Karya Tulis
812 Hits

Tafsir An-Najah (Qs. 4: 86-87) Bab 234 Kata Penghormatan


Kata Penghormatan

(Ayat 86-87)

 

وَاِذَا حُيِّيْتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوْا بِاَحْسَنَ مِنْهَآ اَوْ رُدُّوْهَا ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ حَسِيْبًا

“Dan apabila kamu dihormati dengan suatu (salam) penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (penghormatan itu, yang sepadan) dengannya. Sungguh, Allah memperhitungkan segala sesuatu.”

(Qs. an-Nisa’: 86)

 

Pelajaran (1) Kata Penghormatan

(1) Menjalin hubungan sesama muslim bisa dengan cara memberikan kepadanya syafa’at yang baik sebagaimana yang dijelaskan pada ayat sebelumnya. Pada ayat ini disebutkan cara lain untuk menjalin hubungan antara sesama muslim, yaitu mengucapkan salam.

(2) Kata (التحية) berasal dari kata (الحياة) yang berarti kehidupan. Orang yang mengucapkan (tahiyat) kepada seseorang berarti dia mendoakan untuknya panjang umur. Sebagian ulama mengatakan bahwa makna (at-Tahiyat) adalah kerajaan atau kekuasaan, karena dahulu ini diucapkan khusus untuk raja, agar panjang umur dan kekuasaannya langgeng.

(3) Ketika Islam datang, kita diperintahkan untuk membaca ketika salat,

التحيات لله

“Kerajaan itu milik Allah.”

Atau bisa diartikan, “Keselamatan untuk Allah dari segala kekurangannya.” Atau “keberkahan untuk-Nya.” Atau “Hidup dan sumber hidup dari-Nya saja.”

(4) Kemudian (at-Tahiyat) ini digunakan untuk penghormatan antara sesama.

(a) Islam mengajarkan jika bertemu dengan saudaranya muslim untuk mengucapkan (at-Tahiyat) yang berbunyi,

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

“Semoga Allah melimpahkan kepadamu keselamatan, rahmat dan keberkahan.”

(b) Allah memberikan salam ini kepada ahli surga, sebagaimana di dalam firman-Nya,

سَلٰمٌۗ قَوْلًا مِّنْ رَّبٍّ رَّحِيْمٍ

“(Kepada mereka dikatakan), ‘Salam,’ sebagai ucapan selamat dari Tuhan Yang Maha Penyayang.” (Qs. Yasin: 58)

(c) Penghuni surga dipersilahkan masuk dengan ucapan salam, Allah berfirman,

ادْخُلُوْهَا بِسَلٰمٍ ۗذٰلِكَ يَوْمُ الْخُلُوْدِ

“Masuklah ke (dalam surga) dengan aman dan damai. Itulah hari yang abadi.” (Qs. Qaf: 34)

(d) Malaikat memberikan salam dipersilahkan masuk dengan ucapan salam, Allah ﷻ berfirman,

جَنّٰتُ عَدْنٍ يَّدْخُلُوْنَهَا وَمَنْ صَلَحَ مِنْ اٰبَاۤىِٕهِمْ وَاَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيّٰتِهِمْ وَالْمَلٰۤىِٕكَةُ يَدْخُلُوْنَ عَلَيْهِمْ مِّنْ كُلِّ بَابٍۚ ۞ سَلٰمٌ عَلَيْكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِۗ ۞

“(Yaitu) surga-surga ‘Adn, mereka masuk ke dalamnya bersama dengan orang yang saleh dari nenek moyangnya, pasangan-pasangannya, dan anak cucunya, sedang para malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu, (sambil mengucapkan), ‘Selamat sejahtera atasmu karena kesabaranmu.’ Maka alangkah nikmatnya tempat kesudahan itu.” (Qs. ar-Ra’du: 23-24)

(e) Ucapan penghormatan antara penghuni ahli surga adalah salam. Allah berfirman,

دَعْوٰىهُمْ فِيْهَا سُبْحٰنَكَ اللهم وَتَحِيَّتُهُمْ فِيْهَا سَلٰمٌۚ وَاٰخِرُ دَعْوٰىهُمْ اَنِ الْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ ࣖ

“Doa mereka di dalamnya ialah, ‘Subhanakallahumma’ (Mahasuci Engkau, ya Tuhan kami), dan salam penghormatan mereka ialah, ‘Salam’ (salam sejahtera). Dan penutup doa mereka ialah, ‘Alhamdu lillahi Rabbil ‘alamin’ (segala puji bagi Allah Tuhan seluruh alam).” (Qs. Yunus: 10)

 

Pelajaran (2) Hukum-Hukum Tentang Pengucapan Salam

Adapun penjelasan ayat di atas adalah sebagai berikut:

(1) Para ulama berbeda pendapat tentang maksud ayat di atas berkenaan dengan menjawab orang yang bersin, tetapi pendapat ini lemah. Sebagian yang lain mengatakan ayat ini berkenaan dengan hadiah, dengan alasan bahwa salah tidak mungkin dikembalikan seperti semula. Jadi jika seseorang diberi hadiah hendaknya dibalas dengan hadiah yang lebih baik atau yang serupa. Ini juga pendapat yang lemah.

Adapun pendapat yang lebih kuat, bahwa ayat di atas berkenaan dengan menjawab salam. Dalilnya adalah firman Allah ﷻ,

وَاِذَا جَاۤءُوْكَ حَيَّوْكَ بِمَا لَمْ يُحَيِّكَ بِهِ اللّٰهُ ۙ

“Dan apabila mereka datang kepadamu (Muhammad), mereka mengucapkan salam dengan cara yang bukan seperti yang ditentukan Allah untukmu.” (Qs. al-Mujadilah: 8)

Maksud “at-Tahiyat” pada ayat ini adalah mengucapkan salam.

(2) Memulai untuk mengucapkan salam kepada sesaama muslim, hukum sunnah. Sedang menjawab salam hukumnya wajib dengan dalil ayat di atas.

فَحَيُّوْا بِاَحْسَنَ مِنْهَآ اَوْ رُدُّوْهَا ۗ

“Maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (penghormatan itu, yang sepadan) dengannya.”

Perintah untuk membalas pada ayat di atas menunjukkan hukumnya wajib.

(3) Disunnahkan mengucapkan salah kepada orang yang dikenal maupun tidak dikenal dari kaum muslimin. Ini berdasarkan hadits,

إفشاء السلام " أي الإسلام خيرٌ قال: تطعم الطعام ، وتقرأ السلام على من عرفت ومن لم تعرف

“Menyebarkan salaam ‘Islam yang mana yang baik?’ Dia berkata: ‘Kamu memberi makan makanan, dan kamu menyapa orang yang kamu kenal dan yang tidak kamu kenal’.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

(4) Disunnahkan bagi orang yang berkendara mengucapkan salam kepada yang berjalan kaki. Orang yang berjalan kaki kepada orang yang duduk. Yang jumlahnya sedikit kepada yang banyak. Ini berdasarkan hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda,

يُسَلِّمُ الراكِبُ على الماشي، والماشي على القاعد، والقليلُ على الكثير

“Hendaklah yang berkendara mengucapkan salam kepada yang berjalan kaki, dan yang berjalan kaki mengucapkan salam kepada yang duduk, dan yang berjumlah sedikit mengucapkan salam kepada yang berjumlah banyak.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

(5) Tidak dibolehkan mengucapkan salam terlebih dahulu kepada Yahudi dan Nasrani. Ini berdasarkan hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,

لا تَبْدَؤوا اليهود والنصارى بالسَّلام، وإذا لَقِيتُمُوهُمْ في طريق، فاضْطَّرُّوهُمْ إلى أَضْيَقِهِ

“Janganlah kalian memulai mengucapkan salam kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani. Jika kalian bertemu mereka di jalan maka paksalah (pepetlah) mereka ke jalan yang paling sempit (pinggir).”  (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Jika orang Yahudi atau Nasrani mengucapkan salam kepada seorang muslim, maka jawabannya adalah cukup mengucapkan: (وعليكم).

 

Pelajaran (3) Maha Penghitung dan Mencukupi

اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ حَسِيْبًا

“Sungguh, Allah memperhitungkan segala sesuatu.”

(1) Kata (حَسِيْبًا) mempunyai dua arti yaitu penghitung dan pemberi kecukupan.

(2) Di dalam al-Qur’an kata (حَسِيْبًا) yang berhubungan dengan sifat Allah terdapat di tiga tempat, yaitu:

(a) Firman Allah ﷻ,

فَاِذَا دَفَعْتُمْ اِلَيْهِمْ اَمْوَالَهُمْ فَاَشْهِدُوْا عَلَيْهِمْ ۗ وَكَفٰى بِاللّٰهِ حَسِيْبًا

“Kemudian, apabila kamu menyerahkan harta itu kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi. Dan cukuplah Allah sebagai pengawas.” (Qs. an-Nisa’: 6)

Dalam ayat ini kata (حَسِيْبًا) mempunyai dua makna yaitu penghitung dan pemberi kecukupan.

(b) Firman Allah ﷻ,

الَّذِيْنَ يُبَلِّغُوْنَ رِسٰلٰتِ اللّٰهِ وَيَخْشَوْنَهٗ وَلَا يَخْشَوْنَ اَحَدًا اِلَّا اللّٰهَ ۗوَكَفٰى بِاللّٰهِ حَسِيْبًا

“(Yaitu) orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah, mereka takut kepada-Nya dan tidak merasa takut kepada siapa pun selain kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai pembuat perhitungan.” (Qs. al-Ahzab: 39)

(c) Firman Allah di dalam Qs. an-Nisa’: 86 yang sedang di bahas ini. Maka kata (حَسِيْبًا) pada ayat ini juga mengandung dua arti, yaitu: Maha penghitung dan Maha Mencukupi.

(3) Maha Penghitung siapa yang mengucapkan salam pertama kali dan menghitung balasan salam, baik yang lengkap maupun yang tidak lengkap. Dia menghitung juga jumlah salam yang diucapkan dan jumlah salam untuk jawaban. Kemudian pada hari kiamat akan diberikan pahala sesuai dengan jumlah salam yang diucapkan.

 

Pelajaran (4) Tiga Rukun Iman

اَللّٰهُ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَۗ لَيَجْمَعَنَّكُمْ اِلٰى يَوْمِ الْقِيٰمَةِ لَا رَيْبَ فِيْهِ ۗ وَمَنْ اَصْدَقُ مِنَ اللّٰهِ حَدِيْثًا

“Allah, tidak ada tuhan selain Dia. Dia pasti akan mengumpulkan kamu pada hari Kiamat yang tidak diragukan terjadinya. Siapakah yang lebih benar perkataan(nya) daripada Allah?” (Qs. an-Nisa’: 87)

Ayat ini menegaskan tiga hal tentang masalah keimanan dan masuk dalam kategori rukun iman.

(1) Masalah tauhid. Bahwa tiada yang berhak disembah kecuali Allah, tiada yang berhak dimintai pertolongan kecuali Allah, tiada tempat bergantung kecuali Allah, tiada tempat mengadu dalam setiap problematika yang dihadapi manusia kecuali kepada Allah.

Ayat ini juga penegasan dari firman Allah di dalam surah al-Fatihah,

اِيَّاكَ نَعْبُدُ وَاِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُۗ

“Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.” (Qs. al-Fatihah: 5)

Ini masuk dalam kategori rukun iman yang pertama, yaitu iman kepada Allah.

(2) Iman kepada hari akhir.

Yaitu menyakini bahwa Allah akan mengumpulkan manusia pada hari kiamat di Padang Mahsyar untuk mempertanggung jawabkan semua amal yang dikerjakan sewaktu masih hidup di dunia. Kemudian Allah akan membalasnya. Barangsiapa yang berbuat baik, akan dibalas dengan kebaikan, sebaliknya barangsiapa yang berbuat jahat, maka akan dibalas sesuai dengan perbuatannya.

Disebut Hari Kiamat, karena manusia pada hari itu berdiri di hadapan Allah. Kiamat artinya berdiri. Ini sesuai dengan firman Allah ﷻ,

اَلَا يَظُنُّ اُولٰۤىِٕكَ اَنَّهُمْ مَّبْعُوْثُوْنَۙ ۞ لِيَوْمٍ عَظِيْمٍۙ ۞ يَّوْمَ يَقُوْمُ النَّاسُ لِرَبِّ الْعٰلَمِيْنَۗ ۞

“Tidakkah mereka itu mengira, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, pada suatu hari yang besar, (yaitu) pada hari (ketika) semua orang bangkit menghadap Tuhan seluruh alam.” (Qs. al-Muthaffifin: 4-6)

Sebagian ulama mengatakan disebut hari kiamat, karena manusia pada hari itu bangkit dari kubur menuju Padang Mahsyar, sebagaimana firman Allah ﷻ,

يَوْمَ يَخْرُجُوْنَ مِنَ الْاَجْدَاثِ سِرَاعًا كَاَنَّهُمْ اِلٰى نُصُبٍ يُّوْفِضُوْنَۙ

“(Yaitu) pada hari ketika mereka keluar dari kubur dengan cepat seakan-akan mereka pergi dengan segera kepada berhala-berhala (sewaktu di dunia).” (Qs. al-Ma’arij: 43)

(3) Iman kepada kitab suci.

Yaitu beriman kepada kitab-kitab suci yang diturunkan Allah kepada para nabi dan rasul-Nya, seperti Zabur, Taurat, Injil dan al-Qur’an. Dalam ayat ini penekanannya kepada al-Qur’an dalam bentuk pertanyaan yang mengandung sebuah pernyataan.

وَمَنْ اَصْدَقُ مِنَ اللّٰهِ حَدِيْثًا

“Siapakah yang lebih benar perkataan(nya) daripada Allah?”

Bahwa tiada perkataan yang lebih benar dari perkataan Allah. Maksudnya bahwa al-Qur’an adalah firman Allah yang mengandung kebenaran yang tidak diragukan lagi.

 

***

Jakarta, Jumat, 6 Mei 2022.

KARYA TULIS