Tafsir An-Najah (Qs. 6:93-94) Tiga Bentuk Kezhaliman

وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ ٱفْتَرَىٰ عَلَى ٱللَّهِ كَذِبًا أَوْ قَالَ أُوحِىَ إِلَىَّ وَلَمْ يُوحَ إِلَيْهِ شَىْءٌ وَمَن قَالَ سَأُنزِلُ مِثْلَ مَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ ۗ وَلَوْ تَرَىٰٓ إِذِ ٱلظَّٰلِمُونَ فِى غَمَرَٰتِ ٱلْمَوْتِ وَٱلْمَلَٰٓئِكَةُ بَاسِطُوٓا۟ أَيْدِيهِمْ أَخْرِجُوٓا۟ أَنفُسَكُمُ ۖ ٱلْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ ٱلْهُونِ بِمَا كُنتُمْ تَقُولُونَ عَلَى ٱللَّهِ غَيْرَ ٱلْحَقِّ وَكُنتُمْ عَنْ ءَايَٰتِهِۦ تَسْتَكْبِرُونَ
“Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat kedustaan terhadap Allah atau yang berkata: “Telah diwahyukan kepada saya”, padahal tidak ada diwahyukan sesuatupun kepadanya, dan orang yang berkata: “Saya akan menurunkan seperti apa yang diturunkan Allah”. Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim berada dalam tekanan sakratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata): “Keluarkanlah nyawamu” Di hari ini kamu dibalas dengan siksa yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya.”
(Qs. al-An’am: 93-94)
Pelajaran (1) Mengaku Nabi
Firman-Nya,
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ ٱفْتَرَىٰ عَلَى ٱللَّهِ كَذِبًا أَوْ قَالَ أُوحِىَ إِلَىَّ وَلَمْ يُوحَ إِلَيْهِ شَىْءٌ وَمَن قَالَ سَأُنزِلُ مِثْلَ مَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ
“Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat kedustaan terhadap Allah atau yang berkata: “Telah diwahyukan kepada saya”, padahal tidak ada diwahyukan sesuatupun kepadanya, dan orang yang berkata: “Saya akan menurunkan seperti apa yang diturunkan Allah”.”
(1) Ayat di atas menyebutkan tiga macam kezhaliman yang sangat besar. Hal itu karena diungkapkan dengan kalimat (وَمَنْ أَظْلَمُ) “Dan siapakah yang lebih zhalim?”
Adapun ketiga macam kezhaliman besar tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama: (ٱفْتَرَىٰ عَلَى ٱللَّهِ كَذِبًا) yaitu membuat kedustaan terhadap Allah. Terdapat dua pendapat mengenai maksud potongan ayat di atas:
(a) Maksudnya mempersekutukan Allah dengan sesuatu.
Berkata Ibnu Katsir, “Tidak ada yang lebih zhalim daripada orang yang membuat kedustaan terhadap Allah dan menjadikan bagi-Nya sekutu atau anak.”
Ibnu Asyur mengatakan bahwa ayat ini membantah apa-apa yang dibuat oleh ‘Amru bin Luhay tentang penyembahan berhala yang kemudian diikuti oleh kaum musyrikin Arab.
(b) Maksudnya adalah mengakui dirinya sebagai nabi dan mendapatkan wahyu.
Kedua: (أَوْ قَالَ أُوحِىَ إِلَىَّ وَلَمْ يُوحَ إِلَيْهِ شَىْءٌ)
(a) Yaitu orang-orang yang berkata bahwa dirinya mendapatkan wahyu, padahal tidak diwahyukan sesuatupun kepadanya. Ayat ini menurut Sebagian ulama turun berkenaan dengan Musailamah al-Kadzab di Yamamah dan istrinya Sajah. Begitu juga dengan al-Aswad al-Ansy di Yaman, semuanya mengaku diri mereka sebagai nabi yang menerima wahyu.
Namun Sebagian ulama lain menolaknya, karena ayat ini turun pada tahun ke-4 dari masa kenabian, jauh sebelum Nabi Muhammad ﷺ berhijrah ke Madinah al-Munawwarah. Sedangkan Musailamah al-Kadzab dan al-Aswad al-Ansy muncul pada tahun ke-9 Hijriyah.
Oleh karenanya, dapat dipahami bahwa ayat ini bersifat umum, ditujukan kepada siapa saja yang mengaku dirinya sebagai nabi, tanpa membatasi pada orang-orang tertentu.
(b) Bahkan al-Qurthubi berpendapat lebih jauh dari itu. Beliau memasukkan ke dalam golongan orang-orang yang mengaku dirinya mendapatkan wahyu, yaitu: siapa saja yang menolak syari’at dan fiqih sebagaimana dipahami oleh para ulama salaf, kemudian mengatakan bahwa dirinya mendapatkan ilham dan hatinya membisikkan kepadanya sesuatu, lalu membuat hukum sesuai bisikan hatinya.
Mereka mengatakan bahwa syari’at hanya untuk orang awam,s edangkan para wali tidak memerlukan teks-teks al-Qur’an dan hadits. Mereka berdalil dengan kisah Nabi Khidhir.
Al-Qurthubi berpendapat bahwa orang seperti ini sudah menjadi zindiq dan kafir. Mereka berhak untuk dihukum mati dan tidak perlu diminta untuk bertaubat, serta tidak perlu juga dimintai klarifikasi. Sebab orang-orang seperti ini sudah merusak hukum-hukum Islam dan mengklaim adanya nabi-nabi setelah Nabi Muhammad ﷺ.
Ketiga: (وَمَن قَالَ سَأُنزِلُ مِثْلَ مَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ) yaitu siapapun yang mengatakan: “Aku akan menurunkan seperti apa yang diturunkan Allah.”
Yang menarik adalah apa yang ditulis oleh al-Qurthubi bahwa ayat ini berkenaan dengan ‘Abdullah bin Abi Sarhin yang dahulu merupakan salah satu penulis wahyu, kemudian murtad dan bergabung dalam barisan kaum musyrikin.
Hal itu terjadi karena ketika turun firman Allah di dalam Qs. al-Mu’minun ayat 12-14, Rasulullah ﷺ memanggilnya untuk menulis ayat tersebut. Akan tetapi setelah sampai pada firman-Nya,
ثُمَّ أَنشَأْنَٰهُ خَلْقًا ءَاخَرَ
‘Abdullah bin Abi Sarhin tercengang dan takjub dengan penjelasan Allah yang sangat rinci dan detail dalam proses penciptaan manusia, lalu ia berkata,
فَتَبَارَكَ ٱللَّهُ أَحْسَنُ ٱلْخَٰلِقِينَ
Maka Rasulullah ﷺ bersabda,
“Begitulah bunyi ayat yang diturunkan kepadaku.”
Mendengar hal itu, tiba-tiba ‘Abdullah bin Abu Sarhin menjadi ragu dan berkata pada dirinya sendiri, “Jika Muhammad benar, sesungguhnya telah diturunkan wahyu kepadaku sebagaimana diturunkan wahyu kepadanya. Tetapi jika dia pendusta, sesungguhnya aku telah mengatakan seperti yang dia katakan.”
Setelah peristiwa itu, ‘Abdullah bin Abi Sarhin murtad (keluar dari Islam) kemudian bergabung dengan kaum musyrikin. Tetapi ketika terjadi peristiwa Fathu Makkah, beliau Kembali kepada Islam dan menjadi baik keislamannya, tinggi hingga akhir hayat.
(2) Firman-Nya,
وَلَوْ تَرَىٰٓ إِذِ ٱلظَّٰلِمُونَ فِى غَمَرَٰتِ ٱلْمَوْتِ
“Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim berada dalam tekanan sakratul maut.”
(a) Pada ayat sebelumnya (Qs. al-Ma’idah: 91) Allah telah menjelaskan bahwa al-Qur’an adalah kitab suci yang diturunkan oleh Allah yang memiliki kemuliaan dan menjadi petunjuk bagi manusia.
Setelah itu, pada ayat ini dijelaskan ancaman keras kepada siapa saja yang mengaku dirinya sebagai nabi dan mendapatkan wahyu, padahal kenyataannya tidak demikian. Ancaman tersebut seperti yang digambarkan di dalam firman-Nya, yaitu ketika oran-orang zhalim sedang menghadapi sakaratul maut.
(b) Yang dimaksud orang-orang zhalim di sini adalah tiga kelompok yang telah disebutkan di atas. Adapaun makna (غَمَرَٰت) jamak dari (غَمْرَةٌ) yaitu keras. Artinya kerasnya kematian atau sering disebut dengan sakaratul maut. Sedangkan makna asli dari (غَمْرَةٌ) adalah segala hal yang meliputi dan mencakup sesuatu, seperti air yang menggenangi rumah dan menutupinya. Kemudian kata ini digunakan untuk menyebut sesuatu yang menyakitkan dan tidak menyenangkan. Pada ayat ini menunjukkan bahwa sakaratul maut itu rasanya sangat sulit.
(3) Firman-Nya,
وَٱلْمَلَٰٓئِكَةُ بَاسِطُوٓا۟ أَيْدِيهِمْ أَخْرِجُوٓا۟ أَنفُسَكُمُ
“Sedangkan para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata): “Keluarkanlah nyawamu”.”
(a) Pada ayat di atas dijelaskan bahwa para malaikat membuka tangan mereka untuk memukul dan menyiksa orang-orang zhalim yang sedang menghadapi sakaratul maut. Ini dijelaskan dalam firman-Nya,
وَلَوْ تَرَىٰٓ إِذْ يَتَوَفَّى ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ ۙ ٱلْمَلَٰٓئِكَةُ يَضْرِبُونَ وُجُوهَهُمْ وَأَدْبَٰرَهُمْ وَذُوقُوا۟ عَذَابَ ٱلْحَرِيقِ
“Kalau kamu melihat ketika para malaikat mencabut jiwa orang-orang yang kafir seraya memukul muka dan belakang mereka (dan berkata): “Rasakanlah olehmu siksa neraka yang membakar”, (tentulah kamu akan merasa ngeri).” (Qs. al-A’raf: 50)
(b) Adapun firman-Nya (أَخْرِجُوٓا۟ أَنفُسَكُمُ) terdapat beberapa penafsiran, diantaranya:
(b.1) Hal ini terjadi ketika orang-orang zhalim di dalam api neraka, sehingga para malaikat membuka tangan dan menyiksa mereka sambal berkata, “Keluarlah kalian dari adzab yang pedih ini, jika kalian mampu.”
(b.2) Hal ini terjadi ketika orang-orang zhalim dalam keadaan sakaratul maut di dunia, sehingga para malaikat membuka tangan untuk mencabut nyawa mereka sambal berkata, “Keluarkan diri kalian dari siksa ini jika kalian mampu.”
(b.3) Malaikat berkata kepada mereka saat sakaratul maut, “Keluarkan nyawa kalian dari badan kalian.” Hal ini untuk menggambarkan betapa keras, kasar dan kejamnya para malaikat memperlakukan mereka, tanpa ada rasa kasihan sedikitpun.
(4) Firman-Nya,
ٱلْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ ٱلْهُونِ بِمَا كُنتُمْ تَقُولُونَ عَلَى ٱللَّهِ غَيْرَ ٱلْحَقِّ وَكُنتُمْ عَنْ ءَايَٰتِهِۦ تَسْتَكْبِرُونَ
“Di hari ini kamu dibalas dengan siksa yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya.”
(a) Kata (عَذَابَ ٱلْهُونِ) adzab yang menghinakan. Di sini terdapat penggabungan antara adzab dan kehinaan.
(b) Adzab dan kehinaan ini akibat dua perbuatan yang dilakukan oleh mereka:
- Berdusta kepada Allah
- Takabbur terhadap ayat-ayat Allah
Pelajaran (2) Datang Seperti Waktu Lahir
Firman-Nya,
وَلَقَدْ جِئْتُمُونَا فُرَٰدَىٰ كَمَا خَلَقْنَٰكُمْ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَتَرَكْتُم مَّا خَوَّلْنَٰكُمْ وَرَآءَ ظُهُورِكُمْ ۖ وَمَا نَرَىٰ مَعَكُمْ شُفَعَآءَكُمُ ٱلَّذِينَ زَعَمْتُمْ أَنَّهُمْ فِيكُمْ شُرَكَٰٓؤُا۟ ۚ لَقَد تَّقَطَّعَ بَيْنَكُمْ وَضَلَّ عَنكُم مَّا كُنتُمْ تَزْعُمُونَ
“Dan sesungguhnya kamu datang kepada Kami sendiri-sendiri sebagaimana kamu Kami ciptakan pada mulanya, dan kamu tinggalkan di belakangmu (di dunia) apa yang telah Kami karuniakan kepadamu; dan Kami tiada melihat besertamu pemberi syafa’at yang kamu anggap bahwa mereka itu sekutu-sekutu Tuhan di antara kamu. Sungguh telah terputuslah (pertalian) antara kamu dan telah lenyap daripada kamu apa yang dahulu kamu anggap (sebagai sekutu Allah).”
(1) Kaitan dengan ayat sebelumnya.
(a) Ayat sebelumnya menjelaskan bagaimana para malaikat mengatakan kepada orang-orang zhalim untuk mengeluarkan nyawa mereka dari tubuhnya. Pada ayat ini menjelaskan bagaimana Allah mengatakan kepada mereka bahwa mereka datang kepada Allah pada hari kiamat seorang diri.
(b) Ayat sebelumnya menjelaskan keadaan orang-orang zhalim saat datangnya kematian mereka.
Sedangkan ayat ini menjelaskan keadaan mereka ketika menghadap Allah seorang diri.
(2) Kata (فُرَٰدَىٰ) artinya sendiri-sendiri. Yaitu tidak membaca harta, anak, istri, kawan ataupun pengawal. Begitu juga tidak ditemani oleh berhala-berhala yang mereka sembah selama hidup di dunia.
Keadaan seperti ini juga diterangkan dalam firman-Nya,
وَكُلُّهُمْ ءَاتِيهِ يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ فَرْدًا
“Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri.” (Qs. Maryam: 90)
(3) Firman-Nya,
كَمَا خَلَقْنَٰكُمْ أَوَّلَ مَرَّةٍ
“Sebagaimana kamu Kami ciptakan pada mulanya.”
(a) Manusia lahir ke dunia dalam keadaan sendiri-sendiri, tidak memakai baju, dan tidak membawa apa-apa. Begitu juga keadaan manusia ketika menghadap Allah pada hari kiamat.
Hal ini juga disebutkan oleh Allah di dalam beberapa firman-Nya, diantaranya:
- Firman-Nya,
وَعُرِضُوا۟ عَلَىٰ رَبِّكَ صَفًّا لَّقَدْ جِئْتُمُونَا كَمَا خَلَقْنَٰكُمْ أَوَّلَ مَرَّةٍۭ ۚ بَلْ زَعَمْتُمْ أَلَّن نَّجْعَلَ لَكُم مَّوْعِدًا
“Dan mereka akan dibawa ke hadapan Tuhanmu dengan berbaris. Sesungguhnya kamu datang kepada Kami, sebagaimana Kami menciptakan kamu pada kali yang pertama; bahkan kamu mengatakan bahwa Kami sekali-kali tidak akan menetapkan bagi kamu waktu (memenuhi) perjanjian.” (Qs. al-Kahfi: 48)
- Firman-Nya,
يَوْمَ نَطْوِى ٱلسَّمَآءَ كَطَىِّ ٱلسِّجِلِّ لِلْكُتُبِ ۚ كَمَا بَدَأْنَآ أَوَّلَ خَلْقٍ نُّعِيدُهُۥ ۚ وَعْدًا عَلَيْنَآ ۚ إِنَّا كُنَّا فَٰعِلِينَ
“(Yaitu) pada hari Kami gulung langit sebagai menggulung lembaran-lembaran kertas. Sebagaimana Kami telah memulai panciptaan pertama begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti Kami tepati; sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakannya.” (Qs. al-Anbiya’: 104)
Hal ini juga disebutkan di dalam beberapa hadits, diantaranya adalah hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,
يا أيها الناس إنكم تحشرون إلى الله حفاة عراة غرلا { كما بدأنا أول خلق نعيده وعدا علينا إنا كنا فاعلين }
“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya kalian dikumpulkan menuju Allah dalam keadaan tidak beralas kaki, telanjang dan kulup {sebagaimana Kami telah memulai panciptaan pertama begitulah kami akan mengulanginya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
(4) Firman-Nya,
وَتَرَكْتُم مَّا خَوَّلْنَٰكُمْ وَرَآءَ ظُهُورِكُمْ
“Dan kamu tinggalkan di belakangmu (di dunia) apa yang telah Kami karuniakan kepadamu.”
(a) Maksudnya bahwa kalian telah meninggalkan apa-apa yang telah Kami berikan kepada kalian selama hidup di dunia, seperti harta, anak-anak, istri, jabatan. Kalian tinggalkanitu semua di belakang punggung kalian, dan tidak kalian bawa sedikitpun kea lam akhirat.
Kalimat (خَوَّلْنَٰكُمْ) dari kata (الخول) artinya: kenikmatan yang Allah berikan kepada hamba-Nya di dunia.
(b) Ayat ini berisi mengandung kecaman terhadap mereka karena tidak berusaha mengerjakan amal shalih yang bermanfaat di akhirat, tetapi justru sibuk mengumpulkan harta benda yang akan mereka tinggalkan dan tidak membawa manfaat di akhirat.
(c) Di dalam hadits ‘Abdullah bin asy-Syakhir bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,
يقول ابن آدم مالي مالي قال وهل لك يا ابن آدم من مالك إلا ما أكلت فأفنيت أو لبست فأبليت أو تصدقت فأمضيت
“Anak cucu Adam berkata: 'Hartaku, hartaku'." Beliau meneruskan: "Hartamu wahai anak cucu Adam tidak lain adalah yang kau makan lalu kau habiskan, yang kau kenakan lalu kau usangkan atau yang kau sedekahkan lalu kau habiskan".” (HR. Muslim)
(5) Firman-Nya,
نَرَىٰ مَعَكُمْ شُفَعَآءَكُمُ ٱلَّذِينَ زَعَمْتُمْ أَنَّهُمْ فِيكُمْ شُرَكَٰٓؤُا۟ ۚ لَقَد تَّقَطَّعَ بَيْنَكُمْ وَضَلَّ عَنكُم مَّا كُنتُمْ تَزْعُمُونَ
“Dan Kami tiada melihat besertamu pemberi syafa’at yang kamu anggap bahwa mereka itu sekutu-sekutu Tuhan di antara kamu. Sungguh telah terputuslah (pertalian) antara kamu dan telah lenyap daripada kamu apa yang dahulu kamu anggap (sebagai sekutu Allah).”
(a) Maksudnya di sini adalah berhala-berhala yang mereka sembah sewaktu di dunia. Dahulu orang-orang musyrik menyembah berhala-berhala mereka dengan “sekutu-sekutu Allah” dan “pemberi syafa’at”.
(b) Firman-Nya,
لَقَد تَّقَطَّعَ بَيْنَكُمْ وَضَلَّ عَنكُم مَّا كُنتُمْ تَزْعُمُونَ
Yaitu “telah terputus hubungan antara kalian dengan berhala-berhala yang kalian sembah di dunia”.
Kata (تَّقَطَّعَ) artinya terputus berkeping-keping yang akan sulit disambung Kembali.
Adapun kata (ضَلَّ) artinya hilang. Maksudnya bahwa berhala-berhala yang mereka harapkan bisa menolong mereka dan memberi syafa’at di sisi Allah ternyata hilang dan tidak ada wujudnya lagi.
Tentunya di sini tidak terbatas pada berhala saja, tetapi mencakup seluruh sesembahan-sesembahan selain Allah, seperti: jin, matahari, dewa, para pemimpin dan tokoh-tokoh yang mereka kultuskan.
(c) Terdapat banyak ayat yang menunjukkan terputusnya hubungan antara pengikut dan para pemimpin mereka di akhirat, antara anak dan bapak, suami dan istri, bahkan antara syetan dan para pengikutnya yang dahulu disembah di dunia.
Di antara ayat-ayat yang menunjukkan hal tersebut adalah:
- Qs. al-Baqarah: 166-167
- Qs. al-Mu’minun: 101
- Qs. al-‘Ankabut: 25
- Qs. al-Qashash: 64
- Qs. al-An’am:22-24
- Qs. Ibrahim: 21-22
***
Karawang, Sabtu, 22 Juli 2023
-

Tanya Jawab Aktual Tentang Shalat
Lihat isinya

Tanya Jawab Aktual Tentang Puasa
Lihat isinya » -

Jilbab Menurut Syari'at Islam (Meluruskan Pandangan Prof. DR. Quraish)
Lihat isinya

Halal dan Haram Dalam Pernikahan (Edisi I)
Lihat isinya » -

Halal dan Haram Dalam Pengobatan (Edisi I)
Lihat isinya

Halal dan Haram Dalam Transaksi Keuangan (edisi 1)
Lihat isinya » -

Nasionalisme
Lihat isinya

Panduan Haji dan Umrah
Lihat isinya » -

Mukjizat Al Qur'an Dalam Kesehatan
Lihat isinya

Berobatlah Dengan Yang Halal (edisi 2 Halal Haram Pengobatan)
Lihat isinya » -

Panduan Praktis Menghitung Zakat
Lihat isinya

Halal dan Haram Dalam Makanan
Lihat isinya » -

Waktumu Adalah Hidupmu, Managemen Waktu dalam Islam
Lihat isinya

Satu Jam Bersama Al-Qur'an
Lihat isinya » -

Jual Beli Terlarang
Lihat isinya

Kekuatan Istighfar
Lihat isinya » -

Panduan Praktis Berqurban
Lihat isinya

Al-Quran dan Kesetaraan Gender
Lihat isinya » -

Banyak Jalan Menuju Surga
Lihat isinya

Meniti Tangga-Tangga Kesuksesan
Lihat isinya » -

Fiqih Ta'ziyah
Lihat isinya

Mengenal Ahlus Sunnah wal Jamaah
Lihat isinya » -

Fiqih Wanita Kontemporer
Lihat isinya

Menang Tanpa Perang
Lihat isinya » -

Masuk Surga Bersama Keluarga
Lihat isinya

Mengetuk Pintu Langit
Lihat isinya » -

Membangun Negara dengan Tauhid
Lihat isinya

Fiqih Masjid (Membahas 53 Hukum Masjid)
Lihat isinya » -

Membuka Pintu Langit
Lihat isinya

Kesabaran yang Indah
Lihat isinya » -

Menembus Pintu Langit
Lihat isinya

Pensucian Jiwa
Lihat isinya » -

Tafsir An-Najah: Al-Fatihah
Lihat isinya

Tafsir An-Najah Seri 1: Orang-Orang Munafik dalam Al-Qur'an
Lihat isinya » -

Tafsir An-Najah Seri 2: Kisah Nabi Adam dan Iblis
Lihat isinya

Tafsir An-Najah Seri 3: Kisah Bani Israel
Lihat isinya » -

Tafsir An-Najah Seri 4: Nabi Sulaiman dan Kaum Yahudi
Lihat isinya

Tafsir An-Najah Seri 5: Umat Pertengahan
Lihat isinya » -

Tafsir An-Najah Seri 6: Hukum-hukum Seputar Ibadah
Lihat isinya

Tafsir An-Najah Seri 7: Hukum-hukum Pernikahan & Perceraian
Lihat isinya » -

Tafsir An-Najah Seri 8: Tidak Ada Paksaan dalam Beragama
Lihat isinya

Tafsir An-Najah Seri 9: Agama di Sisi Allah, Islam
Lihat isinya » -

Tafsir An-Najah Seri 10: Keluarga Imran
Lihat isinya

Tafsir An-Najah Seri 11: Sebaik-baik Umat
Lihat isinya » -

Tafsir An-Najah Seri 12: Empat Sifat Muttaqin
Lihat isinya

Tafsir An-Najah Seri 13: Dzikir dan Fikir
Lihat isinya » -

Tafsir An-Najah Seri 14: Membina Generasi Tangguh
Lihat isinya

Tafsir An-Najah Juz 5: Qs. 4: 24-147
Lihat isinya » -

Tafsir An-Najah Juz 6: Qs. 4: 148-176 & Qs. 5: 1-81
Lihat isinya

Tafsir An-Najah Juz 7: Qs. 5: 82-120 & Qs. 6: 1-110
Lihat isinya »