Karya Tulis
527 Hits

Tafsir An-Najah (Qs.4: 53-57) Bab 221 Kerajaan yang Besar


Kerajaan yang Besar

(Ayat 53-57)

 

اَمْ لَهُمْ نَصِيْبٌ مِّنَ الْمُلْكِ فَاِذًا لَّا يُؤْتُوْنَ النَّاسَ نَقِيْرًاۙ

“Ataukah mereka mempunyai bagian dari kerajaan (kekuasaan), meskipun mereka tidak akan memberikan sedikit pun (kebajikan) kepada manusia”

(Qs. an-Nisa’: 53)

 

Pelajaran (1) Sifat Kikir yang Berlebihan

(1) Ayat ini merupakan sindiran kpeada kaum Yahudi yang senang melakukan maksiat dan pelanggaran terhadap aturan-aturan yang ditetapkan Allah sebagaimana yang telah dijelaskan pada ayat-ayat sebelumnya. Apakah mereka mempunyai alasan sehingga berani melanggar aturan dan berbuat maksiat? Apa karena mereka mempunyai kekuasaan atau sebagian kekuasaan di muka bumi ini? Kendatipun, kekuasaan itu ada tetapi tidak akan memberikan manfaat kepada orang lain. Dan merekapun tidak mau meberikan sedikitpun dari kebajikan tersebut. Hal itu karena sifat kikir dan bakhil yang ada pada diri mereka.

(2) Kata (نَقِيْرًا) mempunyai beberapa arti diantaranya:

(a) Titik di atas biji-bijian.

(b) Sesuatu yang diambil oleh orang dengan jarinya.

(c) Naqir adalah engkau meletakkan ujung ibu jari ke ujung jari telunjuk bagian dalam, kemudian engkau angkat (sesuatu yang sangat kecil).

Semua arti di atas menunjukkan sesuatu yang sedikit, kecil dan remeh.

Maksud kebakhilan kaum Yahudi sampai pada batas tidak mau memberikan kepada orang lain walaupun sesuatu yang sedikit, kecil dan remeh.

 

Pelajaran (2) Nikmat Kenabian

اَمْ يَحْسُدُوْنَ النَّاسَ عَلٰى مَآ اٰتٰىهُمُ اللّٰهُ مِنْ فَضْلِهٖۚ فَقَدْ اٰتَيْنَآ اٰلَ اِبْرٰهِيْمَ الْكِتٰبَ وَالْحِكْمَةَ وَاٰتَيْنٰهُمْ مُّلْكًا عَظِيْمًا

“Ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) karena karunia yang telah diberikan Allah kepadanya? Sungguh, Kami telah memberikan Kitab dan Hikmah kepada keluarga Ibrahim, dan Kami telah memberikan kepada mereka kerajaan (kekuasaan) yang besar.” (Qs. an-Nisa’: 54)

(1) Ayat ini menunjukkan alasan lain mengapa kaum Yahudi sering melanggar aturan-aturan agama, yaitu merasa iri dengan apa yang Allah berikan kepada Nabi Muhammad, berupa kenabian. Mereka menghendaki agar seluruh kenabian berasal dari Bani Israil, tidak berasal dari banga Arab.

(2) Hasadnya kaum Yahudi terhadap kenabian Nabi Muhammad ﷺ, disebut di dalam firman Allah ﷻ,

وَدَّ كَثِيْرٌ مِّنْ اَهْلِ الْكِتٰبِ لَوْ يَرُدُّوْنَكُمْ مِّنْۢ بَعْدِ اِيْمَانِكُمْ كُفَّارًاۚ حَسَدًا مِّنْ عِنْدِ اَنْفُسِهِمْ مِّنْۢ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْحَقُّ ۚ فَاعْفُوْا وَاصْفَحُوْا حَتّٰى يَأْتِيَ اللّٰهُ بِاَمْرِهٖ ۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

“Banyak di antara Ahli Kitab menginginkan sekiranya mereka dapat mengembalikan kamu setelah kamu beriman, menjadi kafir kembali, karena rasa dengki dalam diri mereka, setelah kebenaran jelas bagi mereka. Maka maafkanlah dan berlapang-dadalah, sampai Allah memberikan perintah-Nya. Sungguh, Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” (Qs. al-Baqarah: 109)

(3) Kata (النَّاسَ) di sini maksudnya adalah Nabi Muhammad ﷺ. Ini masuk dalam kategori kata yang bersifat umum, yaitu (النَّاسَ) tetapi yang dimaksud adalah sesuatu yang khusus, yaitu Nabi Muhammad ﷺ. Ini mirip dengan firman Allah ﷻ,

اَلَّذِيْنَ قَالَ لَهُمُ النَّاسُ اِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوْا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ اِيْمَانًاۖ وَّقَالُوْا حَسْبُنَا اللّٰهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ

 “(Yaitu) orang-orang (yang menaati Allah dan Rasul) yang ketika ada orang-orang mengatakan kepadanya, “Orang-orang (Quraisy) telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka,” ternyata (ucapan) itu menambah (kuat) iman mereka dan mereka menjawab, “Cukuplah Allah (menjadi penolong) bagi kami dan Dia sebaik-baik pelindung.” (Qs. Ali ‘Imran: 173)

Pada ayat ini yang dimaksud (النَّاسَ) adalah Nu’man bin Mas’ud, sedangkan kata (النَّاسَ) yang kedua adalah orang-orang syirik Mekkah.

(4) Kata (مِنْ فَضْلِه) “karunia Allah” maksudnya adalah kenabian.

 

Pelajaran (3) Kerajaan yang Besar

فَقَدْ اٰتَيْنَآ اٰلَ اِبْرٰهِيْمَ الْكِتٰبَ وَالْحِكْمَةَ وَاٰتَيْنٰهُمْ مُّلْكًا عَظِيْمًا

 “Sungguh, Kami telah memberikan Kitab dan Hikmah kepada keluarga Ibrahim, dan Kami telah memberikan kepada mereka kerajaan (kekuasaan) yang besar.” (Qs. an-Nisa’: 54)

(1) Ayat ini sebagai jawaban atas kedengkian kaum Yahudi dan rasa hasad mereka terhadap Nabi Muhammad yang dipilh oleh Allah sebagai nabi. Maksudnya bahwa mereka seharusnya tidak perlu hasad dan iri hati, karena sebelumnya Allah telah memberikan kepada keluarga, Nabi Ibrahim, yaitu Nabi Ishaq, Nabi Ya’kub, serta nabi-nabi Bani Israil al-Kitab dan hikmah. Bahkan memberikan kepada Nabi Daud dan Nabi Sulaiman kerjaan yang besar. Hal ini sesuai dengan firman-Nya,

يٰدَاوٗدُ اِنَّا جَعَلْنٰكَ خَلِيْفَةً فِى الْاَرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ الْهَوٰى فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۗاِنَّ الَّذِيْنَ يَضِلُّوْنَ عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيْدٌ ۢبِمَا نَسُوْا يَوْمَ الْحِسَابِ ࣖ

“Wahai Dawud! Sesungguhnya engkau Kami jadikan khalifah (penguasa) di bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu, karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah. Sungguh, orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.” (Qs. Shad: 26)

Juga di dalam firman Allah ﷻ,

قَالَ رَبِّ اغْفِرْ لِيْ وَهَبْ لِيْ مُلْكًا لَّا يَنْۢبَغِيْ لِاَحَدٍ مِّنْۢ بَعْدِيْۚ اِنَّكَ اَنْتَ الْوَهَّابُ

“Dia (Sulaiman) berkata, “Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh siapa pun setelahku. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Pemberi.” (Qs. Shad: 35)

(2) Firman-Nya (مُّلْكًا عَظِيْمًا) “kerajaan yang besar” yang dimaksud pada ayat ini. Para ulama berbeda pendapat maknanya, sebagai berikut:

(a) Yaitu para malaikat yang membantu dan mendukung keluarga Nabi Ibrahim.

(b) Yaitu kerajaan Nabi Daud dan beliau dihalalkan untuk menikah dengan 100 istri.

(c) Yaitu kerajaan Nabi Sulaiman dan beliau dihalalkan untuk menikah dengan 1000 istri, yang terdiri dari 300 perempuan merdeka dan 700 perempuan budak.

Ini sekaligus membantah pernyataan kaum Yahudi yang melecehkan Nabi Muhammad dengan mengatakan “Kalau seandainya Muhammad adalah Nabi, mestinya dia tidak akan menikah dengan istri yang banyak, tetapi dia akan sibuk untuk mengurusi kenabiannya.”

(3) Al-Qurthubi menjelaskan hikmah di balik banyaknya istri para nabi, diantaranya:

(a) Dengan banyak menikah, maka keluarganya bertambah banyak. Karena setiap wanita mempunyai dua keluarga, keluarga dari ayahnya dan keluarga dari ibunya. Semua keluarga itu akan membantunya di dalam berdakwah dan menjadi kekuatan baru baginya.

(b) Orang yang lebih kuat takwanya, akan lebih kuat syahwatnya. Karena orang yang tidak bertakwa dia akan sering melihat dan memegang sesuatu yang haram. Di dalam hadits disebutkan bahwa dua mata dan dua tangan ikut berzina. Orang yang berbuat seperti itu, syahwatnya akan berkurang, karena sebagian telah dilampiaskan lewat pandangan dan sentuhan. Adapun orang yang jarang melakukan kemaksiatan seperti itu, sehingga syahwatnya terkumpul banyak di dalam dirinya sehingga dia menjadi lebih kuat ketika berhubungan intim dengan istrinya. Berkata Abu Bakar al-Warraq, “Setiap syahwat akan membuat hati menjadi buram, kecuali jima’ (melakukan hubungan intim dangan istri) hal itu membuat hati menjadi lebih bersih dan cerah. Itulah yang dilakukan para nabi.”

 

Pelajaran (4) Mereka yang Berpaling

فَمِنْهُمْ مَّنْ اٰمَنَ بِهٖ وَمِنْهُمْ مَّنْ صَدَّ عَنْهُ ۗ وَكَفٰى بِجَهَنَّمَ سَعِيْرًا

“Maka di antara mereka (yang dengki itu), ada yang beriman kepadanya dan ada pula yang menghalangi (manusia beriman) kepadanya. Cukuplah (bagi mereka) neraka Jahanam yang menyala-nyala apinya.” (Qs. an-Nisa: 55)

(1) Walaupun keluarga Nabi Ibrahim, yaitu Bani Israil, sudah diberikan al-Kitab, hikmah dan kekuasaan yang besar, tetapi sebagian dari mereka ada yang beriman kepada kenikmatan tersebut dan sebagian yang lain mengkufuri serta menghalangi manusia untuk beriman kepadanya. Padahal para nabi dan para raja itu berasal dari Bani Israil (golongan mereka sendiri) mereka tetap saja berselisih. Maka bagaimana pula dengan Nabi Muhammad ﷺ yang bukan dari kalangan mereka. Tentunya mereka akan lebih menentangnya.

(2) Sebagian ulama memahami bahwa yang dimaksud dalam ayat ini adalah sebagain kaum Yahudi beriman kepada Nabi Muhammad ﷺ, tetapi sebagian lainnya menentangnya.

(3) Oleh karena itu, Allah mengancam orang-orang yang berpaling dan tidak mau beriman kepada para nabi terdahulu dan tidak pula mau beriman kepada Nabi Muhammad ﷺ dengan api neraka yang menyala-nyala.

 

Pelajaran (5) Orang Kafir Masuk Neraka

اِنَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا بِاٰيٰتِنَا سَوْفَ نُصْلِيْهِمْ نَارًاۗ كُلَّمَا نَضِجَتْ جُلُوْدُهُمْ بَدَّلْنٰهُمْ جُلُوْدًا غَيْرَهَا لِيَذُوْقُوا الْعَذَابَۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَزِيْزًا حَكِيْمًا

“Sungguh, orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, kelak akan Kami masukkan ke dalam neraka. Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti dengan kulit yang lain, agar mereka merasakan azab. Sungguh, Allah Maha-perkasa, Mahabijaksana.” (Qs. an-Nisa’: 56)

(1) Pada ayat sebelumnya dijelaskan bahwa orang-orang Yahudi yang menentang para rasul dan Nabi Muhammad ﷺ akan dimasukkan ke dalam neraka. Maka pada ayat ini dijelaskan bahwa orang-orang kafir selain kaum Yahudi juga akan dimasukkan ke dalam neraka.

(2) Pada ayat sebelumnya dijelaskan sifat neraka Jahannam yang apinya terus menyala-nyala, maka pada ayat ini dijelaskan keadaan penghuninya yang terus menerus disiksa tiada henti-hentinya.

Pelajaran (6) Mengganti Kulit yang Hangus

كُلَّمَا نَضِجَتْ جُلُوْدُهُمْ بَدَّلْنٰهُمْ جُلُوْدًا غَيْرَهَا لِيَذُوْقُوا الْعَذَابَۗ

“Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti dengan kulit yang lain, agar mereka merasakan adzab.”

(1) Para ulama berbeda pendapat dalam menafsirkan ayat di atas.

(a) Setiap kulitnya terbakar dan hangus, maka akan diganti dengan kulit yang baru.

(b) Yang dimaksud kulit disini adalah sarabil (pakaian), sebagaimana di dalam firman Allah ﷻ,

سَرَابِيْلُهُمْ مِّنْ قَطِرَانٍ وَّتَغْشٰى وُجُوْهَهُمُ النَّارُۙ

“Pakaian mereka dari cairan aspal, dan wajah mereka ditutup oleh api neraka.” (Qs. Ibrahim: 50)

(c) Setiap kulitnya terbakar dan hangus, maka kulit yang lama dikembalikan lagi seperti semula (sebelum terbakar).

Berkata Muqatil, “Api membakar mereka setiap hari tujuh kali.”

(2) Ayat ini mirip dengan firman Allah ﷻ,

كُلَّمَا خَبَتْ زِدْنٰهُمْ سَعِيْرًا

“Setiap kali nyala api Jahanam itu akan padam, Kami tambah lagi nyalanya bagi mereka.” (Qs. al-Isra’: 97)

(3) Tujuan kulit yang sudah dibakar diganti dengan kulit yang baru adalah supaya mereka merasakan siksaan secara terus menerus.

لِيَذُوْقُوا الْعَذَابَۗ

“Agar mereka merasakan adzab.”

(4) Ini sekaligus membantah orang-orang zindiq yang menyatakan, “Mengapa kulitnya yang dibakar, padahal dia tidak berdosa? Maka jawabannya bahwa yang disiksa adalah orangnya yang melakukan maksiat, ketika kulitnya dibakar, maka yang merasa sakit adalah orangnya.”

(5) Di dalam penelitian ilmiah disebutkan bahwa syaraf yang terdapat di kulit merupakan syaraf yang paling sensitif terhadap pengaruh panas dan dingin. Ini menunjukkan bahwa ayat ini termasuk dalam mukjizat ilmiah dalam al-Qur’an.

(6) Allah Maha Perkasa (اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَزِيْزًا حَكِيْمًا)

Ayat ini ditutup dengan dua nama Allah.

(a) Kata (عَزِيْزًا) artinya yang Maha Perkasa. Berkuasa untuk menjatuhkan siksa kepada yang dikehendaki-Nya. Dan tidak ada satupun yang mampu menghalangi-Nya.

(b) Kata (حَكِيْمًا) artinya yang Maha Bijaksana di dalam menentukan hukuman bagi setiap orang. Mereka tidaklah disiksa, kecuali sesuai dengan perbuatan mereka selama di dunia.

 

Pelajaran (7) Naungan dalam Surga

وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ سَنُدْخِلُهُمْ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُ خٰلِدِيْنَ فِيْهَآ اَبَدًاۗ لَهُمْ فِيْهَآ اَزْوَاجٌ مُّطَهَّرَةٌ ۙ وَّنُدْخِلُهُمْ ظِلًّا ظَلِيْلًا

“Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, kelak akan Kami masukkan ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Di sana mereka mempunyai pasangan-pasangan yang suci, dan Kami masukkan mereka ke tempat yang teduh lagi nyaman.” (Qs. an-Nisa’: 57)

(1) Setelah menjelaskan keadaan orang-orang kafir di neraka, pada ayat ini Allah menjelaskan keadaan orang-orang beriman dan beramal shalih di dalam surga. Perbandingan ini bertujuan agar orang yang mendengar atau membaca al-Qur’an bisa berfikir dengan nalar sehat jalan mana yang akan mereka pilih dan tempuh untuk kebahagiaan hidup mereka di dunia dan di akhirat.

(2) Orang-orang beriman dan beramal shalih akan dimasukkan ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai bersama pasangan-pasangan mereka yang suci dan mereka kekal di dalamnya.

(3) Firman Allah (اَزْوَاجٌ مُّطَهَّرَةٌ) “pasangan-pasangan yang suci”, yaitu suci dalam dua hal:

(a) Suci hati dari kedengkian, kecmburuan, kebohongan, kepura-puraan, dendam dan kotoran-kotoran hati lainnya.

(b) Suci dari kotoran badan seperti, darah haid, nifas, istihadhah, kencing, dan kotoran-kotoran badan lainnya.

(4) Firman Allah (ظِلًّا ظَلِيْلًا) “Tempat teduh dan nyaman.”

Mereka selalu berada dalam naungan Allah sehingga tidak merasa kepanasan dari terik sinar matahari dan tidak pula merasa kedinginan. Naungan di sini berupa naungan pohon-pohon yang rindang dan naungan istana yang indah.

(5) Sebagian salah bentuk perbandingan antara dua ayat di atas adalah:

(a) Pada ayat 56 ketika memberikan ancaman kepada orang-orang kafir bahwa mereka akan masuk neraka, Allah menggunakan kata (سَوْفَ) yang menunjukkan sesuatu yang akan datang tetapi waktunya agak lama. Ini mengesankan bahwa orang-orang kafir, walaupun mereka hidup lama dalam kesenangan dan kenikamatan yang mereka rasakan di dunia, tetapi pada akhirnya kan mati juga, dan masuk ke dalam neraka. Kadang lamanya hidup di dunia untuk memberi kesempatan untuk mereka berfikir, merenung dan bertaubat kepada Allah sebelum datangnya kematian.

(b) Adapun pada ayat 57, ketika Allah menjanjikan orang-orang beriman bahwa mereka akan masuk surga digunakan huruf (س) dalam firman-Nya (سَنُدْخِلُهُمْ) yang digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang akan datang dan waktunya relative lebih cepat disbanding penggunaan kata (سَوْفَ). Hal ini memberikan isyarat bahwa orang-orang beriman, walaupun panjangnya penderitaan yang mereka alami di dunia, ujian demi ujian yang mereka hadapi di jalan Allah, kesulitan demi kesulitan yang mereka dapatkan dalamrangka mencari ridha Allah dan meraih surga-Nya. Itu semua hanyalah sebentar dan tidak lama, karena mereka akan segera masuk surga, sebagaimana yang dijanjikan Allah pada ayat di atas.

 

***

Jakarta, Kamis, 28 April 2022.

KARYA TULIS