu.”
(1) Ayat di atas menjelaskan kebolehan memakan harta orang lain (mengambil keuntungan) dengan cara perniagaan (tijarah) atas dasar kerelaan kedua belah pihak.
(2) Ayat di atas juga menunjukkan keutamaan melakukan perniagaan. Diantara ayat dan hadits yang menunjukkan hal ini adalah,
(a) Firman Allah ﷻ,
يٰاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا نُوْدِيَ لِلصَّلٰوةِ مِنْ يَّوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا اِلٰى ذِكْرِ اللّٰهِ وَذَرُوا الْبَيْعَۗ ذٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ ۞ فَاِذَا قُضِيَتِ الصَّلٰوةُ فَانْتَشِرُوْا فِى الْاَرْضِ وَابْتَغُوْا مِنْ فَضْلِ اللّٰهِ وَاذْكُرُوا اللّٰهَ كَثِيْرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ ۞ وَاِذَا رَاَوْا تِجَارَةً اَوْ لَهْوًا ۨانْفَضُّوْٓا اِلَيْهَا وَتَرَكُوْكَ قَاۤىِٕمًاۗ قُلْ مَا عِنْدَ اللّٰهِ خَيْرٌ مِّنَ اللَّهْوِ وَمِنَ التِّجَارَةِۗ وَاللّٰهُ خَيْرُ الرّٰزِقِيْنَ ۞
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila telah diseru untuk melaksanakan shalat pada hari Jum‘at, maka segeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila shalat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di bumi; carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung. Dan apabila mereka melihat perdagangan atau permainan, mereka segera menuju kepadanya dan mereka tinggalkan engkau (Muhammad) sedang berdiri (berkhotbah). Katakanlah, “Apa yang ada di sisi Allah lebih baik daripada permainan dan perdagangan,” dan Allah pemberi rezeki yang terbaik.” (Qs. al-Jumu’ah: 9-11)
Tiga ayat di akhir surah al-Jumu’ah di atas mengandung keutamaan kegiatan perniagaan. Hal itu karena perniagaan disebut oleh Allah sebelum dan sesudah pelaksanaan shalat Jumat. Ini mengisyaratkan bahwa aktivitas yang dilakukan oleh mayoritas sahabat dan umat Islam bahkan umat manusia sekarang di dalam mencari rezeki adalah dengan cara perniagaan.
(b) Firman Allah ﷻ,
فِيْ بُيُوْتٍ اَذِنَ اللّٰهُ اَنْ تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيْهَا اسْمُهٗۙ يُسَبِّحُ لَهٗ فِيْهَا بِالْغُدُوِّ وَالْاٰصَالِ ۙ۞ رِجَالٌ لَّا تُلْهِيْهِمْ تِجَارَةٌ وَّلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللّٰهِ وَاِقَامِ الصَّلٰوةِ وَاِيْتَاۤءِ الزَّكٰوةِ ۙيَخَافُوْنَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيْهِ الْقُلُوْبُ وَالْاَبْصَارُ ۙ۞
“(Cahaya itu) di rumah-rumah yang di sana telah diperintahkan Allah untuk memuliakan dan menyebut nama-Nya, di sana bertasbih (menyucikan) nama-Nya pada waktu pagi dan petang, orang yang tidak dilalaikan oleh perdagangan dan jual beli dari mengingat Allah, melaksanakan shalat, dan menunaikan zakat. Mereka takut kepada hari ketika hati dan penglihatan menjadi guncang (hari Kiamat).” (Qs. an-Nur: 36-37)
Dalam ayat di atas, Allah memuji para pedagang yang tidak melupakan shalat dan menunaikan zakat, serta selalu berdzikir kepada Allah.
(c) Firman Allah ﷻ,
لِاِيْلٰفِ قُرَيْشٍۙ ۞ الٰفِهِمْ رِحْلَةَ الشِّتَاۤءِ وَالصَّيْفِۚ ۞ فَلْيَعْبُدُوْا رَبَّ هٰذَا الْبَيْتِۙ ۞ الَّذِيْٓ اَطْعَمَهُمْ مِّنْ جُوْعٍ ەۙ وَّاٰمَنَهُمْ مِّنْ خَوْفٍ ۞
“Karena kebiasaan orang-orang Quraisy, (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas. Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan (pemilik) rumah ini (Ka‘bah), yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari rasa ketakutan.” (Qs. Quraisy: 1-4)
(d) Nabi Muhammad ﷺ sendiri dan para sahabat senior yang dijamin masuk surga, mereka melakukan aktivitas perdagangan, seperti: Abu Bakar ash-Shiddiq, ‘Utsman bin ‘Affan, dan ‘Abdurrahman bin ‘Auf.
Pelajaran (4) Suka sama Suka
عَنْ تَرَاضٍ مِّنْكُمْ ۗ
“Yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu.”
(1) Suka sama suka dalam transaksi jual beli yang disebutkan ayat di atas adalah salah satu syarat sahnya jual beli, tapi bukan satu-satunya syarat. Terdapat syarat lain yang tidak disebutkan dalam ayat ini, diantaranya: barangnya harus halal dan tidak najis, barangnya harus miliknya sendiri bukan milik orang lain, barangnya harus bisa dilihat dan lain-lain.
(2) Suka sama suka di sini letaknya di dalam hati, maka harus ada tanda secara lahir yang menunjukkan keridhaan kedua belah pihak. Tanda tersebut adalah adanya ijab dan qabul. Tanpa ijab dan qabul, transaksi jual beli dianggap tidak sah.
(3) Salah satu bentuk keridhaan kedua belah pihak dalam jual beli adalah adanya “al-Khiyar” (hak pilih) selama kedanya masih dalam majlis dan belum berpisah. Ini sesuai dengan sabda Rasulullah ﷺ,
البيعان بالخيار ما لم يتفرقا
“Penjual dan pembeli berhak memilih (untuk meneruskan jual beli atau membatalkannya) selama keduanya belum berpisah.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Pelajaran (5) Larangan Bunuh Diri
وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْ ۗ
“Dan janganlah kamu membunuh dirimu.”
(1) Ayat di atas menunjukkan dua hal:
(a) Larangan membunuh dirinya sendiri (bunuh diri) atau menyakiti dirinya sendiri dengan cara melukai badannya dengan benda tajam atau dengan membenturkan kepalanya ke tembok atau dengan cara-cara lain yang menyakiti badannya sendiri.
- Di dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi ﷺ bersabda,
من قتل نفسه بحديدة؛ فحديدته في يده يتوجأ بها في بطنه في نار جهنم خالدا مخلدا فيها أبدا، ومن شرب سما فقتل نفسه؛ فهو يتحساه في نار جهنم خالدا مخلدا فيها أبدا، ومن تردى من جبل فقتل نفسه؛ فهو يتردى في نار جهنم خالدا مخلدا فيها أبدا
“Barangsiapa yang membunuh dirinya dengan potongan besi, maka pada hari kiamat di dalan neraka jahannam potongan besi tersebut akan diletakkan di tangannya untuk menusuk-nusukan ke perutnya sendiri. Dia akan berada di dalamnya selama-lamanya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
- Ayat di atas juga dijadikan dalil oleh ‘Amru bin al-‘Ash untuk tidak mandi junub ketika bermimpi basah di tengah malam yang sangat dingin dalam peristiwa perang Dzatu as-Salasil. Beliau hanya bertanyamum karena takut kalau hal itu akan membunuh dirinya sendiri. Beliau kemudian membacakan ayat di atas.
وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا
“Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu.”
Ketika berita tersebut sampai kepada Rasulullah ﷺ beliau hanya tertawa dan tidak mengingkarinya.
- Dalil lain larangan membunuh diri sendiri adalah firman Allah ﷻ,
وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu.” (Qs. al-Baqarah: 195)
(b) Larangan sebagian membunuh sebagian yang lain. Ini adalah penafsiran mayoritas para ulama. Adapun kata (اَنْفُسَكُمْ) “diri kalian sendiri” dalam ayat ini untuk mempertegas larangan trsebut dan menunjukkan bahwa membunuh orang itu bagaikan membunuh dirinya sendiri. Karena orang yang beriman satu dengan yang lainnya bagaikan satu tubuh yang saling berkaitan dengan yang lainnya.
Hal ini sesuai dengan hadits,
عَنْ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
Dari an-Nu'man bin Basyir dia berkata, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal saling mencintai, mengasihi, dan menyayangi di antara mereka adalah ibarat satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga (tidak bisa tidur) dan panas (turut merasakan sakitnya).” (HR. Muslim)
(2) Adapun hikmah di balik penggabungan dua laranagn, yaitu larangan memakan harta orang lain dengan cara yang batil dengan larangan membunuh orang lain dalam satu ayat adalah karena harta merupakan tonggak kehidupan. Tanpa harta, orang tidak bisa hidup.
Begitu juga, jika setiap orang dibolehkan mengambil harta orang lain dengan cara yang batil, maka yang akan terjadi adalah munculnya perselisihan, pertengkaran, permusuhan dan saling membunuh satu dengan yang lainnya. Sebaliknya jika setiap orang menjaga harta orang lain dan tidak mengambilnya kecuali dengan cara yang benar; maka akan timbul kedamaian, keamanan dan kenyamanan sehingga jiwa terjaga dan tidak ada pembunuhan satu dengan yang lainnya.
(3) Firman-Nya,
اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا
“Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu.”
Inilah alasan kenapa Allah melarang orang-orang beriman untuk memakan harta orang lain dengan cara yang batil dan membunuh orang. Yaitu karena Allah masih sayang kepada mereka.
Pelajaran (6) Balasan atas Kejahatan
وَمَنْ يَّفْعَلْ ذٰلِكَ عُدْوَانًا وَّظُلْمًا فَسَوْفَ نُصْلِيْهِ نَارًا ۗوَكَانَ ذٰلِكَ عَلَى اللّٰهِ يَسِيْرًا
“Dan barangsiapa berbuat demikian dengan cara melanggar hukum dan zhalim, akan Kami masukkan dia ke dalam neraka. Yang demikian itu mudah bagi Allah.” (Qs. an-Nisa’: 30)
(1) Ayat ini adalah balasan bagi yang melanggar dua larangan Allah pada ayat sebelumnya, yaitu: memakan harta orang lain dan membunuh orang lain dengan cara melampaui batas dan tindakan semena-mena, maka Allah akan memasukkannya ke dalam neraka. Dan hal itu mudah bagi Allah.
(2) Disebutkan ayat di atas dua hal, yaitu:
(a) Tindakan melampaui batas (عُدْوَانًا)
(b) Tindakan semena-mena (ظُلْمًا)
Dan tindakan tersebut menyebabkan seseorang masuk neraka. Dan ini menunjukkan bahwa dua tindakan tersebut, merupakan dosa besar. Dosa besar ini kemudian akan disinggung pada ayat berikutnya.
***
Jakarta, Jum’at, 22 April 2022
-
Tanya Jawab Aktual Tentang Shalat
Lihat isinya
Tanya Jawab Aktual Tentang Puasa
Lihat isinya » -
Jilbab Menurut Syari'at Islam (Meluruskan Pandangan Prof. DR. Quraish)
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Pernikahan (Edisi I)
Lihat isinya » -
Halal dan Haram Dalam Pengobatan (Edisi I)
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Transaksi Keuangan (edisi 1)
Lihat isinya » -
Nasionalisme
Lihat isinya
Panduan Haji dan Umrah
Lihat isinya » -
Mukjizat Al Qur'an Dalam Kesehatan
Lihat isinya
Berobatlah Dengan Yang Halal (edisi 2 Halal Haram Pengobatan)
Lihat isinya » -
Panduan Praktis Menghitung Zakat
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Makanan
Lihat isinya » -
Waktumu Adalah Hidupmu, Managemen Waktu dalam Islam
Lihat isinya
Satu Jam Bersama Al-Qur'an
Lihat isinya » -
Jual Beli Terlarang
Lihat isinya
Kekuatan Istighfar
Lihat isinya » -
Panduan Praktis Berqurban
Lihat isinya
Al-Quran dan Kesetaraan Gender
Lihat isinya » -
Banyak Jalan Menuju Surga
Lihat isinya
Meniti Tangga-Tangga Kesuksesan
Lihat isinya » -
Fiqih Ta'ziyah
Lihat isinya
Mengenal Ahlus Sunnah wal Jamaah
Lihat isinya » -
Fiqih Wanita Kontemporer
Lihat isinya
Menang Tanpa Perang
Lihat isinya » -
Masuk Surga Bersama Keluarga
Lihat isinya
Mengetuk Pintu Langit
Lihat isinya » -
Membangun Negara dengan Tauhid
Lihat isinya
Fiqih Masjid (Membahas 53 Hukum Masjid)
Lihat isinya » -
Membuka Pintu Langit
Lihat isinya
Kesabaran yang Indah
Lihat isinya » -
Menembus Pintu Langit
Lihat isinya
Pensucian Jiwa
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah: Al-Fatihah
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 1: Orang-Orang Munafik dalam Al-Qur'an
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 2: Kisah Nabi Adam dan Iblis
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 3: Kisah Bani Israel
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 4: Nabi Sulaiman dan Kaum Yahudi
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 5: Umat Pertengahan
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 6: Hukum-hukum Seputar Ibadah
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 7: Hukum-hukum Pernikahan & Perceraian
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 8: Tidak Ada Paksaan dalam Beragama
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 9: Agama di Sisi Allah, Islam
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 10: Keluarga Imran
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 11: Sebaik-baik Umat
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 12: Empat Sifat Muttaqin
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 13: Dzikir dan Fikir
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 14: Membina Generasi Tangguh
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Juz 5: Qs. 4: 24-147
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Juz 6: Qs. 4: 148-176 & Qs. 5: 1-81
Lihat isinya
Lihat isinya »