Karya Tulis
532 Hits

Tafsir An-Najah (Qs. 4: 36-38) Bab 216 Tiga Belas Akhlak Terpuji


Tiga Belas Akhlak Terpuji

(Ayat 36-38)

 

وَاعْبُدُوا اللّٰهَ وَلَا تُشْرِكُوْا بِهٖ شَيْـًٔا وَّبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسَانًا وَّبِذِى الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْجَارِ ذِى الْقُرْبٰى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيْلِۙ وَمَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُوْرًاۙ

“Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat-baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri.”

(Qs. an-Nisa’: 36)

 

Pelajaran (1) Pola Hubungan dengan Masyarakat

(1) Pada ayat-ayat sebelumnya, dijelaskan sistem hubungan keluarga, yang mencakup pembatasan jumlah istri, berbuat baik kepada anak yatim dan larangan memakan harta dengan cara yang batil, larangan memberikan harta kepada orang yang masih kecil, cara memperlakukan istri dan lain-lain.

Pada ayat ini Allah menjelaskan sistem hubungan dengan masyarakat secara umum, mulai dari orang yang paling terdekat, yaitu: orang tua, kerabat, anak yatim, orang msikin, tetangga dan seterusnya. Semuanya harus diniatkan ibadah kepada Allah.

(2) Ayat ini menjelaskan tiga belas akhlak terpuji yang terkait dengan hubungan antara manusia dengan Allah, dan hubungan antara manusia dengan sesama manusia. Sebgaimana sudah diterangkan di dalam Qs. al-Baqarah: 83. Tiga belas akhlak terpuji tersebut adalah sebagai berikut.

(a) Menyembah Allah sebagai tuhan satu-satunya.

(b) Tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun.

(c) Berbuat baik kepada kedua orang tua.

(d) Berbuat baik kepada kerabat dekat.

(e) Berbuat baik kepada anak yatim.

(f) Berbuat baik kepada orang miskin.

(g) Berbuat baik kepada tetangga dekat.

(h) Berbuat baik kepada tetangga jauh

(i) Berbuat baik kepada kwan dekat.

(j) Berbuat baik kepada Ibnu Sabil.

(k) Berbuat baik kepada hamba sahaya.

(l) Menjauhi sifat sombong.

(m) Menjauhi sifat angkuh dan membanggakan diri sendiri.

 

Pelajaran (2) Tetangga dan Teman Dekat 

(1) Firman-Nya: (وَالْجَارِ ذِى الْقُرْبٰى) artinya tetangga dekat. Mereka adalah orang-orang yang dekat dengan kita, baik dekat tempat tinggalnya, atau dekat nasabnya atau dekat ikatan agamanya.

(2) Firman-Nya: (وَالْجَارِ الْجُنُبِ) artinya tetangga jauh. Mereka adalah orang-orang yang jauh dengan tempat tinggalnya atau yang bukan kerabat kita atau yang berbeda agama dengan kita.

(3) Banyak hadits-hadits yang menjelaskan keutamaan berbuat baik kepada tetangga, baik yang dekat maupun yang jauh. Diantaranya:

(a) Rasulullah ﷺ bersabda,

عن أبي هريرة -رضي الله عنه- مرفوعاً: «من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليقل خيرًا أو ليصْمُت، ومن كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليُكْرِم جارَه، ومن كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليكرم ضَيْفَه».

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu secara marfū', “Siapa ‎beriman kepada Allah dan hari Akhir maka hendaklah ia berkata yang baik ‎atau diam; siapa beriman kepada Allah dan hari Akhir maka ‎hendaklah ia memuliakan tetangganya; dan siapa beriman ‎kepada Allah dan hari Akhir maka hendaklah ia memuliakan tamunya!" 

(b) Hadits Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi ﷺ bersabda,

ما زال جبريل يوصيني بالجار، حتى ظننت أنه سيورِّثه

“Malaikat Jibril senantiasa berpesan kepadaku (untuk berbuat baik) terhadap tetangga, sehingga aku mengira bahwasanya dia akan memberikan hak waris kepada tetangga.” (HR. al-Bukhari)

(4) Firman-Nya: (وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ) artinya kawan dekat. Terdapat tiga pendapat mengenai apa yang dimaksud “kawan dekat” di dalam ayat ini:

(a) Kawan dalam safar atau teman dalam perjalanan.

(b) Istri.

(c) Orang yang selalu dekat dan memberikan perhatian penuh.

 

Pelajaran (3) Sombong dan Berbangga Diri

اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُوْرًاۙ

“Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri.”

(1) Ayat ini menunjukan bahwa Allah tidak mencintai orang yang mempunyai sifat “mukhtalan” dan “fakhuran”.

Adapun makna kedua sifat tersebut menurut para ulama, sebagai berikut:

(a) Mukhtalan adalah sifat yang sombong yang terihat dari sikap dan gerak-gerik pelakunya. Sedangkan fakhuran adalah sifat sombong yang terlihat dari isi dan gaya bicaranya.

(b) Mukhtalan adalah sombong yang muncul dari dirinya dan angkuh kepada orang lain. Sedang fakhuran adalah sombong setelah mendapatkan nikmat Allah, serta sedikit rasa syukurnya kepada Allah.

(c) Mukhtalan adalah orang yang sombong. Fakhuran adalah orang yang selalu memuji kebaikan-kebaikan dirinya dengan penuh kebanggaan.

(2) Kedua sifat ini menyebabkan seseorang tidak mau berbuat baik kepada orang-orang yang disebut sebelumnya, yaitu: kedua orang tua, kerabat, orang miskin, anak yatim, tetangga, ibnu sabil dan hamba sahaya.

 

Pelajaran (4) Bakhil dengan Ilmu dan Harta

 الَّذِيْنَ يَبْخَلُوْنَ وَيَأْمُرُوْنَ النَّاسَ بِالْبُخْلِ وَيَكْتُمُوْنَ مَآ اٰتٰىهُمُ اللّٰهُ مِنْ فَضْلِهٖۗ وَاَعْتَدْنَا لِلْكٰفِرِيْنَ عَذَابًا مُّهِيْنًاۚ

“(Yaitu) orang yang kikir, dan menyuruh orang lain berbuat kikir, dan menyembunyikan karunia yang telah diberikan Allah kepadanya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir adzab yang menghinakan.” (Qs. an-Nisa’: 37)

 (1) Ayat ini turun berkenaan dengan orang-orang Yahudi yang mempunyai ilmu tetapi sangat bakhil dalam mengajarkan ilmunya kepada orang lain. Salah satunya tidak mau menerangkan sifat-sifat Nabi Muhammad yang ada di dalam kitab mereka kepada orang lain.

(2) Ayat ini juga turun berkenaan dengan orang-orang Yahudi yang mendatangi orang-orang Anshar supaya tidak menginfakkan harta mereka di jalan Allah dengan menakut-nakuti mereka dengan kemiskinan.

(3) Menurut ayat ini terdapat tiga ciri orang yang sombong dan membanggakan diri, yaitu:

(a) Mereka bakhil dengan dua hal, yaitu: bakhil terhadap ilmu dan harta.

(b) Menyuruh orang lain untuk bakhil dengan menakut-nakuti mereka dengan kemiskinan.

(c) Menyembunyikan karunia Allah yang diberikan Allah kepada mereka berupa:

  • Ilmu tentang kenabian Nabi Muhammad ﷺ.
  • Harta yang Allah berikan kepada mereka.

(4) Yang dimaksud orang-orang sombong dan membanggakan diri yang mempunyai tiga sifat di atas adalah orang-orang Yahudi. Sebagian ulama mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang munafik. Firman-Nya,

وَلَا يَحْسَبَنَّ الَّذِيْنَ يَبْخَلُوْنَ بِمَآ اٰتٰىهُمُ اللّٰهُ مِنْ فَضْلِهٖ هُوَ خَيْرًا لَّهُمْ ۗ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَّهُمْ ۗ سَيُطَوَّقُوْنَ مَا بَخِلُوْا بِهٖ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ ۗ وَلِلّٰهِ مِيْرَاثُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ ࣖ

“Dan jangan sekali-kali orang-orang yang kikir dengan apa yang diberikan Allah kepada mereka dari karunia-Nya mengira bahwa (kikir) itu baik bagi mereka, padahal (kikir) itu buruk bagi mereka. Apa (harta) yang mereka kikirkan itu akan dikalungkan (di lehernya) pada hari Kiamat. Milik Allah-lah warisan (apa yang ada) di langit dan di bumi. Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan.” (Qs. Ali ‘Imran: 180)

(5) Salah satu doa agar dijauhkan dari sifat bakhil adalah hadits Anas bin Malik, bahwa dia berkata,

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ فَكُنْتُ أَخْدُمُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا نَزَلَ فَكُنْتُ أَسْمَعُهُ كَثِيرًا يَقُولُ: اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَالْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَالْبُخْلِ وَالْجُبْنِ وَضَلَعِ الدَّيْنِ وَغَلَبَةِ

Dari Anas bin Malik, ia berkata, “Aku melayani Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam saat beliau singgah dan aku selalu mendengar beliau banyak berdo'a:Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari (sifat) gelisah, sedih, lemah, malas, kikir, pengecut, terlilit hutang dan dari kekuasaan’.”  (HR. al-Bukhari)

 

Pelajaran (5) Meminta Pujian

 وَالَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ رِئَاۤءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَلَا بِالْيَوْمِ الْاٰخِرِ ۗ وَمَنْ يَّكُنِ الشَّيْطٰنُ لَهٗ قَرِيْنًا فَسَاۤءَ قَرِيْنًا

“Dan (juga) orang-orang yang menginfakkan hartanya karena ria dan kepada orang lain (ingin dilihat dan dipuji), dan orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan kepada hari kemudian. Barangsiapa menjadikan syetan sebagai temannya, maka (ketahuilah) dia (syetan itu) adalah teman yang sangat jahat.” (Qs. an-Nisa’: 38)

(1) Pada ayat sebelumnya, Allah menyebutkan orang-orang yang kikir terhadap hartanya, kemudian pada ayat ini, Allah menyebutkan orang-orang yang dermawan yang riya, yaitu mereka yang menginfakkan hartanya untuk kebanggaan dan mencari pujian orang lain.

(2) Di dalam hadits shahih disebutkan tiga golongan manusia yang api neraka pertama kali dinyalakan untuk mereka. Mereka adalah orang alim, pejuang dan dermawan tetapi niat mereka bukan mencari ridha Allah, melainkan riya dan ingin dipuji orang lain.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ   قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم يَقُوْلُ : إِنَّ اَوَّلَ النَّاسِ يُقْضَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَيْهِ رَجُلٌ اسْتُشْهِدَ فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَعَهَا, قَالَ: فَمَا عَمِلْتَ فِيْهَا؟ قَالَ: قَاتَلْتُ فِيْكَ حَتَّى اسْتُشْهِدْتُ قَالَ: كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ قَاتَلْتَ ِلأَنْ يُقَالَ جَرِيْءٌ, فَقَدْ قِيْلَ ، ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى اُلْقِيَ فيِ النَّارِ, وَرَجُلٌ تَعَلَّمَ الْعِلْمَ وَعَلَّمَهُ وَقَرَأَ اْلقُرْآنَ فَأُُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَعَهَا, قَالَ: فَمَا عَمِلْتَ فِيْهَا؟ قَالَ: تَعَلَّمْتُ الْعِلْمَ وَعَلَّمْتُهُ وَقَرَأْتُ فِيْكَ اْلقُرْآنَ, قَالَ:كَذَبْتَ, وَلَكِنَّكَ تَعَلَّمْتَ الْعِلْمَ لِيُقَالَ: عَالِمٌ وَقَرَأْتَ اْلقُرْآنَ لِيُقَالَ هُوَ قَارِىءٌ ، فَقَدْ قِيْلَ ، ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى اُلْقِيَ فيِ النَّارِ, وَرَجُلٌ وَسَّعَ اللهُ عَلَيْهِ وَاَعْطَاهُ مِنْ اَصْْنَافِ الْمَالِ كُلِّهِ فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا, قَالَ: فَمَا عَمِلْتَ فِيْهَا؟ قَالَ: مَاتَرَكْتُ مِنْ سَبِيْلٍ تُحِبُّ أَنْ يُنْفَقَ فِيْهَا إِلاَّ أَنْفَقْتُ فِيْهَا لَكَ, قَالَ: كَذَبْتَ ، وَلَكِنَّكَ فَعَلْتَ لِيُقَالَ هُوَ جَوَادٌ فَقَدْ قِيْلَ, ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ ثُمَّ أُلْقِيَ فِي النَّارِ.

Dari Abi Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya manusia pertama yang diadili pada hari kiamat adalah orang yang mati syahid di jalan Allah. Dia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatan (yang diberikan di dunia), lalu ia pun mengenalinya. Allah bertanya kepadanya: ‘Amal apakah yang engkau lakukan dengan nikmat-nikmat itu?’ Ia menjawab: ‘Aku berperang semata-mata karena Engkau sehingga aku mati syahid.’ Allah berfirman: ‘Engkau dusta! Engkau berperang supaya dikatakan seorang yang gagah berani. Memang demikianlah yang telah dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeret orang itu atas mukanya (tertelungkup), lalu dilemparkan ke dalam neraka. Berikutnya orang (yang diadili) adalah seorang yang menuntut ilmu dan mengajarkannya serta membaca al-Qur`an. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun mengakuinya. Kemudian Allah menanyakannya: ‘Amal apakah yang telah engkau lakukan dengan kenikmatan-kenikmatan itu?’ Ia menjawab: ‘Aku menuntut ilmu dan mengajarkannya, serta aku membaca al Qur`an hanyalah karena engkau.’ Allah berkata: ‘Engkau dusta! Engkau menuntut ilmu agar dikatakan seorang ‘alim (yang berilmu) dan engkau membaca al-Qur`an supaya dikatakan (sebagai) seorang qari’ (pembaca al-Qur`an yang baik). Memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeret atas mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka. Berikutnya (yang diadili) adalah orang yang diberikan kelapangan rezeki dan berbagai macam harta benda. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun mengenalinya (mengakuinya). Allah bertanya: ‘Apa yang engkau telah lakukan dengan nikmat-nikmat itu?’ Dia menjawab: ‘Aku tidak pernah meninggalkan shadaqah dan infaq pada jalan yang Engkau cintai, melainkan pasti aku melakukannya semata-mata karena Engkau.’ Allah berfirman: ‘Engkau dusta! Engkau berbuat yang demikian itu supaya dikatakan seorang dermawan (murah hati) dan memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeretnya atas mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka.” (HR. Muslim)

(3) Sebagaimana ulama berpendapat bahwa ayat ini turun berkenaan dengan orang-orang munafik berdasarkan kata riya dan riya identik dengan nifak. Oleh karenanya ayat ini mirip dengan firman Allah ﷻ,

قُلْ اَنْفِقُوْا طَوْعًا اَوْ كَرْهًا لَّنْ يُّتَقَبَّلَ مِنْكُمْ ۗاِنَّكُمْ كُنْتُمْ قَوْمًا فٰسِقِيْنَ

Katakanlah (Muhammad), “Infakkanlah hartamu baik dengan sukarela maupun dengan terpaksa, namun (infakmu) tidak akan diterima. Sesungguhnya kamu adalah orang-orang yang fasik.” (Qs. at-Taubah: 53)

(4) Firman-Nya,

وَلَا يُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَلَا بِالْيَوْمِ الْاٰخِرِ ۗ

“Dan orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan kepada hari kemudian.”

(a) Orang-orang kafir dan munafik yang menginfakan hartanya karena riya biasanya menginfakkan hartanya kepada orang-orang yang mau memujinya atau kepada pihak-pihak yang akan memberikan kepadanya keuntungan dunia.

(b) Mereka tidak percaya bahwa membantu orang miskin dan anak yatim akan bermanfaat baginya di hari akhir. Ini terlihat jelas dalam firman Allah yang menerangkan orang-orang yang mendustakan hari akhir.

  اَرَءَيْتَ الَّذِيْ يُكَذِّبُ بِالدِّيْنِۗ ۞ فَذٰلِكَ الَّذِيْ يَدُعُّ الْيَتِيْمَۙ ۞ وَلَا يَحُضُّ عَلٰى طَعَامِ الْمِسْكِيْنِۗ ۞

“Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Maka itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak mendorong memberi makan orang miskin.” (Qs. al-Ma’un: 1-3)

 

Pelajaran (6) Qarin Syetan

وَمَنْ يَّكُنِ الشَّيْطٰنُ لَهٗ قَرِيْنًا فَسَاۤءَ قَرِيْنًا

“Barangsiapa menjadikan syetan sebagai temannya, maka (ketahuilah) dia (syetan itu) adalah teman yang sangat jahat.”

(1) Kata (الشَّيْطٰنُ) berasal dari kata (شطن) yang berarti jauh, karena syetan jauh dari kebenaran dan dijauhkan dari rahmat Allah. Sebagian mengatakan bahwa (الشَّيْطٰنُ) berasal dari kata (شاط) yang berarti terbakar, yaitu terbakar api neraka. Syetan adalah setiap yang menyebarkan kedurhakkaan dan kerusakan di muka bumi, baik dari jenis jin maupun dari kalangan manusia.

(2) Kata (قرين) artinya teman, atau seseorang yang selalu menyertai orang lain. Qarin ini bisa berupa jin, manusia, atau malaikat. Qarin dari syaita pasti akan mengajak menusia kepada keburukan yang menyebabkan masuk neraka. Beberapa ayat al-Qur’an yang menjelasan hal itu, diantaranya:

(a) Firman Allah ﷺ,

كُتِبَ عَلَيْهِ اَنَّهٗ مَنْ تَوَلَّاهُ فَاَنَّهٗ يُضِلُّهٗ وَيَهْدِيْهِ اِلٰى عَذَابِ السَّعِيْرِ

“(Tentang syetan), telah ditetapkan bahwa siapa yang berkawan dengan dia, maka dia akan menyesatkannya, dan membawanya ke adzab neraka.” (Qs. al-Hajj: 4)

(b) Firman Allah ﷺ,

اِنَّ الشَّيْطٰنَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوْهُ عَدُوًّاۗ اِنَّمَا يَدْعُوْا حِزْبَهٗ لِيَكُوْنُوْا مِنْ اَصْحٰبِ السَّعِيْرِۗ

“Sungguh, syetan itu musuh bagimu, maka perlakukanlah ia sebagai musuh, karena sesungguhnya syetan itu hanya mengajak golongannya agar mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (Qs. Fathir: 6)

 

(c) Firman Allah ﷺ,

وَمَنْ يَّعْشُ عَنْ ذِكْرِ الرَّحْمٰنِ نُقَيِّضْ لَهٗ شَيْطٰنًا فَهُوَ لَهٗ قَرِيْنٌ ۞ وَاِنَّهُمْ لَيَصُدُّوْنَهُمْ عَنِ السَّبِيْلِ وَيَحْسَبُوْنَ اَنَّهُمْ مُّهْتَدُوْنَ ۞ حَتّٰىٓ اِذَا جَاۤءَنَا قَالَ يٰلَيْتَ بَيْنِيْ وَبَيْنَكَ بُعْدَ الْمَشْرِقَيْنِ فَبِئْسَ الْقَرِيْنُ ۞

“Dan barangsiapa berpaling dari pengajaran Allah Yang Maha Pengasih (al-Qur'an), Kami biarkan syetan (menyesatkannya) dan menjadi teman karibnya. Dan sungguh, mereka (syetan-syetan itu) benar-benar menghalang-halangi mereka dari jalan yang benar, sedang mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk. Sehingga apabila orang-orang yang berpaling itu datang kepada Kami (pada hari Kiamat) dia berkata, “Wahai! Sekiranya (jarak) antara aku dan kamu seperti jarak antara timur dan barat! Memang (syetan itu) teman yang paling jahat (bagi manusia).” (Qs. az-Zukhruf: 36-38)

(3) Teman atau kawan yang buruk bisa memperngaruhi seseorang dan menjerumuskan kepada kebinasaan. Oleh karena itu, Rasulullah ﷺ memperingatkan agar berhati-hati mencari teman.

(a) Di dalam hadits Abu Musa al-‘Asyari bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,

  إِنَّمَا مَثَلُ الجليس الصالحُ والجليسُ السوءِ كحامِلِ المسك، ونافخِ الكِيْرِ فحاملُ المسك: إِما أن يُحْذِيَكَ، وإِما أن تبتاع منه، وإِمَّا أن تجِدَ منه ريحا طيِّبة، ونافخُ الكير: إِما أن يَحرقَ ثِيَابَكَ، وإِما أن تجد منه ريحا خبيثَة

 “Perumpamaan teman yang baik dan teman yang buruk adalah seperti penjual minyak wangi dan tukang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberikan hadiah minyak wangi kepadamu, atau engkau akan membeli minyak wangi darinya, atau setidak-tidaknya engkau akan mendapatkan bau semerbak wangi (dari minyak wangi yang ia jual). Adapun bersama tukang pandai besi, engkau bisa terbakar karena apinya, atau jika tidak engkau pasti akan mendapati bau angus.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

(b) Salah satu seorang penyair berkata,

عن المرء لا تسأل وسل عن قرينه فكل قرين بالمقارن يقتدي.

“Tentang seseorang jangan tanya (siapa ia), tapi tanyalah siapa temannya, maka setiap teman akan mengikuti kepada orang yang ia temani.”

 

***

Jakarta, Senin, 25 April 2022.

KARYA TULIS