Karya Tulis
99 Hits

Tafsir An-Najah (Qs.4:176): Bab 270 Hukum Al-Kalalah


يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ

“Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang al-kalālah) Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalālah, (yaitu) jika seseorang meninggal dan dia tidak mempunyai anak, tetapi mempunyai seorang saudara perempuan, bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya. Adapun saudara laki-lakinya mewarisi (seluruh harta saudara perempuan) jika dia tidak mempunyai anak. Akan tetapi, jika saudara perempuan itu dua orang, bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika mereka (ahli waris itu terdiri atas) beberapa saudara laki-laki dan perempuan, bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu agar kamu tidak tersesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”.”

(Qs. an-Nisa’: 176)

 

(1) Diriwayatkan dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu bahwa dia berkata, “Rasulullah ﷺ datang menjengukku ketika aku sakit dan sedang tidak sadarkan diri. Lalu Rasulullah ﷺ mengambil air wudhu, kemudian menyiramkanku dengan air sehingga aku menjadi sadar dan berkata, ‘Sesungguhnya aku tidak ada yang mewarisi kecuali Kalalah. Lalu bagaimana pembagian warisannya?’ Maka turunlah ayat ini.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Jabir bin ‘Abdillah mempunyai tujuh saudara perempuan.

(2) Ayat ini disebut juga ayat (الصَيْفُ) artinya “musim panas” karena ayat tersebut turun di musim tersebut.

Diriwayatkan bahwa Umar sering salah dalam memahami masalah “al-Kalalah” sampai Rasulullah ﷺ menusuk jari telunjuknya ke pinggangku sambil bersabda, “Wahai Umar, apakah belum cukup bagimu ayat ‘ash-Shaif’ yang ada di akhir surat an-Nisa’?”

(3) Al-Bara’ bin ‘Azib mengatakan bahwa ayat ini adalah ayat terakhir yang turun. Sebagian ulama mengatakan bahwa ayat ini turun ketika Nabi ﷺ sedang bersiap-siap untuk melaksanakan ibadah Haji Wada’. Mayoritas ulama berpendapat bahwa ayat terkahir yang turun adalah firman Allah ﷻ,

وَاتَّقُوْا يَوْمًا تُرْجَعُوْنَ فِيْهِ اِلَى اللّٰهِ ۗثُمَّ تُوَفّٰى كُلُّ نَفْسٍ مَّا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُوْنَ

“Waspadalah terhadap suatu hari (kiamat) yang padanya kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian, setiap orang diberi balasan yang sempurna sesuai dengan apa yang telah dilakukannya dan mereka tidak dizhalimi.” (Qs. al-Baqarah: 281)

(4) Masalah al-Kalalah sudah dijelaskan dalam tafsir (Qs. an-Nisa’: 12). Al-Kalalah adalah orang yang meninggal dunia dan tidak ada anak atau orang tua yang mewarisinya. Sebagian ulama berpendapat bahwa al-Kalalah adalah ahli waris selain anak dan orang tua.

(5) Al-Kalalah terdapat dalam dua ayat al-Qur’an, yaitu (Qs. an-Nisa’: 12 dan Qs. an-Nisa’: 176). Perbedaan antara kedua ayat tersebut bahwa,

(a) Qs. an-Nisa’: 12, saudara yang mewarisi si mayit adalah saudara seibu. Masing-masing saudara tersebut, untuk saudara laki-laki adalah seperenam, dan untuk saudara perempuan adalah seperenam. Jika hanya sendiri maka semuanya mendapatkan sepertiga secara bersyarikat, dibagi rata di antara mereka tanpa melihat jenis kelamin.

(b) Qs. an-Nisa’: 176, saudara yang mewarisi si mayit adalah saudara kandung atau saudara sebapak. Adapun pembagian warisannya sebagai berikut:

  • Jika yang mewarisi hanya saudara perempuan, maka dia mendapatkan setengah dari harta warisan. Sisa untuk ahli waris laki-laki jika ada; jika tidak ada, maka sisa tersebut akan dibeirkan kepada saudara perempuan semuanya.
  • Jika yang mewarisi hanya satu saudara laki-laki maka dia mewarisi semua harta si mayit.
  • Jika yang mewarisi adalah dua saudara perempuan atau lebih, maka mereka mendapatkan dua pertiga dari seluruh harta warisan.
  • Jika yang mewarisi adalah saudara laki-laki dan saudara perempuan yang jumlah mereka adalah dua atau lebih, maka saudara laki-laki mendapatkan dua bagian dari saudara perempuan.

(6) Secara zhahirnya, ayat ini tidak membedakan antara saudara kandung dengan saudara sebapak, bahwa mereka bersyarikat dalam warisan secara bersama-sama. Tetapi hal itu tidak dimaksud dalam ayat ini. Di dalam hadits dijelaskan bahwa jika berkumpul saudara kandung dan saudara sebapak, maka yang didahulukan adalah saudara sekandung. Sedangkan saudara tertutup dengan saudara sekandung sehingga dia tidak mendapatkan warisan.

(7) Firman-Nya,

وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ

“Adapun saudara laki-lakinya mewarisi (seluruh harta saudara perempuan) jika dia tidak mempunyai anak.”

(a) Maksudnya jika yang meninggal adalah seorang perempuan yang tidak mempunyai anak dan bapak, maka saudara laki-lakinya yang mewarisi seluruh hartanya.

(b) Ayat ini ditutup dengan firman-Nya,

يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا

“Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu agar kamu tidak tersesat.”

Dan Allah menerangkan rincian hukum waris seperti ini supaya kalian tidak sesat.

(c) Kemudian Allah berfirman,

وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ

“Dan Allah mengetahui segala sesuatu.”

Allah Maha Mengetahui atas segala sesuatu, termasuk mengetahui hukum yang tepat dalam masalah pembagian warisan. Allah juga Maha Mengetahui maslahat para hamba-Nya dengan pembagian warisan tersebut.

(d) Penutupan ayat ini juga mengisyaratkan bahwa untuk membagi warisan secara adil dan sesuai dengan tuntunan Allah memerlukan ilmu. Dan ilmu tersebut berasal dari Allah.

(e) Penutupan ayat ini juga mengisyaratkan bahwa seseorang yang menyampaikan suatu ilmu, baik melalui lisan ataupun tulisannya, sebaiknya ditutup dengan perkataan “Wallahu a’lam” karena yang mengetahui secara detail dan benar dalam masalah tersebut hanyalah Allah. Adapun manusia bisa salah dan keliru. Wallahu a’lam.

 

***

 الحمد لله رب العالمين

Alhamdulillah telah selesai penulisan Tafsir An-Najah, Surat An-Nisa’ dengan izin Allah dan taufiq-Nya, pada hari Kamis, 26 Mei 2022/26 Syawwal 1443H pukul 22.00 WIB.

KARYA TULIS