Tafsir An-Najah (Qs. 6:123-124) Para Pemimpin Jahat

وَكَذَٰلِكَ جَعَلۡنَا فِي كُلِّ قَرۡيَةٍ أَكَٰبِرَ مُجۡرِمِيهَا لِيَمۡكُرُواْ فِيهَاۖ وَمَا يَمۡكُرُونَ إِلَّا بِأَنفُسِهِمۡ وَمَا يَشۡعُرُونَ
“Dan demikianlah Kami adakan pada tiap-tiap negeri penjahat-penjahat yang terbesar agar mereka melakukan tipu daya dalam negeri itu. Dan mereka tidak memperdayakan melainkan dirinya sendiri, sedang mereka tidak menyadarinya.”
(Qs. al-An’am: 123)
Pelajaran (1) Persesuaian Ayat
Firman-Nya (وَكَذَٰلِكَ) “Dan demikianlah”.
Kata ini pasti ada hubungannya dengan kalimat sebelumnya. Terdapat dua pendapat dalam hal ini, yaitu:
(1) Pendapat pertama: Kalimat ini merupakan lanjutan dari ayat sebelumnya, yaitu: “Sebagaimana Kami jadikan orang-orang kafir memandang baik terhadap apa yang mereka kerjakan. Demikian pula Kami adakan pada tiap-tiap negeri, pembesar-pembesar jahat.” Ini adalah pendapat al-Qurthubi.
(2) Pendapat kedua: “Sebagaimana Kami jadikan di Mekkah para pembesar-pembesar jahat. Demikian pula Kami jadikan pada tiap-tiap negeri, pembesar-pembesar jahat pula.” Ini adalah pendapat al-Baghawi dan Ibnu Katsir.
Pelajaran (2) Para Pembesar Jahat
Firman-Nya (أَكَٰبِرَ مُجۡرِمِيهَا) “Para pembesar-pembesar yang jahat”.
(1) Mengapa Allah menjadikan para pemimpin dari kalangan para penjahat?
Hal ini, karena para pemimpin (penguasa) akan lebih mampu untuk melakukan kejahatan, penipuan dan makarnya terhadap masyarakat; dibandingkan jika para penjahat itu adalah orang bawahan yang tidak memiliki pengaruh atau kekuasaan apapun.
Uang dan jabatan jika disuarakan untuk berbuat jahat maka dampak kerusakannya sangat dahsyat dan luas. Oleh karenanya, seorang pemimpin jika dia adil, pahalanya sangat besar, karena maslahat yang ditimbulkannya besar dan luas. Sebaliknya, jika dia zhalim maka dosanya sangat besar karena dampak kerusakan yang ditimbulkannya juga dahsyat dan luas.
(2) Al-Baghawi menyimpulkan dari ayat ini bahwa sudah menjadi sunnatullah (ketentuan Allah), para pengikut Rasul dari kalangan orang-orang lemah. Sebagaimana yang tersebut di dalam firman-Nya,
قَالُوٓاْ أَنُؤۡمِنُ لَكَ وَٱتَّبَعَكَ ٱلۡأَرۡذَلُونَ
“Mereka berkata: "Apakah kami akan beriman kepadamu, padahal yang mengikuti kamu ialah orang-orang yang hina?"” (Qs. asy-Syu’ara: 111)
Sedangkan para pembesarnya menjadi penentang-penentangnya.
(3) Di antara ayat lain yang menunjukkan bahwa musuh-musuh para nabi kebanyakan berasal dari kalangan penjahat yang menjadi pemimpin, adalah:
(a) Firman Allah,
وَإِذَآ أَرَدۡنَآ أَن نُّهۡلِكَ قَرۡيَةً أَمَرۡنَا مُتۡرَفِيهَا فَفَسَقُواْ فِيهَا فَحَقَّ عَلَيۡهَا ٱلۡقَوۡلُ فَدَمَّرۡنَٰهَا تَدۡمِيرٗا
“Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” (Qs. al-Isra’: 16)
(b) Firman Allah,
وَكَذَٰلِكَ جَعَلۡنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوّٗا مِّنَ ٱلۡمُجۡرِمِينَۗ وَكَفَىٰ بِرَبِّكَ هَادِيٗا وَنَصِيرٗا
“Dan seperti itulah, telah Kami adakan bagi tiap-tiap nabi, musuh dari orang-orang yang berdosa. Dan cukuplah Tuhanmu menjadi Pemberi petunjuk dan Penolong.” (Qs. al-Furqan: 31)
(4) Selain itu, terdapat ayat-ayat lain yang menunjukkan bahwa musuh-musuh para nabi kebanyakan dari kalangan pejabat, pembesar, dan orang-orang kaya; diantaranya:
(a) Firman Allah,
وَمَآ أَرۡسَلۡنَا فِي قَرۡيَةٖ مِّن نَّذِيرٍ إِلَّا قَالَ مُتۡرَفُوهَآ إِنَّا بِمَآ أُرۡسِلۡتُم بِهِۦ كَٰفِرُونَ ۞ وَقَالُواْ نَحۡنُ أَكۡثَرُ أَمۡوَٰلٗا وَأَوۡلَٰدٗا وَمَا نَحۡنُ بِمُعَذَّبِينَ۞
“Dan Kami tidak mengutus kepada suatu negeri seorang pemberi peringatanpun, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata: "Sesungguhnya kami mengingkari apa yang kamu diutus untuk menyampaikannya." Dan mereka berkata: "Kami lebih banyak mempunyai harta dan anak- anak (daripada kamu) dan kami sekali-kali tidak akan diadzab.” (Qs. Saba’: 34-35)
(b) Firman Allah,
وَكَذَٰلِكَ مَآ أَرۡسَلۡنَا مِن قَبۡلِكَ فِي قَرۡيَةٖ مِّن نَّذِيرٍ إِلَّا قَالَ مُتۡرَفُوهَآ إِنَّا وَجَدۡنَآ ءَابَآءَنَا عَلَىٰٓ أُمَّةٖ وَإِنَّا عَلَىٰٓ ءَاثَٰرِهِم مُّقۡتَدُونَ
“Dan demikianlah, Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang pemberi peringatanpun dalam suatu negeri, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata: "Sesungguhnya kami mendapati bapak- bapak kami menganut suatu agama dan sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka".” (Qs. az-Zukhruf: 23)
Pelajaran (3) Mereka Membuat Makar
لِيَمۡكُرُواْ فِيهَاۖ وَمَا يَمۡكُرُونَ إِلَّا بِأَنفُسِهِمۡ وَمَا يَشۡعُرُونَ
“Agar mereka melakukan tipu daya dalam negeri itu. Dan mereka tidak memperdayakan melainkan dirinya sendiri, sedang mereka tidak menyadarinya.”
(1) Menurut Abu Ubaidah kata (الْمَكْرُ) adalah tipu daya, pemutarbalikkan fakta, dan rencana jahat. Sedangkan Ibnu ‘Abbas mengatakan bahwa makar adalah perkataan bohong.
Mujahid memberikan contoh makar yang dilakukan orang-orang kafir Quraisy, yaitu mereka meletakkan di setiap jalan di Kota Mekkah empat orang laki-laki dengan tujuan menghalangi masyarakat untuk tidak datang kepada Nabi Muhammad ﷺ. Mereka mengatakan, “Muhammad adalah seorang penyihir, seorang penyair, dan seorang dukun.”
(2) Sedangkan menurut Ibnu Katsir, makar pada ayat ini maknanya adalah ajakan untuk berbuat sesat dengan narasi-narasi yang indah, mempesona, bahkan dengan sikap yang simpatik.
(a) Hal ini sesuai dengan firman Allah ketika menceritakan keadaan kaum Nuh yang membuat makar.
وَمَكَرُواْ مَكۡرٗا كُبَّارٗا
“Dan melakukan tipu-daya yang amat besar.” (Qs. Nuh: 22)
(b) Hal ini dikuatkan dengan firman-Nya,
وَقَالَ ٱلَّذِينَ ٱسۡتُضۡعِفُواْ لِلَّذِينَ ٱسۡتَكۡبَرُواْ بَلۡ مَكۡرُ ٱلَّيۡلِ وَٱلنَّهَارِ إِذۡ تَأۡمُرُونَنَآ أَن نَّكۡفُرَ بِٱللَّهِ وَنَجۡعَلَ لَهُۥٓ أَندَادٗاۚ وَأَسَرُّواْ ٱلنَّدَامَةَ لَمَّا رَأَوُاْ ٱلۡعَذَابَۚ وَجَعَلۡنَا ٱلۡأَغۡلَٰلَ فِيٓ أَعۡنَاقِ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْۖ هَلۡ يُجۡزَوۡنَ إِلَّا مَا كَانُواْ يَعۡمَلُونَ
“Dan orang-orang yang dianggap lemah berkata kepada orang-orang yang menyombongkan diri: "(Tidak) sebenarnya tipu daya(mu) di waktu malam dan siang (yang menghalangi kami), ketika kamu menyeru kami supaya kami kafir kepada Allah dan menjadikan sekutu-sekutu bagi-Nya." Kedua belah pihak menyatakan penyesalan tatkala mereka melihat adzab. Dan kami pasang belenggu di leher orang-orang yang kafir. Mereka tidak dibalas melainkan dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (Qs. Saba’: 33)
Berkata Sufyan ats-Tsauri, “Setiap makar yang disebutkan di dalam al-Qur’an artinya adalah sebuah tindakan atau aksi.”
(3) Makar mereka akan Kembali kepada diri mereka sendiri. Ini sesuai dengan beberapa firman Allah, diantaranya:
(a) Firman-Nya,
ٱسۡتِكۡبَارٗا فِي ٱلۡأَرۡضِ وَمَكۡرَ ٱلسَّيِّيِٕۚ وَلَا يَحِيقُ ٱلۡمَكۡرُ ٱلسَّيِّئُ إِلَّا بِأَهۡلِهِۦۚ فَهَلۡ يَنظُرُونَ إِلَّا سُنَّتَ ٱلۡأَوَّلِينَۚ فَلَن تَجِدَ لِسُنَّتِ ٱللَّهِ تَبۡدِيلٗاۖ وَلَن تَجِدَ لِسُنَّتِ ٱللَّهِ تَحۡوِيلًا
“Karena kesombongan (mereka) di muka bumi dan karena rencana (mereka) yang jahat. Rencana yang jahat itu tidak akan menimpa selain orang yang merencanakannya sendiri. Tiadalah yang mereka nanti-nantikan melainkan (berlakunya) sunnah (Allah yang telah berlaku) kepada orang-orang yang terdahulu. Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat penggantian bagi sunnah Allah, dan sekali-kali tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagi sunnah Allah itu.” (Qs. Fathir: 43)
(b) Firman-Nya,
وَمَكَرُواْ وَمَكَرَ ٱللَّهُۖ وَٱللَّهُ خَيۡرُ ٱلۡمَٰكِرِينَ
“Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.” (Qs. Ali ‘Imran: 54)
(c) Firman-Nya,
وَمَكَرُواْ مَكۡرٗا وَمَكَرۡنَا مَكۡرٗا وَهُمۡ لَا يَشۡعُرُونَ
“Dan merekapun merencanakan makar dengan sungguh-sungguh dan Kami merencanakan makar (pula), sedang mereka tidak menyadari.” (Qs. an-Naml: 50)
Pelajaran (4) Mereka Ingin Menjadi Nabi
وَإِذَا جَآءَتۡهُمۡ ءَايَةٞ قَالُواْ لَن نُّؤۡمِنَ حَتَّىٰ نُؤۡتَىٰ مِثۡلَ مَآ أُوتِيَ رُسُلُ ٱللَّهِۘ ٱللَّهُ أَعۡلَمُ حَيۡثُ يَجۡعَلُ رِسَالَتَهُۥۗ سَيُصِيبُ ٱلَّذِينَ أَجۡرَمُواْ صَغَارٌ عِندَ ٱللَّهِ وَعَذَابٞ شَدِيدُۢ بِمَا كَانُواْ يَمۡكُرُونَ
“Apabila datang sesuatu ayat kepada mereka, mereka berkata: "Kami tidak akan beriman sehingga diberikan kepada kami yang serupa dengan apa yang telah diberikan kepada utusan-utusan Allah." Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan. Orang-orang yang berdosa, nanti akan ditimpa kehinaan di sisi Allah dan siksa yang keras disebabkan mereka selalu membuat tipu daya.” (Qs. al-An’am: 124)
(1) Pada ayat sebelumnya, dijelaskan bagaimana para pembesar jahat melakukan makar terhadap para rasul, termasuk kepada Rasulullah ﷺ. Nah, pada ayat ini disebutkan bahwa salah satu makar yang mereka lakukan adalah tidak mau beriman kepada tanda-tanda kenabian Nabi Muhammad ﷺ, sampai mereka juga diberi tanda-tanda kenabian juga.
(2) Sebab turunnya ayat, sebagai berikut:
(a) Ayat ini turun berkenaan dengan al-Walid bin al-Mughirah yang berkata, “Demi Allah, seandainya kenabian itu benar adanya, tentunya aku yang lebih berhak mendapatkannya, daripada Muhammad. Karena aku lebih banyak harta dan anak daripada dia.” Maka turunlah ayat ini.
Berkata adh-Dhahak, “Setiap orang dari mereka ingin mendapatkan wahyu dan risalah. Ini seperti yang tersebut di dalam firman-Nya,
بَلۡ يُرِيدُ كُلُّ ٱمۡرِيٕٖ مِّنۡهُمۡ أَن يُؤۡتَىٰ صُحُفٗا مُّنَشَّرَةٗ
“Bahkan tiap-tiap orang dari mereka berkehendak supaya diberikan kepadanya lembaran-lembaran yang terbuka.” (Qs. al-Muddatstsir: 52)”
(b) Sebagian ulama seperti al-Baghawi dan Ibnu al-Jauzi menyatakan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan perkataan Abu Jahal, “Bani Abdu Manaf telah menyaingi kita dalam hal kemuliaan. Sampai jika keadaan kita seperti dua kuda yang digadai, mereka mengatakan, ‘Dari kalangan kita ada seorang nabi yang mendapatkan wahyu.’ Demi Allah, kami tidak akan beriman kepadanya dan tidak akan mengikutinya, atau sampai datang wahyu kepada kami, sebagaimana dia mendapatkan wahyu.” Maka turunlah ayat ini.
Ayat ini juga mirip dengan firman Allah,
وَقَالُواْ لَوۡلَا نُزِّلَ هَٰذَا ٱلۡقُرۡءَانُ عَلَىٰ رَجُلٖ مِّنَ ٱلۡقَرۡيَتَيۡنِ عَظِيمٍ
“Dan mereka berkata: "Mengapa al-Qur’an ini tidak diturunkan kepada seorang besar dari salah satu dua negeri (Mekkah dan Thaif) ini?” (Qs. az-Zukhruf: 31)
Pelajaran (5) Yang Berhak Menjadi Nabi
Firman-Nya,
ٱللَّهُ أَعۡلَمُ حَيۡثُ يَجۡعَلُ رِسَالَتَهُۥۗ
“Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan.”
(1) Allah lebih mengetahui kepada siapa risalah kenabian ini diberikan, yaitu diberikan kepada seseorang yang memiliki banyak keutamaan dari kedudukannya yang terhormat, nasabnya baik, dan mempunyai sifat-sifat: Shiddiq (jujur), Amanah (dapat dipercaya), Tabligh (pandai menyampaikan), dan Fathanah (cerdas); yaitu Nabi Muhammad ﷺ.
Sifat-sifat yang mulia tersebut diakui oleh Abu Sufyan ketika ditanya oleh Kaisar Heraklius, Raja Romawi tentang nasab dan akhlak beliau. Abu Sufyan mengatakan bahwa Nabi Muhammad berasal dari nasab yang terhormat dan tidak pernah berdusta.
(2) Di dalam hadits Wailah bin al-Asyqa’ radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda,
إن الله اصطفى من ولد إبراهيم إسمعيل واصطفى من ولد إسمعيل بني كنانة واصطفى من بني كنانة قريشا واصطفى من قريش بني هاشم واصطفاني من بني هاشم
“Sesungguhnya Allah memilih Isma'il dari anak keturunan Ibrahim dan memilih Kinanah dari anak keturunan Ismail, dan memilih Quraisy dari bani Kinanah, dan memilih Hasyim dari suku Quraisy serta memilihku dari bani Hasyim.” (HR. Ahmad dan at-Tirmidzi. Hadits Shahih.)
As-Sa’di mengatakan, “Di dalam ayat ini terdapat dalil akan kesempurnaan kebijakan Allah. Walaupun Allah Maha Penyayang dan Maha Luas pemberian-Nya, serta sangat banyak kebaikan-Nya, namun di saat yang sama Dia Maha Bijak yaitu tidak memberikan karunia-Nya kecuali kepada yang berhak.”
Pelajaran (6) Kehinaan dan Siksa yang Pedih
Firman-Nya,
سَيُصِيبُ ٱلَّذِينَ أَجۡرَمُواْ صَغَارٌ عِندَ ٱللَّهِ وَعَذَابٞ شَدِيدُۢ بِمَا كَانُواْ يَمۡكُرُونَ
“Orang-orang yang berdosa, nanti akan ditimpa kehinaan di sisi Allah dan siksa yang keras disebabkan mereka selalu membuat tipu daya.”
(1) Allah mengancam para penjahat yang memusuhi dakwah Nabi Muhammad ﷺ dengan menimpakan dua hal kepada mereka, yaitu:
(a) Kehinaan yang akan diitmpakan Allah kepada mereka.
(b) Siksa yang pedih dikarenakan perbuatan mereka.
(2) Di sini Allah mendahulukan untuk menimpakan kehinaan sebelum memberikan siksaan. Hal itu karena orang-orang kafir Quraisy ketika berpaling dari dakwah Nabi Muhammad ﷺ dan memusuhi beliau, sebenarnya mereka menginginkan kemuliaan di dunia di hadapan manusia. Oleh karenanya, Allah membalas mereka dengan kehinaan di dunia dan di akhirat.
(3) Para ulama berbeda pendapat dalam menafsirkan maksud dari firman Allah (صَغَارٌ عِندَ ٱللَّهِ), sebagai berikut:
(a) Maksud “di sisi Allah” di sini adalah bahwa kehinaan yang akan menimpa mereka itu terjadinya kelak di akhirat.
(b) Maksud “di sisi Allah” di sini adalah kehinaan tersebut akan terwujud dengan hukuman Allah yang akan ditimpakan kepada mereka di dunia. Sedangkan siksa yang pedih akan ditimpakan di akhirat. Ini pendapat Abu Rauqin sebagaimana disebutkan oleh Ibnu al-Jauzi.
(c) Maksud “di sisi Allah” di sini adalah bahwa kehinaan yang akan menimpa mereka itu berasal dari Allah. Ini pendapat al-Farra’ dan al-Baghawi.
***
Karawang, Jumat, 11 Agustus 2023
-

Tanya Jawab Aktual Tentang Shalat
Lihat isinya

Tanya Jawab Aktual Tentang Puasa
Lihat isinya » -

Jilbab Menurut Syari'at Islam (Meluruskan Pandangan Prof. DR. Quraish)
Lihat isinya

Halal dan Haram Dalam Pernikahan (Edisi I)
Lihat isinya » -

Halal dan Haram Dalam Pengobatan (Edisi I)
Lihat isinya

Halal dan Haram Dalam Transaksi Keuangan (edisi 1)
Lihat isinya » -

Nasionalisme
Lihat isinya

Panduan Haji dan Umrah
Lihat isinya » -

Mukjizat Al Qur'an Dalam Kesehatan
Lihat isinya

Berobatlah Dengan Yang Halal (edisi 2 Halal Haram Pengobatan)
Lihat isinya » -

Panduan Praktis Menghitung Zakat
Lihat isinya

Halal dan Haram Dalam Makanan
Lihat isinya » -

Waktumu Adalah Hidupmu, Managemen Waktu dalam Islam
Lihat isinya

Satu Jam Bersama Al-Qur'an
Lihat isinya » -

Jual Beli Terlarang
Lihat isinya

Kekuatan Istighfar
Lihat isinya » -

Panduan Praktis Berqurban
Lihat isinya

Al-Quran dan Kesetaraan Gender
Lihat isinya » -

Banyak Jalan Menuju Surga
Lihat isinya

Meniti Tangga-Tangga Kesuksesan
Lihat isinya » -

Fiqih Ta'ziyah
Lihat isinya

Mengenal Ahlus Sunnah wal Jamaah
Lihat isinya » -

Fiqih Wanita Kontemporer
Lihat isinya

Menang Tanpa Perang
Lihat isinya » -

Masuk Surga Bersama Keluarga
Lihat isinya

Mengetuk Pintu Langit
Lihat isinya » -

Membangun Negara dengan Tauhid
Lihat isinya

Fiqih Masjid (Membahas 53 Hukum Masjid)
Lihat isinya » -

Membuka Pintu Langit
Lihat isinya

Kesabaran yang Indah
Lihat isinya » -

Menembus Pintu Langit
Lihat isinya

Pensucian Jiwa
Lihat isinya » -

Tafsir An-Najah: Al-Fatihah
Lihat isinya

Tafsir An-Najah Seri 1: Orang-Orang Munafik dalam Al-Qur'an
Lihat isinya » -

Tafsir An-Najah Seri 2: Kisah Nabi Adam dan Iblis
Lihat isinya

Tafsir An-Najah Seri 3: Kisah Bani Israel
Lihat isinya » -

Tafsir An-Najah Seri 4: Nabi Sulaiman dan Kaum Yahudi
Lihat isinya

Tafsir An-Najah Seri 5: Umat Pertengahan
Lihat isinya » -

Tafsir An-Najah Seri 6: Hukum-hukum Seputar Ibadah
Lihat isinya

Tafsir An-Najah Seri 7: Hukum-hukum Pernikahan & Perceraian
Lihat isinya » -

Tafsir An-Najah Seri 8: Tidak Ada Paksaan dalam Beragama
Lihat isinya

Tafsir An-Najah Seri 9: Agama di Sisi Allah, Islam
Lihat isinya » -

Tafsir An-Najah Seri 10: Keluarga Imran
Lihat isinya

Tafsir An-Najah Seri 11: Sebaik-baik Umat
Lihat isinya » -

Tafsir An-Najah Seri 12: Empat Sifat Muttaqin
Lihat isinya

Tafsir An-Najah Seri 13: Dzikir dan Fikir
Lihat isinya » -

Tafsir An-Najah Seri 14: Membina Generasi Tangguh
Lihat isinya

Tafsir An-Najah Juz 5: Qs. 4: 24-147
Lihat isinya » -

Tafsir An-Najah Juz 6: Qs. 4: 148-176 & Qs. 5: 1-81
Lihat isinya

Tafsir An-Najah Juz 7: Qs. 5: 82-120 & Qs. 6: 1-110
Lihat isinya » -

Tafsir An-Najah Juz 8: Qs. 6: 111-165 & Qs. 7: 1-78
Lihat isinya
Lihat isinya »