Karya Tulis
454 Hits

Tafsir An-Najah QS. [5]: 3 BAB 277 Mangundi Nasib


Tafsir An-Najah (QS. Al-Maidah [5]: 3)

BAB 277

Mengundi Nasib

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيْرِ وَمَآ اُهِلَّ لِغَيْرِ اللّٰهِ بِهٖ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوْذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيْحَةُ وَمَآ اَكَلَ السَّبُعُ اِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْۗ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَاَنْ تَسْتَقْسِمُوْا بِالْاَزْلَامِۗ ذٰلِكُمْ فِسْقٌۗ اَلْيَوْمَ يَىِٕسَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ دِيْنِكُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِۗ اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ الْاِسْلَامَ دِيْنًاۗ فَمَنِ اضْطُرَّ فِيْ مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِّاِثْمٍۙ فَاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan (daging hewan) yang disembelih bukan atas (nama) Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang (sempat) kamu sembelih. (Diharamkan pula) apa yang disembelih untuk berhala. (Demikian pula) mengundi nasib dengan azlām (anak panah), (karena) itu suatu perbuatan fasik. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu. Oleh sebab itu, janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu. Maka, siapa yang terpaksa karena lapar, bukan karena ingin berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Maidah[5]: 3)

 

Pelajaran (1): 10 Makanan yang diharamkan

-          Ayat ini yang dimaksud pada ayat (1) dari surah al-Maidah,

اِلَّا مَا يُتْلٰى عَلَيْكُمْ

“…kecuali yang akan disebutkan kepadamu (keharamannya)” 

Yaitu hal-hal yang diharamkan Allah Subahanahu wa Ta’ala untuk memakannya pada ayat (3) ini.

-          Pada ayat (3) ini, Allah Subahanahu wa Ta’ala mengharamkan sepuluh macam makanan, yaitu;

  1. Bangkai (الْمَيْتَةُ)
  2. Darah (وَالدَّمُ)
  3. Daging babi (لَحْمُ الْخِنْزِيْرِ)
  4. Hewan yang disembelih atas nama selain Allah (وَمَآ اُهِلَّ لِغَيْرِ اللّٰهِ)

Empat macam makanan ini sudah diterangkan di dalam tafsir QS. al-Baqarah: 173

  1. Hewan yang tercekik (الْمُنْخَنِقَةُ)

Hewan yang mati tercekik ada dua,

  1. Mati karena sengaja dicekik oleh manusia
  2. Mati karena tercekik sendiri, seperti terlilit oleh pengikatnya.

Hewan seperti ini hukumnya haram untuk dimakan

  1. Hewan yang mati karena dipukul (الْمَوْقُوْذَةُ)

Yaitu yang dipukul dengan sesuatu yang keras atau berat seperti kayu, batu, besi, tongkat.

Kata (الموقوذة) dari kata (الوقذ) artinya pukulan yang keras.

 

Dalam hadits ‘Adi bin Hatim, dia berkata, “Aku bertanya, “wahai Rasulullah, sesungguhnya aku pernah melempar dengan tombak kecil ke arah binatang dan mengenainya?” Beliau bersabda,

 إذَا رَمَيْتَ بالمِعْرَاضِ فَخَزَقَ فَكُلْهُ، وإنْ أَصَابَهُ بعَرْضِهِ، فلا تَأْكُلْهُ

“Apabila kamu melempar dengan tombak kecil, lalu menusuknya (hingga arah mengalir) maka makanlah buruan tersebut. Namun jika mengenai hewan itu bagian yang tumpul, maka jangan kamu memakannya.” (HR. Muslim)

  1. Hewan yang mati karena jatuh dari atas (الْمُتَرَدِّيَةُ)

Yaitu hewan yang mati karena jatuh dari ketinggian seperti dari atas bukit, atau dari atap rumah, atau dari atas pohon.

  1. (النَّطِيْحَةُ) yaitu, hewan yang mati karena ditanduk oleh hewan yang lain, meskipun tandukan melukainya, dan ada darah yang mengalir dari tubuhnya.
  2. Hewan yang mati karena dimangsa binatang buas (السَّبُعُ) seperti singa, harimau, serigala, dan lain sebagainya.

Kecuali hewan tersebut didapati masih hidup dan sempat disembelih secara syar’i.

 

Pelajaran (2): Kecuali yang Disembelih

            Firman-Nya,

اِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ

“…kecuali yang (sempat) kamu sembelih.”

Para ulama berbeda pendapat tentang pengecualian pada ayat ini.

1.      Pendapat pertama, yang dikecualikan adalah lima jenis hewan yang disebut di atas, yaitu: yang tercekik, yang terpukul, yang terjatuh, yang ditanduk, yang dimangsa binatang buas.

Maksudnya jika lima jenis binatang tersebut didapatkan masih hidup kemudian sempat disembelih, maka hewan tersebut halal dimakan. Inilah pendapat yang lebih kuat.

 

2.      Pendapat kedua, yang dikecualikan adalah hewan yang diterkam binatang buas, yaitu kalimat terakhir yang paling dekat dengan pengecualian.

 

3.      Pendapat ketiga, pengecualian di sini adalah pengecualian terputus. Maksudnya bahwa sembilan macam hewan yang disebutkan sebelumnya semuanya haram untuk dimakan. Kecuali jika ada hewan, selain yang disebutkan di atas yang disembelih secara syar’I, maka boleh dimakan.

 

 

10.  Hewan yang disembelih untuk berhala

وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ

“…(Diharamkan pula) apa yang disembelih untuk berhala.”

Kata (النصب) adalah batu-batu.

Maksudnya di sini adalah batu-batu yang diletakkan oleh kaum Musyrikin Quraisy di sekitar Ka’bah dan jumlahnya sekitar 360 batu. Mereka menyembelih hewan-hewan kurban di atas batu-batu ini mereka meyakini bahwa menyembelih hewan di tempat tersebut lebih banyak pahalanya dari pada menyembelih di tempat lain. Penyembelihan tersebut bertujuan untuk mendekatkan diri mereka kepada berhala-berhala yang mereka sembah.

Kata (النصب) di sini berbeda dengan (الأصنام), kalau “Nushub” hanya berupa batu tanpa ukuran, sedang “al-Ashnam” adalah berhala, yaitu batu-batu yang mereka ukir sehingga menjadi patung-patung.

 

Pelajaran (3): Mengundi Nasib

وَاَنْ تَسْتَقْسِمُوْا بِالْاَزْلَامِۗ

“…(Demikian pula) mengundi nasib dengan azlām (anak panah),”

  1. Sebelumnya telah diterangkan sepuluh jenis makanan yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk memakannya. Pada penggalan ayat ini, Allah mengharamkan perbuatan yang dilakukan kaum Musyrikin Jahiliyah, yaitu mengundi nasib dengan anak panah.
  2. Kata (وَاَنْ تَسْتَقْسِمُوْا) dari kata (الاستقسام) yang berarti mengundi nasib. Seseorang ingin mengetahui nasib hidupnya baik atau buruk.

Kata (الْاَزْلَامِ) jama’ dari (زلم) yang berarti kaya seperti anak panah yang belum ditajamkan atau dipasang pada ujung besi.

  1. Pada zaman Jahiliyah, jika salah seorang dari mereka ingin berpergian, atau berperang atau menikah atau ada keperluan lainnya, dia datang ke Ka’bah atau tempat yang terdapat berhala. Di tempat tersebut telah disediakan tiga anak panah yang bertuliskan, “Tuhan Memerintah”, dan “Tuhan Melarang”, serta tidak bertuliskan sesuatu (kosong). Jika dia mendapatkan anak panah yang bertuliskan apa-apa, dia mengulangi undian tersebut sampai mendapatkan anak panah yang bertuliskan:

Sebagian ulama menjelaskan bahwa “al-Azlam” (anak panah) pada masa Jahiliyah ada tiga macam:

1)      Al-Azlam yang digunakan unutk mengundi nasib, sebagaimana yang telah dijelaskan di atas.

2)      Al-Azlam yang digunakan untuk meminta keputusan yang menyangkut banyak orang, jumlahnya  tujuh batang anak panah yang diletakkan disamping berhala “Hubal”

3)      Al-Azlam yang digunakan untuk berjudi, jumlahnya sepuluh batang anak panah, tujuh di antaranya bertuliskan, sedangkan sisanya kosong.

  1. Diriwayatkan bahwa Suraqah bin Malik ketika ingin mengejar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan Abu Bakar ash-Shiddiq dalam peristiwa Hijrah, dia berkata, “saya akan mengundi nasib terkelebih dahulu, apakah saya akan mencelakakan mereka berdua atau tidak?” ternyata yang keluar bertuliskan “Jangan celakakan mereka berdua” dia tidak terima dengan hasil undian tersebut, maka dia ulangi undian tersebut sampai tiga kali, semuanya keluar dengan tulisan”Jangan celakakan mereka berdua”. Tetapi dia tetap nekat mengejar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan terjadilah apa yang terjadi.
  2. Di dalam hadits shahih diriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam ketika masuk Ka’bah, beliau mendapatkan di dalam gambar Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail yang sedang membawa anak panah. Maka beliau bersabda, “Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala membinasakan mereka, sesungguhnya mereka tahu bahwa keduanya tidak pernah mengundi nasib dengan anak panah tersebut selamanya.”

Pelajaran (4): Perbuatan Fasik

ذٰلِكُمْ فِسْقٌۗ

  1. Kata (فسق) artinya keluar. Maksudnya di sini adalah kelluar dari ajaran Allah dan keluar dari jalan yang  benar. Sebagaimana firman Allah,

كَانَ مِنَ الْجِنِّ فَفَسَقَ عَنْ اَمْرِ رَبِّهٖۗ

“…Dia termasuk (golongan) jin, kemudian dia mendurhakai perintah Tuhannya.” (QS.Al-Kahfi[18]: 50)

 

Ayat di atas menunjukkan bahwa Iblis berasal dari Jin, tetapi dia keluar dari perintah Tuhan-Nya.

  1. Perbuatan fasik ini di tujukan kepada “mengundi nasib dengan anak panah” sebagian ulama berpendapat bahwa perbuatan fasik ini ditujukan kepada sebelas larangan  Allah yang disebutkan sebelumnya.
  2. Allah memerintahkan orang-orang beriman, jika menghadapi masalah yang meragukan atau bingung dalam menentukan sikap atau memutuskan masalah agar melakukan do’a Istikharah.

حَدَّثَنَا مُطَرِّفُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ أَبُو مُصْعَبٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ أَبِي الْمَوَالِ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ الْمُنْكَدِرِ عَنْ جَابِرٍ رَضِيَ  اللَّهُ عَنْهُ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعَلِّمُنَا الِاسْتِخَارَةَ فِي الْأُمُورِ كُلِّهَا كَالسُّورَةِ مِنْ الْقُرْآنِ إِذَا هَمَّ بِالْأَمْرِ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ يَقُولُ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْتَخِيرُكَ بِعِلْمِكَ وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيمِ فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلَا أَقْدِرُ وَتَعْلَمُ وَلَا أَعْلَمُ وَأَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ اللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الْأَمْرَ خَيْرٌ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي أَوْ قَالَ فِي عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ فَاقْدُرْهُ لِي وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الْأَمْرَ شَرٌّ لِي فِي دِينِي وَمَعَاشِي وَعَاقِبَةِ أَمْرِي أَوْ قَالَ فِي عَاجِلِ أَمْرِي وَآجِلِهِ فَاصْرِفْهُ عَنِّي وَاصْرِفْنِي عَنْهُ وَاقْدُرْ لِي الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ رَضِّنِي بِهِ وَيُسَمِّي حَاجَتَهُ

Telah menceritakan kepada kami Mutharif bin Abdullah Abu Mush'ab telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Abu Al Mawal dari Muhammad bin Al Munkadir dari Jabir radliallahu 'anhu dia berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah mengajarkan istikharah kepada kami untuk setiap perkara, sebagaimana mengajarkan surat dari Al Qur'an. (Sabdanya): "Jika salah seorang dari kalian menginginkan sesuatu maka hendaknya ia mengerjakan dua raka'at lalu ia mengucapkan: ALLAHUMMA INNI ASTAKHIRUKA BI 'ILMIKA WA ASTAQDIRUKA BI QUDRATIKA WA AS'ALUKA MIN FADLIKAL ADZIMI FAINNAKA TAQDIRU WALA AQDIRU WA TA'LAMU WALA A'LAMU WA ANTA A'LAMUL GHUYUB, ALLAHUMMA FAIN KUNTA TA'LAMU HADZAL AMRA (maka ia menyebutkan hajat yang ia inginkan) KHAIRAN LII FII DIENIE WA MA'AASYII WA 'AQIBATI AMRI -atau berkata; FII 'AAJILI AMRII WA AAJILIHI- FAQDURHU LI WA IN KUNTA TA'LAMU ANNA HAADZAL AMRA SYARRAN LI FI DIINII WA MA'AASYII WA 'AAQIBATI AMRII -atau berkata; FII 'AAJILI AMRII WA AAJILIHI- FASHRIFHU 'ANNI WASHRIFNI 'ANHU WAQDURLIIL KHAIRA HAITSU KAANA TSUMMA RADDLINI BIHI. (Ya Allah saya memohon pilihan kepada Engkau dengan ilmu-Mu, saya memohon penetapan dengan kekuasaan-Mu dan saya memohon karunia-Mu yang besar, karena Engkaulah yang berkuasa sedangkan saya tidak berkuasa, Engkaulah yang Maha mengetahui sedangkan saya tidak mengetahui apa-apa, dan Engkau Maha mengetahui dengan segala yang ghaib. Ya Allah jikalau Engkau mengetahui urusanku ini (ia sebutkan hajatnya) adalah baik untukku dalam agamaku, kehidupanku, serta akibat urusanku -atau berkata; baik di dunia atau di akhirat- maka takdirkanlah untukku serta mudahkanlah bagiku dan berilah berkah kepadaku, sebaliknya jikalau Engkau mengetahui bahwa urusanku ini (ia menyebutkan hajatnya) buruk untukku, agamaku, kehidupanku, serta akibat urusanku, -atau berkata; baik di dunia ataupun di akhirat- maka jauhkanlah aku daripadanya, serta takdirkanlah untukku yang baik baik saja, kemudian jadikanlah aku ridha dengannya.) " Lalu ia menyebutkan hajatnya.

KARYA TULIS