Karya Tulis
504 Hits

Tafsir An-Najah (Qs.4: 100) Bab 241 Manfaat Hijrah


Manfaat Hijrah

(Ayat 100)

 

وَمَن يُهَاجِرْ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ يَجِدْ فِى ٱلْأَرْضِ مُرَٰغَمًۭا كَثِيرًۭا وَسَعَةًۭ ۚ وَمَن يَخْرُجْ مِنۢ بَيْتِهِۦ مُهَاجِرًا إِلَى ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ ثُمَّ يُدْرِكْهُ ٱلْمَوْتُ فَقَدْ وَقَعَ أَجْرُهُۥ عَلَى ٱللَّهِ ۗ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورًۭا رَّحِيمًۭا

“Barangsiapa yang berhijrah dalam perkara Allah akan menemukan banyak tempat berlindung yang aman dan sumber daya yang melimpah di seluruh bumi. Mereka yang meninggalkan rumah mereka dan mati saat berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya pahala mereka telah dijamin dengan Allah. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”

(Qs. an-Nisa’: 100)

 

Pelajaran (1) Manfaat Hijrah

(1) Pada ayat-ayat sebelumnya, disebutkan orang-orang yang tidak mau berhijrah dan ancaman untuk mereka. Pada ayat ini, dijelaskan orang-orang yang berhijrah dan pahala yang akan didapatkannya.

(2) Kata (مُرَٰغَمًۭا) artinya tanah, atau tempat mengalahkan orang lain. Dikatakan bahwa orang-orang kafir Quraisy telah mengalahkan orang-orang Islam yang tertahan di Mekkah dan tidak bisa berhijrah ke Madinah, tatkala salah satu dari mereka yang tertahan tersebut bisa pergi dari Mekkah dan berhijrah ke Madinah, seakan dia telah mengalahkan orang-orang kafir Quraisy.

Kalimat (مُرَٰغَمًۭا كَثِيرًۭا) berarti dia mendapatkan tempat tinggal yang banyak, di mana orang-orang kafir tidak bisa menemukannya dan tidak mengganggu dirinya.

(3) Kata (سعة) artinya luas. Maksudnya adalah keluasan tempat, keluasan rezeki, keluasan hati, keluasan pikiran. Semua arti “Sa’ah” di atas bisa digabungkan menjadi satu, yaitu keluasan tempat, membuat seseorang bisa menjalin relasi (keluasan hubungan) dia bisa berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Hal itu bisa mendatangkan keluasan rezeki, sehingga hati dan pikirannya menjadi terbuka dan luas.

(4) Kesimpulannya, bahwa Allah menjanjikan orang-orang yang berhijrah dari tempat yang banyak maksiat dan kesyirikan, menuju tempat yang penuh dengan ketaatan kepada Allah dan ditegakkannya ajaran Islam, Allah menjanjikan baginya dua hal, yaitu:

(a) Keluasan tempat atau banyaknya tempat pilihan untuk tinggal (مُرَٰغَمًۭا كَثِيرًۭا)

(b) Keluasan rezeki, relasi, wawasan, pikiran dan kelapangan hati (سعة)

(5) Dua hal ini dialami oleh orang-orang yang sering melakukan perjalanan, baik perjalanan untuk mencari ilmu, ataupun perjalanan untuk berdagang, atau perjalanan dinas (pekerjaan kantor). Mereka rata-rata lebih luas rezekinya, dan lebih banyak kenalan dan relasinya, serta lebih luas wawasan pemikirannya, dibanding orang-orang yang jarang bepergian.

 

Pelajaran (2) Banyak Melakukan Perjalanan

(1) Di dalam surat Quraisy Allah memuji kebiasaan orang-orang Quraisy yang senang melakukan perjalanan ke tempat jauh untuk keperluan perniagaan (perdagangan). Berarti mereka berpindah dari satu tempat ke tempat lain, dan ini bagian dari makna hijrah. Bedanya mereka berhijrah mencari dunia, sedangkan umat Islam berhijrah untuk mencari ridha Allah dan mencari akhirat serta mempertahankan agama.

(2) Untuk mengetahui lebih lanjut manfaat melakukan perjalanan yang disebutkan dalam surat Quraisy, penulis nukilkan dari buku “Membangun Negara dengan Tauhid” tentang firman Allah,

إِۦلَـٰفِهِمْ رِحْلَةَ ٱلشِّتَآءِ وَٱلصَّيْفِ

“(Yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas.” (Qs. Quraisy: 2)

Salah satu sifat dan kebiasaan suku Quraisy yang baik dan menyebabkan mereka berhak menjadi pemimpin adalah kebiasaan mereka melakukan perjalanan jauh keluar negeri untuk berdagang.

Terdapat lima hal yang positif dalam kebiasaan ini:

(1) Suku Quraisy terbiasa hidup di alam yang keras dan tandus, yaitu berupa padang pasir yang membentang luas, disertai dengan udara dan cuaca yang kadang sangat ekstrim dan berubah-ubah, dari yang sangat dingin kemudian sangat panas. Mereka mampu bertahan hidup dalam cuaca yang demikian. Ditambah dengan gunung-gunung batu yang mengelilingi kota mereka. Ini menunjukkan bahwa mereka adalah suku yang terbiasa menghadapi tantangan dan mampu bertahan ketika menghadapi berbagai kesulitan.

(2) Mereka keluar dari kampung halaman mereka untuk mempertahankan hidup, yaitu dengan berdagang dan pergi ke luar kota. Ini menunjukkan bahwa mereka adalah suku yang mempunyai kemauan keras dan tidak mudah menyerah dengan keadaan. Mereka telah teruji di dalam menghadapi berbagai rintangan dan keadaan yang tidak nyaman.

(3) Ketika pergi ke luar negeri, tentunya mereka akan menghadapi berbagai karakter manusia yang mereka temui selama perjalanan. Mereka mampu menghadapinya, dan sabar terhadap hal-hal yang tidak menyenangkan dari tutur kata, sikap, perbuatan orang-orang yang mereka temui.

(4) Di dalam perjalanan tersebut, mereka menemukan banyak hal-hal yang baru bagi kehidupan mereka, dari bangunan-bangunan, jalan-jalan yang berliku-liku, ciptaan-ciptaan Allah di alam semesta, berbagai macam binatang yang jinak maupun yang buas, cuaca dan udara yang selalu berubah-ubah dan hal-hal lain yang patut dijadikan pelajaran yang sangat berharga dalam kehidupan mereka.

(5) Mereka akan bertemu dengan orang-orang yang hebat, berkenalan dengan para tokoh, pemimpin, ilmuwan, serta orang-orang pintar lainnya, sehingga jaringan mereka semakin luas dan kokoh. Ini sesuai dengan bait syair yang ditulis oleh Imam Syafi’i, salah satu ulama besar yang berasal dari keturunan suku Quraisy:

تغرب عن الأوطان تكتسب العلا        وسافر ففي الأسفار خمس فوائد                  

تفريج هـمٍّ واكتسـاب معيشـة            وعلـم وآداب وصحبـة مـاجد

فان قيل فـي الأسفار ذل وشدة         وقطع الفيافي وارتكاب الشدائـد

فموت الفتى خير له من حيـاته         بدار هوان بين واش وحـاسـد

“Tinggalkan negaramu, niscaya engkau akan menjadi mulia, dan pergilah, karena bepergian itu mempunyai lima faedah. Menghibur dari kesedihan, mendapatkan pekerjaan, ilmu dan adab, serta bertemu dengan orang-orang baik. Jika dikatakan bahwa bepergian itu mengandung kehinaan, dan kekerasan, dan harus melewati jalan panjang, serta penuh dengan tantangan. Maka bagi pemuda kematian lebih baik daripada hidup di kampung dengan para pembohong dan pendengki.”

(3) Termasuk dalil yang menunjukkan bahwa orang yang berjihad akan diberikan kehidupan yang baik adalah firman Allah,

وَٱلَّذِينَ هَاجَرُوا۟ فِى ٱللَّهِ مِنۢ بَعْدِ مَا ظُلِمُوا۟ لَنُبَوِّئَنَّهُمْ فِى ٱلدُّنْيَا حَسَنَةًۭ ۖ وَلَأَجْرُ ٱلْـَٔاخِرَةِ أَكْبَرُ ۚ لَوْ كَانُوا۟ يَعْلَمُونَ

“Dan orang-orang yang berhijrah karena Allah sesudah mereka dianiaya, pasti Kami akan memberikan tempat yang bagus kepada mereka di dunia. Dan sesungguhnya pahala di akhirat adalah lebih besar, kalau mereka mengetahui.” (Qs. an-Nahl: 41)

Ayat di atas menyebutkan dua kebaikan bagi yang berhijrah di jalan Allah, yaitu:

(a) Tempat yang baik di dunia.

(b) Pahala akhirat lebih besar.

 

Pelajaran (3) Meninggal di Jalan

وَمَن يَخْرُجْ مِنۢ بَيْتِهِۦ مُهَاجِرًا إِلَى ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ ثُمَّ يُدْرِكْهُ ٱلْمَوْتُ فَقَدْ وَقَعَ أَجْرُهُۥ عَلَى ٱللَّهِ ۗ

“Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah.”

(1) Ayat di atas menunjukkan bahwa seseorang yang berhijrah di jalan Allah kemudian mati di tengah jalan sebelum sampai di tempat hijrah, maka pahalanya telah tetap baginya.

(2) Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu bahwa Dhamrah bin Jundub atau Jundub bin Dhamrah dari Bani Laits, dia termasuk orang yang tertindas di Mekkah. Saat itu dia sedang sakit, tetapi ketika mendengar ayat tentang perintah untuk berhijrah, ia berkata kepada keluarganya “Bawa aku ke Madinah, aku bukan termasuk orang yang lemah dan tertindas, aku tahu jalan ke Madinah, aku tidak akan tinggal malam ini di Mekkah”. Maka keluarganya membawanya menuju arah Madinah, sesampainya di Tan’im (perbatasan kota Mekkah) dia meninggal dunia. Lalu turunlah ayat ini.

(3) Kejadian ini mirip dengan kisah seorang penjahat yang pernah membunuh 99 orang secara zhalim, sebagaimana yang tersebut di dalam hadist Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu  bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:

كَانَ فِيمَن كَانَ قبلكُمْ رجل قتل تِسْعَة وَتِسْعين نفسا ، فَسَأَلَ عَن أعلم أهل الأَرْض ، فَدلَّ على رَاهِب ، فَأَتَاهُ فَقَالَ : إِنَّه قتل تِسْعَة وَتِسْعين نفسا ، فَهَل لَهُ من تَوْبَة ؟ فَقَالَ : لَا . فَقتله فكمل بِهِ مائَة ، ثمَّ سَأَلَ عَن أعلم أهل الأَرْض ، فَدلَّ على رجل عَالم ، فَقَالَ : إِنَّه قد قتل مائَة نفس ، فَهَل لَهُ من تَوْبَة ؟ فَقَالَ : نعم ، وَمن يحول بَينه وَبَين التَّوْبَة ، انْطلق إِلَى أَرض كَذَا وَكَذَا ؛ فَإِن بهَا أُنَاسًا يعْبدُونَ الله ، فاعبد الله مَعَهم ، وَلَا ترجع إِلَى أَرْضك فَإِنَّهَا أَرض سوء . فانظلق حَتَّى إِذا نصف الطَّرِيق أَتَاهُ الْمَوْت ، فاختصمت فِيهِ مَلَائِكَة الرَّحْمَة وملائكة الْعَذَاب ، فَقَالَت مَلَائِكَة الرَّحْمَة : جَاءَ تَائِبًا مُقبلا بِقَلْبِه إِلَى الله . وَقَالَت مَلَائِكَة الْعَذَاب : إِنَّه لم يعْمل خيرا قطّ . فَأَتَاهُم ملك فِي صُورَة آدَمِيّ فجعلوه بَينهم ، فَقَالَ : قيسوا مَا بَين الْأَرْضين فَإلَى أَيَّتهمَا كَانَ أدنى فَهُوَ لَهُ . فقاسوه فوجدوه أدنى إِلَى الأَرْض الَّتِي أَرَادَ ، فقبضته مَلَائِكَة الرَّحْمَة.

         “Dahulu, di zaman orang-orang sebelum kalian, ada seorang laki-laki yang telah membunuh 99 jiwa. Dia pun bertanya tentang orang yang paling alim di muka bumi ketika itu, lalu ditunjukkan kepadanya tentang seorang rahib (ahli ibadah). Maka dia pun mendatangi rahib tersebut lalu mengatakan bahwa sesungguhnya dia telah membunuh 99 jiwa, apakah ada taubat baginya? Ahli ibadah itu berkata: “Tidak.” Seketika laki-laki itu membunuhnya. Maka dia pun menggenapi dengan itu (membunuh rahib) menjadi 100 jiwa. Kemudian dia menanyakan apakah ada orang yang paling alim di muka bumi ketika itu? Lalu ditunjukkanlah kepadanya tentang seorang yang berilmu. Maka dia pun mengatakan bahwa sesungguhnya dia telah membunuh 100 jiwa, apakah ada taubat baginya? Orang alim itu berkata: “Ya. Siapa yang menghalangi dia dari taubatnya? Pergilah ke daerah ini dan ini. Karena sesungguhnya di sana ada orang-orang yang senantiasa beribadah kepada Allah, maka beribadahlah kamu kepada Allah bersama mereka. Dan jangan kamu kembali ke negerimu, karena negerimu itu adalah negeri yang buruk/jahat.” Maka dia pun berangkat. Akhirnya, ketika tiba di tengah perjalanan datanglah kematian menjemputnya, (lalu dia pun mati). Maka berselisihlah malaikat rahmat dan malaikat azab tentang dia. Malaikat rahmat mengatakan: “Dia sudah datang dalam keadaan bertaubat, menghadap kepada Allah dengan sepenuh hatinya.” Sementara malaikat azab berkata: “Sesungguhnya dia belum pernah mengerjakan satu amalan kebaikan sama sekali.” Datanglah seorang malaikat dalam wujud seorang manusia, lalu mereka jadikan dia (sebagai hakim pemutus) di antara mereka berdua. Maka kata malaikat itu: “Ukurlah jarak antara (dia dengan) kedua negeri tersebut. Maka ke arah negeri mana yang lebih dekat, maka dialah yang berhak membawanya.” Lalu keduanya mengukurnya, dan ternyata mereka dapatkan bahwa orang itu lebih dekat kepada negeri yang diinginkannya. Maka malaikat rahmat pun segera membawanya. Perawinya berkata, berkata Qatadah: al-Hasan mengatakan: “Disebutkan kepada kami, bahwa ketika kematian datang menjemputnya, dia busungkan dadanya (ke arah negeri tujuan).” (HR. Muslim)

(4) Orang-orang yang berhijrah kemudian terbunuh atau mati, maka Allah akan memasukkan dalam surga-Nya, juga disebutkan dalam firman-Nya,

وَٱلَّذِينَ هَاجَرُوا۟ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ ثُمَّ قُتِلُوٓا۟ أَوْ مَاتُوا۟ لَيَرْزُقَنَّهُمُ ٱللَّهُ رِزْقًا حَسَنًۭا ۚ وَإِنَّ ٱللَّهَ لَهُوَ خَيْرُ ٱلرَّٰزِقِينَ ۞ لَيُدْخِلَنَّهُم مُّدْخَلًۭا يَرْضَوْنَهُۥ ۗ وَإِنَّ ٱللَّهَ لَعَلِيمٌ حَلِيمٌۭ ۞

“Dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah, kemudian mereka di bunuh atau mati, benar-benar Allah akan memberikan kepada mereka rezeki yang baik (surga). Dan sesungguhnya Allah adalah sebaik-baik pemberi rezeki. Sesungguhnya Allah akan memasukkan mereka ke dalam suatu tempat (surga) yang mereka menyukainya. Dan sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun.” (Qs. al-Hajj: 58-59)

(5) Ini dikuatkan dengan hadits ‘Umar bin al-Khaththab bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

“Sesungguhnya amal seseorang tergantung pada niatnya. dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan, Barangsiapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa dia diniatkan.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

 

Pelajaran (4) Bentuk-bentuk Hijrah

Ibnu al-‘Arabi membagi hijrah menjadi dua bagian, yaitu: penyelamatan dan pencarian.

(1) Pertama, adapun Hijrah Penyelamatan terbagi menjadi enam:

(a) Hijrah dari negeri kafir (yang memusuhi Islam) ke negeri Islam, yaitu pada zaman Rasulullah ﷺ dari Mekkah ke Madinah. Hijrah ini terputus dengan dibukanya kota Mekkah. Tetapi hijrah dari negeri kafir (selain Mekkah) ke negeri Islam tetap berlaku sampai hari kiamat.

(b) Hijrah dari negeri yang banyak terjadi bid’ah menuju negeri yang banyak diamalkan sunnah. Ini sesuai dengan firman Allah,

وَإِذَا رَأَيْتَ ٱلَّذِينَ يَخُوضُونَ فِىٓ ءَايَـٰتِنَا فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ حَتَّىٰ يَخُوضُوا۟ فِى حَدِيثٍ غَيْرِهِۦ ۚ وَإِمَّا يُنسِيَنَّكَ ٱلشَّيْطَـٰنُ فَلَا تَقْعُدْ بَعْدَ ٱلذِّكْرَىٰ مَعَ ٱلْقَوْمِ ٱلظَّـٰلِمِينَ

“Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olok ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika syaitan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zalim itu sesudah teringat (akan larangan itu).” (Qs. al-An’am: 68)

(c) Hijrah dari negeri yang banyak hal-hal yang haram menuju negeri yang banyak hal-hal yang halal. Karena mencari rezeki halal wajib bagi setiap muslim. Ini termasuk di dalamnya hijrah dari pekerjaan yang banyak haramnya menuju kepada pekerjaan yang murni halal.

(d) Hijrah dari negeri yang di dalamnya banyak terjadi penganiayaan dan penyiksaan fisik menuju negeri yang aman dan terhindar dari itu semua.

(e) Hijrah dari negeri yang banyak terjangkit penyakit (selain wabah Tha’un) ke negeri yang relatif bersih, aman dan terhindar dari terjangkitnya banyak penyakit.

(f) Hijrah dari negeri yang banyak terjadi pencurian, perampokan dan perampasan harta ke negeri yang aman dari itu semua.

(2) Kedua, adapun Hijrah Pencarian ada sembilan:

(a) Safar untuk mengambil pelajaran hidup. Allah berfirman,

فَسِيرُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ فَٱنظُرُوا۟ كَيْفَ كَانَ عَـٰقِبَةُ ٱلْمُكَذِّبِينَ

“Karena itu berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).” (Qs. Ali ‘Imran: 137)

Safar seperti ini dilakukan oleh Dzulkarnain

(b) Safar untuk melaksanakan ibadah haji.

(c) Safar untuk berjihad.

(d) Safar untuk mencari rezeki yang pokok.

(e) Safar untuk mencari tambahan rezeki dengan cara berdagang.

(f ) Safar untuk menuntut ilmu.

(g) Safar untuk menuju tempat tertentu yaitu Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan Masjidil Aqsha.

(h) Safar untuk menjaga perbatasan.

(i) Safar untuk mengunjungi sesama muslim.

 

***

KARYA TULIS