Tafsir An-Najah (Qs. 4: 32-33) Bab 214 Meminta Karunia Allah
Meminta Karunia Allah
(Ayat 32-33)
وَلَا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللّٰهُ بِهٖ بَعْضَكُمْ عَلٰى بَعْضٍ ۗ لِلرِّجَالِ نَصِيْبٌ مِّمَّا اكْتَسَبُوْا ۗ وَلِلنِّسَاۤءِ نَصِيْبٌ مِّمَّا اكْتَسَبْنَ ۗوَسْـَٔلُوا اللّٰهَ مِنْ فَضْلِهٖ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمًا
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. (Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
(Qs. an-Nisa’: 32)
Pelajaran (1) Larangan Iri Hati dan Hasad
(1) Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi bahwa Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha suatu ketika berkata, “Kaum laki-laki ikut berperang, sedangkan kaum wanita tidak ikut berperang sehingga mereka hanya mendapatkan separuh bagian dari harta waris.” Maka turunlah ayat ini. Berkata mujahid, “Turun juga firman Allah ﷻ,
اِنَّ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمٰتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنٰتِ وَالْقٰنِتِيْنَ وَالْقٰنِتٰتِ وَالصّٰدِقِيْنَ وَالصّٰدِقٰتِ وَالصّٰبِرِيْنَ وَالصّٰبِرٰتِ وَالْخٰشِعِيْنَ وَالْخٰشِعٰتِ وَالْمُتَصَدِّقِيْنَ وَالْمُتَصَدِّقٰتِ وَالصَّاۤىِٕمِيْنَ وَالصّٰۤىِٕمٰتِ وَالْحٰفِظِيْنَ فُرُوْجَهُمْ وَالْحٰفِظٰتِ وَالذَّاكِرِيْنَ اللّٰهَ كَثِيْرًا وَّالذَّاكِرٰتِ اَعَدَّ اللّٰهُ لَهُمْ مَّغْفِرَةً وَّاَجْرًا عَظِيْمًا
“Sungguh, laki-laki dan perempuan muslim, laki-laki dan perempuan mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (Qs. al-Ahzab: 35)
(2) Dalam ayat ini, Allah melarang dua hal, yaitu:
(a) Melarang seseorang mengharap untuk mendapatkan seperti yang didapatkan orang lain, yaitu: sesuatu yang mustahil. Sebagaimana seorang wanita berharap pahala seperti laki-laki.
(b) Melarang seseorang bersikap iri hati terhadap apa yang didapatkan orang lain. Seperti kekayaan, harta warisan, istri, jabatan, kecerdasan, nama baik dan lain-lain.
(3) Yang dilarang adalah hasad, bukan ghibthah.
Hasad adalah keinginan agar kenikmatan yang dimiliki orang lain hilang dan berpindah ke dirinya.
Adapun ghibthah adalah keinginan untuk mendapatkan seperti yang dimiliki orang lain, tanpa ada keinginan agar kenikmatan tersebut hilang darinya.
(4) Dalil larangan hasad selain ayat ini adalah:
(a) Firman Allah ﷻ,
وَدَّ كَثِيْرٌ مِّنْ اَهْلِ الْكِتٰبِ لَوْ يَرُدُّوْنَكُمْ مِّنْۢ بَعْدِ اِيْمَانِكُمْ كُفَّارًاۚ حَسَدًا مِّنْ عِنْدِ اَنْفُسِهِمْ مِّنْۢ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْحَقُّ ۚ فَاعْفُوْا وَاصْفَحُوْا حَتّٰى يَأْتِيَ اللّٰهُ بِاَمْرِهٖ ۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
“Banyak di antara Ahli Kitab menginginkan sekiranya mereka dapat mengembalikan kamu setelah kamu beriman, menjadi kafir kembali, karena rasa dengki dalam diri mereka, setelah kebenaran jelas bagi mereka. Maka maafkanlah dan berlapangdadalah, sampai Allah memberikan perintah-Nya. Sungguh, Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” (Qs. al-Baqarah: 109)
Orang Yahudi hasad terhadap nikmat kenabian yang diturunkan kepada Nabi Muhammad ﷺ.
(b) Firman Allah ﷻ,
وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ اِذَا حَسَدَ
“Dan dari kejahatan orang yang dengki apabila dia dengki.” (Qs. al-Falaq: 5)
Allah memerintahkan untuk berlindung kepada-Nya dari kejahatan orang yang hasad, jika dia hasad.
(5) Adapun dalil kebolehan ghibthah adalah sabda Nabi ﷺ,
عن ابن مسعود -رضي الله عنه- قال: قال رسول الله -صلى الله عليه وسلم-: «لا حَسَدَ إلا في اثنتين: رجل آتاه الله مالا، فسَلَّطَه على هَلَكَتِهِ في الحَقِّ، ورجل آتاه الله حِكْمَة، فهو يقضي بها ويُعَلِّمَها». وعن ابن عمر -رضي الله عنهما-، عن النبي -صلى الله عليه وسلم- قال: «لا حسد إلا في اثنتين: رجل آتاه الله القرآن، فهو يقوم به آناء الليل وآناء النهار، ورجل آتاه الله مالا، فهو ينفقه آناء الليل وآناء النهار».
Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu ia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda, “Tidak boleh hasad (iri hati) kecuali pada dua orang: orang yang Allah anugerahkan baginya harta, lalu ia infakkan di jalan kebenaran, dan orang yang Allah karuniakan hikmah (ilmu yang berdasarkan al-Qur`ān dan Sunnah), lalu ia memutuskan perkara/mengadili dengannya dan mengajarkannya.” Dan dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi ﷺ beliau bersabda, “Tidak boleh hasad (iri hati) kecuali kepada dua orang; Orang yang Allah anugerahi hafalan Al-Qur`ān, lalu ia shalat dengan membacanya malam dan siang, dan orang yang Allah karuniakan baginya harta, lalu ia menginfakkannya siang dan malam.” (HR. al-Bukhari)
Pelajaran (2) Semua Nikmat dari Allah
مَا فَضَّلَ اللّٰهُ بِهٖ بَعْضَكُمْ عَلٰى بَعْضٍ ۗ
“Terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain.”
(1) Ayat di atas menunjukkan bahwa semua yang didapat oleh manusia dari kenikmatan semuanya berasal dari karunia Allah. Di antara dalilnya yaitu:
(a) Firman Allah ﷻ,
وَمَا بِكُمْ مِّنْ نِّعْمَةٍ فَمِنَ اللّٰهِ ثُمَّ اِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فَاِلَيْهِ تَجْـَٔرُوْنَۚ
“Dan segala nikmat yang ada padamu (datangnya) dari Allah, kemudian apabila kamu ditimpa kesengsaraan, maka kepada-Nyalah kamu meminta pertolongan.” (Qs. an-Nahl: 53)
(b) Firman Allah ﷻ,
قَالَ الَّذِيْ عِنْدَهٗ عِلْمٌ مِّنَ الْكِتٰبِ اَنَا۠ اٰتِيْكَ بِهٖ قَبْلَ اَنْ يَّرْتَدَّ اِلَيْكَ طَرْفُكَۗ فَلَمَّا رَاٰهُ مُسْتَقِرًّا عِنْدَهٗ قَالَ هٰذَا مِنْ فَضْلِ رَبِّيْۗ لِيَبْلُوَنِيْٓ ءَاَشْكُرُ اَمْ اَكْفُرُۗ وَمَنْ شَكَرَ فَاِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهٖۚ وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ رَبِّيْ غَنِيٌّ كَرِيْمٌ
“Seorang yang mempunyai ilmu dari Kitab berkata, ‘Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip.’ Maka ketika dia (Sulaiman) melihat singgasana itu terletak di hadapannya, dia pun berkata, “Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mengujiku, apakah aku bersyukur atau mengingkari (nikmat-Nya). Barangsiapa bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri, dan barangsiapa ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Mahakaya, Mahamulia’.” (Qs. an-Naml: 40)
(c) Firman Allah ﷻ,
وَاٰتٰىكُمْ مِّنْ كُلِّ مَا سَاَلْتُمُوْهُۗ وَاِنْ تَعُدُّوْا نِعْمَتَ اللّٰهِ لَا تُحْصُوْهَاۗ اِنَّ الْاِنْسَانَ لَظَلُوْمٌ كَفَّارٌ
“Dan Dia telah memberikan kepadamu segala apa yang kamu mohonkan kepada-Nya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sungguh, manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” (Qs. Ibrahim: 34)
(d) Firman Allah ﷻ,
هُوَ الَّذِيْ خَلَقَ لَكُمْ مَّا فِى الْاَرْضِ جَمِيْعًا ثُمَّ اسْتَوٰٓى اِلَى السَّمَاۤءِ فَسَوّٰىهُنَّ سَبْعَ سَمٰوٰتٍ ۗ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ
“Dialah (Allah) yang menciptakan segala apa yang ada di bumi untukmu kemudian Dia menuju ke langit, lalu Dia menyempurnakannya menjadi tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Qs. al-Baqarah: 29)
(2) Ayat ini (Qs. an-Nisa’: 32) juga menunjukkan bahwa Allah melebihkan seseorang atas yang lainnya dalam banyak hal, seperti: kekayaan, kecerdasan, ketabahan, keimanan, pahala, ketampanan, kecantikan, kesempurnaan fisik, keterampilan, dan lain-lain. Tujuannya agar tercapai keseimbangan dalam kehidupan manusia. Di antara dalinya yaitu:
(a) Firman Allah ﷻ,
وَلَوْلَآ اَنْ يَّكُوْنَ النَّاسُ اُمَّةً وَّاحِدَةً لَّجَعَلْنَا لِمَنْ يَّكْفُرُ بِالرَّحْمٰنِ لِبُيُوْتِهِمْ سُقُفًا مِّنْ فِضَّةٍ وَّمَعَارِجَ عَلَيْهَا يَظْهَرُوْنَۙ
“Dan sekiranya bukan karena menghindarkan manusia menjadi umat yang satu (dalam kekafiran), pastilah sudah Kami buatkan bagi orang-orang yang kafir kepada (Allah) Yang Maha Pengasih, loteng-loteng rumah mereka dari perak, demikian pula tangga-tangga yang mereka naiki.” (Qs. az-Zukhruf: 33)
(b) Firman Allah ﷻ,
اَمْوَاتٌ غَيْرُ اَحْيَاۤءٍ ۗوَمَا يَشْعُرُوْنَۙ اَيَّانَ يُبْعَثُوْنَ
“(Berhala-berhala itu) benda mati, tidak hidup, dan berhala-berhala itu tidak mengetahui kapankah (penyembahnya) dibangkitkan.” (Qs. an-Nahl: 21)
(c) Firman Allah ﷻ,
وَلَقَدْ اٰتَيْنَا دَاوٗدَ وَسُلَيْمٰنَ عِلْمًاۗ وَقَالَا الْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ فَضَّلَنَا عَلٰى كَثِيْرٍ مِّنْ عِبَادِهِ الْمُؤْمِنِيْنَ
“Dan sungguh, Kami telah memberikan ilmu kepada Daud dan Sulaiman; dan keduanya berkata, ‘Segala puji bagi Allah yang melebihkan kami dari banyak hamba-hamba-Nya yang beriman’.” (Qs. an-Naml: 15)
(d) Firman Allah ﷻ,
اَلرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَاۤءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ وَّبِمَآ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَالِهِمْ ۗ فَالصّٰلِحٰتُ قٰنِتٰتٌ حٰفِظٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللّٰهُ ۗوَالّٰتِيْ تَخَافُوْنَ نُشُوْزَهُنَّ فَعِظُوْهُنَّ وَاهْجُرُوْهُنَّ فِى الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوْهُنَّ ۚ فَاِنْ اَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوْا عَلَيْهِنَّ سَبِيْلًا ۗاِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيْرًا
“Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang saleh adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Mahatinggi, Mahabesar.” (Qs. an-Nisa’: 34)
(e) Firman Allah ﷻ,
اُنْظُرْ كَيْفَ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍۗ وَلَلْاٰخِرَةُ اَكْبَرُ دَرَجٰتٍ وَّاَكْبَرُ تَفْضِيْلًا
“Perhatikanlah bagaimana Kami melebihkan sebagian mereka atas sebagian (yang lain). Dan kehidupan akhirat lebih tinggi derajatnya dan lebih besar keutamaan.” (Qs. al-Isra’: 21)
Pelajaran (3) Masing-masing Mendapatkan Pahala
لِلرِّجَالِ نَصِيْبٌ مِّمَّا اكْتَسَبُوْا ۗ وَلِلنِّسَاۤءِ نَصِيْبٌ مِّمَّا اكْتَسَبْنَ ۗ
“Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan.”
Ayat ini mempunyai beberapa makna,
(1) Masing-masing dari laki-laki maupun perempuan mendapatkan pahala sesuai dengan amal yang dilakukannya. Jika anaknya baik, maka pahalanya adalah kebaikan. Namun jika amalnya buruk, maka balasannya adalah keburukan juga. Ini mirip dengan firman-Nya,
فَمَنْ يَّعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَّرَهٗۚ ۞ وَمَنْ يَّعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَّرَهٗ ۞
“Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya, dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.” (Qs. az-Zalzalah: 7-8)
Oleh karenanya mengharap balsaan baik tanpa beramal kebaikan adalah sesuatu yang dilarang.
(2) Masing-masing dari laki-laki dan perempuan mempunyai bagian sendiri dalam warisan. Oleh karenanya, mengaharap sesuatu yang bukan hak atau bagiannya adalah sesuatu yang dilarang.
(3) Masing-masing dari laki-laki dan perempuan mendapatkan pahala sesuai dengan amalan yang ditetapkan Allah bagi jenis kelamin masing-masing. Umpamanya laki-laki akan mendapatkan pahala karena berjihad, shalat berjamaah, menjadi pemimpin keluarga. Sedangkan perempuan mendapatkan pahala karena mengandung, melahirkan, dan menyusui anak, berbakti kepada orang suami dan lain-lain. Oleh karenanya seorang perempuan dilarang mengharap pahala dari amal yang dilakukan oleh laki-laki. Begitu juga sebaliknya.
Pelajaran (4): Memohon Karunia Allah
وَسْـَٔلُوا اللّٰهَ مِنْ فَضْلِهٖ
“Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya.”
(1) Karunia Allah melarang seseorang untuik berangan-angan atau berharap sesuatu yang bukan menjadi haknya, maka di sini Allah memberikan solusi atau jalan keluar atau petunjuk untuk mengerjakan sesuatu yang bermanfaat, yaitu: “memohon kepada-Nya sebagian dari karunia-Nya.”
(2) Ayat ini secara tidak langsung mengajarkan “Tauhid” kepada orang-orang beriman, yaitu: tidak meminta kecuali kepada Allah, tidak memohon bantuan kecuali kepada-Nya, karena Dia satu-satunya tempat bergantung dan bersandar.
(a) Hal ini sesuai dengan firman Allah ﷻ,
اِيَّاكَ نَعْبُدُ وَاِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُۗ
“Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.” (Qs. al-Fatihah: 5)
(b) Juga sesuai dengan firman-Nya,
اَللّٰهُ الصَّمَدُۚ
“Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.” (Qs. al-Ikhlas: 2)
(c) Juga sesuai dengan hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi ﷺ bersabda,
إذا سَأَلْتَ فاسْألِ الله وإذا اسْتََعَنْتَ فاستَعِنْ باللهِ
“Jika engkau meminta, maka minta kepada Allah. Dan jika engkau memohon bantuan maka mohonlah bantuan kepada Allah.”
(3) Sebagian ulama memahami ayat di atas sebagai perintah untuk meminta kepada Allah masalah-masalah akhirat dan ibadah, bukan masalah duniawi. Berkata Sa’id bin Jubair, “Mintalah kepada Allah akan karunia-Nya, untuk beribadah, bukan urusan dunia.” Sebagian yang lain berkata, “Maksudnya adalah meminta kepada Allah taufik untuk bisa beramal shalih dan ridha-Nya”.
(4) Dua pendapat di atas tidak bertentangan, karena orang beriman diperintahkan untuk meminta kebaikan dunia dan akhirat, sebagaimana firman Allah ﷻ,
وَمِنْهُمْ مَّنْ يَّقُوْلُ رَبَّنَآ اٰتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَّفِى الْاٰخِرَةِ حَسَنَةً وَّقِنَا عَذَابَ النَّارِ
“Dan di antara mereka ada yang berdoa, ‘Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari azab neraka’.” (Qs. al-Baqarah: 201)
(5) Hanya saja seorang muslim dilarang untuk meminta dunia saja tanpa meminta kebaikan akhirat atau meminta dunia yang tidak ada kebaikannya di akhirat. Larangan ini ada di dalam firman Allah ﷻ,
(a) Firman-Nya,
فَاِذَا قَضَيْتُمْ مَّنَاسِكَكُمْ فَاذْكُرُوا اللّٰهَ كَذِكْرِكُمْ اٰبَاۤءَكُمْ اَوْ اَشَدَّ ذِكْرًا ۗ فَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَّقُوْلُ رَبَّنَآ اٰتِنَا فِى الدُّنْيَا وَمَا لَهٗ فِى الْاٰخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ
“Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka berzikirlah kepada Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut nenek moyang kamu, bahkan berzikirlah lebih dari itu. Maka di antara manusia ada yang berdoa, ‘Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia,” dan di akhirat dia tidak memperoleh bagian apa pun’.” (Qs. al-Baqarah: 200)
(b) Firman-Nya,
مَنْ كَانَ يُرِيْدُ الْحَيٰوةَ الدُّنْيَا وَزِيْنَتَهَا نُوَفِّ اِلَيْهِمْ اَعْمَالَهُمْ فِيْهَا وَهُمْ فِيْهَا لَا يُبْخَسُوْنَ ۞ اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ لَيْسَ لَهُمْ فِى الْاٰخِرَةِ اِلَّا النَّارُ ۖوَحَبِطَ مَا صَنَعُوْا فِيْهَا وَبٰطِلٌ مَّا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ ۞
“Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, pasti Kami berikan (balasan) penuh atas pekerjaan mereka di dunia (dengan sempurna) dan mereka di dunia tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh (sesuatu) di akhirat kecuali neraka, dan sia-sialah di sana apa yang telah mereka usahakan (di dunia) dan terhapuslah apa yang telah mereka kerjakan.” (Qs. Hud: 15-16)
(c) Firman-Nya,
مَنْ كَانَ يُرِيْدُ الْعَاجِلَةَ عَجَّلْنَا لَهٗ فِيْهَا مَا نَشَاۤءُ لِمَنْ نُّرِيْدُ ثُمَّ جَعَلْنَا لَهٗ جَهَنَّمَۚ يَصْلٰىهَا مَذْمُوْمًا مَّدْحُوْرًا ۞ وَمَنْ اَرَادَ الْاٰخِرَةَ وَسَعٰى لَهَا سَعْيَهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَاُولٰۤىِٕكَ كَانَ سَعْيُهُمْ مَّشْكُوْرًا۞
“Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di (dunia) ini apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki. Kemudian Kami sediakan baginya (di akhirat) neraka Jahanam; dia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir. Dan barang siapa menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh, sedangkan dia beriman, maka mereka itulah orang yang usahanya dibalas dengan baik.” (Qs. al-Isra’: 18-19)
(6) Kemudian seorang muslim dituntut untuk mendahulukan kepentingan akhirat sebelum kepentingan dunia. Dia dituntut untuk memohon keselamatan akhirat sebelum keselamatan dunia. Karena kehidupan akhirat adalah sebenar-benar hidup, sedangkan kehidupan dunia hanya sementara, dunia hanyalah sarana untuk menuju akhirat. Di antara dalil-dalinya adalah sebagai berikut:
(a) Firman Allah ﷻ,
قُلْ بِفَضْلِ اللّٰهِ وَبِرَحْمَتِهٖ فَبِذٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوْاۗ هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُوْنَ
“Katakanlah (Muhammad), “Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Itu lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan.” (Qs. Yunus: 58)
Ayat di atas menunjukkan bahwa karunia Allah yang berupa al-Qur’an lebih baik dari dunia yang mereka kumpulkan.
(b) Firman Allah ﷻ,
وَابْتَغِ فِيْمَآ اٰتٰىكَ اللّٰهُ الدَّارَ الْاٰخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَاَحْسِنْ كَمَآ اَحْسَنَ اللّٰهُ اِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِى الْاَرْضِ ۗاِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِيْنَ
“Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuatbaiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan.” (Qs. al-Qashash: 77)
Ayat di atas menunjukkan perintah mencari akhirat dahulu sebelum dunia.
(c) Firman Allah ﷻ,
وَمَآ اُوْتِيْتُمْ مِّنْ شَيْءٍ فَمَتَاعُ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا وَزِيْنَتُهَا ۚوَمَا عِنْدَ اللّٰهِ خَيْرٌ وَّاَبْقٰىۗ اَفَلَا تَعْقِلُوْنَ
“Dan apa saja (kekayaan, jabatan, keturunan) yang diberikan kepada kamu, maka itu adalah kesenangan hidup duniawi dan perhiasannya; sedang apa yang di sisi Allah adalah lebih baik dan lebih kekal. Tidakkah kamu mengerti?” (Qs. al-Qashash: 60)
Pelajaran (5) Allah Maha Mengetahui
اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمًا
“Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
(1) Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui bahwa laki-laki lebih tepat untuk diberikan beban berat seperti berjihad di jalan Allah dan perempuan lebih tepat untuk diberikan tugas yang membutuhkan kesabaran dan kasih saying, yaitu: mengandung, melahirkan dan menyusui anak.
(2) Sesungguhnya Allah juga Maha Mengetaui siapa yang lebih tepat untuk diangkat menjadi Nabi dan Rasul-Nya, dan siapa yang lebih tepat untuk dijadikan para penolong dan pembela para nabi dan rasul-Nya. ini sesuai dengan firman-Nya,
وَاِذَا جَاۤءَتْهُمْ اٰيَةٌ قَالُوْا لَنْ نُّؤْمِنَ حَتّٰى نُؤْتٰى مِثْلَ مَآ اُوْتِيَ رُسُلُ اللّٰهِ ۘ اَللّٰهُ اَعْلَمُ حَيْثُ يَجْعَلُ رِسٰلَتَهٗۗ سَيُصِيْبُ الَّذِيْنَ اَجْرَمُوْا صَغَارٌ عِنْدَ اللّٰهِ وَعَذَابٌ شَدِيْدٌۢ بِمَا كَانُوْا يَمْكُرُوْنَ
“Dan apabila datang suatu ayat kepada mereka, mereka berkata, “Kami tidak akan percaya (beriman) sebelum diberikan kepada kami seperti apa yang diberikan kepada rasul-rasul Allah.” Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan-Nya. Orang-orang yang berdosa, nanti akan ditimpa kehinaan di sisi Allah dan azab yang keras karena tipu daya yang mereka lakukan.” (Qs. al-An’am: 124)
Ini dikuatkan dengan firman Allah ﷻ,
مَا يَوَدُّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ اَهْلِ الْكِتٰبِ وَلَا الْمُشْرِكِيْنَ اَنْ يُّنَزَّلَ عَلَيْكُمْ مِّنْ خَيْرٍ مِّنْ رَّبِّكُمْ ۗ وَاللّٰهُ يَخْتَصُّ بِرَحْمَتِهٖ مَنْ يَّشَاۤءُ ۗ وَاللّٰهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيْمِ
“Orang-orang yang kafir dari Ahli Kitab dan orang-orang musyrik tidak menginginkan diturunkannya kepadamu suatu kebaikan dari Tuhanmu. Tetapi secara khusus Allah memberikan rahmat-Nya kepada orang yang Dia kehendaki. Dan Allah pemilik karunia yang besar.” (Qs. al-Baqarah: 105)
(3) Allah juga mengetahui siapa yang lebih tepat diberikan kekuasaan, kekayaan, ilmu pengetahuan dan sipa yang lebih tepat dijadikan orang yang fakir dan miskin. Dan siapa yang lebih tepat untuk dimuliakan dan dihinakan. Ini sesuai dengan firman Allah ﷻ,
قُلِ اللهم مٰلِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِى الْمُلْكَ مَنْ تَشَاۤءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاۤءُۖ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاۤءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاۤءُ ۗ بِيَدِكَ الْخَيْرُ ۗ اِنَّكَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
“Katakanlah (Muhammad), “Wahai Tuhan pemilik kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan kepada siapa pun yang Engkau kehendaki, dan Engkau cabut kekuasaan dari siapa pun yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapa pun yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan siapa pun yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sungguh, Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.” (Qs. Ali-Imran: 26)
(4) Ketiga hal di atas teringkas di dalam firman-Nya,
اَلَا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَۗ وَهُوَ اللَّطِيْفُ الْخَبِيْرُ
“Apakah (pantas) Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui? Dan Dia Mahahalus, Maha Mengetahui.” (Qs. al-Mulk: 14)
Pelajaran (6) Ahli Waris Lebih Berhak
وَلِكُلٍّ جَعَلْنَا مَوَالِيَ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدٰنِ وَالْاَقْرَبُوْنَ ۗ وَالَّذِيْنَ عَقَدَتْ اَيْمَانُكُمْ فَاٰتُوْهُمْ نَصِيْبَهُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيْدًا
“Dan untuk masing-masing (laki-laki dan perempuan) Kami telah menetapkan para ahli waris atas apa yang ditinggalkan oleh kedua orang tuanya dan karib kerabatnya. Dan orang-orang yang kamu telah bersumpah setia dengan mereka, maka berikanlah kepada mereka bagiannya. Sungguh, Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu.” (Qs. an-Nisa’: 33)
(1) Diriwayatkan dari Sa’id bin al-Musayyab bahwa ayat ini turun berkenaan dengan orang-orang yang mempunyai anak angkat, kemudian dia memberikan warisan kepadanya. Dalam ayat ini Allah menetapkan bahwa harta warisan untuk para pewarisnya, baik ashabah maupun ashabul furudh. Sedangkan anak angkat mendapatkan harta dengan cara wasiat.
(2) Dalam menafsirkan ayat di atas, para ulama berbeda pendapat,
(a) Setiap harta yang ditinggalkan oleh kedua orang tua dan kerabat, kami tetapkan pewarisnya yang akan mendapatkan harat tersebut. Ini pendapat yang terpilih.
(b) Setiap orang telah kami tetapkan ahli warisnya yang akan menerima harta tersebut. Mereka itu adalah orang tua dan kerabat.
(c) Setiap orang yang akan menjadi ahli waris dan harta yang ditinggalkan kedua orang tua dan kerabat.
Pelajaran (7) Berikan kepada Mereka, Bagiannya
وَالَّذِيْنَ عَقَدَتْ اَيْمَانُكُمْ فَاٰتُوْهُمْ نَصِيْبَهُمْ ۗ
“Dan orang-orang yang kamu telah bersumpah setia dengan mereka, maka berikanlah kepada mereka bagiannya.”
(1) Dahulu orang-orang Muhajirin yang datang ke kota Madinah dipersaudarakan oleh Rasulullah ﷺ dengan orang-orang Anshar. Sedangkan kerabat orang-orang sendiri justru tidak mendapatkan warisan tersebut. Kemudian ketetapan ini dihapus dengan turunnya firman Allah ﷻ,
وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْۢ بَعْدُ وَهَاجَرُوْا وَجَاهَدُوْا مَعَكُمْ فَاُولٰۤىِٕكَ مِنْكُمْۗ وَاُولُوا الْاَرْحَامِ بَعْضُهُمْ اَوْلٰى بِبَعْضٍ فِيْ كِتٰبِ اللّٰهِ ۗاِنَّ اللّٰهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
“Dan orang-orang yang beriman setelah itu, kemudian berhijrah dan berjihad bersamamu maka mereka termasuk golonganmu. Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) menurut Kitab Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Qs. al-Anfal: 75)
Tetapi orang-orang muhajirin diberikan bagiannya.
(2) Sebagian ulama mengatakan bahwa dahulu pada zaman jahiliyah, seringkali seseorang mengikat perjanjian dengan orang lain, “Engkau mewariskanku dan aku mewarisimu.” Kemudian hal ini dihapus dengan Qur’an surah al-Anfal ayat 75. Dan pada ayat ini diperintahkan untuk memberikan bagian mereka.
(3) Sebagian ulama mengatakan bahwa dahulu mereka memberikan warisan kepada anak angkat. Kemudian hal tersebut dihapus dengan (Qs. al-Anfal: 75)
***
Jakarta, Ahad, 24 April 2022
Meminta Karunia Allah.
وَلَا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللّٰهُ بِهٖ بَعْضَكُمْ عَلٰى بَعْضٍ ۗ لِلرِّجَالِ نَصِيْبٌ مِّمَّا اكْتَسَبُوْا ۗ وَلِلنِّسَاۤءِ نَصِيْبٌ مِّمَّا اكْتَسَبْنَ ۗوَسْـَٔلُوا اللّٰهَ مِنْ فَضْلِهٖ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمًا
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. (Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. An-Nisa [4]: 32)
Pelajaran (1) : Larangan Iri Hati dan Hasad.
1) Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi bahwa Ummu Salamah Radhiyallahu Anhu suatu ketika berkata, “Kaum laki-laki ikut berperang, sedangkan kaum wanita tidak ikut berperang sehingga mereka hanya mendapatkan separuh bagian dari harta waris.” Maka turunlah ayat ini. Berkata mujahid, “Turun juga firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
اِنَّ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمٰتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنٰتِ وَالْقٰنِتِيْنَ وَالْقٰنِتٰتِ وَالصّٰدِقِيْنَ وَالصّٰدِقٰتِ وَالصّٰبِرِيْنَ وَالصّٰبِرٰتِ وَالْخٰشِعِيْنَ وَالْخٰشِعٰتِ وَالْمُتَصَدِّقِيْنَ وَالْمُتَصَدِّقٰتِ وَالصَّاۤىِٕمِيْنَ وَالصّٰۤىِٕمٰتِ وَالْحٰفِظِيْنَ فُرُوْجَهُمْ وَالْحٰفِظٰتِ وَالذَّاكِرِيْنَ اللّٰهَ كَثِيْرًا وَّالذَّاكِرٰتِ اَعَدَّ اللّٰهُ لَهُمْ مَّغْفِرَةً وَّاَجْرًا عَظِيْمًا
“Sungguh, laki-laki dan perempuan muslim, laki-laki dan perempuan mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al-Ahzab [33]: 35)
2) Dalam ayat ini, Allah melarang dua hal.
a) Melarang seseorang mengharap mendapat apa yang seperti didapatkan orang lain, yaitu sesuatu yang mustahil. Sebagaimana seorang wanita berharap pahala seperti laki-laki.
b) Melarang seseorang bersikap iri hati terhadap apa yang didapatkan orang lain. Seperti kekayaan, harta warisan, istri, jabatan, kecerdasan, nama baik dan lain-lain.
3) Yang dilarang adalah “hasad” bukan “ghibthah”
Hasad adalah keinginan agar kenikmatan yang dimiliki orang lain hilang dan berpindah ke dirinya.
Adapun ghibthah adalah keinginan untuk mendapatkan seperti yang dimiliki orang lain, tanpa ada keinginan agar kenikmatan tersebut hilang darinya.
4) Dalil larangan hasad selain ayat ini adalah.
a) Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
وَدَّ كَثِيْرٌ مِّنْ اَهْلِ الْكِتٰبِ لَوْ يَرُدُّوْنَكُمْ مِّنْۢ بَعْدِ اِيْمَانِكُمْ كُفَّارًاۚ حَسَدًا مِّنْ عِنْدِ اَنْفُسِهِمْ مِّنْۢ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْحَقُّ ۚ فَاعْفُوْا وَاصْفَحُوْا حَتّٰى يَأْتِيَ اللّٰهُ بِاَمْرِهٖ ۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
“Banyak di antara Ahli Kitab menginginkan sekiranya mereka dapat mengembalikan kamu setelah kamu beriman, menjadi kafir kembali, karena rasa dengki dalam diri mereka, setelah kebenaran jelas bagi mereka. Maka maafkanlah dan berlapangdadalah, sampai Allah memberikan perintah-Nya. Sungguh, Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah [2]: 109)
Orang Yahudi hasad terhadap nikmat kenabian yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
b) Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
وَمِنْ شَرِّ حَاسِدٍ اِذَا حَسَدَ
“dan dari kejahatan orang yang dengki apabila dia dengki.” (QS. Al-Falaq [113]; 5)
Allah memerintahkan untuk berlindung kepada-Nya dari kejahatan orang yang hasad, jika dia hasad.
5) Adapun dalil kebolehan “Ghibthah” adalah sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,
عن ابن مسعود -رضي الله عنه- قال: قال رسول الله -صلى الله عليه وسلم-: «لا حَسَدَ إلا في اثنتين: رجل آتاه الله مالا، فسَلَّطَه على هَلَكَتِهِ في الحَقِّ، ورجل آتاه الله حِكْمَة، فهو يقضي بها ويُعَلِّمَها». وعن ابن عمر -رضي الله عنهما-، عن النبي -صلى الله عليه وسلم- قال: «لا حسد إلا في اثنتين: رجل آتاه الله القرآن، فهو يقوم به آناء الليل وآناء النهار، ورجل آتاه الله مالا، فهو ينفقه آناء الليل وآناء النهار».
“Dari Ibnu Mas’ud- Raḍiyallāhu 'Anhu-, ia berkata, Rasulullah -Shallallāhu 'Alaihi wa Sallam- bersabda, “Tidak boleh hasad (iri hati) kecuali pada dua orang: Orang yang Allah anugerahkan baginya harta, lalu ia infakkan di jalan kebenaran, dan orang yang Allah karuniakan hikmah (ilmu yang berdasarkan Al-Qur`ān dan Sunnah), lalu ia memutuskan perkara/mengadili dengannya dan mengajarkannya.” Dan dari Ibnu Umar -Raḍiyallāhu 'Anhumā-, dari Nabi -Shallallāhu 'Alaihi wa Sallam- beliau bersabda, “Tidak boleh hasad (iri hati) kecuali kepada dua orang; Orang yang Allah anugerahi hafalan Al-Qur`ān, lalu ia salat dengan membacanya malam dan siang, dan orang yang Allah karuniakan baginya harta, lalu ia menginfakkannya siang dan malam.” (HR. Al-Bukhari)
Pelajaran (2) : Semua Nikmat dari Allah.
مَا فَضَّلَ اللّٰهُ بِهٖ بَعْضَكُمْ عَلٰى بَعْضٍ ۗ
“terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain.”
1) Ayat di atas menunjukkan bahwa semua yang didapat oleh manusia dari kenikmatan semuanya berasal dari karunia Allah. Diantara dalilnya yaitu.
a) Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
وَمَا بِكُمْ مِّنْ نِّعْمَةٍ فَمِنَ اللّٰهِ ثُمَّ اِذَا مَسَّكُمُ الضُّرُّ فَاِلَيْهِ تَجْـَٔرُوْنَۚ
“Dan segala nikmat yang ada padamu (datangnya) dari Allah, kemudian apabila kamu ditimpa kesengsaraan, maka kepada-Nyalah kamu meminta pertolongan.” (QS. An-Nahl [16]: 53)
b) Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
قَالَ الَّذِيْ عِنْدَهٗ عِلْمٌ مِّنَ الْكِتٰبِ اَنَا۠ اٰتِيْكَ بِهٖ قَبْلَ اَنْ يَّرْتَدَّ اِلَيْكَ طَرْفُكَۗ فَلَمَّا رَاٰهُ مُسْتَقِرًّا عِنْدَهٗ قَالَ هٰذَا مِنْ فَضْلِ رَبِّيْۗ لِيَبْلُوَنِيْٓ ءَاَشْكُرُ اَمْ اَكْفُرُۗ وَمَنْ شَكَرَ فَاِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهٖۚ وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ رَبِّيْ غَنِيٌّ كَرِيْمٌ
“Seorang yang mempunyai ilmu dari Kitab berkata, ‘Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip.’ Maka ketika dia (Sulaiman) melihat singgasana itu terletak di hadapannya, dia pun berkata, “Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mengujiku, apakah aku bersyukur atau mengingkari (nikmat-Nya). Barangsiapa bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri, dan barangsiapa ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Mahakaya, Mahamulia.’” (QS. An-Naml [27]: 40)
c) Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
وَاٰتٰىكُمْ مِّنْ كُلِّ مَا سَاَلْتُمُوْهُۗ وَاِنْ تَعُدُّوْا نِعْمَتَ اللّٰهِ لَا تُحْصُوْهَاۗ اِنَّ الْاِنْسَانَ لَظَلُوْمٌ كَفَّارٌ
“Dan Dia telah memberikan kepadamu segala apa yang kamu mohonkan kepada-Nya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sungguh, manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” (QS. Ibrahim [14]: 34)
d) Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
هُوَ الَّذِيْ خَلَقَ لَكُمْ مَّا فِى الْاَرْضِ جَمِيْعًا ثُمَّ اسْتَوٰٓى اِلَى السَّمَاۤءِ فَسَوّٰىهُنَّ سَبْعَ سَمٰوٰتٍ ۗ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ
“Dialah (Allah) yang menciptakan segala apa yang ada di bumi untukmu kemudian Dia menuju ke langit, lalu Dia menyempurnakannya menjadi tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah [2]: 29)
2) Ayat ini (QS.An-Nisa [4]: 32) juga menunjukkan bahwa Allah melebihkan seseorang atas yang lainnya dalam banyak hal seperti kekayaan, kecerdasan, ketabahan, keimanan, pahala, ketampanan, kecantikan, kesempurnaan fisik, keterampilan, dan lain-lain. Tujuannya agar tercapai keseimbangan dalam kehidupan manusia. Diantara dalinya yaitu.
a) Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
وَلَوْلَآ اَنْ يَّكُوْنَ النَّاسُ اُمَّةً وَّاحِدَةً لَّجَعَلْنَا لِمَنْ يَّكْفُرُ بِالرَّحْمٰنِ لِبُيُوْتِهِمْ سُقُفًا مِّنْ فِضَّةٍ وَّمَعَارِجَ عَلَيْهَا يَظْهَرُوْنَۙ
“Dan sekiranya bukan karena menghindarkan manusia menjadi umat yang satu (dalam kekafiran), pastilah sudah Kami buatkan bagi orang-orang yang kafir kepada (Allah) Yang Maha Pengasih, loteng-loteng rumah mereka dari perak, demikian pula tangga-tangga yang mereka naiki,” (QS. Az-Zukhruf [43]: 33)
b) Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
اَمْوَاتٌ غَيْرُ اَحْيَاۤءٍ ۗوَمَا يَشْعُرُوْنَۙ اَيَّانَ يُبْعَثُوْنَ
“(Berhala-berhala itu) benda mati, tidak hidup, dan berhala-berhala itu tidak mengetahui kapankah (penyembahnya) dibangkitkan.” (QS. An-Nahl [16]: 21)
c) Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
وَلَقَدْ اٰتَيْنَا دَاوٗدَ وَسُلَيْمٰنَ عِلْمًاۗ وَقَالَا الْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ فَضَّلَنَا عَلٰى كَثِيْرٍ مِّنْ عِبَادِهِ الْمُؤْمِنِيْنَ
“Dan sungguh, Kami telah memberikan ilmu kepada Dawud dan Sulaiman; dan keduanya berkata, ‘Segala puji bagi Allah yang melebihkan kami dari banyak hamba-hamba-Nya yang beriman.’” (QS. An-Naml [27]: 15)
d) Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
اَلرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَاۤءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ وَّبِمَآ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَالِهِمْ ۗ فَالصّٰلِحٰتُ قٰنِتٰتٌ حٰفِظٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللّٰهُ ۗوَالّٰتِيْ تَخَافُوْنَ نُشُوْزَهُنَّ فَعِظُوْهُنَّ وَاهْجُرُوْهُنَّ فِى الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوْهُنَّ ۚ فَاِنْ اَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوْا عَلَيْهِنَّ سَبِيْلًا ۗاِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيْرًا
“Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang saleh adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Mahatinggi, Mahabesar.” (QS. An-Nisa [4]: 34)
e) Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
اُنْظُرْ كَيْفَ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍۗ وَلَلْاٰخِرَةُ اَكْبَرُ دَرَجٰتٍ وَّاَكْبَرُ تَفْضِيْلًا
“Perhatikanlah bagaimana Kami melebihkan sebagian mereka atas sebagian (yang lain). Dan kehidupan akhirat lebih tinggi derajatnya dan lebih besar keutamaan.” (QS. Al-Israa [17]: 21 )
Pelajaran (3) : Masing-masing Mendapatkan Pahala.
لِلرِّجَالِ نَصِيْبٌ مِّمَّا اكْتَسَبُوْا ۗ وَلِلنِّسَاۤءِ نَصِيْبٌ مِّمَّا اكْتَسَبْنَ ۗ
“Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan.”
Ayat ini mempunyai beberapa makna,
1) Masing-masing dari laki-laki maupun perempuan mendapatkan pahala sesuai dengan amal yang dilakukannya. Jika anaknya baik, maka pahalanya adalah kebaikan. Namun jika amalnya buruk, maka balasannya adalah keburukan juga. Ini mirip dengan firman-Nya,
فَمَنْ يَّعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَّرَهٗۚ
وَمَنْ يَّعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَّرَهٗ
“Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya, dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.” (QS. Az-Zalzalah [99]: 7-8)
Oleh karenanya mengharap balsaan baik tanpa beramal kebaikan adalah sesuatu yang dilarang.
2) Masing-masing dari laki-laki dan perempuan mempunyai bagian sendiri dalam warisan. Oleh karenanya, mengaharap sesuatu yang bukan hak atau bagiannya adalah sesuatu yang dilarang.
3) Masing-masing dari laki-laki dan perempuan mendapatkan pahala sesuai dengan amalan yang ditetapkan Allah bagi jeni kelamin masing-masing. Umpamanya laki-laki akan mendapatkan pahala krena berjihad, salat berjamaah, menjadi peminpin keluarga. Sedangkan perempuan mendapatkan pahala karena mengandung, melahirkan, dan menyusui anak, berbakti kepada orang suami dan lain-lain. Oleh karenanya seorang perempuan dilarang mengharap pahala dari amal yang dilakukan oleh laki-laki. Begitu juga sebaliknya.
Pelajaran (4): Memohon Karunia Allah.
وَسْـَٔلُوا اللّٰهَ مِنْ فَضْلِهٖ
“Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya.”
1) Karunia Allah melarang seseorang untuik berangan-angan atau berharap sesuatu ang bukan menjadi haknya, maka disini Allah memberikan solusi atau jalan keluar atau petunjuk untuk mengerjakan sesuatu yang bermanfaat, yaitu “memohon kepada-Nya sebagian dari karunia-Nya.”
2) Ayat ini secara tidak lagsung mengajarkan “Tauhid” kepada orang-orang beriman, yaitu tidak meminta kecuali kepada Allah, tidak memohon bantuan kecuali kepada-Nya, karena Dia satu-satunya tempat bergantung dan bersandar.
a) Hal ini sesuai dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
اِيَّاكَ نَعْبُدُ وَاِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُۗ
“Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.” (QS. Al-Fatihah [1]: 5)
b) Juga sesuai dengan firman-Nya,
اَللّٰهُ الصَّمَدُۚ
“Allah tempat meminta segala sesuatu.” (QS. Al-Ikhlas [112]: 2)
c) Juga sesuai dengan hadits Ibnu Abbas bahwa Nabi bersabda,
إذا سَأَلْتَ فاسْألِ الله
وإذا اسْتََعَنْتَ فاستَعِنْ باللهِ
“Jika engkau meminta, mak minta kepada Allah. Dan jika engkau memohon bantuan maka mohonlah bantuan kepada Allah.”
3) Sebagian ulama memahami ayat di atas sebagai perintah untuk meminta kepada Allah masalah-masalah akhirat dan ibadah, bukan masalah duniawi. Berkata Sa’id bin Jubair, “Mintalah kepada Allah akan karunia-Nya, untuk beribadah, bukan urusan dunia.” Sebagian yang lain berkata, “maksudnya adalah meminta keada Allah taufik untuk bisa beramal saleh dan ridho-Nya.”
4) Dua pendapat di atas tidak bertentangan, karena orang beriman diperintahkan untuk meminta kebaikan dunia dan akhirat, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
وَمِنْهُمْ مَّنْ يَّقُوْلُ رَبَّنَآ اٰتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَّفِى الْاٰخِرَةِ حَسَنَةً وَّقِنَا عَذَابَ النَّارِ
“Dan di antara mereka ada yang berdoa, ‘Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari azab neraka.’”(QS. Al-Baqarah [2]: 201)
5) Hanya saja seorang muslim dilarang untuk meminta dunia saja tanpa meminta kebaikan akhirat atau meminta dunia yang tidak ada kebaikannya di akhirat. Larangan ini ada di dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
a) Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
فَاِذَا قَضَيْتُمْ مَّنَاسِكَكُمْ فَاذْكُرُوا اللّٰهَ كَذِكْرِكُمْ اٰبَاۤءَكُمْ اَوْ اَشَدَّ ذِكْرًا ۗ فَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَّقُوْلُ رَبَّنَآ اٰتِنَا فِى الدُّنْيَا وَمَا لَهٗ فِى الْاٰخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ
“Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka berzikirlah kepada Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut nenek moyang kamu, bahkan berzikirlah lebih dari itu. Maka di antara manusia ada yang berdoa, ‘Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia,” dan di akhirat dia tidak memperoleh bagian apa pun.’” (QS. Al-Baqarah [2]: 200)
b) Firman-Nya.
مَنْ كَانَ يُرِيْدُ الْحَيٰوةَ الدُّنْيَا وَزِيْنَتَهَا نُوَفِّ اِلَيْهِمْ اَعْمَالَهُمْ فِيْهَا وَهُمْ فِيْهَا لَا يُبْخَسُوْنَ
اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ لَيْسَ لَهُمْ فِى الْاٰخِرَةِ اِلَّا النَّارُ ۖوَحَبِطَ مَا صَنَعُوْا فِيْهَا وَبٰطِلٌ مَّا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ
“Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, pasti Kami berikan (balasan) penuh atas pekerjaan mereka di dunia (dengan sempurna) dan mereka di dunia tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh (sesuatu) di akhirat kecuali neraka, dan sia-sialah di sana apa yang telah mereka usahakan (di dunia) dan terhapuslah apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Hud [11]: 15-16)
c) Firman-Nya,
مَنْ كَانَ يُرِيْدُ الْعَاجِلَةَ عَجَّلْنَا لَهٗ فِيْهَا مَا نَشَاۤءُ لِمَنْ نُّرِيْدُ ثُمَّ جَعَلْنَا لَهٗ جَهَنَّمَۚ يَصْلٰىهَا مَذْمُوْمًا مَّدْحُوْرًا
وَمَنْ اَرَادَ الْاٰخِرَةَ وَسَعٰى لَهَا سَعْيَهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَاُولٰۤىِٕكَ كَانَ سَعْيُهُمْ مَّشْكُوْرًا
“Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di (dunia) ini apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki. Kemudian Kami sediakan baginya (di akhirat) neraka Jahanam; dia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir. Dan barang siapa menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh, sedangkan dia beriman, maka mereka itulah orang yang usahanya dibalas dengan baik.” (QS. Al-Israa: [17]: 18-19)
6) Kemudian seorang muslim dituntut untuk mendahulukan kepentingan akhirat sebelum kepentingan dunia. Dia di tuntut untuk memohon keselamatan akhirat sebelum keselamatan dunia. Karena kehidupan akhirat adalah sebenar-benar hidup, sedang kehidupan dunia hanya sementara, dunia hanyalah sarana untuk menuju akhirat.diantara dalil-dalinya adalah sebagai berikut.
a) Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
قُلْ بِفَضْلِ اللّٰهِ وَبِرَحْمَتِهٖ فَبِذٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوْاۗ هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُوْنَ
“Katakanlah (Muhammad), “Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Itu lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan.” (QS. Yunus [10]: 58)
Ayat di atas menunjukkan bahwa karunia Allah yang berupa Al-Qur’an lebih baik dari dunia yang merka kumpulkan.
b) Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
وَابْتَغِ فِيْمَآ اٰتٰىكَ اللّٰهُ الدَّارَ الْاٰخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَاَحْسِنْ كَمَآ اَحْسَنَ اللّٰهُ اِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِى الْاَرْضِ ۗاِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِيْنَ
“Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuatbaiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Al-Qasas [28]: 77)
Ayat di atas menunjukkan perintah mencari akhirat dahulu sebelum dunia.
c) Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
وَمَآ اُوْتِيْتُمْ مِّنْ شَيْءٍ فَمَتَاعُ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا وَزِيْنَتُهَا ۚوَمَا عِنْدَ اللّٰهِ خَيْرٌ وَّاَبْقٰىۗ اَفَلَا تَعْقِلُوْنَ
“Dan apa saja (kekayaan, jabatan, keturunan) yang diberikan kepada kamu, maka itu adalah kesenangan hidup duniawi dan perhiasannya; sedang apa yang di sisi Allah adalah lebih baik dan lebih kekal. Tidakkah kamu mengerti?” (QS. Al-Qasas [28]: 60)
Pelajaran (5) : Allah Maha Mengtahui.
اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمًا
“Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
1) Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui bahwa laki-laki lebih tepat untuk diberikan beban berat seperti berjihad di jalan Allah dan perempuan lebih tepat untuk diberikan tugas yang membutuhkan kesabaran dan kasih sayang yaitu mengandung, melahirkan dan menyusui anak.
2) Sesungguhnya Allah juga Maha Mengetaui siapa yang lebih tepat untuk diangkat menjadi Nabi dan Rasul-Nya, dan siapa yang lebih tepat untuk dijadikan para penolong dan pembela para Nabi dan Rasul-Nya. ini sesuai dengan firman-Nya,
وَاِذَا جَاۤءَتْهُمْ اٰيَةٌ قَالُوْا لَنْ نُّؤْمِنَ حَتّٰى نُؤْتٰى مِثْلَ مَآ اُوْتِيَ رُسُلُ اللّٰهِ ۘ اَللّٰهُ اَعْلَمُ حَيْثُ يَجْعَلُ رِسٰلَتَهٗۗ سَيُصِيْبُ الَّذِيْنَ اَجْرَمُوْا صَغَارٌ عِنْدَ اللّٰهِ وَعَذَابٌ شَدِيْدٌۢ بِمَا كَانُوْا يَمْكُرُوْنَ
“Dan apabila datang suatu ayat kepada mereka, mereka berkata, “Kami tidak akan percaya (beriman) sebelum diberikan kepada kami seperti apa yang diberikan kepada rasul-rasul Allah.” Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan-Nya. Orang-orang yang berdosa, nanti akan ditimpa kehinaan di sisi Allah dan azab yang keras karena tipu daya yang mereka lakukan.” (QS. Al-An’am [6]: 124)
Ini dikuatkan dengan friman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
مَا يَوَدُّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ اَهْلِ الْكِتٰبِ وَلَا الْمُشْرِكِيْنَ اَنْ يُّنَزَّلَ عَلَيْكُمْ مِّنْ خَيْرٍ مِّنْ رَّبِّكُمْ ۗ وَاللّٰهُ يَخْتَصُّ بِرَحْمَتِهٖ مَنْ يَّشَاۤءُ ۗ وَاللّٰهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيْمِ
“Orang-orang yang kafir dari Ahli Kitab dan orang-orang musyrik tidak menginginkan diturunkannya kepadamu suatu kebaikan dari Tuhanmu. Tetapi secara khusus Allah memberikan rahmat-Nya kepada orang yang Dia kehendaki. Dan Allah pemilik karunia yang besar.” (QS. Al-Baqarah [2] : 105)
3) Allah juga mengetahui siapa yang lebih tepat diberikan kekuasaan, kekayaan, ilmu pengetahuan dan sipa yang lebih tepat dijadikan orang yang fakir dan miskin. Dan siapa yang lebih tepat untuk dimuliakan dan dihinakan. Ini sesuai dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
قُلِ اللهم مٰلِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِى الْمُلْكَ مَنْ تَشَاۤءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاۤءُۖ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاۤءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاۤءُ ۗ بِيَدِكَ الْخَيْرُ ۗ اِنَّكَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
“Katakanlah (Muhammad), “Wahai Tuhan pemilik kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan kepada siapa pun yang Engkau kehendaki, dan Engkau cabut kekuasaan dari siapa pun yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapa pun yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan siapa pun yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sungguh, Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.” (QS. Ali-Imran [3]: 26)
4) Ketiga hal di atas teringkas di dalam firman-Nya,
اَلَا يَعْلَمُ مَنْ خَلَقَۗ وَهُوَ اللَّطِيْفُ الْخَبِيْرُ
“Apakah (pantas) Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui? Dan Dia Mahahalus, Maha Mengetahui.” (QS. Al-Mulk [67]: 14)
Pelajaran (6) : Ahli Waris Lebih Berhak.
وَلِكُلٍّ جَعَلْنَا مَوَالِيَ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدٰنِ وَالْاَقْرَبُوْنَ ۗ وَالَّذِيْنَ عَقَدَتْ اَيْمَانُكُمْ فَاٰتُوْهُمْ نَصِيْبَهُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيْدًا
“Dan untuk masing-masing (laki-laki dan perempuan) Kami telah menetapkan para ahli waris atas apa yang ditinggalkan oleh kedua orang tuanya dan karib kerabatnya. Dan orang-orang yang kamu telah bersumpah setia dengan mereka, maka berikanlah kepada mereka bagiannya. Sungguh, Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu.” (QS. An-NIsa [4]: 33)
1) Diriwayatkan dari Sa’id bin Al-Musayyab bahwa ayat ini turun berkenaan dengan orang-orang yang mempunyai anak angkat, kemudian dia memberikan warisan kepadanya. Dalam ayat ini Allah menetapkan bahwa harta warisan untuk para pewarisnya baik ashabah maupun Ashabul Furudh. Sedangkan anak angkat mndapatkan harta dengan cara wasiat.
2) Dalam menafsirkan ayat di atas, para ulama berbeda pendapat,
a) Setiap harta yang ditinggalkan oleh kedua orang tua dan kerabat, kami tetapkan pewarisnya yang akan mendapatkan harat tersebut. Ini pendapat yang terpilih.
b) Setiap orang telah kami tetapkan ahli warisnya yang akan menerima harta tersebut. Mereka itu adalah orang tua dan kerabat.
c) Setiap orang yang akan menjadi ahli waris dan harta yang ditinggalkan kedua orang tua dan kerabat.
Pelajaran (7) : Berikan Kepada Mereka Bagian.
وَالَّذِيْنَ عَقَدَتْ اَيْمَانُكُمْ فَاٰتُوْهُمْ نَصِيْبَهُمْ ۗ
“Dan orang-orang yang kamu telah bersumpah setia dengan mereka, maka berikanlah kepada mereka bagiannya.”
1) Dahulu orang-orang Muhajirin yang datang ke kota Madinah dipersaudarakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaih wa Sallam dengan orang-orang Anshar. Sedangkan kerabat orang-orang sendiri justru tidak mendapatkan warisan tersebut. Kemudian ketetapan ini dihapus dengan turunnya firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْۢ بَعْدُ وَهَاجَرُوْا وَجَاهَدُوْا مَعَكُمْ فَاُولٰۤىِٕكَ مِنْكُمْۗ وَاُولُوا الْاَرْحَامِ بَعْضُهُمْ اَوْلٰى بِبَعْضٍ فِيْ كِتٰبِ اللّٰهِ ۗاِنَّ ال
-
Tanya Jawab Aktual Tentang Shalat
Lihat isinya
Tanya Jawab Aktual Tentang Puasa
Lihat isinya » -
Jilbab Menurut Syari'at Islam (Meluruskan Pandangan Prof. DR. Quraish)
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Pernikahan (Edisi I)
Lihat isinya » -
Halal dan Haram Dalam Pengobatan (Edisi I)
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Transaksi Keuangan (edisi 1)
Lihat isinya » -
Nasionalisme
Lihat isinya
Panduan Haji dan Umrah
Lihat isinya » -
Mukjizat Al Qur'an Dalam Kesehatan
Lihat isinya
Berobatlah Dengan Yang Halal (edisi 2 Halal Haram Pengobatan)
Lihat isinya » -
Panduan Praktis Menghitung Zakat
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Makanan
Lihat isinya » -
Waktumu Adalah Hidupmu, Managemen Waktu dalam Islam
Lihat isinya
Satu Jam Bersama Al-Qur'an
Lihat isinya » -
Jual Beli Terlarang
Lihat isinya
Kekuatan Istighfar
Lihat isinya » -
Panduan Praktis Berqurban
Lihat isinya
Al-Quran dan Kesetaraan Gender
Lihat isinya » -
Banyak Jalan Menuju Surga
Lihat isinya
Meniti Tangga-Tangga Kesuksesan
Lihat isinya » -
Fiqih Ta'ziyah
Lihat isinya
Mengenal Ahlus Sunnah wal Jamaah
Lihat isinya » -
Fiqih Wanita Kontemporer
Lihat isinya
Menang Tanpa Perang
Lihat isinya » -
Masuk Surga Bersama Keluarga
Lihat isinya
Mengetuk Pintu Langit
Lihat isinya » -
Membangun Negara dengan Tauhid
Lihat isinya
Fiqih Masjid (Membahas 53 Hukum Masjid)
Lihat isinya » -
Membuka Pintu Langit
Lihat isinya
Kesabaran yang Indah
Lihat isinya » -
Menembus Pintu Langit
Lihat isinya
Pensucian Jiwa
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah: Al-Fatihah
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 1: Orang-Orang Munafik dalam Al-Qur'an
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 2: Kisah Nabi Adam dan Iblis
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 3: Kisah Bani Israel
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 4: Nabi Sulaiman dan Kaum Yahudi
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 5: Umat Pertengahan
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 6: Hukum-hukum Seputar Ibadah
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 7: Hukum-hukum Pernikahan & Perceraian
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 8: Tidak Ada Paksaan dalam Beragama
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 9: Agama di Sisi Allah, Islam
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 10: Keluarga Imran
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 11: Sebaik-baik Umat
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 12: Empat Sifat Muttaqin
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 13: Dzikir dan Fikir
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 14: Membina Generasi Tangguh
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Juz 5: Qs. 4: 24-147
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Juz 6: Qs. 4: 148-176 & Qs. 5: 1-81
Lihat isinya
Lihat isinya »