Tafsir An-Najah QS.[5]: 24 BAB 291 Berpisah di Dunia dan Akhirat
Tafsir An-Najah (QS. al-Maidah[5]: 24-25)
BAB 291
Berpisah di Dunia dan Akhirat
قَالُوْا يٰمُوْسٰٓى اِنَّا لَنْ نَّدْخُلَهَآ اَبَدًا مَّا دَامُوْا فِيْهَا ۖفَاذْهَبْ اَنْتَ وَرَبُّكَ فَقَاتِلَآ اِنَّا هٰهُنَا قٰعِدُوْنَ
“Mereka berkata, “Wahai Musa, sesungguhnya kami sampai kapan pun tidak akan memasukinya selama mereka masih ada di dalamnya. Oleh karena itu, pergilah engkau bersama Tuhanmu, lalu berperanglah kamu berdua. Sesungguhnya kami tetap berada di sini saja.”(QS. al-Maidah[5]: 24-25)
Pelajaran (1): Tiga Penolakan
Ayat ini mengandung tiga penolakan Bani Israel terhadap ajakan Nabi Musa, Yusya’ bin Nun dan Kalib bin Yuqana untuk berangkat jihad melawan orang-orang Kafir penguasa kota Palestina. Tiga penolakan itu sebagai berikut:
Pertama:
(قَالُوْا يٰمُوْسٰٓى اِنَّا لَنْ نَّدْخُلَهَآ اَبَدًا مَّا دَامُوْا فِيْهَا)
Mereka bersikukuh tidak akan berangkat selamanya untuk berperang melawan penguasa Palestina. Sikap keras mereka ini diungkapkan dengan kalimat yang disisipi tiga penguat yaitu:
(اِنَّ, لَنْ, اَبَدًا) yang bisa diartkan sebagai berikut: “Sesungguhnya kami tidak akan memasukinya selama-lamanya, selagi mereka ada di dalamnya”
Kalimat di atas menunjukkan ketakutan yang luar biasa dari mereka. Mereka sangat takut mati dan belum siap bertemu dengan Allah, karena dosa-dosa yang mereka kerjakan.
Kedua:
(فَاذْهَبْ اَنْتَ وَرَبُّكَ فَقَاتِلَآ)
Kalau benar-benar perintah jihad ini tetap diwajibkan, mereka meminta kepada Nabi Musa agar pergi berjihad sendiri bersama tuhan-Nya.
a) Jawaban mereka ini adalah bentuk penghinaan kepada Allah dan Nabi Musa. Begitulah karakter orang-orang Yahudi, mereka tidak menghormati para Nabi, meremehkan perintah serta mengeluarkan kata-kata yang tidak layak kepada-Nya.
b) Sebagian ulama menganggap bahwa perkataan ini menyebabkan mereka menjadi kafir karena mengandung penghinaan kepada Allah dan meragukan kenabian Nabi Musa Alaihi Salam.
Ketiga:
(اِنَّا هٰهُنَا قٰعِدُوْنَ)
a) Mereka lebih memilih duduk dirumah mereka, bersantai dan bersenda gurau dengan istri dan anak. Hidup nyaman, tidak ada perjuangan dan pengorbanan sedikitpun. Tetapi mereka diwaktu yang sama ingin berhasil, menang dan berkuasa.
b) Karakter kaum Yahudi yang takut berjihad dan suka duduk santai bersama keluarga mirip dengan karakter orang-orang munafik. Hal ini disebutkan Allah di dalam firman-Nya,
۞ وَلَوْ اَرَادُوا الْخُرُوْجَ لَاَعَدُّوْا لَهٗ عُدَّةً وَّلٰكِنْ كَرِهَ اللّٰهُ انْۢبِعَاثَهُمْ فَثَبَّطَهُمْ وَقِيْلَ اقْعُدُوْا مَعَ الْقٰعِدِيْنَ
“Seandainya mereka mau berangkat (sejak semula), niscaya mereka menyiapkan persiapan untuk keberangkatan itu. Akan tetapi, (mereka memang enggan dan oleh sebab itu) Allah tidak menyukai keberangkatan mereka, maka Dia melemahkan keinginan mereka, dan dikatakan (kepada mereka), “Tinggallah kamu bersama orang-orang yang tinggal itu.” (QS. at-Taubah[9]: 46)
Begitu juga di dalam firman-Nya,
…وَقَالُوْا ذَرْنَا نَكُنْ مَّعَ الْقٰعِدِيْنَ
“…dan mereka berkata, “Biarkanlah kami berada bersama orang-orang yang duduk (tinggal di rumah).” (QS. at-Taubah[9]: 86)
Pelajaran (2): Dua Hikmah dari Ayat
Beberapa pelajaran dari ayat (24).
- Tiga jawaban penolakan orang-orang Yahudi Bani Israel terhadap perintah Allah dan Nabi Musa untuk berjihad melawan musuh-musuh mereka menunjukkan sifat pengecut dan penakut dari diri mereka.
- Mereka takut mati dan belum siap bertemu dengan Allah karena dosa-dosa yang mereka perbuat. Mereka mengira bahwa kematian itu hanya di medan perang, bukan di rumah-rumah tempat tingal mereka. Keyakinan ini seperti keyakinan orang-orang munafik yang sangat takut berperang, karena takut mati.
- Ketakutan orang-orang Yahudi terhadap kematian dijawab oleh Allah di dalam beberapa firman-Nya, di antaranya,
قُلْ اِنَّ الْمَوْتَ الَّذِيْ تَفِرُّوْنَ مِنْهُ فَاِنَّهٗ مُلٰقِيْكُمْ ثُمَّ تُرَدُّوْنَ اِلٰى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ ࣖ
“Katakanlah, “Sesungguhnya kematian yang kamu lari darinya pasti akan menemuimu. Kamu kemudian akan dikembalikan kepada Yang Maha Mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang selama ini kamu kerjakan.” (QS. al-Jumu’ah[62]: 8)
- Ketakutan orang-orang Munafik terhadap kematian di medan perang di jawab oleh Allah di dalam beberapa firman-Nya, di antaranya.
- Di dalam (QS. Ali-Imran[3]: 154) Allah berfirman,
…يَقُوْلُوْنَ لَوْ كَانَ لَنَا مِنَ الْاَمْرِ شَيْءٌ مَّا قُتِلْنَا هٰهُنَا ۗ قُلْ لَّوْ كُنْتُمْ فِيْ بُيُوْتِكُمْ لَبَرَزَ الَّذِيْنَ كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقَتْلُ اِلٰى مَضَاجِعِهِمْ ۚ …
“Mereka berkata, “Seandainya ada sesuatu yang dapat kami perbuat dalam urusan ini, niscaya kami tidak akan dibunuh (dikalahkan) di sini.” Katakanlah (Nabi Muhammad), “Seandainya kamu ada di rumahmu, niscaya orang-orang yang telah ditetapkan akan mati terbunuh itu keluar (juga) ke tempat mereka terbunuh.” (QS. Ali-Imran[3]: 154)
- Di dalam (QS. Ali-Imran[3]: 168) Allah berfirman,
اَلَّذِيْنَ قَالُوْا لِاِخْوَانِهِمْ وَقَعَدُوْا لَوْ اَطَاعُوْنَا مَا قُتِلُوْا ۗ قُلْ فَادْرَءُوْا عَنْ اَنْفُسِكُمُ الْمَوْتَ اِنْ كُنْتُمْ صٰدِقِيْنَ
“(Mereka itu adalah) orang-orang yang berbicara tentang saudara-saudaranya (yang ikut berperang dan terbunuh), sedangkan mereka sendiri tidak turut berperang, “Seandainya mereka mengikuti kami, tentulah mereka tidak terbunuh.” Katakanlah, “Cegahlah kematian itu dari dirimu jika kamu orang-orang benar.” (QS. Ali-Imran[3]: 168)
- Di dalam (QS. an-Nisa’[4]: 78) Allah berfirman,
اَيْنَ مَا تَكُوْنُوْا يُدْرِكْكُّمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِيْ بُرُوْجٍ مُّشَيَّدَةٍ ۗ وَاِنْ تُصِبْهُمْ حَسَنَةٌ يَّقُوْلُوْا هٰذِهٖ مِنْ عِنْدِ اللّٰهِ ۚ وَاِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ يَّقُوْلُوْا هٰذِهٖ مِنْ عِنْدِكَ ۗ قُلْ كُلٌّ مِّنْ عِنْدِ اللّٰهِ ۗ فَمَالِ هٰٓؤُلَاۤءِ الْقَوْمِ لَا يَكَادُوْنَ يَفْقَهُوْنَ حَدِيْثًا
“Di mana pun kamu berada, kematian akan mendatangimu, meskipun kamu berada dalam benteng yang kukuh. Jika mereka (orang-orang munafik) memperoleh suatu kebaikan, mereka berkata, “Ini dari sisi Allah” dan jika mereka ditimpa suatu keburukan, mereka berkata, “Ini dari engkau (Nabi Muhammad).” Katakanlah, “Semuanya (datang) dari sisi Allah.” Mengapa orang-orang itu hampir tidak memahami pembicaraan?” (QS. an-Nisa’[4]: 78)
Perbandingan antara sikap Bani Israel kepada Nabi Musa dan sikap para sahabat kepada Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam ketika diperintahkan untuk berjihad, dikisahkan oleh Ibnu Mas’ud bahwa ia berkata, “Aku pernah menyaksikan kisah Miqdad, dan seandainya aku yang melakukannya, niscaya itu lebih aku sukai dari pada yang sebanding dengannya.” Miqdad mendatangi Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, ketika beliau sedang mendo’akan keburukan bagi orang-orang Musyrik, lalu berkata “Ya Rasulullah, demi Allah, kami akan berkata seperti yang dikatakan Bani Israel kepada Nabi Musa”
فَاذْهَبْ اَنْتَ وَرَبُّكَ فَقَاتِلَآ اِنَّا هٰهُنَا قٰعِدُوْنَ
“pergilah engkau bersama Tuhanmu, lalu berperanglah kamu berdua. Sesungguhnya kami tetap berada di sini saja.”
Tetapi kami akan berperang di sebelah kanan dan kirimu, di depan dan belakangmu.”
Maka aku melihat wajah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, begitu ceria karenanya dan hal itu menjadikan beliau bahagia.” (HR. al-Bukhari)
- Dalam riwayat Anas bin Malik disebutkan, ketika hendak berangkat ke Badar, Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam mengajak kaum muslimin bermusyawarah. Kemudia Umar memberikan pendapat. Tetapi Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam masih minta pendapat kepada kaum Anshar. Merekapun berkata, “Kalau demikian, kita tidak boleh mengatakan kepada beliau seperti perkataan Bani Israel kepada Musa.”
فَاذْهَبْ اَنْتَ وَرَبُّكَ فَقَاتِلَآ اِنَّا هٰهُنَا قٰعِدُوْنَ
“Demi dzat yang mengutusmu dengan haq, seandainya engkau menempuh jarak yang sangat jauh, sejauh Barkil Ghimad sekalipun, niscaya kami bersamamu.” (HR. Ahmad, an-Nasa’I, dan Ibnu Hibban)
Pelajaran (3): Hanya Menguasai Diri Sendiri
قَالَ رَبِّ اِنِّيْ لَآ اَمْلِكُ اِلَّا نَفْسِيْ وَاَخِيْ فَافْرُقْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ الْقَوْمِ الْفٰسِقِيْنَ
“Dia (Musa) berkata, “Ya Tuhanku, aku tidak mempunyai kekuasaan apa pun, kecuali atas diriku sendiri dan saudaraku. Oleh sebab itu, pisahkanlah antara kami dan kaum yang fasik itu.” (QS. al-Maidah[5]: 25)
- Mendengar jawaban penolakan mereka sangat menyakitkan dan sangat tidak beradab tersebut, Nabi Musa sangat marah dan mengadukan hal itu kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
- Firman-Nya,
(قَالَ رَبِّ اِنِّيْ لَآ اَمْلِكُ اِلَّا نَفْسِيْ وَاَخِيْ)
- Nabi Musa hanyalah seorang Nabi dan Rasul tugasnya adalah berdakwah, mengajak kaumnnya untuk beribadah dan ta’at kepada Allah, memberikan kabar gembira kepada yang beriman dan ta’at dengan pahala yang besar, dan memberi peringatan kepada yang ingkar dan bermaksiat dengan siksaan Allah di dunia dan akhirat.
Nabi musa tidak bisa memaksa kaumnya untuk melakukan sesuatu kalau mereka menolaknya. Beliau bukan pemaksa, bukan pula raja atau penguasa.
Begitu juga Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam hanyalah seorang pendakwah, penyampai risalah Allah, pemberi kabar gembira dan peringatan. Beliau bukan penguasa dan pemaksa.
Dalam hal ini Allah berfirman,
فَذَكِّرْۗ اِنَّمَآ اَنْتَ مُذَكِّرٌۙ لَّسْتَ عَلَيْهِمْ بِمُصَيْطِرٍۙ
“Maka, berilah peringatan karena sesungguhnya engkau (Nabi Muhammad) hanyalah pemberi peringatan. Engkau bukanlah orang yang berkuasa atas mereka.” (QS. al-Ghasyiyah[88]: 21-22)
- Dalam ayat ini, Nabi Musa mengatakan bahwa beliau tidak bisa menguasai kecuali dirinya dan saudaranya, yaitu Nabi Harun. Hal itu karena beliau sudah sangat percaya kepada Nabi Harun yang selama ini membantunya dalam berdakwah, sejak menghadap Fir’aun sampai Bani Israel bisa menyebrang laut dan selamat dari pengajaran Fir’aun.
Allahpun telah mengangkatnya menjadi Nabi dan pendukung Nabi Musa, sebagaimana firman-Nya,
قَالَ سَنَشُدُّ عَضُدَكَ بِاَخِيْكَ وَنَجْعَلُ لَكُمَا سُلْطٰنًا فَلَا يَصِلُوْنَ اِلَيْكُمَا ۛبِاٰيٰتِنَا ۛ اَنْتُمَا وَمَنِ اتَّبَعَكُمَا الْغٰلِبُوْنَ
“Dia (Allah) berfirman, “Kami akan menguatkanmu dengan saudaramu dan Kami akan berikan kepadamu berdua hujah (mukjizat). Maka, mereka tidak akan dapat mencapaimu. (Berangkatlah kamu berdua) dengan membawa mukjizat Kami. Kamu berdua dan orang yang mengikutimu adalah para pemenang.” (QS. Al-Qashash[28]: 35)
- Adapun kedua pengikut setianya yaitu Yusya’ bin Nun dan Kalib bin Yuqana tidak disebut oleh Nabi Musa, karena ada -kemungkinan keduanya tidak ikut berperang jika jumlahnya pasukan yang berangkat hanya- belum ada jaminan dari Allah tentang kesetiaan keduanya terhadap Nabi Musa sampai akhir perjuangan. Atau dikatakan bahwa kedua Nabi ini, Nabi Musa dan Nabi Harun, tidak bisa memaksa kaumnya, kecuali atas diri mereka sendiri, sebagai Nabi dan utusan Allah. Di sini Nabi Musa berbicara tentang tugas Nabi. Jadi tidak berbicara tentang tugas orang lain , sehingga kedua pengikutnya tidak ikut disebut oleh Nabi Musa.
Pelajaran (4): Berpisah di Dunia dan Akhirat
فَافْرُقْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ الْقَوْمِ الْفٰسِقِيْنَ
1) Ini merupakan do’a keburukan kepada mereka yang bermaksiat kepaada Allah dan rasul-Nya dan membangkan perintah keduanya.
2) Terdapat beberapa penafsiran terhadap ayat di atas.
- Nabi Musa memohon kepada Allah agar dipisahkan dengan mereka agar tidak terkena sanksi akibat kemaksiatan mereka. Jadi beliau telah berlepas diri dari perbutan mereka dan memohon diselamatkan dari adzab, jika Allah menghukum mereka.
Ini pernah terjadi pada diri Nabi Luth, beliau diselamatkan dari siksa dan sanksi yang ditimpakan kepada kaumnya yang tidak mau mendengar peringatannya untuk meninggalkan perbuatan mereka.
- Nabi Musa memohon kepada Allah agar diputuskan perkara antara beliau dengan kaumnya dengan keputusan yang tegas ini mirip dengan firman Allah,
فِيْهَا يُفْرَقُ كُلُّ اَمْرٍ حَكِيْمٍۙ
“Pada (malam itu) dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” (QS. Ad-Dukhan[44]: 4)
Kata (يُفْرَقُ) pada ayat ini artinya diputuskan, yaitu pada Lailatul Qadar diputuskan segala urusan yang penuh hikmah. Atau ditetapkan taqdir dari seluruh urusan.
Permohonan Nabi Musa ini dikabulkan oleh Allah dengan mewafatkan beliau di Padang Tiin (padang pasir di mana Bani Israel mendapat hukuman dari Allah arena kemaksiatan mereka).
- Nabi Musa memohon agar di akhirat nanti dipisahkan dengan mereka.
Nabi Musa di surga sedang mereka di neraka
Ini mirip dengan firman Allah,
وَامْتَازُوا الْيَوْمَ اَيُّهَا الْمُجْرِمُوْنَ
“(Dikatakan kepada orang-orang kafir,) “Berpisahlah kamu (dari orang-orang mukmin) pada hari ini, wahai para pendurhaka!” (QS. Yasin[36]: 59)
Ayat di atas menjelaskan pada hari kiamat orang-orang jahat di pisahkan dengan orang-orang baik.
Ini di kuatkan dengan firman Allah,
…فَضُرِبَ بَيْنَهُمْ بِسُوْرٍ لَّهٗ بَابٌۗ بَاطِنُهٗ فِيْهِ الرَّحْمَةُ وَظَاهِرُهٗ مِنْ قِبَلِهِ الْعَذَابُۗ
“…Lalu, di antara mereka dipasang dinding (pemisah) yang berpintu. Di sebelah dalamnya ada rahmat dan di luarnya ada azab.” (QS. Al-Hadid[57]: 13)
3) Orang-orang Bani Israel yang membangkan dari perintah Nabi Musa disebut oleh Allah sebagai kaum yang Fasik.
Fasik berarti keluar ddari ketaatan Allah ini miriip julukan Iblis sebagai makhluq yang Fasik karena tidak mau mengikuti perintah Allah untuk sujud kepada Nabi Adam. Dalam hal ini Allah berfirman,
…كَانَ مِنَ الْجِنِّ فَفَسَقَ عَنْ اَمْرِ رَبِّهٖۗ اَفَتَتَّخِذُوْنَهٗ وَذُرِّيَّتَهٗٓ اَوْلِيَاۤءَ مِنْ دُوْنِيْ وَهُمْ لَكُمْ عَدُوٌّۗ بِئْسَ لِلظّٰلِمِيْنَ بَدَلًا
“…Dia termasuk (golongan) jin, kemudian dia mendurhakai perintah Tuhannya. Pantaskah kamu menjadikan dia dan keturunannya sebagai penolong449) selain Aku, padahal mereka adalah musuhmu? Dia (Iblis) seburuk-buruk pengganti (Allah) bagi orang-orang zalim.” (QS. Al-Kahfi[18]: 50)
Jakarta, Selasa 7 Juni 2022
-
Tanya Jawab Aktual Tentang Shalat
Lihat isinya
Tanya Jawab Aktual Tentang Puasa
Lihat isinya » -
Jilbab Menurut Syari'at Islam (Meluruskan Pandangan Prof. DR. Quraish)
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Pernikahan (Edisi I)
Lihat isinya » -
Halal dan Haram Dalam Pengobatan (Edisi I)
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Transaksi Keuangan (edisi 1)
Lihat isinya » -
Nasionalisme
Lihat isinya
Panduan Haji dan Umrah
Lihat isinya » -
Mukjizat Al Qur'an Dalam Kesehatan
Lihat isinya
Berobatlah Dengan Yang Halal (edisi 2 Halal Haram Pengobatan)
Lihat isinya » -
Panduan Praktis Menghitung Zakat
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Makanan
Lihat isinya » -
Waktumu Adalah Hidupmu, Managemen Waktu dalam Islam
Lihat isinya
Satu Jam Bersama Al-Qur'an
Lihat isinya » -
Jual Beli Terlarang
Lihat isinya
Kekuatan Istighfar
Lihat isinya » -
Panduan Praktis Berqurban
Lihat isinya
Al-Quran dan Kesetaraan Gender
Lihat isinya » -
Banyak Jalan Menuju Surga
Lihat isinya
Meniti Tangga-Tangga Kesuksesan
Lihat isinya » -
Fiqih Ta'ziyah
Lihat isinya
Mengenal Ahlus Sunnah wal Jamaah
Lihat isinya » -
Fiqih Wanita Kontemporer
Lihat isinya
Menang Tanpa Perang
Lihat isinya » -
Masuk Surga Bersama Keluarga
Lihat isinya
Mengetuk Pintu Langit
Lihat isinya » -
Membangun Negara dengan Tauhid
Lihat isinya
Fiqih Masjid (Membahas 53 Hukum Masjid)
Lihat isinya » -
Membuka Pintu Langit
Lihat isinya
Kesabaran yang Indah
Lihat isinya » -
Menembus Pintu Langit
Lihat isinya
Pensucian Jiwa
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah: Al-Fatihah
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 1: Orang-Orang Munafik dalam Al-Qur'an
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 2: Kisah Nabi Adam dan Iblis
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 3: Kisah Bani Israel
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 4: Nabi Sulaiman dan Kaum Yahudi
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 5: Umat Pertengahan
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 6: Hukum-hukum Seputar Ibadah
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 7: Hukum-hukum Pernikahan & Perceraian
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 8: Tidak Ada Paksaan dalam Beragama
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 9: Agama di Sisi Allah, Islam
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 10: Keluarga Imran
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 11: Sebaik-baik Umat
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 12: Empat Sifat Muttaqin
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 13: Dzikir dan Fikir
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 14: Membina Generasi Tangguh
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Juz 5: Qs. 4: 24-147
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Juz 6: Qs. 4: 148-176 & Qs. 5: 1-81
Lihat isinya
Lihat isinya »