Karya Tulis
53 Hits

Tafsir An-Najah (Qs. 6:125-127) Berlapang Dada Menerima Islam


 فَمَن يُرِدِ ٱللَّهُ أَن يَهۡدِيَهُۥ يَشۡرَحۡ صَدۡرَهُۥ لِلۡإِسۡلَٰمِۖ وَمَن يُرِدۡ أَن يُضِلَّهُۥ يَجۡعَلۡ صَدۡرَهُۥ ضَيِّقًا حَرَجٗا كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي ٱلسَّمَآءِۚ كَذَٰلِكَ يَجۡعَلُ ٱللَّهُ ٱلرِّجۡسَ عَلَى ٱلَّذِينَ لَا يُؤۡمِنُونَ

“Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.”

(Qs. al-An’am: 125)

 

Pelajaran (1) Tanda Kebaikan Seseorang

(1) Ayat ini menjelaskan tentang tanda kebaikan yang ada dalam diri seseorang. Yaitu Allah melapangkan dadanya untuk menerima ajaran Islam.

Ibnu Katsir berkata, “Yaitu Allah memudahkan jalan baginya untuk memeluk Islam, memberikan kepadanya semangat dan melancarkan aktifitasnya (untuk mempelajari dan mengamalkannya).”

Ayat ini mirip dengan beberapa firman Allah, diantaranya:

(a) Firman-Nya,

أَفَمَن شَرَحَ ٱللَّهُ صَدۡرَهُۥ لِلۡإِسۡلَٰمِ فَهُوَ عَلَىٰ نُورٖ مِّن رَّبِّهِۦۚ

“Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)?” (Qs. az-Zumar: 22)

(b) Firman-Nya,

وَلَٰكِنَّ ٱللَّهَ حَبَّبَ إِلَيۡكُمُ ٱلۡإِيمَٰنَ وَزَيَّنَهُۥ فِي قُلُوبِكُمۡ

“Tetapi Allah menjadikan kamu 'cinta' kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hatimu.” (Qs. al-Hujurat: 7)

(2) Sedangkan dari as-Sunnah, yang mirip dengan ayat ini adalah:

(a) Hadits Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiyallahu ‘anhu berkata saya mendengar Rasulullah ﷺ bersabda,

من يرد الله به خيرا يفقهه في الدين

“Barangsiapa yang Allah kehendaki menjadi baik maka Allah faqihkan dia terhadap agama.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Al-Qurthubi mengomentari hadits di atas dengan mengatakan, “Tafaqquh fid-diin tidak bisa dilakukan kecuali jika Allah melapangkan dadanya dan menyinarinya. Sedangkan agama itu berisi ibadah, sebagaimana dalam firman-Nya,

إِنَّ ٱلدِّينَ عِندَ ٱللَّهِ ٱلۡإِسۡلَٰمُۗ

“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam.” (Qs. Ali ‘Imran: 19)”

Hadits di atas juga menunjukkan bahwa siapa saja yang Allah tidak menghendakinya kebaikan, maka hatinya dijadikan sempit dan tidak dipahamkan tentang agama.

(b) Terdapat hadits lain di dalam bahasan ini, yaitu hadits ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,

إِذَا دَخَلَ النُّورُ الْقَلْبَ انْفَسَحَ لَهُ الْقَلْبُ وَانْشَرَحَ قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، هَلْ لِذَلِكَ مِنْ أَمَارَةٍ؟ قَالَ: "نَعَمْ، الْإِنَابَةُ إِلَى دَارِ الْخُلُودِ، وَالتَّجَافِي عَنْ دَارِ الْغُرُورِ، وَالِاسْتِعْدَادُ لِلْمَوْتِ قَبْلَ الْمَوْتِ

“Apabila cahaya telah masuk ke dalam kalbu, maka kalbu menjadi lapang dan senang menerimanya.” Mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah hal tersebut ada tanda-tandanya?” Rasulullah ﷺ menjawab, "Ya, yaitu selalu ingat kepada hari kembali ke alam keabadian (akhirat), menjauhi keduniawian yang memperdaya, dan membekali diri untuk kematian sebelum maut datang kepadanya.” (HR. ath-Thabrani dan al-Baihaqi. Hadits ini pun disebutkan oleh para ahli tafsir diantaranya ath-Thabari, al-Baghawi, Ibnu Katsir dan as-Suyuthi serta yang lainnya. Berkata Ibnu Katsir, “Inilah jalur-jalur hadits di atas.” Sebagiannya mursal, dan Sebagian lainnya muttashil (bersambung). Semuanya saling menguatkan satu dengan yang lainnya.)

Pelajaran (2) Hati yang Sempit

وَمَن يُرِدۡ أَن يُضِلَّهُۥ يَجۡعَلۡ صَدۡرَهُۥ ضَيِّقًا حَرَجٗا

“Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit.”

Telah diterangkan bahwa tanda kebaikan seseorang adalah dilapangkan dadanya untuk menerima Islam. Sebaliknya tanda keburukan seseorang adalah sempit dadanya terhadap ajaran Islam bahkan sempit dadanya menghadapi kehidupan dunia ini.

Berkata Ibnu ‘Abbas, kata (الحرج) adalah tempat pohon yang dahan-dahannya saling melilit satu dengan yang lainnya. Ini perumpamaan bagi hati orang kafir yang tidak bisa ditembus oleh hikmah, sebagaimana penggembala tidak mampu menembus pohon yang dahan-dahannya saling melilit.

Ibnu ‘Abbas juga berkata, “(Salah satu tanda sempitnya dada) jika mendengar nama Allah disebut hatinya kesal, sebaliknya jika disebut sesuatu tentang penyembahan berhala dia bergembira dan hatinya.”

 

Pelajaran (3) Seperti Orang Mendaki ke Langit

كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي ٱلسَّمَآءِۚ

“Seolah-olah ia sedang mendaki langit.”

 Ayat ini menjelaskan bagaimana keadaan atau kadar sempitnya dadaorang-orang yang tidak beriman, yaitu dadanya terasa sesak, seakan sedang mendaki ke langit.

(1) Berkata al-Qurthubi, “Dalam ayat ini Allah memberikan perumpamaan orang-orang kafir yang lari dari keimanan dan terasa berat bagi mereka untuk beriman. Sebagaimana beratnya orang yang diberi beban, sesuatu yang dia tidak sanggup membawanya. Karena mendaki ke langit adalah suatu hal yang tidak mampu dilakukan oleh manusia.”

(2) Al-Baghawi lebih ringkas dalam mengungkapkannya, dia berkata, “Berat baginya untuk beriman sebagaimana beratnta mendaki ke langit.”

Beliau melanjutkan (يَصَّعَّدُ) makna aslinya adalah kepayahan, sebagaimana firman Allah,

سَأُرۡهِقُهُۥ صَعُودًا

“Aku akan membebaninya mendaki pendakian yang memayahkan.” (Qs. al-Muddatstsir: 17)

 

Pelajaran (4) Makna ar-Rijsu

كَذَٰلِكَ يَجۡعَلُ ٱللَّهُ ٱلرِّجۡسَ عَلَى ٱلَّذِينَ لَا يُؤۡمِنُونَ

“Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.”

(1) Ibnu al-Jauzi menyebutkan lima makna (ٱلرِّجۡسَ) pada ayat di atas, yaitu:

(a) syetan, maksudnya bahwa Allah menjadikan syetan menguasai mereka,

(b) dosa,

(c) sesuatu yang tidak ada kebaikan dan manfaatnya,

(d) siksa,

(e) laknat di dunia dan siksa di akhirat.

(2) Al-Qasimi mengartikan (ٱلرِّجۡسَ) di sini adalah perbuatan yang najis dan kotor. Maksudnya adalah keyakinan dan akhlak yang kotor. Disebut demikian untuk menunjukkan betapa tercelanya perbuatan mereka.

(3) Berkata Ibnu al-Qayyim mengomentari ayat ini secara keseluruhan,

“Ketika hati dijadikan tempat untuk menyimpan pengetahuan, ilmu, kecintaan dan keinginan untuk kembali kepada Allah, maka hal-hal tersebut hanya akan bisa masuk ke dalam hati seseorang jika hati tersebut mengembang (menjadi lapang). Oleh karenanya, jika Allah berkehendak untuk memberikan hidayah kepada seorang hamba, maka dadanya akan dilapangkan dan hal-hal di atas akan masuk dan menetap di dalamnya. Sebaliknya, jika Allah berkehendak untuk menyesatkan hamba-Nya, maka dadanya akan disempitkan sehingga hal-hal di atas tidak akan bisa masuk ke dalam hatinya dan dia berbelok ke tempat lain.

Setiap gelas yang kosong jika diisi sesuatu maka akan menjadi penuh, kecuali hati yang lembut, setiap kali diisi dengan iman dan ilmu, justru akan semakin bertambah luas dan lapang.”

Lapang dada selain menjadi salah satu penyebab mendapatkan hidayah, ia juga menjadi inti dari semua nikmat dan dasar dari semua kebaikan. Nabi Musa pernah memohon agar dadanya dilapangkan karena mengetahui bahwa seseorang tidak mungkin mampu untuk menyampaikan risalah Allah dan tugas-tugas lanjutannya, kecuali jika dadanya lapang. Sebagaimana di dalam firman Allah,

قَالَ رَبِّ ٱشۡرَحۡ لِي صَدۡرِي۞ وَيَسِّرۡ لِيٓ أَمۡرِي۞ وَٱحۡلُلۡ عُقۡدَةٗ مِّن لِّسَانِي۞ يَفۡقَهُواْ قَوۡلِي۞

“Berkata Musa: "Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku.” (Qs. Thaha: 25-28)

Dan salah satu nikmat Allah yang diberikan kepada Nabi Muhammad ﷺ adalah dilapangkan dadanya sebagaimana firman-Nya,

أَلَمۡ نَشۡرَحۡ لَكَ صَدۡرَكَ

“Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?” (Qs. al-Insyirah: 1)

 

Pelajaran (5) Jalan yang Lurus

وَهَٰذَا صِرَٰطُ رَبِّكَ مُسۡتَقِيمٗاۗ قَدۡ فَصَّلۡنَا ٱلۡأٓيَٰتِ لِقَوۡمٖ يَذَّكَّرُونَ

“Dan inilah jalan Tuhanmu; (jalan) yang lurus. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan ayat-ayat (Kami) kepada orang-orang yang mengambil pelajaran.” (Qs. al-An’am: 126)

(1) Pada ayat yang lalu telah dijelaskan bahwa jalan orang sesat yaitu jalannya kaum musyrikin yang menentang dakwah Nabi Muhammad ﷺ dan berusaha untuk memadamkan cahayanya. Pada ayat ini dijelaskan jalannya para nabi dan rasul, yaitu jalan yang lurus. Hal ini tersebut di dalam hadits Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu tentang al-Qur’an,

وهو حبل الله المتين وهو الذكر الحكيم وهو الصراط المستقيم  

“Dan ia adalah tali Allah yang kokoh, ia adalah peringatan yang bijaksana, ia adalah jalan yang lurus.” (HR. at-Tirmidzi)

(2) Berkata Makki bin Abi Thalib, “Kata (مُسۡتَقِيمٗاۗ) ‘yang lurus’ ini adalah penjelasan tentang keadaan jalan Allah. Karena sebenarnya jalan Allah itu pastil urus, tidak mungkin keadaan ini berubah, setiap saat pasti lurus. Maka penyebutan bahwa jalan Allah yang lurus, itu adalah untuk penekanan, diulangi sebagai penguatan.”

Hal ini berbeda jika anda mengatakan, “Ini Zaid sedang naik kendaraan.” Karena Zaid tidak selalu naik kendaraan, keadaannya berubah-ubah (kadang dia duduk, atau dia tidur). Kalau jalan Allah pastil urus sepanjang waktu.

(3) Firman-Nya,

قَدۡ فَصَّلۡنَا ٱلۡأٓيَٰتِ لِقَوۡمٖ يَذَّكَّرُونَ

“Sesungguhnya Kami telah menjelaskan ayat-ayat (Kami) kepada orang-orang yang mengambil pelajaran.”

Allah telah menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an secara terperinci, satu demi satu, agar diambil pelajaran oleh orang-orang yang memiliki pemahaman dan mau menggunakan akalnya untuk mengetahui perintah Allah dan rasul-rasul-Nya.

 

Pelajaran (6) Makna Darussalam

لَهُمۡ دَارُ ٱلسَّلَٰمِ عِندَ رَبِّهِمۡۖ وَهُوَ وَلِيُّهُم بِمَا كَانُواْ يَعۡمَلُونَ

“Bagi mereka (disediakan) darussalam (surga) pada sisi Tuhannya dan Dialah Pelindung mereka disebabkan amal-amal shalih yang selalu mereka kerjakan.” (Qs, al-An’am: 127)

(1) Orang-orang yang berada di atas jalan yang lurus akan mendapatkan “Darussalam” di sisi Tuhan mereka.

Berkata al-Qurthubi. “Yang dimaksud dengan ‘Darussalam’ di sini adalah surga. Karena surga adalah rumah Allah, sebagaimana disebut bahwa Ka’bah adalah rumah Allah. Tetapi Darussalam juga bisa diartikan rumah yang penuh keselamatan, yaitu selamat dari segala macam penyakit dan bahaya.

(2) Al-Baghawi menyebutkan pendapat lain, yaitu disebut ‘Darussalam’ karena semua keadaannya disertai dengan ucapan “Salam”, sebagaimana yang disebutkan di dalam beberapa ayat al-Qur’an, yaitu:

(a) Firman-Nya,

ٱدۡخُلُوهَا بِسَلَٰمٍ ءَامِنِينَ

“(Dikatakan kepada mereka): "Masuklah ke dalamnya dengan sejahtera lagi aman.” (Qs. al-Hijr: 46)

(b) Firman-Nya,

وَٱلۡمَلَٰٓئِكَةُ يَدۡخُلُونَ عَلَيۡهِم مِّن كُلِّ بَابٖ۞سَلَٰمٌ عَلَيۡكُم …۞

“Dan malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu, (sambil mengucapkan): ‘Salamun 'alaikum…’” (Qs. ar-Ra’du: 23)

(c) Firman-Nya,

إِلَّا قِيلٗا سَلَٰمٗا سَلَٰمٗا

“Akan tetapi mereka mendengar ucapan salam.” (Qs. al-Waqi’ah: 26)

(d) Firman-Nya,

تَحِيَّتُهُمۡ فِيهَا سَلَٰمٌ

“Ucapan penghormatan mereka dalam surga itu ialah "salaam".” (Qs. Ibrahim: 23)

(e) Firman-Nya,

سَلَٰمٞ قَوۡلٗا مِّن رَّبّٖ رَّحِيمٖ

“(Kepada mereka dikatakan): "Salam", sebagai ucapan selamat dari Tuhan Yang Maha Penyayang.” (Qs. Yasin: 58)

(f) Firman-Nya,

تَحِيَّتُهُمۡ يَوۡمَ يَلۡقَوۡنَهُۥ سَلَٰمٞۚ

“Salam penghormatan kepada mereka (orang-orang mukmin itu) pada hari mereka menemui-Nya ialah: Salam.” (Qs. al-Ahzab: 44)

(3) Berkata al-Husain bin al-Fadhil tentang makna (وَهُوَ وَلِيُّهُم) yaitu Allah menjadi pelindung mereka di dunia dengan memberikan taufik, dan di akhirat memberikan balasan yang baik.

Sedangkan Ibnu al-Jauzi mengartikan ‘Wali’ di sini adalah yang selalu memberikan kepada mereka manfaat dan melindungi mereka dari segala marabahaya.

 

***

Karawang, Sabtu, 12 Agustus 2023

KARYA TULIS