Tafsir An-Najah QS. [5]: 4 BAB 278 Sempurnanya Agama
Tafsir An-Najah (QS. Al-Madiah [5]: 4)
BAB 278
Sempurnanya Agama
اَلْيَوْمَ يَىِٕسَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ دِيْنِكُمْ
“Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu.” (QS. Al-Maidah[5]: 3)
Pelajran (1): Orang Kafir Berputus Asa
- Pada hari ini, maksudnya ketika ayat ini turun, yaitu hari Jum’at, ba’da Ashar, tanggal 9 Dzulhijjah (hari Arafah), tahun 10 Hijrah pada peristiwa Haji Wada’ (Haji perpisahan), sedangkan Nabi Muhammad dalam keadaan wukuf di atas untanya.
- Pada hari tersebut orang-orang kafir telah berputus asa untuk mengalahkan umat Islam, atau memadamkan cahaya Allah, setelah manusiaa berduyun-duyun masuk dan memeluk agama Islam.
Di dalam hadits disebutkan bahwa Rasulullah bersabda,
إن الشَّيطان قد يَئِسَ أن يَعْبُدَه المُصَلُّون في جَزيرة العَرب، ولكن في التَّحْرِيشِ بينهم
“Sesungguhnya syaitan sudah putus asa untuk disembah oleh orang-orang yang shalat di Jazirah Arab, akan tetapi syaitan tidak putus asa untuk mengadu domba diantara mereka.”
- Firman-Nya,
فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِۗ
“…Oleh sebab itu, janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku.”
a- Ayat ini menunjukkan larangan untuk takut kepada orang-orang kafir, karena mereka sekarang sudah mulai lemah, jumlahnya semakin sedikit, dan mereka berputus asa mengalahkan umat Islam.
b- Ayat ini juuga memerintahkan untuk hannya takut kepada Allah, karena Dialah yang akan menolong umat Islam atas musuh-musuhnya.
c- Rasa takut kepada Allah, akan mendatangkan pertolongan Allah dan mendatangkan kemenangan bagi umat Islam.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
ذٰلِكَ لِمَنْ خَافَ مَقَامِيْ وَخَافَ وَعِيْدِ
“…Yang demikian itu (berlaku) bagi orang yang takut akan kebesaran-Ku dan takut akan ancaman-Ku.” (QS. Ibrahim[14]: 14)
Pelajaran (2): Sempurnanya Agama.
اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ الْاِسْلَامَ دِيْنًاۗ
“…Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu”
Ayat ini mengandung tiga hal:
Pertama, Disempurnakannya agama Islam.
- Hal itu, karena Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam ketika berada di Mekkah tidak ada syari’at kecuali kewajiban mengerjakann shalat saja. Ketika sudah berada di Madinah turunlah wahyu tentang halal dan haram serta hukum-hukum yang lainnya. Sampai datanglah kewajiban haji. Ketika beliau melaksanakan ibadah haji, maka menjadi sempurnalah agama Islam.
- Diriwayatkan bahwa seorang Yahudi mendatangi Umar bin al-Khattab, lalu berkata, “Wahai Amirul Mukmminin, sesungguhnya kalian membaca sebuah ayat dalam kitab kalian. Jika ayat tersebut diturunkan kepada kami -orang-orang Yahudi-, niscaya kami akan menjadikan hari itu sebagai harinya. Umar bertanya, “ayat yang mana itu?” berkata, “ yaitu firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ الْاِسْلَامَ دِيْنًاۗ
Maka Umar pun berkata, “Demi Allah, sesungguhnya aku mengetahui hari dan waktu diturunkan ayat itu kepada Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam, yaitu pada sore hari Arafah, hari Jum’at.”
عَنْ أَبِى ذَرٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: تَرَكَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَا طَائِرٌ يُقَلِّبُ جَنَاحَيْهِ فِي الْهَوَاءِ إِلاَّ وَهُوَ يَذْكُرُنَا مِنْهُ عِلْمًا. قَالَ: فَقَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَا بَقِيَ
شَيْءٌ يُقَرِّبُ مِنَ الْجَنَّةِ وَيُبَاعِدُ مِنَ النَّارِ إِلاَّ وَ قَدْ بُيِّنَ لَكُمْ.
Dari Shahabat Abu Dzarr Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah pergi meninggalkan kami (wafat), dan tidaklah seekor burung yang terbang membalik-balikkan kedua sayapnya di udara melainkan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menerangkan ilmunya kepada kami.” Berkata Abu Dzarr Radhiyallahu anhu, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, ‘Tidaklah tertinggal sesuatu pun yang mendekatkan ke Surga dan menjauhkan dari Neraka melainkan telah dijelaskan semuanya kepada kalian.
- Berkata mayoritas ulama, “Sempurnanya agama ini maksudnya sebagian besar hukum-hukum sudah diturunkan. Karena setelah ayat ini, turun juga ayat-ayat lain seperti ayat riba dan ayat kalalah, serta yang lainnya.”
- Atau dikatakan bahwa sempurnanya sebagian besar ajaran agama, karena sejak itu, tidak ada orang Musyrik yang thawaf dalam keadaan telanjang serta umat Islam bisa wuquf di Arafah.
- Sebagian lain mengatakan bahwa agama Islam telah disempurnakan karena telah dihancurkan musuh-musuh Islam, dan telah tegak agama Islam di atas agama-agama lain.
Ini seperti dalam firman-Nya,
هُوَ الَّذِيْٓ اَرْسَلَ رَسُوْلَهٗ بِالْهُدٰى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهٗ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهٖۙ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُوْنَ ࣖ
“Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan (membawa) petunjuk dan agama yang benar agar Dia mengunggulkannya atas semua agama walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai.” (QS. ash-Shaff[61]: 9)
- Ibnu Abbas berkata, “Allah telah menyempurnakan keimanan kepada mereka, sehingga mereka tidak membutuhkan penambahan sama sekali. Dan Allah telah menyempurnakan Islam, sehingga Allah tidak akan pernah menguranginya.”
- Sebagian ulama mengatakan bahwa hari Jum’at ba’da Ashar adalah waktu di mana Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyempurnakan agama Islam. Terdapat hubungan erat antara keduanya.
Kedua, Sempurnanya Nikmat Allah,
وَاَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ
Sempurnanya nikmat Allah dengan sempurnanya agama Islam,
Nikmat ada dua, Nikmat lahir berupa: kesehatan, kekayaan, istri, anak, rumah, dan lainnya.
Nikmat batin berupa: ilmu, kebahagiaan, iman, taqwa, dan ketaatan.
Kenikmatan lahir tidak akan sempurna sampai disempurnakannya nikmat batin, yaitu sempurnanya agama Islam ini.
Jadi kesempurnaan nikmat Allah terwujud dengan sempurnanya agama Islam. Dan nikmat yang paling besar dalam kehidupan manusia adalah nikmat Iman dan Islam.
Hal ini dikuatkan dengan firman Allah,
لَقَدْ مَنَّ اللّٰهُ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ اِذْ بَعَثَ فِيْهِمْ رَسُوْلًا مِّنْ اَنْفُسِهِمْ يَتْلُوْا عَلَيْهِمْ اٰيٰتِهٖ وَيُزَكِّيْهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتٰبَ وَالْحِكْمَةَۚ وَاِنْ كَانُوْا مِنْ قَبْلُ لَفِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍ
“Sungguh, Allah benar-benar telah memberi karunia kepada orang-orang mukmin ketika (Dia) mengutus di tengah-tengah mereka seorang Rasul (Muhammad) dari kalangan mereka sendiri yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab Suci (Al-Qur’an) dan hikmah. Sesungguhnya mereka sebelum itu benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Ali Imran[3]: 164)
Ketiga: Allah ridha dengan agama Islam.
وَرَضِيْتُ لَكُمُ الْاِسْلَامَ دِيْنًاۗ
Ayat ini menunjukkan bahwa satu-satunya agama yang diridhai Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah agama Islam ini dikuatkan dengan dua firman Allah,
- Firman Allah,
اِنَّ الدِّيْنَ عِنْدَ اللّٰهِ الْاِسْلَامُ ۗ وَمَا اخْتَلَفَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْ ۗوَمَنْ يَّكْفُرْ بِاٰيٰتِ اللّٰهِ فَاِنَّ اللّٰهَ سَرِيْعُ الْحِسَابِ
“Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah ialah Islam. Orang-orang yang telah diberi kitab tidak berselisih, kecuali setelah datang pengetahuan kepada mereka karena kedengkian di antara mereka. Siapa yang kufur terhadap ayat-ayat Allah, sesungguhnya Allah sangat cepat perhitungan(-Nya).” (QS. Ali-Imran[3]: 19)
- Firman Allah,
وَمَنْ يَّبْتَغِ غَيْرَ الْاِسْلَامِ دِيْنًا فَلَنْ يُّقْبَلَ مِنْهُۚ وَهُوَ فِى الْاٰخِرَةِ مِنَ الْخٰسِرِيْنَ
“Siapa yang mencari agama selain Islam, sekali-kali (agamanya) tidak akan diterima darinya dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali-Imran[3]:85)
Oleh karenanya kita diperintahkan untuk selalu mengucapkan dengan ucapan yang sama, sebagimana di dalam dzikir pagi dan petang,
رَضِيتُ بِاللهِ رَبًّا، وَبِاْلإِسْلاَمِ دِينًا، وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا
Pelajaran (3): Dalam Keadaan Terpaksa
فَمَنِ اضْطُرَّ فِيْ مَخْمَصَةٍ
“…Maka, siapa yang terpaksa karena lapar…”
1) Kata (اضطر) dari kata (الضرر) yang artinya bahaya, maksudnya seseorang berada dalam keadaan bahaya, yang kemudian diartikan dengan “dalam keadaan darurat”.
2) Kata (مخمصة) dari kata (الخمص)yang artinya kosongnya perut dari makanan, sehingga terasa sangat lapar.
Disebutkan di dalam hadits,
لو أنكم كنتم توَكَّلُون على الله حق توَكُّلِهِ لرزقكم كما يرزق الطير، تَغْدُو خِمَاصَاً، وتَرُوحُ بِطَاناَ
“Seandainya kalian bertawakal kepada Allah dengan tawakal yang sebenarnya, niscaya Dia memberi rezeki kepada kalian sebagaimana burung diberi rezeki; yaitu dia pergi pagi dalam keadaan perut kosong dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah dam Ahmad)
Maka ayat di atas bisa di artikan, “Barangsiapa dalam kondisi darurat karena sangat lapar…”
3) Firman-Nya,
غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِّاِثْمٍۙ
“…bukan karena ingin berbuat dosa,…”
- Kata (متجانف) dari kata (الجنف) yang berati condong.
Maksudnya jika seseorang dalam keadaan darurat karena lapar dan tidak ada kecondongan hati untuk bermaksiat (atau tidak ada kesengajaan), maka dibolehkan untuk memakan salah satu dari sepuluh makanan yang diharamkan Allah sebagaimana yang disebutkan di atas. Dan Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang terhadap hamba-hambanya.
Pelajaran (4): Apakah Wajib Memakan Bangkai?
فَاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
“sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
1) Penutup ayat ini menunjukkan bahwa pada dasarnya memakan salah satu dari sepuluh makanan yang diharamkan di atas adalah haram dan berdosa bagi pelakunya. Kecuali dalam keadaan darurat dan terpaksa, maka Allah memaafkan perbuatan tersebut.
Syarat kebolehan memakan makanan-makanan tersebut ada tiga hal.
- Darurat, seperti sangat lapar, kalau tidak memakannya akan menyebabkan bahaya atau kematian
- Tidak sengaja atau untuk bermaksud untuk melakukan itu.
- Tidak berlebihan dalam memakannya.
Ketiga syarat tersebut juga tercantum di dalam firman Allah,
فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَّلَا عَادٍ فَلَآ اِثْمَ عَلَيْهِ ۗ
“…Akan tetapi, siapa yang terpaksa (memakannya), bukan karena menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya.” (QS. Al-Baqarah[2]: 173)
Juga di dalam firman-Nya,
فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَّلَا عَادٍ فَاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
“…Akan tetapi, siapa yang terpaksa (memakannya) bukan karena menginginkan dan tidak (pula) melampaui batas, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nahl[16]: 115)
2) Berkata Ibnu Katsir, “Para Ahli Fiqh berkata, “terkadang pada kondisi tertentu memakan bangkai merupakan sesuatu yang wajib, yaitu ketika seseorang merasa jiwanya terancam, sedang tidak menemukan makanan yang lain selain bangkai tersebut. Terkadang memakan bangkai itu bersifat mustahab (dianjurkan), dan terkadang mubah, tergantung pada kondisi.”
Jakarta, Sabtu 28 Mei 2022
-
Tanya Jawab Aktual Tentang Shalat
Lihat isinya
Tanya Jawab Aktual Tentang Puasa
Lihat isinya » -
Jilbab Menurut Syari'at Islam (Meluruskan Pandangan Prof. DR. Quraish)
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Pernikahan (Edisi I)
Lihat isinya » -
Halal dan Haram Dalam Pengobatan (Edisi I)
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Transaksi Keuangan (edisi 1)
Lihat isinya » -
Nasionalisme
Lihat isinya
Panduan Haji dan Umrah
Lihat isinya » -
Mukjizat Al Qur'an Dalam Kesehatan
Lihat isinya
Berobatlah Dengan Yang Halal (edisi 2 Halal Haram Pengobatan)
Lihat isinya » -
Panduan Praktis Menghitung Zakat
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Makanan
Lihat isinya » -
Waktumu Adalah Hidupmu, Managemen Waktu dalam Islam
Lihat isinya
Satu Jam Bersama Al-Qur'an
Lihat isinya » -
Jual Beli Terlarang
Lihat isinya
Kekuatan Istighfar
Lihat isinya » -
Panduan Praktis Berqurban
Lihat isinya
Al-Quran dan Kesetaraan Gender
Lihat isinya » -
Banyak Jalan Menuju Surga
Lihat isinya
Meniti Tangga-Tangga Kesuksesan
Lihat isinya » -
Fiqih Ta'ziyah
Lihat isinya
Mengenal Ahlus Sunnah wal Jamaah
Lihat isinya » -
Fiqih Wanita Kontemporer
Lihat isinya
Menang Tanpa Perang
Lihat isinya » -
Masuk Surga Bersama Keluarga
Lihat isinya
Mengetuk Pintu Langit
Lihat isinya » -
Membangun Negara dengan Tauhid
Lihat isinya
Fiqih Masjid (Membahas 53 Hukum Masjid)
Lihat isinya » -
Membuka Pintu Langit
Lihat isinya
Kesabaran yang Indah
Lihat isinya » -
Menembus Pintu Langit
Lihat isinya
Pensucian Jiwa
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah: Al-Fatihah
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 1: Orang-Orang Munafik dalam Al-Qur'an
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 2: Kisah Nabi Adam dan Iblis
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 3: Kisah Bani Israel
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 4: Nabi Sulaiman dan Kaum Yahudi
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 5: Umat Pertengahan
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 6: Hukum-hukum Seputar Ibadah
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 7: Hukum-hukum Pernikahan & Perceraian
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 8: Tidak Ada Paksaan dalam Beragama
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 9: Agama di Sisi Allah, Islam
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 10: Keluarga Imran
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 11: Sebaik-baik Umat
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 12: Empat Sifat Muttaqin
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 13: Dzikir dan Fikir
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 14: Membina Generasi Tangguh
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Juz 5: Qs. 4: 24-147
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Juz 6: Qs. 4: 148-176 & Qs. 5: 1-81
Lihat isinya
Lihat isinya »