Karya Tulis
733 Hits

Tafsir An-Najah (Qs. 4: 78-79) Bab 230 Semua Datang dari Allah


Semua Datang dari Allah

(Ayat 78-79)

 

اَيْنَمَا تَكُوْنُوْا يُدْرِكْكُّمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِيْ بُرُوْجٍ مُّشَيَّدَةٍ ۗ وَاِنْ تُصِبْهُمْ حَسَنَةٌ يَّقُوْلُوْا هٰذِهٖ مِنْ عِنْدِ اللّٰهِ ۚ وَاِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ يَّقُوْلُوْا هٰذِهٖ مِنْ عِنْدِكَ ۗ قُلْ كُلٌّ مِّنْ عِنْدِ اللّٰهِ ۗ فَمَالِ هٰٓؤُلَاۤءِ الْقَوْمِ لَا يَكَادُوْنَ يَفْقَهُوْنَ حَدِيْثًا

“Di manapun kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu berada di dalam benteng yang tinggi dan kukuh. Jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan, ‘Ini dari sisi Allah,’ dan jika mereka ditimpa suatu keburukan, mereka mengatakan, ‘Ini dari engkau (Muhammad).’ Katakanlah, ‘Semuanya (datang) dari sisi Allah.’ Maka mengapa orang-orang itu (orang-orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan (sedikit pun)?’”

(Qs. an-Nisa’: 78)

 

Pelajaran (1) Kematian Menjemput-Mu

(1) Ayat ini merupakan lanjutan dari ayat sebelumnya yaitu ketika orang-orang munafik tidak mau berjihad dan menghendaki kewajiban jihad dihapus dengan alasan jihad itu menyebabkan kematian. Maka pada ayat ini Allah menjelaskan kepada mereka bahwa dimana saja mereka berada, baik di medan jihad maupun di rumah, bahkan walaupun di dalam benteng yang kokoh, kematian itu akan mendatanginya.

(2) Ayat ini mirip dengan jawaban Allah kepada orang-orang munafik yang menyalahkan para sahabat yang ikut Perang Uhud, sehingga banyak dari mereka yang gugur di medan perang. Jawaban tersebut terdapat di dalam firman Allah ﷻ,

قُلْ لَّوْ كُنْتُمْ فِيْ بُيُوْتِكُمْ لَبَرَزَ الَّذِيْنَ كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقَتْلُ اِلٰى مَضَاجِعِهِمْ ۚ

“Katakanlah (Muhammad), ‘Meskipun kamu ada di rumahmu, niscaya orang-orang yang telah ditetapkan akan mati terbunuh itu keluar (juga) ke tempat mereka terbunuh’.” (Qs. Ali ‘Imran: 154)

(3) Hal ini dikuatkan dengan ayat-ayat lain, diantaranya:

(a) Firman Allah ﷻ,

قُلْ اِنَّ الْمَوْتَ الَّذِيْ تَفِرُّوْنَ مِنْهُ فَاِنَّهٗ مُلٰقِيْكُمْ ثُمَّ تُرَدُّوْنَ اِلٰى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ ࣖ

“Katakanlah, ‘Sesungguhnya kematian yang kamu lari dari padanya, ia pasti menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan’.” (Qs. al-Jumu’ah: 8)

(b) Firman Allah ﷻ,

كُلُّ نَفْسٍ ذَاۤىِٕقَةُ الْمَوْتِۗ وَنَبْلُوْكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً ۗوَاِلَيْنَا تُرْجَعُوْنَ

“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kamu akan dikembalikan hanya kepada Kami.” (Qs. al-Anbiya’: 35)

(c) Firman Allah ﷻ,

كُلُّ نَفْسٍ ذَاۤىِٕقَةُ الْمَوْتِۗ وَاِنَّمَا تُوَفَّوْنَ اُجُوْرَكُمْ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ ۗ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَاُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ وَمَا الْحَيٰوةُ الدُّنْيَآ اِلَّا مَتَاعُ الْغُرُوْرِ

“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Dan hanya pada hari Kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasanmu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh, dia memperoleh kemenangan. Kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang memperdaya.” (Qs. Ali ‘Imran: 185)

Zuhair bin Sullam menuliskan syair,

ومن هاب أسباب المنايا ينلنه … ولو رام أسباب السماء بسلّم

“Siapa pun yang takut terhadap penyebab kematian akan mencapainya ... bahkan jika dia mencari penyebab surga dengan tangga.”

 

Pelajaran (2) Pembawa Sial

وَاِنْ تُصِبْهُمْ حَسَنَةٌ يَّقُوْلُوْا هٰذِهٖ مِنْ عِنْدِ اللّٰهِ ۚ وَاِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ يَّقُوْلُوْا هٰذِهٖ مِنْ عِنْدِكَ ۗ

“Jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan, ‘Ini dari sisi Allah,’ dan jika mereka ditimpa suatu keburukan, mereka mengatakan, ‘Ini dari engkau (Muhammad).”

(1) Setelah menjawab kekeliruan orang-orang munafik yang menyakini bahwa tidak ikut berperang itu bisa menghindarkan dari kematian. Pada ayat ini Allah menjawab kekeliruan orang-orang munafik yang lain.

(2) Orang-orang munafik itu mengatakan bahwa kebaikan yang mereka dapat itu berasal dari Allah. Sedangkan bencana dan musibah yang menimpa mereka penyebabnya adalah Nabi Muhammad ﷺ. Mereka mengatakan bahwa gara-gara perintah Nabi ﷺ. Bagaimana bisa demikian? Mereka mengatakan bahwa gara-gara perintah Nabi ﷺ untuk berperang, banyak para sahabat yang gugur di medan perang. Gara gara perintah Nabi ﷺ tersebut, mereka kehilangan sanak saudara dan sebagian dari harta mereka. Intinya mereka menganggap Nabi Muhammad ﷺ sebagai pembawa sial.

(3) Perkataan ini pernah disampaikan Firaun kepada Nabi Musa ‘alaihi as-salam, sebagaimana dalam firman-Nya,

فَاِذَا جَاۤءَتْهُمُ الْحَسَنَةُ قَالُوْا لَنَا هٰذِهٖ ۚوَاِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ يَّطَّيَّرُوْا بِمُوْسٰى وَمَنْ مَّعَهٗۗ

 “Kemudian apabila kebaikan (kemakmuran) datang kepada mereka, mereka berkata, “Ini adalah karena (usaha) kami.” Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan pengikutnya.” (Qs. al-A’raf: 131)

 

Pelajaran (3) Semua Datang dari Allah

قُلْ كُلٌّ مِّنْ عِنْدِ اللّٰهِ ۗ فَمَالِ هٰٓؤُلَاۤءِ الْقَوْمِ لَا يَكَادُوْنَ يَفْقَهُوْنَ حَدِيْثًا

“Katakanlah, ‘Semuanya (datang) dari sisi Allah.’ Maka mengapa orang-orang itu (orang-orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan (sedikit pun)?’”

(1) Ini adalah jawaban Allah atas kekeliruan orang-orang munafik yang mengatakan bahwa kebaikan berasal dari Allah, dan musibah penyebabnya adalah Nabi. Jawaban ini menyatakan bahwa kebaikan dan musibah semuanya berasal dan atas izin Allah.

(2) Pernyataan bahwa kebaikan dan keburukan semuanya dari Allah mirip dengan keyakinan tentang Qadha’ dan Qadar yang meliputi takdir yang baik dan takdir yang buruk.

Ini mirip juga dengan kisah Nabi Musa. Ketika Firaun mengatakan bahwa Nabi Musa adalah pembawa sial, sebagaimana dalam firman-Nya,

اَلَآ اِنَّمَا طٰۤىِٕرُهُمْ عِنْدَ اللّٰهِ وَلٰكِنَّ اَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُوْنَ

“Ketahuilah, sesungguhnya nasib mereka di tangan Allah, namun kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (Qs. al-A’raf: 131)

(3) Sesuatu yang baik atau takdir yang baik berasal dari Allah, bisa dipahami oleh banyak orang, karena Allah selalu memberikan kebaikan kepada makhluk-Nya. Tetapi yang sulit dipahami oleh kebanyakan orang adalah takdir buruk yang berasal dari Allah. Bagaimana Allah memberikan kepada makhluk-Nya?

(a) Maksud dari pernyataan di atas, bahwa seorang hamba merasakan keburukan dari suatu takdir, bukan takdir Allah yang buruk. Seperti seseorang yang ditakdirkan mengalami kecelakaan yang menyebabkan kakinya patah. Orang tersebut merasakan sakit yang berkepanjangan akibat kecelakaan tersebut. Inilah yang dimaksud dengan takdir yang buruk

(b) Atau maksudnya bahwa takdir yang buruk di mata manusia, tapi tidak mesti buruk di mata Allah ﷻ.

(4) Takdir buruk tidak serta merta berakibat buruk kepada seseorang yang tertimpa takdir tersebut. Seringkali justru malah membawa kabaikan baginya atau bagi orang lain. Jadi ada dua kebaikan yang mungkin di dapat dari suatu takdir yang buruk.

(a) Pertama, kebaikan yang akan didapat oleh orang yang bersangkutan. Dalilnya adalah firman Allah ﷻ,

كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَّكُمْ ۚ وَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۚ وَعَسٰٓى اَنْ تُحِبُّوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ ۗ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ وَاَنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ ࣖ

“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak menyenangkan bagimu. Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (Qs. al-Baqarah: 216)

Beberapa contoh dari masalah ini:

  • Nabi Yusuf ditakdirkan masuk ke dalam sumur dan dijebloskan ke dalam penjara. Tetapi takdir yang kelihatan buruk di mata manusia itu ternyata mengantarkannya kepada kekuasaan di Mesir.
  • Nabi Musa waktu masih bayi dihanyutkan ke Sungai Nil. Hal itu adalah sesuatu yang buruk, tetapi hal itu justru mengantarkannya ke istana Fir’aun dan menyelamatkannya dari pembunuhan.
  • Seseorang pasien disuntik oleh dokter, sehingga dia merasakan sakit, atau diamputasi kakinya sehingga dia tidak punya kaki. Itu semua baginya adalah sesuatu yang buruk tetapi membawa manfaat baginya sehingga dia sembah dan selamat dari kematian.

(b) Kedua, kebaikan yang didapat oleh orang lain dari musibah yang menimpa seseorang karena kesalahan yang dilakukannya. Contohnya: anak muda yang naik motor dengan kecapean kecepatan tinggi tanpa menggunakan helm, akhirnya anak muda tersebut mengalami kecelakaan dengan luka serius yang mengenai kepalanya. Takdir buruk menimpa anak muda akan menjadi pelajaran bagi orang lain supaya berhati-hati di dalam mengendarai sepeda motor dan menggunakan helm.

Begitu juga musibah yang menimpa kaum ‘Ad, kaum Tsamud, kaum Luth, serta Fir’aun akan dijadikan pelajaran bagi orang-orang yang akan datang agar tidak meniru perbuatan mereka mereka yang menentang para rasul dan bermaksiat kepada Allah. Persoalan seperti yang dijelaskan di atas tidak dipahami oleh kebanyakan orang, apalagi oleh orang-orang munafik.

 

Pelajaran (4) Kesalahan Manusia

مَآ اَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللّٰهِ ۖ وَمَآ اَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَّفْسِكَ ۗ وَاَرْسَلْنٰكَ لِلنَّاسِ رَسُوْلًا ۗ وَكَفٰى بِاللّٰهِ شَهِيْدًا

“Kebajikan apa pun yang kamu peroleh, adalah dari sisi Allah, dan keburukan apa pun yang menimpamu, itu dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu (Muhammad) menjadi Rasul kepada (seluruh) manusia. Dan cukuplah Allah yang menjadi saksi.” (Qs. an-Nisa’: 79)

(1) Perbedaan ayat sebelumnya dengan ayat ini yaitu. Firman Allah ﷻ,

قُلْ كُلٌّ مِّنْ عِنْدِ اللّٰهِ ۗ

“Katakanlah, ‘Semuanya (datang) dari sisi Allah’.”

Maksudnya semua kejadian yang baik maupun yang buruk, semuanya bisa terjadi karena izin dari Allah dan atas kehendak-Nya.

Adapun firman Allah pada ayat ini,

مَآ اَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللّٰهِ ۖ وَمَآ اَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَّفْسِكَ ۗ

“Kebajikan apa pun yang kamu peroleh, adalah dari sisi Allah, dan keburukan apa pun yang menimpamu, itu dari (kesalahan) dirimu sendiri.”

Maksudnya adalah pada hukum sebab akibat yang terjadi di alam kehidupan manusia. Contohnya: orang yang rajin belajar, dia akan sukses; sebaliknya orang yang malas belajar, dia akan gagal.

Pada ayat sebelumnya mengandung arti “sukses dan gagal adalah takdir Allah, terjadi dengan izin dan kehendak-Nya.”

Dan ayat ini mengandung arti: “sukses itu disebabkan karena seseorang rajin belajar, dan gagal itu akibat seseorang malas belajar.” Semuanya terjadi atas izin Allah.

Yang pertama penekanannya pada takdir ketetapan Allah, sedangkan yang kedua penekanannya pada perbuatan manusia yang mengakibatkan suatu kejadian.

(2) Ayat di atas (79) mirip dengan firman Allah di dalam surah Ali ‘Imran tentang msuibah kekalahan yang menimpa umat Islam pada Perang Uhud. Allah ﷻ berfirman,

اَوَلَمَّآ اَصَابَتْكُمْ مُّصِيْبَةٌ قَدْ اَصَبْتُمْ مِّثْلَيْهَاۙ قُلْتُمْ اَنّٰى هٰذَا ۗ قُلْ هُوَ مِنْ عِنْدِ اَنْفُسِكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

“Dan mengapa kamu (heran) ketika ditimpa musibah (kekalahan pada Perang Uhud), padahal kamu telah menimpakan musibah dua kali lipat (kepada musuh-musuhmu pada Perang Badar) kamu berkata, ‘Dari mana datangnya (kekalahan) ini?’ Katakanlah, ‘Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri.’ Sungguh, Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” (Qs. Ali ‘Imran: 165)

Ayat di atas menunjukkan bahwa kekalahan kaum muslimin dalam Perang Uhud adalah takdir dari Allah, sebagaimana dalam firman-Nya,

وَمَآ اَصَابَكُمْ يَوْمَ الْتَقَى الْجَمْعٰنِ فَبِاِذْنِ اللّٰهِ وَلِيَعْلَمَ الْمُؤْمِنِيْنَۙ

“Dan apa yang menimpa kamu ketika terjadi pertemuan (pertempuran) antara dua pasukan itu adalah dengan izin Allah, dan agar Allah menguji siapa orang (yang benar-benar) beriman.” (Qs. Ali ‘Imran: 166)

Tetapi penyebabnya karena kelalaian pasukan  panah yang meninggalkan posisi mereka sebelum ada perintah dari Rasulullah. Jadi tidak bertentangan antara (Qs. Ali ‘Imran: 166) yang menyatakan kekalahan umat Islam dalam Perang Uhud karena izin Allah dengan (Qs. Ali ‘Imran: 165) yang menyatakan kekalahan tersebut karena kelalaian pasukan Islam.

(3) Seorang utusan.

وَاَرْسَلْنٰكَ لِلنَّاسِ رَسُوْلًا ۗ وَكَفٰى بِاللّٰهِ شَهِيْدًا

“Kami mengutusmu (Muhammad) menjadi Rasul kepada (seluruh) manusia. Dan cukuplah Allah yang menjadi saksi.”

Ayat ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad diutus sebagai seorang Rasul, menyampaikan ayat-ayat al-Qur’an, dan mengajak manusia kepada kebaikan. Tidak ada hubungannya dengan peristiwa-peristiwa buruk yang menimpa manusia. Beliau bukanlah pembawa sial, sebagaimana yang dituduhan orang-orang kafir dan munafik.

Begitu juga yang dituduhkan kepada para rasul sebelumnya, sebagai pembawa sial. Padahal tugas mereka hanyalah menyampaikan dan mengajak kepada kebenaran.

Cukup bagi Allah sebagai saksi atas semua itu.

 

***

Jakarta, Selasa, 3 Mei 2022.

KARYA TULIS