Tafsir An-Najah (Qs. 5:5) Bab 278 Menikahi Wanita Ahlul Kitab

اَلْيَوْمَ اُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبٰتُۗ وَطَعَامُ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ حِلٌّ لَّكُمْ ۖوَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَّهُمْ ۖوَالْمُحْصَنٰتُ مِنَ الْمُؤْمِنٰتِ وَالْمُحْصَنٰتُ مِنَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ مِنْ قَبْلِكُمْ اِذَآ اٰتَيْتُمُوْهُنَّ اُجُوْرَهُنَّ مُحْصِنِيْنَ غَيْرَ مُسٰفِحِيْنَ وَلَا مُتَّخِذِيْٓ اَخْدَانٍۗ وَمَنْ يَّكْفُرْ بِالْاِيْمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهٗ ۖوَهُوَ فِى الْاٰخِرَةِ مِنَ الْخٰسِرِيْنَ ࣖ
“Pada hari ini dihalalkan bagimu segala (makanan) yang baik. Makanan (sembelihan) Ahlul Kitab itu halal bagimu dan makananmu halal (juga) bagi mereka. (Dihalalkan bagimu menikahi) perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara perempuan-perempuan yang beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi kitab suci sebelum kamu, apabila kamu membayar maskawin mereka untuk menikahinya, tidak dengan maksud berzina, dan tidak untuk menjadikan (mereka) pasangan gelap (gundik). Siapa yang kufur setelah beriman, maka sungguh sia-sia amalnya dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi.”
(Qs. al-Ma’idah: 5)
Pelajaran (1) Makanan dan Pernikahan
(1) Pada ayat ini Allah menyebut dua hal yang menjadi kebutuhan manusia, yaitu: yang pertama makanan yang merupakan kebutuhan lahir setiap manusia, dan yang kedua pernikahan yang merupakan kebutuhan batin manusia.
Didahulukan penyebutan makanan, sebab hal itu merupakan kebutuhan dasar seluruh manusia. Adapun pernikahan merupakan kebutuhan sebagian manusia dewasa (yang sudah baligh). Kedua hal tersebut merupakan karunia dari Allah yang sangat bersa kepada manusia agar mereka beribadah kepada-Nya dan bersyukur atas nikmat ini.
(2) Atau bisa dikatakan bahwa makanan adalah kebutuhan pokok untuk kelangsungan hidup manusia. Sedangkan pernikahan adalah kebutuhan manusia untuk kelangsungan dan keberlanjutan ras manusia.
Pelajaran (2) Wanita yang Terhormat
وَالْمُحْصَنٰتُ مِنَ الْمُؤْمِنٰتِ وَالْمُحْصَنٰتُ مِنَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ مِنْ قَبْلِكُمْ
“(Dihalalkan bagimu menikahi) perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara perempuan-perempuan yang beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi kitab suci sebelum kamu.”
(1) Kata (الْمُحْصَنٰتُ) dari kata (الحصن) yang artinya “benteng” atau “tempat yang terlindungi”. Sedangkan arti (الْمُحْصَنٰتُ) dalam ayat ini adalah wanita yang terlindungi atau terjaga.
Ini mempunyai empat makna, yaitu:
(a) Wanita yang beragama Islam dan terjaga dari kekafiran.
(b) Wanita yang sudah menikah dan memiliki suami. Dia terjaga dari perzinaan.
(c) Wanita yang baik-baik. Dia terjaga dari perbuatan yang mencoreng kehormatannya dan dari akhlak yang buruk, termasuk di dalamnya terjaga dari perzinahan.
(d) Wanita yang merdeka, ia terjaga dari perbudakan.
(2) Di dalam ayat ini disebut dua macam wanita al-muhshanat yang halal untuk dinikahi, yaitu:
Pertama: wanita al-muhshanat dari kalangan orang-orang Islam (وَالْمُحْصَنٰتُ مِنَ الْمُؤْمِنٰتِ). Maksudnya di sini adalah wanita Muslimah yang terhormat, yaitu yang memiliki akhlak yang terpuji dan menjaga diri dari hal-hal yang mencoreng kehormatannya.
Wanita seperti ini disebutkan lebih dahulu dalam ayat ini, karena wanita inilah yang lebih utama untuk dinikahi daripada wanita Ahlul Kitab atau wanita yang tidak menjaga dirinya.
Kedua: wanita al-muhshanat dari kalangan Ahlul Kitab,
وَالْمُحْصَنٰتُ مِنَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ مِنْ قَبْلِكُمْ
Yang dimaksud al-muhshanat di sini, para ulama berbeda pendapat:
(a) Al-Muhshanat di sini adalah wanita terhormat yang menjaga diri. Menurut pendapat ini, berarti dibolehkan menikah dengan wanita Ahlul Kitab yang merdeka maupun yang statusnya sebagai budak atau hamba sahaya.
(b) Al-Muhshanat di sini adalah wanita yang merdeka sehingga tidak boleh menikah dengan wanita Ahlul Kitab yang statusnya sebagai hamba sahaya.
Pelajaran (3) Menikah dengan Wanita Ahlul Kitab
وَالْمُحْصَنٰتُ مِنَ الَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ مِنْ قَبْلِكُمْ
“Dan perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi kitab suci sebelum kamu.”
(1) Ayat ini menunjukkan kebolehan menikah dengan wanita terhormat dari kalangan Ahlul Kitab. Inilah pendapat mayoritas ulama. Walaupun mereka sendiri berbeda pendapat tentang siapa yang dimaksud sebagai Ahlul Kitab.
Di antara pendapat-pendapat tersebut, antara lain:
(a) Semua wanita Ahlul Kitab, baik:
§ dari keturunan Bani Israel atau bukan, yaitu mereka yang beragama Yahudi dan Nasrani secara umum,
§ yang statusnya harbiyah (musuh) atau dzimmiyah (yang di bahwa pemerintahan Islam),
§ yang merdeka maupun hamba sahaya.
(b) Maksudnya adalah wanita Ahlul Kitab keturunan Bani Israel sehingga tidak boleh menikahi wanita Yahudi atau Nasrani keturunan Jawa, Sunda, Batak, dan suku-suku lainnya yang bukan Bani Israel.
(c) Maksudnya adalah wanita Ahlul Kitab yang merdeka.
(d) Maksudnya adalah wanita Ahlu Dzimmah, bukan Harbiyah.
Dari pendapat-pendapat di atas, pendapat yang dipilih adalah pendapat yang mengatakan boleh menikahi wanita Ahlul Kitab yang merdeka dan dari kalangan dzimmiyah, bukan harbiyah. Wallahu a’lam.
(2) Sebagian ulama berpendapat menikah dengan wanita Ahlul Kitab hukumnya hatam, berdasarkan firman Allah ﷻ,
وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكٰتِ حَتّٰى يُؤْمِنَّ ۗ وَلَاَمَةٌ مُّؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكَةٍ وَّلَوْ اَعْجَبَتْكُمْ ۚ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِيْنَ حَتّٰى يُؤْمِنُوْا ۗ وَلَعَبْدٌ مُّؤْمِنٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكٍ وَّلَوْ اَعْجَبَكُمْ ۗ اُولٰۤىِٕكَ يَدْعُوْنَ اِلَى النَّارِ ۖ وَاللّٰهُ يَدْعُوْٓا اِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِاِذْنِهٖۚ وَيُبَيِّنُ اٰيٰتِهٖ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُوْنَ ࣖ
“Janganlah kamu menikahi perempuan musyrik hingga mereka beriman! Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik, meskipun dia menarik hatimu. Jangan pula kamu menikahkan laki-laki musyrik (dengan perempuan yang beriman) hingga mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran.” (Qs. al-Baqarah: 221)
(3) Pendapat ini lemah karena beberapa hal:
(a) Allah menghalalkan untuk menikahi wanita Ahlul Kitab secara lugas dalam (Qs. al-Ma’idah: 5), walaupun para ulama berbeda pendapat dalam rinciannya.
(b) Firman Allah dalam (Qs. al-Baqarah: 221) tidak bertentangan dengan ayat ini (Qs. al-Ma’idah: 5) karena di dalam al-Qur’an tidak ada pertantangan antara satu ayat dengan ayat lain.
(4) Para ulama menggunakan du acara untuk mengkompromikan dua ayat di atas:
(a) Menyatakan bahwa (Qs. al-Baqarah: 221) sifatnya umum, kemudian dikhususkan dengan (Qs, al-Ma’idah: 5). Maksudnya bahwa wanita Ahlul Kitab termasuk di dalam keumuman orang-orang musyrik, tetapi mereka dikhususkan dari keumuman tersebut, sehingga boleh dinikahi oleh orang-orang muslim.
(b) Yang dimaksud wanita musyrik di dalam (Qs. al-Baqarah: 221) bukanlah wanita Ahlul Kitab di dalam (Qs. al-Ma’idah: 5). Maksudnya bahwa Allah membedakan antara wanita musyrik dan wanita Ahlul Kitab.
Pembedaan seperti ini juga terdapat dalam ayat, seperti firman Allah ﷻ,
لَمْ يَكُنِ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ اَهْلِ الْكِتٰبِ وَالْمُشْرِكِيْنَ مُنْفَكِّيْنَ حَتّٰى تَأْتِيَهُمُ الْبَيِّنَةُۙ
“Orang-orang yang kufur dari golongan Ahlul Kitab dan orang-orang musyrik tidak akan meninggalkan (kekufuran mereka) sampai datang kepada mereka bukti yang nyata.” (Qs. al-Bayyinah: 1)
(5) Sebagian sahabat telah melakukan hal ini, yaitu menikahi wanita Ahlul Kitab. Berkata Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu, “Ketika turun ayat (Qs. al-Baqarah: 221) maka para sahabat menahan diri dari mereka. Akan tetapi ketika Allah menurunkan ayat (Qs. Al-Ma’idah: 5) maka para sahabat mau menikahi wanita-wanita Ahlul Kitab.”
Pelajaran (4) Wajib Membayar Mahar
اِذَآ اٰتَيْتُمُوْهُنَّ اُجُوْرَهُنَّ مُحْصِنِيْنَ غَيْرَ مُسٰفِحِيْنَ وَلَا مُتَّخِذِيْٓ اَخْدَانٍۗ
“Apabila kamu membayar maskawin mereka untuk menikahinya, tidak dengan maksud berzina, dan tidak untuk menjadikan (mereka) pasangan gelap (gundik).”
(1) Kata (الأُجُوْرُ) jamak dari (الأَجْرُ) yang artinya “upah”. Maksudnya di sini adalah mahar. Disebut demikian untuk menegaskan bahwa memberikan mahar dalam pernikahan hukumnya wajib.
Mahar ini diberikan kepada wanita dalam pernikahan sebagai timbal balik dari bolehnya laki-laki menggauli perempuan tersebut. Pemberian mahar pada saat akad pernikahan sangat dianjurkan, walaupun bukan syarat sahnya akad pernikahan.
(2) Kata (مُحْصِنِيْنَ) artinya “untuk menjaga diri dari perzinaan”.
(3) Kata (مُسَافِحِيْنَ) jamak dari (مُسَافِحِ), sedangkan (السَّفَاحُ) artinya “zina”. Jadi musafih artinya “orang yang berzina”. Disebut demikian karena orang berzina menumpahkan (سَفَحَِ) air maninya secara sia-sia.
Maksudnya di sini bahwa pernikahan dengan wanita Ahlul Kitab tujuannya adalah untuk menjaga diri dan tidak untuk melakukan perzinaan.
(4) Kata (اَخْدَانٍ) jamak dari (خِدْنٌ) yang artinya “teman”, maksudnya di sini adalah teman kencan atau teman selingkuh.
Jadi tujuan menikah dengan wanita Ahlul Kitab adalah untuk dijadikan istri, bukan dijadikan teman kencan atau teman selingkuh.
Pelajaran (5) Kafir Setelah Iman
وَمَنْ يَّكْفُرْ بِالْاِيْمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهٗ ۖوَهُوَ فِى الْاٰخِرَةِ مِنَ الْخٰسِرِيْنَ
“Siapa yang kufur setelah beriman, maka sungguh sia-sia amalnya dan di akhirat dia termasuk orang-orang yang rugi.”
Para ulama berbeda pendapat di dalam mengungkapkan maksud ayat di atas:
(1) Maksudnya adalah kafir setelah beriman.
(2) Maksudnya adalah mengkufuri syariat dan hukum-hukum Allah di dalam al-Qur’an, termasuk hukum tentang makanan dan pernikahan dengan wanita Ahlul Kitab.
(3) Maksudnya adalah kafir kepada Allah atau kufur terhadap keimanan kepada Allah.
Barangsiapa yang melakukan hal-hal yang disebut di atas, maka amalnya akan sia-sia dan kelak di akhirat akan termasuk ke dalam golongan orang-orang yang merugi.
***
Jakarta, Senin, 30 Mei 2022
-

Tanya Jawab Aktual Tentang Shalat
Lihat isinya

Tanya Jawab Aktual Tentang Puasa
Lihat isinya » -

Jilbab Menurut Syari'at Islam (Meluruskan Pandangan Prof. DR. Quraish)
Lihat isinya

Halal dan Haram Dalam Pernikahan (Edisi I)
Lihat isinya » -

Halal dan Haram Dalam Pengobatan (Edisi I)
Lihat isinya

Halal dan Haram Dalam Transaksi Keuangan (edisi 1)
Lihat isinya » -

Nasionalisme
Lihat isinya

Panduan Haji dan Umrah
Lihat isinya » -

Mukjizat Al Qur'an Dalam Kesehatan
Lihat isinya

Berobatlah Dengan Yang Halal (edisi 2 Halal Haram Pengobatan)
Lihat isinya » -

Panduan Praktis Menghitung Zakat
Lihat isinya

Halal dan Haram Dalam Makanan
Lihat isinya » -

Waktumu Adalah Hidupmu, Managemen Waktu dalam Islam
Lihat isinya

Satu Jam Bersama Al-Qur'an
Lihat isinya » -

Jual Beli Terlarang
Lihat isinya

Kekuatan Istighfar
Lihat isinya » -

Panduan Praktis Berqurban
Lihat isinya

Al-Quran dan Kesetaraan Gender
Lihat isinya » -

Banyak Jalan Menuju Surga
Lihat isinya

Meniti Tangga-Tangga Kesuksesan
Lihat isinya » -

Fiqih Ta'ziyah
Lihat isinya

Mengenal Ahlus Sunnah wal Jamaah
Lihat isinya » -

Fiqih Wanita Kontemporer
Lihat isinya

Menang Tanpa Perang
Lihat isinya » -

Masuk Surga Bersama Keluarga
Lihat isinya

Mengetuk Pintu Langit
Lihat isinya » -

Membangun Negara dengan Tauhid
Lihat isinya

Fiqih Masjid (Membahas 53 Hukum Masjid)
Lihat isinya » -

Membuka Pintu Langit
Lihat isinya

Kesabaran yang Indah
Lihat isinya » -

Menembus Pintu Langit
Lihat isinya

Pensucian Jiwa
Lihat isinya » -

Tafsir An-Najah: Al-Fatihah
Lihat isinya

Tafsir An-Najah Seri 1: Orang-Orang Munafik dalam Al-Qur'an
Lihat isinya » -

Tafsir An-Najah Seri 2: Kisah Nabi Adam dan Iblis
Lihat isinya

Tafsir An-Najah Seri 3: Kisah Bani Israel
Lihat isinya » -

Tafsir An-Najah Seri 4: Nabi Sulaiman dan Kaum Yahudi
Lihat isinya

Tafsir An-Najah Seri 5: Umat Pertengahan
Lihat isinya » -

Tafsir An-Najah Seri 6: Hukum-hukum Seputar Ibadah
Lihat isinya

Tafsir An-Najah Seri 7: Hukum-hukum Pernikahan & Perceraian
Lihat isinya » -

Tafsir An-Najah Seri 8: Tidak Ada Paksaan dalam Beragama
Lihat isinya

Tafsir An-Najah Seri 9: Agama di Sisi Allah, Islam
Lihat isinya » -

Tafsir An-Najah Seri 10: Keluarga Imran
Lihat isinya

Tafsir An-Najah Seri 11: Sebaik-baik Umat
Lihat isinya » -

Tafsir An-Najah Seri 12: Empat Sifat Muttaqin
Lihat isinya

Tafsir An-Najah Seri 13: Dzikir dan Fikir
Lihat isinya » -

Tafsir An-Najah Seri 14: Membina Generasi Tangguh
Lihat isinya

Tafsir An-Najah Juz 5: Qs. 4: 24-147
Lihat isinya » -

Tafsir An-Najah Juz 6: Qs. 4: 148-176 & Qs. 5: 1-81
Lihat isinya
Lihat isinya »