Karya Tulis
420 Hits

Tafsir An-Najah QS.[5]:2 BAB 276 Delapan Larangan Allah


Tafsir An-Najah (QS. Al-Maidah[5]: 2)

BAB 276

Delapan Larangan Allah

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تُحِلُّوْا شَعَاۤىِٕرَ اللّٰهِ وَلَا الشَّهْرَ الْحَرَامَ وَلَا الْهَدْيَ وَلَا الْقَلَاۤىِٕدَ وَلَآ اٰۤمِّيْنَ الْبَيْتَ الْحَرَامَ يَبْتَغُوْنَ فَضْلًا مِّنْ رَّبِّهِمْ وَرِضْوَانًا ۗوَاِذَا حَلَلْتُمْ فَاصْطَادُوْا ۗوَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَاٰنُ قَوْمٍ اَنْ صَدُّوْكُمْ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اَنْ تَعْتَدُوْاۘ وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰىۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۖوَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syiar-syiar (kesucian) Allah, jangan (melanggar kehormatan) bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) hadyu (hewan-hewan kurban) dan qalā’id (hewan-hewan kurban yang diberi tanda), dan jangan (pula mengganggu) para pengunjung Baitulharam sedangkan mereka mencari karunia dan rida Tuhannya! Apabila kamu telah bertahalul (menyelesaikan ihram), berburulah (jika mau). Janganlah sekali-kali kebencian(-mu) kepada suatu kaum, karena mereka menghalang-halangimu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat melampaui batas (kepada mereka). Tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksaan-Nya.” (QS. Al-Maidah[5]: 2)

Ayat yang lalu menerangkan hukum-hukum secara umum, pada ayat ini terdapat rincian hukum yang disinggung pada ayat sebelumnya.

Rincian hukum tersebut dimulai dengan hukum-hukum tentang Haji dan Umrah.

 

Pelajaran (1): Melanggar Larangan Allah

Firman-Nya,

لَا تُحِلُّوْا شَعَاۤىِٕرَ اللّٰهِ

“…janganlah kamu melanggar syiar-syiar (kesucian) Allah,”

1)      Kata (شعائر) jama’ dari (شعيرة) yaitu sesuatu yang dijadikan tanda terhadap sesuatu yang lain, (الاشعار) juga berarti pemberitahuan. Dan (المشاعر) artinya tempat-tempat yang diberi tanda supaya diketahui orang banyak. Disebut syair (الشاعر), karena dia merasakan dan mengetahui apa-apa yang tidak dirasakan dan diketahui orang lain.

Adapun  yang dimaksud (شَعَاۤىِٕرَ اللّٰهِ) pada ayat ini, para ulama berbeda pendapat di dalamnya:

 

a)      Batasan-batasan dan kewajiban-kewajiban yang Allah tetapkan kepada para hamba-Nya

b)      Manasik Haji dan larangan-larangan bagi yang melakukan ihram Haji atau Umrah, seperti memakai baju yang berjahit, mencukur rambut, menggunting kuku, memakai wewangian dan lainnya.

Pendapat pertama lebih tepat, karena bersifat umum, termasuk di dalamnya hal-hal yang dilarang di dalam ibadah Haji.

2)      Kata (شَعَاۤىِٕرَ اللّٰهِ) syiar-syiar ini dinisbatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala,  untuk menunjukkan kemuliaannya, seperti Baitullah (rumah Allah)

Juga menunjukkan keseriusan larangan tersebut, karena menyangkut nama Allah di dalamnya. Hal ini dikuatkan di dalam firman-Nya,

ذٰلِكَ وَمَنْ يُّعَظِّمْ شَعَاۤىِٕرَ اللّٰهِ فَاِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوْبِ

“Demikianlah (perintah Allah). Siapa yang mengagungkan syiar-syiar Allah sesungguhnya hal itu termasuk dalam ketakwaan hati.” (QS. Al-Hajj[22]: 32)

 

Pelajaran (2): Bulan-bulan Haram

Firman-Nya,

وَلَا الشَّهْرَ الْحَرَامَ

“jangan (melanggar kehormatan) bulan-bulan haram,” (QS. Al-Maidah[5]: 2)

1)      Maksudnya di sini adalah larangan untuk menghalalkan bulan-bulan haram yang dilarang untuk berperang di dalamnya. Yang dimaksud bulan-bulan haram di sini adalah: bulan Dzulqo’dah, bulan Dzulhijjah, bulan Muharram, bulan Rajab.

2)      Dalil tentang bulan haram tedapat di dalam firman Allah,

اِنَّ عِدَّةَ الشُّهُوْرِ عِنْدَ اللّٰهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِيْ كِتٰبِ اللّٰهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ مِنْهَآ اَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۗذٰلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُ ەۙ فَلَا تَظْلِمُوْا فِيْهِنَّ اَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِيْنَ كَاۤفَّةً كَمَا يُقَاتِلُوْنَكُمْ كَاۤفَّةً ۗوَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ مَعَ الْمُتَّقِيْنَ

 

“Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan,326) (sebagaimana) ketetapan Allah (di Lauh Mahfuz) pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu padanya (empat bulan itu), dan perangilah orang-orang musyrik semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya. Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertakwa.” (QS. At-Taubah[9]: 36)

3)      Adapun larangan memulai perang di bulan haram terdapat di dalam firman-Nya,

يَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الشَّهْرِ الْحَرَامِ قِتَالٍ فِيْهِۗ قُلْ قِتَالٌ فِيْهِ كَبِيْرٌ ۗ وَصَدٌّ عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَكُفْرٌۢ بِهٖ وَالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَاِخْرَاجُ اَهْلِهٖ مِنْهُ اَكْبَرُ عِنْدَ اللّٰهِ ۚ وَالْفِتْنَةُ اَكْبَرُ مِنَ الْقَتْلِ ۗ وَلَا يَزَالُوْنَ يُقَاتِلُوْنَكُمْ حَتّٰى يَرُدُّوْكُمْ عَنْ دِيْنِكُمْ اِنِ اسْتَطَاعُوْا ۗ وَمَنْ يَّرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِيْنِهٖ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَاُولٰۤىِٕكَ حَبِطَتْ اَعْمَالُهُمْ فِى الدُّنْيَا وَالْاٰخِرَةِ ۚ وَاُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ النَّارِۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ

“Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang berperang pada bulan haram. Katakanlah, “Berperang dalam bulan itu adalah (dosa) besar. Namun, menghalangi (orang) dari jalan Allah, ingkar kepada-Nya, (menghalangi orang masuk) Masjidilharam, dan mengusir penduduk dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) dalam pandangan Allah. Fitnah (pemusyrikan dan penindasan) lebih kejam daripada pembunuhan.” Mereka tidak akan berhenti memerangi kamu sampai kamu murtad (keluar) dari agamamu jika mereka sanggup. Siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya lalu dia mati dalam kekafiran, sia-sialah amal mereka di dunia dan akhirat. Mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah[2]: 217)

Pelajaran (3&4): Binatang Korban dan Kalungnya

 

وَلَا الْهَدْيَ وَلَا الْقَلَاۤىِٕدَ

“jangan (mengganggu) hadyu (hewan-hewan kurban) dan qalā’id (hewan-hewan kurban yang diberi tanda),” (QS. Al-Maidah[5]: 2)

1)      Kata (الهدي) jama’ dari (هدية) artinya apa yang dipersembahkan kepada Allah dan bintang ternak, seperti unta, sapi, kambing untuk disembelih di tanah haram sebagai bentuk pendekatan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Al-Hadyu disebut secara khusus di sini, padahal sudah termasuk dalam kategori syiar-syiar Allah,

1. Untuk menunjukkan kemuliaan dan terhormatnya.

2. Untuk menunjukkan bahwa al-Hadyu ini harus dihormati, karena banyak orang yang longgar dalam masalah ini.

3. al-Hadyu ini bermanffaat bagi masyarakat, karena bisa dimakan dagingnya dan kulit atau bulunnya,

 

2)      Adapun kata (القلائد) jama’ dari (القلادة) arinya kalung atau sejenisnya, seperti sandal kulit, tali, yang dikalungkan di leher al-Hadyu (binatang yang dipersembahkan). Sebagai tanda bahwa binatang ini tidak boleh diganggu atau menghalanginya untuk dibawa ke tanah haram.

Al-Qalaid ini sama dengan al-Hadyu, hanya saja ini diberi tanda kalung.

Memberi tanda kalung pada al-Hadyu lebih utama dan menambah pahala bagi pemiliknya.

3)      Larangan menghalalkan ‘al-Qalaid’ mempunyai dua makna:

  1. Larangan menghalangi binatang-binatang tersebut untuk dibawa ke tanah haram atau larangan untuk menyakiti dan menyiksanya.
  2. Larangan untuk mengambil kalung-kalung yang diikatkan pada leher-leher binatang tersebut.

4)      Ini mirip larangan menampakkan perhiasan yang ada di tubuh perempuan sebagai isyarat larangan keras untuk menampakkan anggota tubuh, di mana perhiasan tersebut diletakkan. Sebagaimana firman Allah,

وَلَا يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا

 “…dan janganlah menampakkan perhiasannya (bagian tubuhnya), kecuali yang (biasa) terlihat.” (QS. An-Nur[24]: 31)

Pelajaran (5): Orang yang Berkunjung ke Baitullah

وَلَآ اٰۤمِّيْنَ الْبَيْتَ الْحَرَامَ يَبْتَغُوْنَ فَضْلًا مِّنْ رَّبِّهِمْ وَرِضْوَانًا

“…dan jangan (pula mengganggu) para pengunjung Baitulharam sedangkan mereka mencari karunia dan rida Tuhannya!”

Kata (اٰۤمِّيْنَ) artinya orang-orang yang bermaksud untuk pergi atau berkunjung ke al-Baitu al-Haram (Ka’bah).

Tujuan berkunjung adalah mencari karunia dan keridhaan dari Tuhan mereka.

Para ulama berbeda pendapat tentang siapa yang dimaksud dengan orang-orang yang berkunjung ke al-Baitu al-Haram?

Pendapat pertama, bahwa yang dimaksud adalah kaum musyrikin. Hal ini berdasarkan sebab turunnya ayat ini yaitu ada seseorang laki-laki dari Bani Rabi’ah yang bernama al-Hathim bin Hindun bersama kaumnya datang untuk pergi Haji dengan membawa barang dagangan yang sangat banyak. Kaum muslimin meminta izin Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam untuk mencegat rombongan tersebut maka turunlah ayat ini.

Kemudian hal ini dihapus dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

اِنَّمَا الْمُشْرِكُوْنَ نَجَسٌ فَلَا يَقْرَبُوا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ بَعْدَ عَامِهِمْ هٰذَا ۚ

“sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis (kotor jiwanya). Oleh karena itu, janganlah mereka mendekati Masjidilharam setelah tahun ini.” (QS. At-Taubah[9]: 28)

 

Pendapat kedua, bahwa  yang dimaksud adalah kaum muslimin yang ingin berkunjung ke al-Baitu al-Haram untuk melaksanakan Haji atau Umrah, maka tidak boleh seorangpun yang mengganggu atau menghalangi mereka untuk melaksanakan ibadahnya di al-Baitu al-Haram.

Dalil pendapat ini dalah teks di awal dan di akhir ayat. Adapun teks di awal adalah firman-Nya,

 لَا تُحِلُّوْا شَعَاۤىِٕرَ اللّٰهِ

Ini hanya sesuai untuk kaum muslimin, sedangkan teks di akhir ayat adalah firman-Nya,

يَبْتَغُوْنَ فَضْلًا مِّنْ رَّبِّهِمْ وَرِضْوَانًا

 

Ini hanya sesuai untuk kaum muslimin bukan untuk kaum musyrikin.

Kalau kita mengambil pendapat kedua, berarti tidak ada penghapusan apapun dalam ayat ini. Semuanya Muhkamah (tetap) tidak dihapus.

Kesimpulannya, bahwa kaum muslimin dilarang untuk menghalalkan atau melanggar atau mengganggu lima hal, yaitu:

  1. Syiar-syiar Allah
  2. Bulan-bulan Haram
  3. Al-Hadyu
  4. Al-Qalaid (kalung-kalung)
  5. Para pengunjung al-Baitu al-Haram

 

Pelajaran (6): Halal untuk Berburu

وَاِذَا حَلَلْتُمْ فَاصْطَادُوْا

“Apabila kamu telah bertahalul (menyelesaikan ihram), berburulah (jika mau).”

1)      Setelah melarang kaum muslimin untuk melanggar lima hal sebagaimana yang disebutkan di atas, maka pada penggalan ayat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kelonggaran kepada mereka untuk berburu setelah sebelumnya dilarang karena dalam keadaan ihram haji atau umrah.

2)      Kebolehan berburu secara khusus disebut dalam ayat ini karena waktu itu, berburu menjadi hobi dan kesenangan masyarakat umum, baik yang kecil maupun yang sudah dewasa.  Oleh karenanya, Allah memberi kelonggaran kepada mereka.

3)       Berburu sesudah selesai melakukan ibadah Haji atau Umrah hukumnya mubah (boleh) bukan sunnah atau wajib, walaupun di dalamnya terdapat kata perintah.

 

Hal itu, karena kata perintah setelah datangnya larangan menunjukkan kebolehan.

Ini seperti beberapa firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala di antaranya,

a)      Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

فَاِذَا قُضِيَتِ الصَّلٰوةُ فَانْتَشِرُوْا فِى الْاَرْضِ وَابْتَغُوْا مِنْ فَضْلِ اللّٰهِ وَاذْكُرُوا اللّٰهَ كَثِيْرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

“Apabila salat (Jumat) telah dilaksanakan, bertebaranlah kamu di bumi, carilah karunia Allah, dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung.” (QS. Al-Jumu’ah[62]: 10)

 

Berpencar mencari karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala pada ayat di atas hukumnya Mubah (boleh), karena datang setelah larangan ketika dikumandangkannya adzan Jum’at

 

b)      Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

فَاِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوْهُنَّ مِنْ حَيْثُ اَمَرَكُمُ اللّٰهُ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ

“…Apabila mereka benar-benar suci (setelah mandi wajib), campurilah mereka sesuai dengan (ketentuan) yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.” (QS. Al-Baqarah[2]: 222)

 

Menggauli istri hukumnya Mubah (boleh), karena datang setalah larangan menggaulinya pada waktu haidh.

 

Pelajaran (7): Adil Terhadap Musuh

وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَاٰنُ قَوْمٍ اَنْ صَدُّوْكُمْ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اَنْ تَعْتَدُوْاۘ

“…Janganlah sekali-kali kebencian(-mu) kepada suatu kaum, karena mereka menghalang-halangimu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat melampaui batas (kepada mereka).”

1)      Kata (يجرمنكم) berasal dari kata (الجرم) yang berarti memetik buah dari pohonnya yang kemudian diartikan usaha atau perbuatan.

Di ayat lain juga disebutkan kata (الجرم) ini, salah satunya dalam firman-Nya,

قُلْ اِنِ افْتَرَيْتُهٗ فَعَلَيَّ اِجْرَامِيْ وَاَنَا۠ بَرِيْۤءٌ مِّمَّا تُجْرِمُوْنَ ࣖ

“…Katakanlah (Nabi Muhammad), “Jika aku mengada-adakannya, akulah yang akan memikul dosanya dan aku berlepas diri dari dosa yang kamu perbuat.” (QS. Hud[11]: 35)

 

Kata (شنآن) artinya marah besar, atau sangat marah

2)      Diriwayatkan dari Zaid bin Aslam, bahwasanya Rasulullah Shallallahu Alaih wa Sallam pernah berada di Hudaibiyah bersama para sahabat, beliau dhalang-halangi oleh kaum musyrikin untuk menuju Baitullah. Lalu ada sekelompok kaum Musyrikin dari penduduk daerah timur melewati mereka, dan hendak pergi ke Baitullah juga. Para sahabat berkata “Kami akan menghalangi mereka, sebagaimana teman-teman mereka menghalangi kami.” Maka turunlah ayat ini,

Ayat ini mirip dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’la,

وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَاٰنُ قَوْمٍ عَلٰٓى اَلَّا تَعْدِلُوْا ۗاِعْدِلُوْاۗ هُوَ اَقْرَبُ لِلتَّقْوٰىۖ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌۢ بِمَا تَعْمَلُوْنَ

 “…Janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlakulah adil karena (adil) itu lebih dekat pada takwa. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Maidah[5]: 8)

 

 

3)      Pesan dari ayat ini bahwa jangan sampai kebencian pada suatu kaum membuat seseorang untuk berbuat tidak adil kepada mereka

Pertanyaannya, jika seorang dizhalimi, apakah boleh membalas dengan yang serupa? Jawabannya boleh. Ini berdasarkan firman Allah Subahanahu wa Ta’ala,

وَاِنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُوْا بِمِثْلِ مَا عُوْقِبْتُمْ بِهٖۗ وَلَىِٕنْ صَبَرْتُمْ لَهُوَ خَيْرٌ لِّلصّٰبِرِيْنَ

“Jika kamu membalas, balaslah dengan (balasan) yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Sungguh, jika kamu bersabar, hal itu benar-benar lebih baik bagi orang-orang yang sabar.” (QS. An-Nahl [16]: 126)

Begitu juga di dalam firman-Nya,

۞ ذٰلِكَ وَمَنْ عَاقَبَ بِمِثْلِ مَا عُوْقِبَ بِهٖ ثُمَّ بُغِيَ عَلَيْهِ لَيَنْصُرَنَّهُ اللّٰهُ ۗاِنَّ اللّٰهَ لَعَفُوٌّ غَفُوْرٌ

Demikianlah, siapa yang membalas seimbang dengan penganiayaan yang telah dia derita kemudian dia dizalimi (lagi) pasti akan ditolong oleh Allah. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.’ (QS. Al-Hajj[22]: 60)

Tetapi kebolehan membalas di sini harus memenuhi dua isyarat, yaitu pembalasan tidak boleh bertentangan dengan syari’at, seperti menghalangi orang ke Masjidil Haram adalah perbuatan yang bertentangan dengan syari’at, walaupun tujuannya membalas dengan serupa. Hal ini dilarang.

Syarat kedua membalasnya harus diniatkan karena Allah, bukan karena rasa marah atau benci kepada yang yang dibalas, motivasinya karena Allah bukan karena dendam.

Pelajaran (8): Bekerjasama di dalam kebaikan

وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰىۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ

“Tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.”

1)      Pada penggalan ayat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan untuk saling bekerjasama di dalam ketaqwaan dan kebaikan,

Ketaqwaan akan menyebabkan ridha Allah, sedang kebaikan akan menyebabkan ridha manusia.

Seseorang yang bisa menggabungkan keduanya, maka akan mendapatkan kebahagiaan dunia akhirat.

2)      Kandungan ayat ini mencakup banyak hal, di antaranya:

 

  1. Anjuran masuk di dalam organisasi dakwah dan sosial
  2. Mengajarkan ilmu kepada orang lain
  3. Memberikan beasiswa untuk para santri
  4. Membangun masjid dan sekolah
  5. Memelihara anak yatim
  6. Menjodohkan orang yang ingin menikah
  7. Memberikan utang kepada orang yang membutuhkan
  8. Mengunjungi orang yang sakit
  9. Bertakziyah kepada orang yang terkena musibah
  10. Dan amalan-amalan lain yang tidak bisa disebutkan semuanya di sini

 

3)      Pada penggalan ayat ini juga terkadang larangan untuk bekerja sama dalam perbuatan dosa dan pelanggaran.

Perbedaan antara dosa dan pelanggaran, bahwa:

  1. Dosa lebih umum dari pelanggaran
  2. Dosa lebih kepada perbuatan yang merugikan diri sendiri sedang pelanggaran bisa merugikan orang lain.

Cakupan dari larangan ini sangat banyak dan luas, sebagaimana cakupan perintah untuk bekerjasama dalam ketaqwaan dan kebaikan.

4)      Firman-Nya,

ۖوَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ

“Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksaan-Nya.”

Penutupan ayat ini sebagai peringatan dari ancaman bagi yang melanggar larangan-larangan yang Allah Subahanhu wa Ta’ala yang sebutkan di atas, termasuk yang melanggar larangan untuk bekerjasama dalam dosa dan pelanggaran. Karena Allah Subahanahu wa Ta’ala sangat keras siksa-Nya.

 

 

 

Jakarta, Jum’at 27 Mei 2022

KARYA TULIS