Karya Tulis
468 Hits

Tafsir An-Najah (Qs.4:150-153) Bab 265 Pelanggaran Kaum Yahudi


Tafsir An-Najah (QS. An-Nisa’[4]: 150-153)

BAB KE-266

Pelanggaran Kaum Yahudi

 

اِنَّ الَّذِيْنَ يَكْفُرُوْنَ بِاللّٰهِ وَرُسُلِهٖ

Sesungguhnya orang-orang yang kufur kepada Allah dan rasul-rasul-Nya (QS. An-Nisa’[4]: 150)

 

Pelajaran (1) : Membedakan antara Allah dan Rasul-Nya

  1. Pada ayat-ayat sebelumnya Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan tentang keadaan orang-orang musyrik dan kaum munafik, maka pada ayat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan sifat-sifat Ahlul Kitab dari kalangan Yahudi dan Nashrani yang mengaku beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala tetapi mengkafiri sebagian Rasul-Nya
  2. Firman-Nya,

 وَيُرِيْدُوْنَ اَنْ يُّفَرِّقُوْا بَيْنَ اللّٰهِ وَرُسُلِه

dan bermaksud membeda-bedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya” (QS. An-Nisa’[4]: 150)

 

Orang-orang yang mengaku beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, tetapi tidak beriman kepada para rasul-Nya, mereka dianggap kafir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya. Hal itu, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan para hamba-Nya untuk menyembah-Nya dengan cara-cara yang telah diajarkan melalui para Rasul. Jika mereka mengkufuri para Rasul, bagaimana cara mereka menyembah Allah Subhanahu wa Ta’ala?

 

Oleh karenanya, tidak boleh membedakan antara Allah Subhanahu wa Ta’ala dan para Rasul-Nya.

 

  1. Firman-Nya, 

وَيَقُوْلُوْنَ نُؤْمِنُ بِبَعْضٍ وَّنَكْفُرُ بِبَعْضٍۙ

dengan mengatakan, “Kami beriman kepada sebagian dan kami mengingkari sebagian (yang lain),” (QS. An-Nisa’[4]: 150)

 

Begitu juga tidak dibenarkan mengakui beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan beriman kepada sebagian Rasul saja, seperti yang dilakukan oleh kaum Yahudi dan kaum Nashrani.

Kaum Yahudi hanya beriman keapada Nabi Musa Alaihi Salam, tetapi mengkufuri nabi Isa Alaihi Salam dan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam.

Begitu juga kaum Nashrani hanya beriman kepada Nabi Isa Alaihi Salam tetapi mengkufuri Nabi Muhammad Shallallahu Alihi wa Sallam.  

 

  1. Firman-Nya,

 وَّيُرِيْدُوْنَ اَنْ يَّتَّخِذُوْا بَيْنَ ذٰلِكَ سَبِيْلًاۙ

serta bermaksud mengambil jalan tengah antara itu (keimanan atau kekufuran) (QS. An-Nisa’[4]: 150)

Mereka yang membeda-bedakan antara para Rasul tersebut, mereka menginginkan cara beragama seperti itu. Maksudnya: mereka ingin menempuh jalan (beragama) dengan cara menggabungkan antara keimanan dan kenabian atau mereka ingi menciptakan agama lain dengan cara menggabungkan antar agama.

 

  1. Firman-Nya:

اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْكٰفِرُوْنَ حَقًّا ۚوَاَعْتَدْنَا لِلْكٰفِرِيْنَ عَذَابًا مُّهِيْنًا

“merekalah orang-orang kafir yang sebenarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir azab yang menghinakan.” (QS. An-Nisa’[4]: 151)

 

Ayat ini secara tegas menyatakan bahwa orang-orang yang beriman dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala tetapi mengkafiri Rasul-Nya atau mengkafiri sebagian Rasul, mereka adalah orang kafir yang sebenarnya.

 

Hal ini disebutkan secara tegas, untuk membantah anggapan sebagian orang bahwa mereka bukanlah orang kafir sepenuhnya, atau mereka adalah orang yang setengah kafir.

 

 

Pelajaran (2) : Beriman yang Benar

 

وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا بِاللّٰهِ وَرُسُلِهٖ وَلَمْ يُفَرِّقُوْا بَيْنَ اَحَدٍ مِّنْهُمْ

“Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka (para rasul).” (QS. An-Nisa’[4]: 152)

 

  1. Setelah menyebutkan orang-orang kafir, pada ayat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan cara beriman yang benar, yaitu beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan para Rasul-Nya serta tidak membedakan antara Rasul tersebut.

Merekalah orang-orang yang imannya benar dan akan diberikan kepada mereka pahala atas keimanannya tersebut.

  1. Diakhir ayat Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan

وَكَانَ اللّٰهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا

“Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. An-Nisa’[4]: 152)

Hal itu karena dalam beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, tidak lepas dari kekurangan dan kesalahan, maka ayat ini ditutup dengan menegaskan bahwa kesalahan dan kekurangan itu akan diampuni oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

 

Pelajaran (3) : Ingin melihat Allah Subhanahu wa Ta’ala

يَسْـَٔلُكَ اَهْلُ الْكِتٰبِ اَنْ تُنَزِّلَ عَلَيْهِمْ كِتٰبًا مِّنَ السَّمَاۤءِ فَقَدْ سَاَلُوْا مُوْسٰٓى اَكْبَرَ مِنْ ذٰلِكَ فَقَالُوْٓا اَرِنَا اللّٰهَ جَهْرَةً فَاَخَذَتْهُمُ الصَّاعِقَةُ بِظُلْمِهِمْۚ ثُمَّ اتَّخَذُوا الْعِجْلَ مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَتْهُمُ الْبَيِّنٰتُ فَعَفَوْنَا عَنْ ذٰلِكَ ۚ وَاٰتَيْنَا مُوْسٰى سُلْطٰنًا مُّبِيْنًا

“Ahlul kitab meminta kepadamu (Nabi Muhammad) agar engkau menurunkan sebuah kitab dari langit kepada mereka. Sungguh, mereka telah meminta kepada Musa yang lebih besar daripada itu. Mereka berkata, “Perlihatkanlah Allah kepada kami secara nyata.” Maka, petir menyambar mereka karena kezalimannya. Kemudian, mereka menjadikan anak sapi (sebagai sembahan), (padahal) telah datang kepada mereka bukti-bukti (ketauhidan) yang nyata, lalu Kami memaafkan yang demikian itu. Kami telah menganugerahkan kepada Musa kekuasaan yang nyata.”(QS. An-Nisa’[4]: 153)

1)      Diriwayatkan bahwa sekelompok orang Yahudi mendatangi Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam, meminta beliau utnuk naik ke langit, kemudian turun lagi dihadapan mereka dengan membawa kitab suci yang bertulisan bahwa Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam adalah utusan Allah Subhanau wa Ta’ala.

2)      Sebelumnya, orang-orang Yahudi pada zaman Nabi Musa Alaihi Salam juga pernah bertanya kepada Nabi Musa Alaihi Salam sesuatu yang lebih besar dari pada permintaan orang-orang Yahudi Madinah. Permintaan mereka adalah “Ingin mellihat Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan mata kepala mereka secara terang-terangan”. Akibat permintaan tersebut, mereka disambar petir kerena kezaliman mereka. Hal ini juga Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam surat Al-Baqarah

وَاِذْ قُلْتُمْ يٰمُوْسٰى لَنْ نُّؤْمِنَ لَكَ حَتّٰى نَرَى اللّٰهَ جَهْرَةً فَاَخَذَتْكُمُ الصّٰعِقَةُ وَاَنْتُمْ تَنْظُرُوْنَ ثُمَّ بَعَثْنٰكُمْ مِّنْۢ بَعْدِ مَوْتِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ

“(Ingatlah) ketika kamu berkata, “Wahai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sebelum melihat Allah dengan jelas.” Maka, halilintar menyambarmu dan kamu menyaksikan(-nya).Kemudian, Kami membangkitkan kamu setelah kematianmu agar kamu bersyukur.”(QS.Al-Baqarah[2]: 55-56)

 

3)      Menurut Ar-Raghib Al-Ashfahani bahwa kata (الصّٰعِقَةُ) mempunyai tiga makna:

  1. Kematian, seperti di dalam firman-Nya:

وَنُفِخَ فِى الصُّوْرِ فَصَعِقَ مَنْ فِى السَّمٰوٰتِ وَمَنْ فِى الْاَرْضِ اِلَّا مَنْ شَاۤءَ اللّٰهُ ۗ ثُمَّ نُفِخَ فِيْهِ اُخْرٰى فَاِذَا هُمْ قِيَامٌ يَّنْظُرُوْنَ

“Sangkakala pun ditiup sehingga matilah semua (makhluk) yang (ada) di langit dan di bumi, kecuali mereka yang dikehendaki Allah. Kemudian, ia ditiup sekali lagi. Seketika itu, mereka bangun (dari kuburnya dan) menunggu (keputusan Allah).”(QS. Az-Zumar[39]: 68)

 

  1. Siksa, seperti di dalam firman-Nya:

فَاِنْ اَعْرَضُوْا فَقُلْ اَنْذَرْتُكُمْ صٰعِقَةً مِّثْلَ صٰعِقَةِ عَادٍ وَّثَمُوْدَ ۗ

“Jika mereka berpaling, katakanlah, “Aku telah memperingatkan kamu (azab berupa) petir seperti petir yang menimpa (kaum) ‘Ad dan (kaum) Samud.”(QS. Fushshilat[41]: 13)

 

  1. Api, seperti di dalam firman-Nya:

وَيُسَبِّحُ الرَّعْدُ بِحَمْدِهٖ وَالْمَلٰۤىِٕكَةُ مِنْ خِيْفَتِهٖۚ وَيُرْسِلُ الصَّوَاعِقَ فَيُصِيْبُ بِهَا مَنْ يَّشَاۤءُ وَهُمْ يُجَادِلُوْنَ فِى اللّٰهِ ۚوَهُوَ شَدِيْدُ الْمِحَالِۗ

 

“Guruh bertasbih dengan memuji-Nya, (demikian pula) malaikat karena takut kepada-Nya. Dia (Allah) melepaskan petir, lalu menimpakannya kepada siapa yang Dia kehendaki. Sementara itu, mereka (orang-orang kafir) berbantah-bantahan tentang kekuasaan Allah, padahal Dia Mahakeras hukuman-Nya.” (QS. Ar-Ra’du[13]: 13)

 

Ketiga hal yang disebutkan di atas adalah akibat dari petir itu sendiri.

Jadi (الصّٰعِقَةُ) adalah petir, dari petir itulah orang itu bisa mati, atau menjadi siksa atau keluar apinya.

 

Pelajaran (4) : Menyembah Patung Anak Sapi

  1. Kemudian orang-orang Yahudi tersebut menyembah patung anak sapi, padahal sudah datang kepada mereka bukti-bukti yang nyata ktentang ke-Esaan Allah Subhanahu wa Ta’ala

Mereka menyembah patung anak sapi, karena ketika selamat dari kejaraan Fir’aun dan menyeberangi lautan, mereka melewati kaum yang menyembah patung. Merekapun meminta kepada Nabi Musa Alaihi salam membuatkan untuk mereka patung.

Ini di sebutkan dalam firman-Nya:

وَجَاوَزْنَا بِبَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ الْبَحْرَ فَاَتَوْا عَلٰى قَوْمٍ يَّعْكُفُوْنَ عَلٰٓى اَصْنَامٍ لَّهُمْ ۚقَالُوْا يٰمُوْسَى اجْعَلْ لَّنَآ اِلٰهًا كَمَا لَهُمْ اٰلِهَةٌ ۗقَالَ اِنَّكُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُوْنَ

“Kami menyeberangkan Bani Israil (melintasi) laut itu (dengan selamat). Ketika mereka sampai kepada suatu kaum yang masih tetap menyembah berhala, mereka (Bani Israil) berkata, “Wahai Musa, buatlah untuk kami tuhan (berupa berhala) sebagaimana tuhan-tuhan mereka.” (Musa) menjawab, “Sesungguhnya kamu adalah kaum yang bodoh.” (QS. Al-A’raf [7]: 138)

 

Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala memaafkan perbuatan tersebut, setelah mereka dihukum untuk saling membunuh di antara mereka sendiri.

Peristiwa ini juga di sebutkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam firman-Nya:

وَاِذْ وٰعَدْنَا مُوْسٰىٓ اَرْبَعِيْنَ لَيْلَةً ثُمَّ اتَّخَذْتُمُ الْعِجْلَ مِنْۢ بَعْدِهٖ وَاَنْتُمْ ظٰلِمُوْنَ ثُمَّ عَفَوْنَا عَنْكُمْ مِّنْۢ بَعْدِ ذٰلِكَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ

“(Ingatlah) ketika Kami menjanjikan (petunjuk Taurat) kepada Musa (melalui munajat selama) empat puluh malam. Kemudian, kamu (Bani Israil) menjadikan (patung) anak sapi (sebagai sembahan) setelah (kepergian)-nya, dan kamu (menjadi) orang-orang zalim. Setelah itu, Kami memaafkan kamu agar kamu bersyukur.” (Qs. Al-Baqarah[2]: 51-52)

 

Adapun hukuman Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada mereka untuk saling membunuh diri mereka sendiri akibat menyembah patung anak sapi di sebutkan di dalam surat Al-Baqarah,

وَاِذْ قَالَ مُوْسٰى لِقَوْمِهٖ يٰقَوْمِ اِنَّكُمْ ظَلَمْتُمْ اَنْفُسَكُمْ بِاتِّخَاذِكُمُ الْعِجْلَ فَتُوْبُوْٓا اِلٰى بَارِىِٕكُمْ فَاقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْۗ ذٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ عِنْدَ بَارِىِٕكُمْۗ فَتَابَ عَلَيْكُمْ ۗ اِنَّهٗ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ

“(Ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya, “Wahai kaumku, sesungguhnya kamu telah menzalimi dirimu sendiri dengan menjadikan (patung) anak sapi (sebagai sembahan). Oleh karena itu, bertobatlah kepada Penciptamu dan bunuhlah dirimu. Itu lebih baik bagimu dalam pandangan Penciptamu. Dia akan menerima tobatmu. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang.”(QS. Al-Baqarah[2]: 54)

 

  1. Adapun firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَاٰتَيْنَا مُوْسٰى سُلْطٰنًا مُّبِيْنًا

“Kami telah menganugerahkan kepada Musa kekuasaan yang nyata.” (QS. An-Nisa’[4]: 153)

 

Dikuatkan dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَاِذْ اٰتَيْنَا مُوْسَى الْكِتٰبَ وَالْفُرْقَانَ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُوْنَ

“(Ingatlah) ketika Kami memberikan kitab (Taurat) dan furqān kepada Musa agar kamu memperoleh petunjuk.”(QS. Al-Baqarah[2]: 53)

 

Yang dikuatkan dalam firman-Nya:

وَلَقَدْ اٰتَيْنَا مُوْسَى الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِ مَآ اَهْلَكْنَا الْقُرُوْنَ الْاُوْلٰى بَصَاۤىِٕرَ لِلنَّاسِ وَهُدًى وَّرَحْمَةً لَّعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُوْنَ

“Sungguh, Kami benar-benar menganugerahkan kepada Musa Kitab (Taurat) setelah Kami membinasakan generasi terdahulu sebagai penerang, petunjuk, dan rahmat bagi manusia agar mereka mendapat pelajaran.”(QS. Al-Qashash[28]: 43)

 

 

 

 

 

 

Jakarta, Rabu 25 Mei 2022

 

KARYA TULIS