Karya Tulis
108 Hits

Tafsir An-Najah (Qs.5:2): Bab 273 Delapan Larangan Allah


يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تُحِلُّوْا شَعَاۤىِٕرَ اللّٰهِ وَلَا الشَّهْرَ الْحَرَامَ وَلَا الْهَدْيَ وَلَا الْقَلَاۤىِٕدَ وَلَآ اٰۤمِّيْنَ الْبَيْتَ الْحَرَامَ يَبْتَغُوْنَ فَضْلًا مِّنْ رَّبِّهِمْ وَرِضْوَانًا ۗوَاِذَا حَلَلْتُمْ فَاصْطَادُوْا ۗوَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَاٰنُ قَوْمٍ اَنْ صَدُّوْكُمْ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اَنْ تَعْتَدُوْاۘ وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰىۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۖوَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syiar-syiar (kesucian) Allah, jangan (melanggar kehormatan) bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) hadyu (hewan-hewan kurban) dan qalā’id (hewan-hewan kurban yang diberi tanda), dan jangan (pula mengganggu) para pengunjung Baitul Haram sedangkan mereka mencari karunia dan ridha Tuhannya! Apabila kamu telah bertahalul (menyelesaikan ihram), berburulah (jika mau). Janganlah sekali-kali kebencian(-mu) kepada suatu kaum, karena mereka menghalang-halangimu dari Masjidil Haram, mendorongmu berbuat melampaui batas (kepada mereka). Tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksaan-Nya.”

(Qs. al-Ma’idah: 2)

 

Ayat yang lalu menerangkan hukum-hukum secara umum. Pada ayat ini terdapat rincian hukum yang disinggung pada ayat sebelumnya. Rincian hukum tersebut dimulai dengan hukum-hukum tentang haji dan umrah.

 

Pelajaran (1) Melanggar Batasan Allah

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تُحِلُّوْا شَعَاۤىِٕرَ اللّٰهِ

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syiar-syiar (kesucian) Allah.”

(1) Kata (شَعَاۤىِٕرَ) jamak dari (شَعِيرَةٌ) yaitu sesuatu yang dijadikan tanda terhadap sesuatu yang lain. (الإِشْعَارُ) juga berarti pemberitahuan. Dan (المشاعر) artinya tempat-tempat yang diberi tanda supaya diketahui orang banyak. Disebut sya’ir (الشَاعِرُ) karena dia merasakan dan mengetahui apa-apa yang tidak dirasakan dan diketahui orang lain.

Adapun yang dimaksud (شَعَاۤىِٕرَ اللّٰهِ) pada ayat ini, para ulama berbeda pendapat di dalamnya:

(a) Batasan-batasan dan kewajiban-kewajiban yang Allah tetapkan kepada para hamba-Nya.

(b) Manasik haji dan larangan-larangan bagi yang melakukan ihram haji atau umrah, seperti memakai baju yang berjahit, mencukur rambut, menggunting kuku, memakai wewangian dan lainnya.

Pendapat pertama lebih tepat karena bersifat umum, termasuk di dalamnya hal-hal yang dilarang di dalam ibadah haji.

(2) Kata (شَعَاۤىِٕرَ اللّٰهِ) syiar-syiar ini dinisbahkan kepada Allah, untuk menunjukkan kemuliaannya seperti Baitullah (rumah Allah). Juga menunjukkan keseriusan larangan tersebut karena menyangkut nama Allah di dalamnya. Hal ini dikuatkan di dalam firman Allah ﷻ,

ذٰلِكَ وَمَنْ يُّعَظِّمْ شَعَاۤىِٕرَ اللّٰهِ فَاِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوْبِ

“Demikianlah (perintah Allah). Siapa yang mengagungkan syiar-syiar Allah sesungguhnya hal itu termasuk dalam ketakwaan hati.” (Qs. al-Hajj: 32)

 

Pelajaran (2) Bulan-bulan Haram

وَلَا الشَّهْرَ الْحَرَامَ

“Jangan (melanggar kehormatan) bulan-bulan haram.”

(1) Maksudnya di sini adalah larangan untuk menghalalkan bulan-bulan haram yang dilarang untuk berperang di dalamnya. Yang dimaksud bulan-bulan haram di sini adalah bulan Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab.

 (2) Dalil tentang bulan Haram terdapat di dalam firman Allah ﷻ,

اِنَّ عِدَّةَ الشُّهُوْرِ عِنْدَ اللّٰهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِيْ كِتٰبِ اللّٰهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ مِنْهَآ اَرْبَعَةٌ حُرُمٌ

“Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) ketetapan Allah (di Lauhulmahfuz) pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram.” (Qs. at-Taubah: 36)

(3) Adapun larangan memulai perang di bulan-bulan Haram terdapat di dalam firman Allah ﷻ,

يَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الشَّهْرِ الْحَرَامِ قِتَالٍ فِيْهِۗ قُلْ قِتَالٌ فِيْهِ كَبِيْرٌ ۗ وَصَدٌّ عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَكُفْرٌۢ بِهٖ وَالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَاِخْرَاجُ اَهْلِهٖ مِنْهُ اَكْبَرُ عِنْدَ اللّٰهِ ۚ وَالْفِتْنَةُ اَكْبَرُ مِنَ الْقَتْلِ ۗ وَلَا يَزَالُوْنَ يُقَاتِلُوْنَكُمْ حَتّٰى يَرُدُّوْكُمْ عَنْ دِيْنِكُمْ اِنِ اسْتَطَاعُوْا ۗ وَمَنْ يَّرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِيْنِهٖ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَاُولٰۤىِٕكَ حَبِطَتْ اَعْمَالُهُمْ فِى الدُّنْيَا وَالْاٰخِرَةِ ۚ وَاُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ النَّارِۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ

“Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang berperang pada bulan haram. Katakanlah, “Berperang dalam bulan itu adalah (dosa) besar. Namun, menghalangi (orang) dari jalan Allah, ingkar kepada-Nya, (menghalangi orang masuk) Masjidilharam, dan mengusir penduduk dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) dalam pandangan Allah. Fitnah (pemusyrikan dan penindasan) lebih kejam daripada pembunuhan.” Mereka tidak akan berhenti memerangi kamu sampai kamu murtad (keluar) dari agamamu jika mereka sanggup. Siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya lalu dia mati dalam kekafiran, sia-sialah amal mereka di dunia dan akhirat. Mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya.” (Qs. al-Baqarah: 217)

 

Pelajaran (3) Hewan Kurban dan Kalungnya

وَلَا الْهَدْيَ وَلَا الْقَلَاۤىِٕدَ

“Jangan (mengganggu) hadyu (hewan-hewan kurban) dan qalā’id (hewan-hewan kurban yang diberi tanda).”

(1) Kata (الْهَدْي) jamak dari (هَدِيَّة) artinya apa-apa yang dipersembahkan kepada Allah dari hewan ternak, seperti: unta, sapi, kambing, untuk disembelih di tanah Haram, sebagai bentuk pendekatan (taqarrub) diri kepada Allah ﷻ.

Al-Hadyu disebut secara khusus di sini, padahal sudah termasuk dalam kategori syiar-syiar Allah, karena beberapa hal sebagai berikut:

(a) Untuk menunjukkan kemuliaan dan kehormatannya.

(b) Untuk menunjukkan bahwa al-hadyu ini harus dihormati, karena banyak orang yang longgar dalam masalah ini.

(c) Al-Hadyu ini bermanfaat bagi masyarakat, sebab bisa dimakan dagingnya dan bermanfaat kulit atau bulunya.

(2) Adapun kata (الْقَلَاۤىِٕد) jamak dari (القِلادَةُ) artinya “kalung atau tali yang dikalungkan di leher al-hadyu (binatang yang dipersembahkan) sebagai tanda bahwa binatang tersebut tidak boleh diganggu atau dihalangi untuk dibawa ke tanah Haram.

Al-Qalaid ini sama dengan al-hadyu, hanya saja ini diberi tanda kalung, sedangkan al-hadyu tidak diberi tanda kalung. Memberikan tanda kalung pada al-hadyu lebih uatam dan menambah pahala bagi pemiliknya.

(3) Larangan mengganggu al-qalaid mempunyai dua makna:

(a) Larangan menghalangi binatang-binatang tersebut untuk dbawa ke tanah Haram, atau larangan untuk menyakiti dan menyiksanya.

(b) Larangan untuk mengambil kalung-kalung yang dikaitkan pada leher-leher binatang tersebut.

(4) Ini mirip larangan menampakkan perhiasaan yang ada pada tubuh perempuan sebagai isyarat larangan keras untuk menampakkan anggota tubuh, dimana perhiasan tersebut diletakkan. Sebagaimana yang terdapat dalam firman Allah ﷻ,

وَلَا يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلَّا لِبُعُوْلَتِهِنَّ

“Dan janganlah menampakkan perhiasannya (bagian tubuhnya), kecuali yang (biasa) terlihat.” (Qs. an-Nur: 31)

 

Pelajaran (4) Orang yang Berkunjung ke Baitullah

وَلَآ اٰۤمِّيْنَ الْبَيْتَ الْحَرَامَ يَبْتَغُوْنَ فَضْلًا مِّنْ رَّبِّهِمْ وَرِضْوَانًا ۗ

“Dan jangan (pula mengganggu) para pengunjung Baitul Haram sedangkan mereka mencari karunia dan ridha Tuhannya!”

(1) Kata (اٰۤمِّيْنَ) artinya orang-orang yang bermaksud untuk pergi atau berkunjung ke al-Baitu al-Haram (Ka’bah).

(2) Tujuan berkunjung adalah mencari karunia dan keridhaan dari Tuhan mereka. Para ulama berbeda pendapat tentang siapa yang dimaksud berkunjung ke al-Bait al-Haram, sebagai berikut:

(a) Pendapat pertama, bahwa yang dimaksud adalah kaum musyrikin.

Hal ini berdasarkan sebab turunnya ayat ini, yaitu ada seorang laki-laki dari Bani Rabi’ah yang bernama al-Hathim bin Hindun bersama kaumnya datang untuk pergi haji dengan membawa barang dagangan yang sangat banyak. Kaum muslimin meminta izin kepada Rasulullah ﷺ untuk mencegat rombongan tersebut. Lalu turunlah ayat ini.

Kemudian hal ini dihapus dengan firman Allah ﷻ,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّمَا الْمُشْرِكُوْنَ نَجَسٌ فَلَا يَقْرَبُوا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ بَعْدَ عَامِهِمْ هٰذَا ۚوَاِنْ خِفْتُمْ عَيْلَةً فَسَوْفَ يُغْنِيْكُمُ اللّٰهُ مِنْ فَضْلِهٖٓ اِنْ شَاۤءَۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ

“Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis (kotor jiwanya). Oleh karena itu, janganlah mereka mendekati Masjidilharam setelah tahun ini.322) Jika kamu khawatir menjadi miskin (karena orang kafir tidak datang), Allah nanti akan memberikan kekayaan kepadamu dari karunia-Nya jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Qs. at-Taubah: 28)

(b) Pendapat kedua, bahwa yang dimaksud adalah kaum muslimin yang ingin berkunjung ke al-Bait al-Haram untuk melaksanakan haji atau umrah, maka tidak boleh seorang pun mengganggu atau menghalangi mereka untuk melaksanakan ibadahnya di al-Bait al-Haram.

Dalil pendapat ini adalah teks di awal dan akhir ayat. Adapaun teks di awal ayat adalah firman-Nya,

لَا تُحِلُّوْا شَعَاۤىِٕرَ اللّٰهِ

“Janganlah kamu melanggar syiar-syiar (kesucian) Allah.”

Ini hanya sesuai untuk kaum muslimin. Sedangkan teks di akhir ayat adalah firman-Nya,

يَبْتَغُوْنَ فَضْلًا مِّنْ رَّبِّهِمْ وَرِضْوَانًا

“Mereka mencari karunia dan ridha Tuhannya.”

Ini juga untuk kaum muslimin, bukan untuk kaum musyrikin.

Kalau kita mengambil pendapat kedua, berarti tidak ada penghapusan apapun dalam ayat ini. Semuanya muhkamah (tetap) dan tidak dihapus.

Kesimpulannya, bahwa kaum muslimin dilarang untuk menghalalkan atau melanggar lima hal, yaitu:

(a) Syiar-syiar Allah.

(b) Bulan-bulan Haram.

(c) Al-Hadyu.

(d) Al-Qalaid.

(e) Para peziarah al-Bait al-Haram.

 

Pelajaran (5) Halal untuk Berburu

وَاِذَا حَلَلْتُمْ فَاصْطَادُوْا

“Apabila kamu telah bertahalul (menyelesaikan ihram), berburulah (jika mau).”

(1) Setelah melarang kaum muslimin untuk melanggar lima hal sebagaimana yang disebutkan di atas; maka pada potongan ayat ini, Allah memberikan kelonggaran kepada mereka untuk berburu. Setelah sebelumnya dilarang, karena dalam keadaan ihram haji atau umrah.

(2) Kebolehan berburu secara khusus disebutkan dalam ayat ini karena pada masa itu berburu menjadi hobi dan kesenangan masyarakat secara umum, baik anak kecil maupun dewasa. Oleh karenanya, Allah memberikan kelonggaran kepada mereka.

(3) Berburu setelah selesai melakukan ibadah haji atau umrah hukumnya mubah (boleh), bukan sunnah atau wajib, walaupun di dalamnya terdapat kata perintah.

Hal itu karena kata perintah setelah datangnya larangan menunjukkan kebolehan. Ini seperti di dalam beberapa firman Allah ﷻ, diantaranya:

(a) Firman Allah ﷻ,

فَاِذَا قُضِيَتِ الصَّلٰوةُ فَانْتَشِرُوْا فِى الْاَرْضِ وَابْتَغُوْا مِنْ فَضْلِ اللّٰهِ وَاذْكُرُوا اللّٰهَ كَثِيْرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

“Apabila salat (Jumat) telah dilaksanakan, bertebaranlah kamu di bumi, carilah karunia Allah, dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung.” (Qs. al-Jumu’ah: 10)

Bertebaran mencari karunia Allah pada ayat di atas hukumnya mubah (boleh), karena datang setelah larangan ketika dikumandangkannya adzan Jum’at.

(b) Firman Allah ﷻ,

فَاِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوْهُنَّ مِنْ حَيْثُ اَمَرَكُمُ اللّٰهُ ۗ

“Apabila mereka benar-benar suci (setelah mandi wajib), campurilah mereka sesuai dengan (ketentuan) yang diperintahkan Allah kepadamu.” (Qs. al-Baqarah: 222)

Menggauli istri hukumnya mubah (boleh) karena datang setelah larangan menggaulinya selama istri haid.

 

Pelajaran (6) Adil Terhadap Musuh

وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَاٰنُ قَوْمٍ اَنْ صَدُّوْكُمْ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اَنْ تَعْتَدُوْاۘ

“Janganlah sekali-kali kebencian(-mu) kepada suatu kaum, karena mereka menghalang-halangimu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat melampaui batas (kepada mereka).”

(1) Kata (يَجْرِمَنَّكُمْ) berasal dari kata (الجُرْمُ) artinya “memetik buah dari pohonnya”, yang kemudian diartikan usaha atau perbuatan.

Di ayat lain kata (الجُرْمُ) ini, salah satunya terdapat di dalam firman Allah ﷻ,

اَمْ يَقُوْلُوْنَ افْتَرٰىهُۗ قُلْ اِنِ افْتَرَيْتُهٗ فَعَلَيَّ اِجْرَامِيْ وَاَنَا۠ بَرِيْۤءٌ مِّمَّا تُجْرِمُوْنَ

“Bahkan, mereka (orang kafir Makkah) berkata, “Dia cuma mengada-adakannya (Al-Qur’an).” Katakanlah (Nabi Muhammad), “Jika aku mengada-adakannya, akulah yang akan memikul dosanya dan aku berlepas diri dari dosa yang kamu perbuat”.” (Qs. Hud: 35)

Kata (سَنَآنُ) artinya “marah besar atau sangat marah”.

(2) Diriwayatkan dari Zaid bin Aslam, bahwasanya Rasulullah ﷺ pernah berada di Hudaibiyah bersama para sahabat. Beliau dihalang-halangi oleh kaum musyrikin untuk menuju Baitullah. Lalu ada sekelompok kaum musyrikin dari penduduk daerah timur yang melewati mereka dan hendak pergi ke Baitullah juga. Para sahabata berkata, “Kami akan menghalangi mereka, sebagaimana teman-teman mereka menghalangi kami.” Maka turunlah ayat ini.

Ayat ini mirip dengan firman Allah ﷻ,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُوْنُوْا قَوَّامِيْنَ لِلّٰهِ شُهَدَاۤءَ بِالْقِسْطِۖ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَاٰنُ قَوْمٍ عَلٰٓى اَلَّا تَعْدِلُوْا ۗاِعْدِلُوْاۗ هُوَ اَقْرَبُ لِلتَّقْوٰىۖ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌۢ بِمَا تَعْمَلُوْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak (kebenaran) karena Allah (dan) saksi-saksi (yang bertindak) dengan adil. Janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlakulah adil karena (adil) itu lebih dekat pada takwa. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” (Qs. al-Ma’idah: 8)

(3) Pesan dari ayat bahwa jangan sampai kebenaran pada suatu kaum membuat seseorang untuk berbuat tidak adil kepada mereka.

Pertanyaannya: jika seseorang dizhalimi, apakah boleh membalas dengan yang serupa?

Jawabannya: boleh. Ini berdasarkan firman Allah ﷻ,

وَاِنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُوْا بِمِثْلِ مَا عُوْقِبْتُمْ بِهٖۗ وَلَىِٕنْ صَبَرْتُمْ لَهُوَ خَيْرٌ لِّلصّٰبِرِيْنَ

“Jika kamu membalas, balaslah dengan (balasan) yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Sungguh, jika kamu bersabar, hal itu benar-benar lebih baik bagi orang-orang yang sabar.” (Qs. an-Nahl: 126)

Begitu juga di dalam firman Allah ﷻ,

ذٰلِكَ وَمَنْ عَاقَبَ بِمِثْلِ مَا عُوْقِبَ بِهٖ ثُمَّ بُغِيَ عَلَيْهِ لَيَنْصُرَنَّهُ اللّٰهُ ۗاِنَّ اللّٰهَ لَعَفُوٌّ غَفُوْرٌ

“Demikianlah, siapa yang membalas seimbang dengan penganiayaan yang telah dia derita kemudian dia dizhalimi (lagi) pasti akan ditolong oleh Allah. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.” (Qs. al-Hajj: 60)

Tetapi kebolehan membalas di sini harus memenuhi minimal dua syarat, yaitu:

(a) Syarat pertama adalah pembalasan yang dilakukan tidak boleh bertentangan dengan syariat. Misalnya, menghalangi orang kecuali Masjidil Haram adalah perbuatan yang bertentangan dengan syariat. Walaupun tujuannya membalas perbuatan yang serupa, hal itu dilarang.

(b) Syarat kedua adalah membalasnya harus diniatkan karena Allah, bukan karena rasa marah atau benci kepada yang dibalas. Motivasinya karena Allah, bukan karena ingin membalas dendam.

 

Pelajaran (7) Bekerja Sama dalam Kebaikan

وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰىۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۖوَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ

“Tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksaan-Nya.”

(1) Pada penggalan ayat ini, Allah memerintahkan untuk saling bekerja sama dalam ketakwaan dan kebaikan.

Ketakwaan akan menyebabkan ridha Allah, sedangkan kebaikan akan menyebabkan ridha manusia. seseorang yang bisa menggabungkan keduanya, maka akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.

(2) Kandungan ayat ini mencakup banyak hal, diantaranya:

(a) Anjuran masuk ke dalam organisasi dakwah dan social.

(b) Mengajarkan ilmu kepada orang lain.

(c) Memberikan beasiswa untuk para santri.

(d) Membangun masjid dan sekolah.

(e) Memelihara anak yatim.

(f) Menjodohkan orang yang ingin menikah.

(g) Memberikan hutang kepada orang yang membutuhkan.

(h) Mengunjungi orang sakit.

(i) Bertakziyah kepada orang yang terkena musibah.

(j) Amalan-amalan lain yang tidak bisa disebut satu per satu di sini.

(3) Pada potongan ayata ini juga terkandung larangan untuk bekerja sama dalam perbuatan dosa dan pelanggaran. Perbedaan antara dosa dan pelanggaran, antara lain:

(a) Dosa lebih umum daripada pelanggaran.

(b) Dosa lebih kepada perbuatan yang merugikan diri sendiri, sedangkan pelanggaran bisa merugikan orang lain.

Cakupan dari larangan ini sangat banyak dan luas, sebagaimana cakupan perintah untuk saling bekerja sama dalam ketakwaan dan kebaikan.

(4) Firman-Nya,

اِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ

“Sesungguhnya Allah sangat berat siksaan-Nya.”

Penutup ayat ini sebagai peringatan dan ancaman bagi yang melanggar larangan-larangan Allah yang disebutkan di atas, termasuk yang melanggar larangan untuk bekerja sama dalam dosa dan pelanggaran. Karena Allah sangat keras siksa-Nya.

 

***

Jakarta, Jumat, 27 Mei 2022

KARYA TULIS