Karya Tulis
53 Hits

Tafsir An-Najah (Qs. 6:91-92) Bab Empat Fungsi Al-Qur'an


وَمَا قَدَرُوا۟ ٱللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِۦٓ إِذْ قَالُوا۟ مَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ عَلَىٰ بَشَرٍ مِّن شَىْءٍ ۗ قُلْ مَنْ أَنزَلَ ٱلْكِتَٰبَ ٱلَّذِى جَآءَ بِهِۦ مُوسَىٰ نُورًا وَهُدًى لِّلنَّاسِ ۖ تَجْعَلُونَهُۥ قَرَاطِيسَ تُبْدُونَهَا وَتُخْفُونَ كَثِيرًا ۖ  وَعُلِّمْتُم مَّا لَمْ تَعْلَمُوٓا۟ أَنتُمْ وَلَآ ءَابَآؤُكُمْ ۖ قُلِ ٱللَّهُ ۖ ثُمَّ ذَرْهُمْ فِى خَوْضِهِمْ يَلْعَبُونَ 

“Dan mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang semestinya, di kala mereka berkata: “Allah tidak menurunkan sesuatupun kepada manusia”. Katakanlah: “Siapakah yang menurunkan kitab (Taurat) yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya dan petunjuk bagi manusia, kamu jadikan kitab itu lembaran-lembaran kertas yang bercerai-berai, kamu perlihatkan (sebahagiannya) dan kamu sembunyikan sebahagian besarnya, padahal telah diajarkan kepadamu apa yang kamu dan bapak-bapak kamu tidak mengetahui(nya)?” Katakanlah: “Allah-lah (yang menurunkannya)”, kemudian (sesudah kamu menyampaikan Al-Qur’an kepada mereka), biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatannya.”
(Qs. al-An’am: 91)

 

Pelajaran (1) Mereka Tidak Mengagungkan Allah

(1) Firman-Nya,

وَمَا قَدَرُوا۟ ٱللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِۦٓ إِذْ قَالُوا۟ مَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ عَلَىٰ بَشَرٍ مِّن شَىْءٍ

“Dan mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang semestinya, di kala mereka berkata: “Allah tidak menurunkan sesuatupun kepada manusia”. 

(a) Ayat ini ditujukan kepada kaum musyrikin di Mekkah, karena mereka mengingkari adanya utusan Allah dari golongan manusia. Hal ini dijelaskan di dalam firman-Nya,

وَمَا مَنَعَ ٱلنَّاسَ أَن يُؤْمِنُوٓا۟ إِذْ جَآءَهُمُ ٱلْهُدَىٰٓ إِلَّآ أَن قَالُوٓا۟ أَبَعَثَ ٱللَّهُ بَشَرًا رَّسُولًا

“Dan tidak ada sesuatu yang menghalangi manusia untuk beriman tatkala datang petunjuk kepadanya, kecuali perkataan mereka: “Adakah Allah mengutus seorang manusia menjadi rasuI?” (Qs. al-Isra’: 94)

Adapun kaum Yahudi, mereka tidak mengingkari adanya kitab suci yang diturunkan dari langit. Hal ini dikuatkan bahwa surah al-An’am diturunkan sekaligus dalam satu waktu, yaitu sekitar tahun keempat dari diutusnya Nabi Muhammad ﷺ. Surah ini termasuk surah Makkiyah.

Sedangkan dialog antara Nabi ﷺ dengan kaum Yahudi terjadi setelah Nabi dan para sahabatnya hijrah ke Madinah. Pendapat ini dipilih oleh Sebagian ulama, diantaranya ath-Thabari dan Ibnu Katsir.

(b) Sebagian ulama lain berpendapat bahwa ayat ini ditujukan kepada kaum Yahudi, karena di dalamnya terdapat pembahasan tentang Kitab Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa ‘alaihi as-salam.

Hal ini dikuatkan dengan adanya Riwayat yang menyebutkan bahwa Malik bin ash-Shaif seorang Yahudi yang berdialog dengan Nabi Muhammad ﷺ, kemudian berakhir dengan turunnya ayat ini.

(2) Firman-Nya,

قُلْ مَنْ أَنزَلَ ٱلْكِتَٰبَ ٱلَّذِى جَآءَ بِهِۦ مُوسَىٰ نُورًا وَهُدًى لِّلنَّاسِ

“Katakanlah: “Siapakah yang menurunkan kitab (Taurat) yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya dan petunjuk bagi manusia.”

(a) Ayat ini berisi perintah kepada Nabi Muhammad ﷺ untuk mengatakan kepada mereka, “Siapakah yang menurunkan kitab, yaitu Taurat yang dibawa oleh Nabi Musa?”

Pertanyaan ini sebenarnya sindiran bagi mereka, sebab sebenarnya mereka mengetahui dan mengakui bahwa Allah menurunkan Kitab Taurat kepada Nabi Musa ‘alaihi as-salam.

(b) Firman-Nya (نُورًا وَهُدًى لِّلنَّاسِ) maksudnya bahwa Kitab Taurat itu adalah cahaya dan penerang di dalam kegelapan hidup, terutama Ketika ditimpa kesulitan dan masalah besar.

Begitu juga Kitab Taurat adalah petunjuk bagi setiap insan yang meniti jalan kehidupan ini agar tidak tersesat dari jalan yang lurus.

(3) Firman-Nya,

تَجْعَلُونَهُۥ قَرَاطِيسَ تُبْدُونَهَا وَتُخْفُونَ كَثِيرًا

“Kamu jadikan kitab itu lembaran-lembaran kertas yang bercerai-berai, kamu perlihatkan (sebahagiannya) dan kamu sembunyikan sebahagian besarnya.”

(a) Maksudnya bahwa: kalian (kaum Yahudi) menjadikan Kitab Taurat tersebut lembaran-lembaran kertas yang tercerai-berai, terpisah satu dengan yang lainnya. Dengan tujuan kalian bisa memperlihatkan sebagian isinya sesuai dengan apa yang kalian kehendaki, dan Sebagian besar dari isi kitab tersebut kalian sembunyikan.

(b) Maksud ayat ini adalah mengecam tindakan sebagian orang Yahudi yang menyembunyikan berita tentang kenabian Nabi Muhammad ﷺ.

(4) Firman-Nya,

   وَعُلِّمْتُم مَّا لَمْ تَعْلَمُوٓا۟ أَنتُمْ وَلَآ ءَابَآؤُكُمْ ۖ

   “Padahal telah diajarkan kepadamu apa yang kamu dan bapak-bapak kamu tidak mengetahui(nya)?”

(a) Maksudnya: kalian wahai orang-orang Yahudi telah mengetahui dari Kitab Taurat akan hal-hal yang sebelumnya kalian dan bapak-bapak kalian tidak mengetahuinya.

(b) Menurut Mujahid sebagaimana yang dinukil oelh al-Baghawi dan dipilih oleh Ibnu Katsir bahwa potongan ayat ini ditujukan kepada kaum muslimin untuk mengingatkan akan nikmat Allah yang diberikan kepada mereka berupa ajaran Nabi Muhammad ﷺ, sehingga mereka mengetahui banyak hal yang sebelumnya mereka dan nenek moyang mereka tidak mengetahuinya.

(5) Firman-Nya,

قُلِ ٱللَّهُ ۖ ثُمَّ ذَرْهُمْ فِى خَوْضِهِمْ يَلْعَبُونَ

“Katakanlah: “Allah-lah (yang menurunkannya)”, kemudian (sesudah kamu menyampaikan al-Qur’an kepada mereka), biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatannya.”

(a) Karena mereka tidak bisa menjawab pertanyaan di atas, atau menjawab dengan jawaban yang tidak benar, maka Allah perintahkan Nabi Muhammad ﷺ untuk menjawabnya, yaitu bahwa yang menurunkan kitab tersebut adalah Allah ‘azza wa jalla.

(b) Dengan jawaban tersebut, mereka terdiam, tidak bisa berbicara lagi, karena itulah satu-satunya jawaban yang benar. Tidak ada jawaban lainnya.

(c) Ketika mereka terdiam, maka Allah perintahkan Nabi Muhammad ﷺ untuk meninggalkan dan membiarkan mereka bermain-main dalam kesesatan mereka.

(d) Menurut ar-Raghib bahwa kata (الخوض) artinya masuk ke dalam air dan menceburkan diri ke dalamnya. Kemudian kata ini digunakan untuk menyebut orang yang berbicara tanpa tujuan dan tidak memiliki pijakan yang benar.

 

Pelajaran (2) Empat Fungsi al-Qur’an

(1) Firman-Nya,

وَهَٰذَا كِتَٰبٌ أَنزَلْنَٰهُ مُبَارَكٌ مُّصَدِّقُ ٱلَّذِى بَيْنَ يَدَيْهِ وَلِتُنذِرَ أُمَّ ٱلْقُرَىٰ وَمَنْ حَوْلَهَا

“Dan ini (al-Qur’an) adalah kitab yang telah Kami turunkan yang diberkahi; membenarkan kitab-kitab yang (diturunkan) sebelumnya dan agar kamu memberi peringatan kepada (penduduk) Ummul Qura (Mekkah) dan orang-orang yang di luar lingkungannya.”

Ayat di atas menjelaskan empat fungsi dan manfaat al-Qur’an, sebagai berikut:

(a) Kata (أَنزَلْنَٰهُ) yaitu bahwa al-Qur’an mempunyai kedudukan yang sangat tinggi, karena diturunkan Allah dari sisi-Nya ke langit yang paling dekat 30 juz sekaligus. Kemudian diturunkan kepada Nabi Muhammad ﷺ melalui perantara Malaikat Jibril secara berangsur-angsur.

Ini sekaligus menjawab pernyataan orang-orang kafir Quraisy yang mengatakan bahwa Allah tidak menurunkan apapun kepada manusia.

Di sini menggunakan bentuk kata kerja yang menunjukkan bahwa turunnya al-Qur’an terjadi secara berangsur-angsur.

(b) Kata (مُبَارَكٌ) berarti bahwa al-Qur’an memiliki banyak kebaikan di dalamnya dan memberikan manfaat yang sangat banyak kepada alam semesta ini.

Hal ini dibuktikan bahwa setiap insan yang berinteraksi dengan al-Qur’an secara benar, maka akan dipastikan hidupnya akan bahagia serta membawa kebaikan bagi dirinya sendiri, keluarga dan masyarakat.

Oleh karenanya, untuk mengungkap keberkahan al-Qur’an ini digunakan bentuk kata benda, yaitu (مُبَارَكٌ). Hal ini untuk menunjukkan bahwa keberkahan al-Qur’an itu tetap dan kokoh serta tidak akan hilang.

(c) Firman-Nya (مُّصَدِّقُ ٱلَّذِى بَيْنَ يَدَيْهِ) yaitu bahwa al-Qur’an sebagai pembenar bagi kitab-kitab suci sebelumnya, seperti: Zabur, Taurat, dan Injil.

Adapun yang dimaksud “membenarkan” di sini adalah sebagai berikut:

(c.1) Membenarkan berita yang tertulis dalam kitab-kitab suci tersebut, yakni akan dating seorang nabi yang diutus di akhir zaman Bernama Ahmad atau Muhammad.

(c.2) Membenarkan para nabi yang diutus sebelum Nabi Muhammad ﷺ, dimana mereka menjelaskan tentang kandungan yang terdapat dalam kitab-kitab suci tersebut.

(c.3) Membenarkan ajaran-ajaran tauhid, akhlak dan berita-berita tentang hari akhir.

(c.4) Membenarkan syari’at yang termaktub pada kitab-kitab suci tersebut selama tidak dihapus atau berlaku khusus bagi mereka. Inilah yang disebut dengan (شَرْعُ مَنْ قَبْلَنَا) syari’at para nabi sebelum datangnya Islam.

(d) Firman-Nya (وَلِتُنذِرَ أُمَّ ٱلْقُرَىٰ وَمَنْ حَوْلَهَا)

(d.1) Yaitu bahwa salah satu fungsi al-Qur’an adalah memberi peringatan kepada penduduk Mekkah atau sekitarnya.

Al-Baghawi mengatakan bahwa Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan dari ‘Ashim membaca ayat ini dengan bacaan (وَلِيُنذِرَ) dengan huruf (ي) yang artinya al-Qur’an ini memberi peringatan kepada penduduk Mekkah dan sekitarnya.

Sedangkan kalau dibaca (وَلِتُنذِرَ) dengan huruf (ت) artinya: “Wahai Muhammad, engkau memberi peringatan ‘dengan al-Qur’an’ ini kepada penduduk Mekkah dan sekitarnya.”

(d.2) Mengapa Kota Mekkah disebut (أُمَّ ٱلْقُرَىٰ)? Para ulama menyebutkan beberapa sebab, diantaranya:

(d.2.1) Berkata Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu, “Dinamakan Ummul Qura’ karena bumi telah diratakan dari bawahnya dan dari sekitarnya.”

(d.2.2) Disebut Ummul Qura’ karena ia menjadi kiblat kaum muslimin ketika melaksanakan shalat, dan menjadi tujuan utama ketika melaksanakan ibadah haji. Mereka berbondong-bondong dari seluruh penjuru dunia menuju ke Kota Mekkah, seperti anak-anak yang berbondong-bondong menuju kepada ibunya.

(d.2.3) Disebut Ummul Qura’ karena Ka’bah adalah bangunan yang digunakan untuk beribadah di muka bumi ini. Hal ini sesuai dengan firman-Nya,

إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِى بِبَكَّةَ مُبَارَكًا وَهُدًى لِّلْعَٰلَمِينَ

 “Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.” (Qs. Ali ‘Imran: 96)

(d.2.4) Disebut Ummul Qura’ karena Kota Mekkah sebagai tempat yang aman jika berkumpul di samping ibunya. Hal ini sesuai dengan firman-Nya,

وَإِذْ جَعَلْنَا ٱلْبَيْتَ مَثَابَةً لِّلنَّاسِ وَأَمْنًا وَٱتَّخِذُوا۟ مِن مَّقَامِ إِبْرَٰهِۦمَ مُصَلًّى ۖ وَعَهِدْنَآ إِلَىٰٓ إِبْرَٰهِۦمَ وَإِسْمَٰعِيلَ أَن طَهِّرَا بَيْتِىَ لِلطَّآئِفِينَ وَٱلْعَٰكِفِينَ وَٱلرُّكَّعِ ٱلسُّجُودِ

“Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: “Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i’tikaf, yang ruku’ dan yang sujud”.” (Qs. al-Baqarah: 125)

(d.2.5) Disebut Ummul Qura’ karena secara geografis, Kota Mekkah terletak di tengah-tengah bumi, atau dikatakan sebagai pusat planet bumi. Ini adalah hasil penelitian selama sepuluh tahun oleh pakar Mesir, yaitu Dr. Anwar Qudri. Ini dikuatkan dengan hasil penelitian Prof. Hussain Kamal dan Dr. Abdul Basith Muhammad Sayid. Beliau menyelesaikan doktornya di bidang Geofisika di Universitas Stockholm Swedia.

(d.3) Sebagian kelompok dari kalangan Yahudi mengklaim bahwa Nabi Muhammad ﷺ diutus hanya untuk orang-orang Arab saja. Mereka berdalil dengan ayat ini.

Adapun jawaban atas tuduhan tersebut adalah sebagai berikut:

(d.3.1) Bahwa ayat ini menyebutkan Ummul Qura’ (Kota Mekkah) dan sekitarnya. Kata (وَمَنْ حَوْلَهَا) “sekitarnya” di sini mencakup luas yang tidak terbatas.

  • Berkata Ibnu Katsir, “Maksud dari firman-Nya (وَمَنْ حَوْلَهَا) yaitu desa-desa yang dihuni oleh orang-orang Arab dan seluruh suku dari anak Adam, baik dari kalangan Arab maupun non-Arab.
  • Berkata al-Baghawi, “Maksudnya adalah seluruh penduduk bumi, baik yang di Barat dan di Timur.”
  • Berkata al-Mawardi, “Berkata Ibnu ‘Abbas, ‘Maksudnya adalah seluruh penduduk bumi’.”

(d.3.2) Terdapat ayat-ayat lain yang menunjukkan bahwa Nabi Muhammad ﷺ diutus kepada seluruh manusia dan jin. Di antaranya adalah sebagai berikut:

  • Firman-Nya,

قُلْ يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنِّى رَسُولُ ٱللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا ٱلَّذِى لَهُۥ مُلْكُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ ۖ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ يُحْىِۦ وَيُمِيتُ ۖ فَـَٔامِنُوا۟ بِٱللَّهِ وَرَسُولِهِ ٱلنَّبِىِّ ٱلْأُمِّىِّ ٱلَّذِى يُؤْمِنُ بِٱللَّهِ وَكَلِمَٰتِهِۦ وَٱتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ

“Katakanlah: “Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk”.” (Qs. al-A’raf: 158)

  • Firman-Nya,

تَبَارَكَ ٱلَّذِى نَزَّلَ ٱلْفُرْقَانَ عَلَىٰ عَبْدِهِۦ لِيَكُونَ لِلْعَٰلَمِينَ نَذِيرًا

“Maha suci Allah yang telah menurunkan al-Furqan (Al-Qur’an) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam.” (Qs. al-Furqan: 1)

  • Firman-Nya,

وَمَآ أَرْسَلْنَٰكَ إِلَّا كَآفَّةً لِّلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.” (Qs. Saba’: 28)

  •  Firman-Nya,

وَمَآ أَرْسَلْنَٰكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَٰلَمِينَ

“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (Qs. al-Anbiya’: 107)

(d.3.3) Terdapat beberapa hadits yang menunjukkan bahwa Nabi Muhammad ﷺ diutus kepada seluruh manusia. Di antaranya adalah hadits Jabir bin ‘Abdullah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,

وَكَانَ النَّبِيُّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً وَبُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ كَافَّةً وَأُعْطِيتُ الشَّفَاعَةَ

“Para nabi sebelumku diutus khusus untuk kaumnya sedangkan aku diutus untuk seluruh manusia, dan aku diberikah (hak) syafa'at.” (HR. al-Bukhari)

(2) Firman-Nya,

وَٱلَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِٱلْءَاخِرَةِ يُؤْمِنُونَ بِهِۦ ۖ وَهُمْ عَلَىٰ صَلَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ

“Orang-orang yang beriman kepada adanya kehidupan akhirat tentu beriman kepadanya (Al-Qur’an) dan mereka selalu memelihara shalatnya.”

Ayat di atas menunjukkan dua sifat orang-orang beriman kepada kenabian, yaitu:

(a) Mereka yang beriman kepada akhirat dan meyakini hari kebangkitan, hari pembalasan, surga dan neraka. Orang-orang seperti ini akan berusaha semampunya untuk meraih pahala dan menghindari siksa api neraka dengan cara mengikuti petunjuk para nabi dan rasul yang diutus oleh Allah, terutama Nabi Muhammad ﷺ.

Hal ini berbeda dengan orang-orang musyrik yang tidak beriman kepada hari akhir. Mereka tidak pernah mengharap pahala, juga tidak takut terhadap ancaman dan siksa api neraka. Secara otomatis orang-orang seperti ini tidak akan beriman kepada kenabian.

(b) mereka menjaga shalat mereka, yaitu melaksanakan shalat pada waktunya, menegakkan syarat dan rukunnaya, menghadirkan kekhusyu’an di dalam hatinya, serta mengerjakannya secara berjama’ah.

Shalat disebutkan di sini secara khusus, karena kedudukannya sangat tinggi di hadapan Allah subhanahu wa ta’ala. Setidaknya terdapat dua indikator yang menunjukkan tingginya keududukan shalat, yaitu:

(b.1) Iman diidentikkan dengan shalat, sebagaimana dalam firman-Nya,

وَمَا كَانَ ٱللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَٰنَكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ بِٱلنَّاسِ لَرَءُوفٌ رَّحِيمٌ

“Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.” (Qs. al-Baqarah: 143)

Iman yang dimaksud pada ayat di atas adalah shalat.

(b.2) Seseorang dikatakan telah kafir, jika dia meninggalkan shalat. Hal ini sebagaimana disebutkan di dalam hadits Abu Darda radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda,

مَنْ تَرَكَ الصَّلَاةَ مُتَعَمِّداً فَقَدْ كَفَرَ

“Barangsiapa meninggalkan shalat dengan sengaja, maka dia telah kafir.” (HR. Ibnu Majah. Hadits Shahih.)

 

***

Karawang, Kamis, 20 Juli 2023

KARYA TULIS