Karya Tulis
433 Hits

Tafsir An-Najah QS. [5]: 5 BAB 281 Menikahi Ahlul Kitab


Tafsir An-Najah QS. [5]: 5

BAB 281

Menikahi Ahlul Kitab

وَالْمُحْصَنٰتُ مِنَ الْمُؤْمِنٰتِ وَالْمُحْصَنٰتُ مِنَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ مِنْ قَبْلِكُمْ اِذَآ اٰتَيْتُمُوْهُنَّ اُجُوْرَهُنَّ مُحْصِنِيْنَ غَيْرَ مُسٰفِحِيْنَ وَلَا مُتَّخِذِيْٓ اَخْدَانٍۗ وَمَنْ يَّكْفُرْ بِالْاِيْمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهٗ ۖوَهُوَ فِى الْاٰخِرَةِ مِنَ الْخٰسِرِيْنَ

“(Dihalalkan bagimu menikahi) perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara perempuan-perempuan yang beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi kitab suci sebelum kamu, apabila kamu membayar maskawin mereka untuk menikahinya, tidak dengan maksud berzina, dan tidak untuk menjadikan (mereka) pasangan gelap (gundik). Siapa yang kufur setelah beriman, maka sungguh sia-sia amalnya dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Al-Maidah[5]: 5)

Pelajaran (1): Makanan dan Pernikahan

  1. Pada ayat ini, Allah menyebutkan dua hal yang menjadi kebutuhan manusia, yaitu makanan yang merupakan kebutuhan lahir setiap manusia, yang kedua pernikahan yang merupakan kebutuhan batin manusia.

Didahulukan penyebutan makanan karena hal itu merupakan kebutuhan seluruh manusia. Adapun pernikahan adalah kebutuhan sebagian manusia yang sudah dewasa. Kedua hal tersebut merupakan karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala yang sangat besar kepada manusia agar mereka beribadah kepada-Nya dan bersyukur atas nikmat ini.

  1. Atau bisa dikatakan bahwa makanan adalah kebutuhan pokok untuk kelangsungan hidup manusia. Sedangkan pernikahan adalah kebutuhan manusia untuk kelangsungan jenis manusia.

Pelajaran (2): Wanita yang Terhormat

  1. Kata (المحصنات) dari kata (الحصن) yang berarti benteng atau tempat berlindung

Adapun arti (المحصنات) dalam ayat ini adalah perempuan yang terlindungi atau yang terjaga.

Ini mempunyai empat arti:

  1. Wanita yang beragama Islam, dia terjaga dari kekafiran
  2. Wanita yang sudah menikah dan memiliki suami. Dia terjaga dari perzinaan.
  3. Wanita yang baik-baik. Dia terjaga dari perbuatan yang mencoreng kehormataannya dan dari orang yang buruk, termasuk di dalamnya terjaga dari perzinaan.
  4. Wanita yang merdeka. Dia terjaga dari perbudakan.
  5. Di dalam ayat ini, disebut dua macam wanita “al-Muhshanat” yang halal untuk dinikahi,

Pertama:

Wanita al-Muhshanat dari kalangan orang-orang Islam  (وَالْمُحْصَنٰتُ مِنَ الْمُؤْمِنٰتِ) maksud dari “al-Muhshanat” disini adalah wanita muslimah yang terhormat yaitu yang mempunyai akhlaq karimah, dan menjaga diri dari hal-hal yang mencoreng kehormatannya.

Wanita seperti ini disebutkan dahulu dalam ayat ini, karena inilah yang lebih utama untuk dinikhani dibanding dengan wanita Ahlul Kitab atau wanita yang tidak menjaga dirinya.

 

Kedua:

Wanita “al-Muhshanat” dari kalangan Ahlul Kitab

(وَالْمُحْصَنٰتُ مِنَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ مِنْ قَبْلِكُمْ)

Yang dimaksud “al-Muhshanat” disini, para ulama berbeda pendapat:

1)      Al-Muhshanat disini adalah wanita yang terhormat yang menjaga diri.

Menurut pendapat, berarti dibolehkan menikah dengan wanita Ahlul Kitab yang merdeka maupun yang statusnya sebagai budak atau hamba sahaya.

2)      Al-Muhshanat disini adalah wanita yang merdeka, sehingga tidak boleh menikah dengan wanita Ahlul Kitab yang statusnya sebagai hamba sahaya.

Pelajaran (3): Menikah dengan Ahlul Kitab

  1. Ayat ini menunjukkan kebolehan menikah dengan wanita terhormat dari kalangan Ahlul Kitab. Inilah pendapat mayoritas pendapat ulama.Walaupun mereka sendiri berbeda pendapat tentang siapa yang dimaksud Ahlul Kitab di sini. Di antara pendapat-pendapat itu antara lain:
    1. Semua wanita Ahlul Kitab

-          Baik yang keturunan Bani Israil atau bukan, yaitu mereka yang beragama Yahudi dan Nashrani secara umum.

-          Baik yang ststusnya harbiyah (musuh) atau dzimmiyyah (yang di bawah pemerintahan Islam)

-          Baik yang merdeka maupu yang hamba sahaya.

  1. Maksudnya adalah wanita Ahlul Kitab keturunan Bani Israil, sehingga tidak boleh menikahi wanita Yahudi atau Nashrani keturunan Jawa, Sunda, Batak dan suku-suku lain yang bukan Bani Israil.
  2. Maksudnya adalah wanita Ahlul Kitab yang merdeka.
  3. Maksudnya adalah wanita Ahlul Dzimmah bukan Harbiyah.

Dari berbagai pendapat di atas, pendapat yang dipilih adalah pendapat yang mengatakan boleh menikahi wanita Ahlul Kitab yang merdeka dan dari kalangan Dzimmiyah, bukan Harbiyah. Wallahu A’lam

  1. Sebagian ulama berpendapat bahwa menikah dengan wanita Ahlul Kitab hukumnya haram, berdasarkan firman Allah,

وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكٰتِ حَتّٰى يُؤْمِنَّ ۗ وَلَاَمَةٌ مُّؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكَةٍ وَّلَوْ اَعْجَبَتْكُمْ ۚ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِيْنَ حَتّٰى يُؤْمِنُوْا ۗ وَلَعَبْدٌ مُّؤْمِنٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكٍ وَّلَوْ اَعْجَبَكُمْ ۗ اُولٰۤىِٕكَ يَدْعُوْنَ اِلَى النَّارِ ۖ وَاللّٰهُ يَدْعُوْٓا اِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِاِذْنِهٖۚ وَيُبَيِّنُ اٰيٰتِهٖ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُوْنَ ࣖ

“Janganlah kamu menikahi perempuan musyrik hingga mereka beriman! Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik, meskipun dia menarik hatimu. Jangan pula kamu menikahkan laki-laki musyrik (dengan perempuan yang beriman) hingga mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran.” (QS. Al-Baqarah[2]: 221)

 

Ahlul Kitab menurut pendapat ini termasuk orang-orang Musyrik karena mereka menyembah al-Masih Isa bin Maryam dan meyakini Trinitas.

  1. Pendapat ini lemah, karena beberapa hal:

-          Allah menghalalkan menikahi wanita Ahlul Kitab secara tegas dalam (QS. Al-Maidah[5]: 5) walaupun para ulama berbeda pendapat dalam rinciannya.

-          Firman Allah dalam (QS. Al-Baqarah[2]: 221) tidak bertentangan dengan ayat ini (QS. Al-Maidah[5]: 5) karena di dalam Qur’an tidak ada pertentangan antara satu ayat dengan ayat yang lain.

  1. Para ulama menggunakan dua cara untuk mengkomparasikan dua ayat di atas.
    1. Menyatakan bahwa (QS. Al-Baqarah[2]: 221) sifatnya umum. Kemudian dikhususkan oleh (QS. Al-Maidah[5]: 5)

Maksudnya wanita Ahlul Kitab termasuk di dalam keumuman orang-orang Musyrik, tetapi mereka dikhususkan dari keumuman tersebut shingga boleh dinikahi oleh orang-orang muslim.

  1. Yang dimaksud wanita Musyrik dalam (QS. Al-Baqarah[2]: 221) bukanlah wanita Ahlul Kitab di dalam (QS. Al-Maidah[5]: 5) Maksudnya Allah membedakan antara wanita Musyrik dan wanita Ahlul Kitab pembedaan seperti ini juga terdapat dalam ayat, seperti firmaan Allah,

لَمْ يَكُنِ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ اَهْلِ الْكِتٰبِ وَالْمُشْرِكِيْنَ مُنْفَكِّيْنَ حَتّٰى تَأْتِيَهُمُ الْبَيِّنَةُۙ

“Orang-orang yang kufur dari golongan Ahlulkitab dan orang-orang musyrik tidak akan meninggalkan (kekufuran mereka) sampai datang kepada mereka bukti yang nyata,” (QS. Al-Bayyinah[98]: 1)

  1. Sebagian sahabat telah melakukan hal ini, yaitu menikahi wanita Ahlul Kitab. Berkata Ibnu Abbas, “ketika ayat ini turun ayat (QS. Al-Baqarah[2]: 221), maka para sahabat menahan diri dari mereka. Tetapi ketika menurunkan ayat (QS. Al-Maidah[5]: 5), maka para sahabat mau menikahi wanita-wanita Ahlul Kitab.”

Pelajaran (4): Wajib Membayar Mahar

اِذَآ اٰتَيْتُمُوْهُنَّ اُجُوْرَهُنَّ مُحْصِنِيْنَ غَيْرَ مُسٰفِحِيْنَ وَلَا مُتَّخِذِيْٓ اَخْدَانٍۗ

  1. Kata (الأجور) jama’ dari (الأجر) yang berarti upah. Maksudnya di sini dalah mahar. Disebut demikian untuk menegaskan bahwa memberikan mahar dalam perrnikahan bahwasanya wajib.

Mahar ini diberikan kepada wanita dalam pernikahann sebagai timbal balik dari bolehnya laki-laki menggauli wanita tersbut. Pemberian mahar pada waktu akad pernikahan sangat dianjurkan, walaupun bukan syarat sahnya akad pernikahan.

  1. Kata (محصنين) arti untuk menjaga diri dari perzinaan.
  2. Kata (مسافحين) jama’ dari (مسافح) sedang (السفاح) artinya zina, jadi Musafih artinya orang yang berzina.

Disebutkan demikian karena orang yang berzina menumpahkan (سفح) air maninya secara sia-sia. Maksudnya di sini di dalam pernikahan dengan wanita Ahlul Kitab tujuannya adalah menjaga diri dan tidak untuk melakukan perzinaan.

  1. (الأخدان) jama’ dari (خدن) yang berarti teman. Maksudnya di sini adalah teman kencan atau teman selingkuh.

Jadi tujuan menikah dengan wanita Ahlul Kitab adalah untuk dijadikan istri bukan untuk dijadikan teman kencan atau teman selingkuh.

Pelajaran (5): Kafir Setelah Iman

وَمَنْ يَّكْفُرْ بِالْاِيْمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهٗ ۖوَهُوَ فِى الْاٰخِرَةِ مِنَ الْخٰسِرِيْنَ

Para ulama berbeda di dalam mengungkapkan maksud ayat di atas;

  1. Maksudnya adalah kafir sesudah beriman.
  2. Maksudnya adalah mengkufuri syari’at dan hukum-hukum yang telah ditetapkan Allah di dalam al-Qur’an, termasuk hukum tentang makanan dan perikahan dengan Ahlul Kitab.
  3. Maksudnya adalah kafir kepada Allah atau kufur terhadap keimanan kepada Allah

Barang siapa yang melakukan hal-hal yang disebut di atas, maka amalnya akan sia-sia dan di akhirat akan menjadi orang-orang yang merugi.

 

 

Jakarta, Senin 30 Mei 2022

 

 

KARYA TULIS