Tafsir An-Najah (Qs. 6:136-139) 4 Perbuatan Buruk Musyrikin

وَجَعَلُواْ لِلَّهِ مِمَّا ذَرَأَ مِنَ ٱلۡحَرۡثِ وَٱلۡأَنۡعَٰمِ نَصِيبٗا فَقَالُواْ هَٰذَا لِلَّهِ بِزَعۡمِهِمۡ وَهَٰذَا لِشُرَكَآئِنَاۖ فَمَا كَانَ لِشُرَكَآئِهِمۡ فَلَا يَصِلُ إِلَى ٱللَّهِۖ وَمَا كَانَ لِلَّهِ فَهُوَ يَصِلُ إِلَىٰ شُرَكَآئِهِمۡۗ سَآءَ مَا يَحۡكُمُونَ
“Dan mereka memperuntukkan bagi Allah satu bagian dari tanaman dan ternak yang telah diciptakan Allah, lalu mereka berkata sesuai dengan persangkaan mereka: "Ini untuk Allah dan ini untuk berhala-berhala kami." Maka saji-sajian yang diperuntukkan bagi berhala-berhala mereka tidak sampai kepada Allah; dan saji-sajian yang diperuntukkan bagi Allah, maka sajian itu sampai kepada berhala-berhala mereka. Amat buruklah ketetapan mereka itu.”
(Qs. al-An’am: 136)
Ayat dalam (Qs. al-An'am: 136-140) ini menjelaskan tentang empat perbuatan buruk yang dilakukan oleh kaum musyrikin Mekkah.
Di bawah ini penjelasan tentang empat perbuatan buruk tersebut secara lebih rinci:
Perbuatan Buruk (1) Membagi Hewan Ternak dan Tanaman
(1) Pada ayat yang lalu telah disebutkan sebagian dari perbuatan orang-orang zhalim, yaitu menjadikan jin sebagai teman dan tempat perlindungan sebagai sekutu-sekutu Allah. Maka pada ayat ini, Allah melanjutkan dengan merinci bentuk-bentuk kezhaliman lain dari kezhaliman mereka, diantaranya adalah membagi tanaman dan ternak untuk Allah dan untuk sekutu-sekutu mereka.
(2) Firman-Nya,
وَجَعَلُواْ لِلَّهِ مِمَّا ذَرَأَ مِنَ ٱلۡحَرۡثِ وَٱلۡأَنۡعَٰمِ نَصِيبٗا فَقَالُواْ هَٰذَا لِلَّهِ بِزَعۡمِهِمۡ وَهَٰذَا لِشُرَكَآئِنَاۖ
“Dan mereka memperuntukkan bagi Allah satu bagian dari tanaman dan ternak yang telah diciptakan Allah. Lalu mereka berkata sesuai dengan persangkaan mereka: "Ini untuk Allah dan ini untuk berhala-berhala kami".”
(a) Kata (ذَرَأَ) artinya menciptakan sesuatu yang baru. Maksudnya bahwa orang-orang musyrik menjadikan apa-apa yang Allah ciptakan, seperti tanaman dan hewan ternak dua bagian, yaitu:
- Bagian pertama: untuk Allah yang akan mereka berikan kepada orang-orang miskin, para tamu dan lainnya. Mereka melakukan ini dengan niat taqarrub (untuk mendekatkan diri kepada Allah).
Menurut al-Jamal, “Ini adalah salah satu bentuk kebohongan mereka, karena Allah tidak pernah memerintahkan perbuatan seperti ini.”
- Bagian kedua: untuk berhala-berhala mereka yang akan diberikan kepada para penjaga pelayan berhala. Mereka menganggap berhala-berhala tersebut sebagai perantara untuk mendekatkan diri kepada Allah.
(b) Berkata Ibnu ‘Abbas, al-Hasan, Mujahid dan Qatadah, “Inilah salah satu perbuatan buruk mereka yang diperindah oleh syetan, sampai mereka mau mengeluarkan sebagian harta mereka yang katanya untuk Allah, dan sebagian lain untuk berhala-berhala mereka.”
(c) Diriwayatkan oleh Sa’id bin Jubair dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu bahwasanya dia berkata, “Barangsiapa ingin mengetahui kebodohan orang-orang Arab (kaum musyrikin), hendaknya membaca surah al-An’am dari ayat 130-140.”
(d) Berkata Ibnu al-‘Arabi, “Apa yang dikatakan Ibnu ‘Abbas di atas sangatlah benar. Akal mereka yang pendek menyuruh mereka untuk menghalalkan dan mengharamkan sesuatu tanpa ada dasar dan landasan keadilan sama sekali, kecuali hanya kebodohan belaka. Tetapi menjadikan berhala-berhala sebagai sesembahan selain Allah adalah perbuatan yang lebih bodoh dan kejahatan yang lebih dahsyat dibandingkan kejahatan kepada sesama makhluk Allah.”
(3) Firman-Nya,
فَمَا كَانَ لِشُرَكَآئِهِمۡ فَلَا يَصِلُ إِلَى ٱللَّهِۖ وَمَا كَانَ لِلَّهِ فَهُوَ يَصِلُ إِلَىٰ شُرَكَآئِهِمۡۗ
“Maka saji-sajian yang diperuntukkan bagi berhala-berhala mereka tidak sampai kepada Allah; dan saji-sajian yang diperuntukkan bagi Allah, maka sajian itu sampai kepada berhala-berhala mereka.”
(a) Maksudnya bahwa tanaman dan hewan ternak yang merupakan bagian untuk sekutu-sekutu mereka itu tidak boleh dimakan oleh orang-orang miskin dan para tamu, tidak boleh sampai kepada Allah. Sedangkan tanaman dan hewan ternak yang merupakan bagian untuk Allah, yaitu yang dibagikan kepada orang-orang miskin dan para tamu boleh diberikan kepada para penjaga dan pelayan berhala.
Mereka melakukan pembagian seperti itu dengan alasan bahwa Allah itu Maha Kaya, sedangkan berhala-berhala mereka masih membutuhkan harta benda.
(b) Ibnu Zaid menafsirkan ayat di atas dengan mengatakan, “Kaum musyrikin jika menyembelih hewan yang dipersembahkan untuk Allah, mereka menyebut nama berhala-berhala. Tetapi jika menyembelih hewan yang dipersembahkan untuk berhala-berhala, mereka tidak mau menyebut nama Allah.”
(c) Al-Baghawi menambahkan penjelasan ayat di atas dengan mengatakan bahwa jika ada suatu bagian untuk Allah yang jatuh, mereka membiarkannya. Tetapi jika ada suatu bagian untuk berhala yang jatuh, mereka mengembalikannya kepada berhala seraya mengatakan, ‘Berhala-berhala tersebut membutuhkannya.’ Begitu juga, jika ada hewan yang diperuntukkan berhala mereka mati atau hilang, maka mereka mengambil gantinya dari hewan yang diperuntukkan kepada Allah.
(4) Firman-Nya,
سَآءَ مَا يَحۡكُمُونَ
“Amat buruklah ketetapan mereka itu.”
(a) Ibnu Katsir menjelaskan makna penutupan ayat ini dengan mengatakan bahwa sangat buruk pembagian yang mereka lakukan. Mereka telah melakukan dua kesalahan, yaitu:
- Pertama, di dalam pembagian mereka telah salah, karena Allah adalah Tuhan segala sesuatu. Dia-lah Pemilik dan Penciptanya. Dia adalah Raja. Segala sesuatu di bawah kendali-Nya dan sesuai dengan kehendak-Nya. Tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Dia. Dan tidak ada pula Tuhan yang mencipta kecuali Dia.
- Kedua, mereka salah di dalam menyikapi pembagian yang mereka lakukan. Karena mereka tidak berbuat adil ketika membiarkan bagian yang rusak.
(b) Pembagian yang tidak adil itu mereka lakukan juga pada masalah lain, seperti yang disebut di dalam beberapa firman-Nya, yaitu:
(b.1) Firman Allah,
وَيَجۡعَلُونَ لِلَّهِ ٱلۡبَنَٰتِ سُبۡحَٰنَهُۥ وَلَهُم مَّا يَشۡتَهُونَ
“Dan mereka menetapkan bagi Allah anak-anak perempuan. Maha Suci Allah, sedang untuk mereka sendiri (mereka tetapkan) apa yang mereka sukai (yaitu anak-anak laki-laki).” (Qs. an-Nahl: 57)
(b.2) Firman Allah,
وَجَعَلُواْ لَهُۥ مِنۡ عِبَادِهِۦ جُزۡءًاۚ إِنَّ ٱلۡإِنسَٰنَ لَكَفُورٞ مُّبِينٌ
“Dan mereka menjadikan sebahagian dari hamba-hamba-Nya sebagai bahagian daripada-Nya. Sesungguhnya manusia itu benar-benar pengingkar yang nyata (terhadap rahmat Allah).” (Qs. az-Zukhruf: 15)
(b.3) Firman Allah,
أَلَكُمُ ٱلذَّكَرُ وَلَهُ ٱلۡأُنثَىٰ ۞ تِلۡكَ إِذٗا قِسۡمَةٞ ضِيزَىٰٓ ۞
“Apakah (patut) untuk kamu (anak) laki-laki dan untuk Allah (anak) perempuan? Yang demikian itu tentulah suatu pembagian yang tidak adil.” (Qs. an-Najm: 21-22)
Perbuatan Buruk (2) Membunuh Anak Perempuan
وَكَذَٰلِكَ زَيَّنَ لِكَثِيرٖ مِّنَ ٱلۡمُشۡرِكِينَ قَتۡلَ أَوۡلَٰدِهِمۡ شُرَكَآؤُهُمۡ لِيُرۡدُوهُمۡ وَلِيَلۡبِسُواْ عَلَيۡهِمۡ دِينَهُمۡۖ وَلَوۡ شَآءَ ٱللَّهُ مَا فَعَلُوهُۖ فَذَرۡهُمۡ وَمَا يَفۡتَرُونَ
“Dan demikianlah pemimpin-pemimpin mereka telah menjadikan kebanyakan dari orang-orang musyrik itu memandang baik membunuh anak-anak mereka untuk membinasakan mereka dan untuk mengaburkan bagi mereka agama-Nya. Dan kalau Allah menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggallah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.” (Qs. al-An’am: 137)
Pada ayat yang lalu, telah dijelaskan tentang keburukan pertama dari perbuatan kaum musyrikin Mekkah. Kemudian pada ayat ini, Allah menjelaskan tentang keburukan kedua dari perbuatan mereka, yaitu mereka membunuh anak perempuan mereka dengan alasan takut miskin.
(1) Firman-Nya,
وَكَذَٰلِكَ زَيَّنَ لِكَثِيرٖ مِّنَ ٱلۡمُشۡرِكِينَ قَتۡلَ أَوۡلَٰدِهِمۡ شُرَكَآؤُهُمۡ
“Dan demikianlah pemimpin-pemimpin mereka telah menjadikan kebanyakan dari orang-orang musyrik itu memandang baik membunuh anak-anak mereka.”
(a) Sebagaimana syetan-syetan telah memperindah bagi mereka perbuatan buruk, yaitu membagi tanaman dan hewan ternak untuk Allah dan untuk berhala, maka syetan-syetan itu pun memperindah bagi mereka perbuatan membunuh anak-anak perempuan mereka, karena merasa malu dan takut miskin.
(b) Ibnu Asyur memahami bahwa firman Allah,
لِكَثِيرٖ مِّنَ ٱلۡمُشۡرِكِينَ
Menunjukkan tidak semua kaum musyrikin membunuh anak-anak perempuan mereka. Itu hanya terbatas pada kabilah Rabi’ah dan Mudhar yang merupakan mayoritas orang Arab. Bahkan tidak semua dari kalangan kedua kabilah tersebut melakukannya.
(c) Berkata Mujahid bahwa (شُرَكَآؤُهُمۡ) maksudnya adalah para syetan yang menyuruh mereka untuk membunuh anak-anak mereka karena takut miskin.
(d) Para syetan itu disebut sebagai para sekutu mereka, menurut al-Qurthubi karena para syetan itu menyuruh mereka untuk bermaksiat kepada Allah dan mereka menaatinya padahal yang wajib ditaati hanyalah Allah. Jadi mereka telah menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah dalam ketaatan kepada-Nya.
(2) Firman-Nya,
لِيُرۡدُوهُمۡ وَلِيَلۡبِسُواْ عَلَيۡهِمۡ دِينَهُمۡۖ
“Dan untuk mengaburkan bagi mereka agama-Nya.”
(a) Menurut al-Baghawi bahwa (لِيُرۡدُوهُمۡ) artinya untuk membinasakan mereka, sedangkan makna,
وَلِيَلۡبِسُواْ عَلَيۡهِمۡ دِينَهُمۡۖ
yaitu agar mencampuradukkan kepada mereka agama mereka.
(b) Berkata Ibnu ‘Abbas, “Tujuannya agar para syetan tersebut bisa memasukkan keragu-raguan ke dalam agama mereka. Dahulu mereka berada dalam ajaran Nabi Ismail, kemudian mereka meninggalkan ajaran tersebut karena syetan menjadikan mereka ragu-ragu.”
(c) Berkata ath-Thanthawi, “Kata (وَلِيَلۡبِسُواْ) diambil dari kata (اللَّبْسُ) yang artinya mencampur-adukkan hal-hal yang mirip. Makna aslinya adalah menutupi dengan baju. Dari situ muncul kata (اللِّبَاسُ) yaitu baju. Kata ini kadang digunakan untuk menyebut hal-hal yang bersifat maknawi, seperti mencampur-adukkan antara kebenaran dan kebatilan, sehingga kebenaran menjadi tertutup.”
(3) Firman-Nya,
وَلَوۡ شَآءَ ٱللَّهُ مَا فَعَلُوهُۖ فَذَرۡهُمۡ وَمَا يَفۡتَرُونَ
“Dan kalau Allah menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggallah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.”
(a) Ayat ini untuk menghibur Nabi Muhammad ﷺ yaitu jika Allah menghendaki, tentunya mereka tidak akan melakukan perbuatan buruk tersebut. Hal itu sangat mudah bagi Allah. Oleh karenanya, wahai Muhammad janganlah engkau bersedih memikirkan mereka. biarkan mereka dan apa-apa yang mereka dustakan.
(b) Menurut Ibnu Katsir bahwa mereka melakukan perbuatan tersebut dengan kehendak dan izin Allah. Tentunya di balik itu banyak hikmah yang Allah inginkan.
(c) Ayat-ayat lain yang menyebutkan perbuatan buruk mereka dengan membunuh anak-anak perempuan dengan tujuan untuk menghindari rasa malu dan takut miskin, adalah sebagai berikut:
(c.1) Firman Allah,
وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُم بِٱلۡأُنثَىٰ ظَلَّ وَجۡهُهُۥ مُسۡوَدّٗا وَهُوَ كَظِيمٞ ۞ يَتَوَٰرَىٰ مِنَ ٱلۡقَوۡمِ مِن سُوٓءِ مَا بُشِّرَ بِهِۦٓۚ أَيُمۡسِكُهُۥ عَلَىٰ هُونٍ أَمۡ يَدُسُّهُۥ فِي ٱلتُّرَابِۗ أَلَا سَآءَ مَا يَحۡكُمُونَ ۞
“Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu.” (Qs. an-Nahl: 58-59)
(c.2) Firman Allah,
وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُم بِمَا ضَرَبَ لِلرَّحۡمَٰنِ مَثَلٗا ظَلَّ وَجۡهُهُۥ مُسۡوَدّٗا وَهُوَ كَظِيمٌ
“Padahal apabila salah seorang di antara mereka diberi kabar gembira dengan apa yang dijadikan sebagai misal bagi Allah Yang Maha Pemurah; jadilah mukanya hitam pekat sedang dia amat menahan sedih.” (Qs. az-Zukhruf: 17)
(c.3) Firman Allah,
وَلَا تَقۡتُلُوٓاْ أَوۡلَٰدَكُمۡ خَشۡيَةَ إِمۡلَٰقٖۖ نَّحۡنُ نَرۡزُقُهُمۡ وَإِيَّاكُمۡۚ إِنَّ قَتۡلَهُمۡ كَانَ خِطۡـٔٗا كَبِيرٗا
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.” (Qs. al-Isra’: 31)
(c.4) Firman Allah,
وَلَا تَقۡتُلُوٓاْ أَوۡلَٰدَكُم مِّنۡ إِمۡلَٰقٖ نَّحۡنُ نَرۡزُقُكُمۡ وَإِيَّاهُمۡۖ
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan.” (Qs. al-An’am: 151)
Perbuatan Buruk (3) Membagi Hewan Ternak Menjadi Tiga Bagian
وَقَالُواْ هَٰذِهِۦٓ أَنۡعَٰمٞ وَحَرۡثٌ حِجۡرٞ لَّا يَطۡعَمُهَآ إِلَّا مَن نَّشَآءُ بِزَعۡمِهِمۡ وَأَنۡعَٰمٌ حُرِّمَتۡ ظُهُورُهَا وَأَنۡعَٰمٞ لَّا يَذۡكُرُونَ ٱسۡمَ ٱللَّهِ عَلَيۡهَا ٱفۡتِرَآءً عَلَيۡهِۚ سَيَجۡزِيهِم بِمَا كَانُواْ يَفۡتَرُونَ
“Dan mereka mengatakan: "Inilah hewan ternak dan tanaman yang dilarang; tidak boleh memakannya, kecuali orang yang kami kehendaki", menurut anggapan mereka, dan ada binatang ternak yang diharamkan menungganginya dan ada binatang ternak yang mereka tidak menyebut nama Allah waktu menyembelihnya, semata-mata membuat-buat kedustaan terhadap Allah. Kelak Allah akan membalas mereka terhadap apa yang selalu mereka ada-adakan.” (Qs. al-An’am: 138)
Pada ayat yang lalu telah dijelaskan bentuk pertama dari perbuatan buruk yang dilakukan oleh kaum musyrikin Mekkah, yaitu membagi tanaman dan hewan ternak menjadi dua bagian (untuk Allah dan untuk berhala). Maka pada ayat ini, Allah menjelaskan bahwa bentuk ketiga dari perbuatan buruk yang mereka kerjakan yaitu membagi hewan ternak menjadi tiga bagian:
(1) Bagian pertama, hewan ternak dan tanaman yang dikhususkan untuk berhala-berhala mereka.
(2) Bagian kedua, hewan yang tidak boleh ditunggangi dan tidak boleh dibebani barang di atasnya.
(3) Bagian ketiga, hewan ternak yang tidak disembelih atas nama Allah.
Adapun keterangannya secara lebih terperinci di sela-sela ayat al-Qur’an, adalah sebagai berikut:
(1) Bagian Pertama: Hewan Ternak dan Tanaman yang Tidak Boleh Dimakan.
وَقَالُواْ هَٰذِهِۦٓ أَنۡعَٰمٞ وَحَرۡثٌ حِجۡرٞ لَّا يَطۡعَمُهَآ إِلَّا مَن نَّشَآءُ بِزَعۡمِهِمۡ
“Dan mereka mengatakan: "Inilah hewan ternak dan tanaman yang dilarang; tidak boleh memakannya, kecuali orang yang kami kehendaki", menurut anggapan mereka.”
(a) Berkata Qatadah, “Pengharaman terhadap harta mereka seperti ini berasal dari syetan, bukan dari Allah.”
(b) Kata (حِجۡرٞ) artinya adalah haram, yaitu mereka mengharamkan hewan ternak dan tanaman untuk dimakan dengan alasan karena akan dipersembahkan kepada berhala-berhala mereka.
Berkata Ibnu Qutaibah, “Pengungkapan haram dengan kata (حِجۡرٞ) karena menghalangi manusia untuk memakannya.”
(c) Kata (أَنۡعَٰمٞ) “hewan ternak” menurut Mujahid maksudnya adalah: al-bahirah, as-saibah, al-washilah dan al-ham, sebagaimana yang tersebut di dalam firman Allah,
مَا جَعَلَ ٱللَّهُ مِنۢ بَحِيرَةٖ وَلَا سَآئِبَةٖ وَلَا وَصِيلَةٖ وَلَا حَامٖ وَلَٰكِنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ يَفۡتَرُونَ عَلَى ٱللَّهِ ٱلۡكَذِبَۖ وَأَكۡثَرُهُمۡ لَا يَعۡقِلُونَ
“Allah sekali-kali tidak pernah mensyari'atkan adanya bahiirah, saaibah, washiilah dan haam. Akan tetapi orang-orang kafir membuat-buat kedustaan terhadap Allah, dan kebanyakan mereka tidak mengerti.” (Qs. al-Ma’idah: 103)
(d) Firman-Nya,
لَّا يَطۡعَمُهَآ إِلَّا مَن نَّشَآءُ
“Tidak boleh memakannya, kecuali orang yang kami kehendaki.”
Maksudnya adalah orang laki-laki saja yang boleh memakannya, sedangkan para wanita dilarang untuk memakannya.
(2) Bagian Kedua: Hewan Ternak yang Tidak Boleh Ditunggangi dan Tidak Boleh Dibebani Punggungnya.
وَأَنۡعَٰمٌ حُرِّمَتۡ ظُهُورُهَا
“Dan ada binatang ternak yang diharamkan menungganginya.”
(a) Ibnu ‘Athiyah menyebutkan bahwa orang-orang Arab dahulu mempunyai kebiasaan, jika salah satu unta mereka mempunyai sifat-sifat tertentu, seperti: melahirkan anak-anak yang berkualitas, maka mereka tidak membolehkan unta tersebut ditunggangi dan dibebani dengan barang di atas punggungnya. Begitu juga terhadap unta-unta jantan yang mempunyai kelebihan.
(b) Allah menyebutkan hal seperti ini sebagai bantahan atas kebiasaan buruk tersebut. Ini adalah bentuk rekayasa mereka belaka, padahal Allah tidak pernah memerintahkannya berbuat seperti itu.
(3) Bagian Ketiga: Hewan Ternak yang Tidak Disembelih atas Nama Allah
لَّا يَذۡكُرُونَ ٱسۡمَ ٱللَّهِ عَلَيۡهَا ٱفۡتِرَآءً عَلَيۡهِۚ
“Dan ada binatang ternak yang mereka tidak menyebut nama Allah waktu menyembelihnya. Semata-mata membuat-buat kedustaan terhadap Allah.”
(a) Menurut al-Baghawi, maksudnya adalah ketika menyembelih mereka tidak menyebut nama Allah, tetapi menyebut nama berhala-berhala mereka.
(b) Namun menurut Abu Wail, maksudnya adalah hewan yang tidak ditunggangi untuk melaksanakan ibadah haji atau tidak digunakan untuk mengerjakan bentuk-bentuk kebaikan. Karena kebiasaan mereka kalau berbuat baik, mereka akan menyebut nama Allah.
(c) Adapun menurut Mujahid, maksudnya adalah mereka tidak menyebut nama Allah pada hewan tersebut sama sekali, baik ketika ditunggangi, diberi beban di atas punggungnya, maupun ketika melahirkan.
(d) Firman-Nya,
ٱفۡتِرَآءً عَلَيۡهِۚ سَيَجۡزِيهِم بِمَا كَانُواْ يَفۡتَرُونَ
“Semata-mata membuat-buat kedustaan terhadap Allah. Kelak Allah akan membalas mereka terhadap apa yang selalu mereka ada-adakan.”
Maksudnya bahwa apa yang mereka lakukan tersebut hanyalah bentuk kebohongan terhadap Allah. Karena Allah tidak pernah memerintahkan hal tersebut sama sekali. Maka Allah akan membalas dengan balasan yang setimpal atas kebohongan mereka. Penutup ayat ini sebagai bentuk ancaman Allah kepada mereka.
(e) Menurut as-Sa’di ini adalah bentuk kebohongan kepada Allah dengan mengadakan bentuk kesyirikan dan mengharamkan sesuatu yang halal untuk dimakan dan diambil manfaatnya.
Ini mirip dengan firman Allah,
قُلۡ أَرَءَيۡتُم مَّآ أَنزَلَ ٱللَّهُ لَكُم مِّن رِّزۡقٖ فَجَعَلۡتُم مِّنۡهُ حَرَامٗا وَحَلَٰلٗا قُلۡ ءَآللَّهُ أَذِنَ لَكُمۡۖ أَمۡ عَلَى ٱللَّهِ تَفۡتَرُونَ
“Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku tentang rezki yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan (sebagiannya) halal." Katakanlah: "Apakah Allah telah memberikan izin kepadamu (tentang ini) atau kamu mengada-adakan saja terhadap Allah?” (Qs. Yunus: 59)
Perbuatan Buruk (4) Mengharamkan Anak dan Susu Hewan Ternak
وَقَالُواْ مَا فِي بُطُونِ هَٰذِهِ ٱلۡأَنۡعَٰمِ خَالِصَةٞ لِّذُكُورِنَا وَمُحَرَّمٌ عَلَىٰٓ أَزۡوَٰجِنَاۖ وَإِن يَكُن مَّيۡتَةٗ فَهُمۡ فِيهِ شُرَكَآءُۚ سَيَجۡزِيهِمۡ وَصۡفَهُمۡۚ إِنَّهُۥ حَكِيمٌ عَلِيمٞ
“Dan mereka mengatakan: "Apa yang ada dalam perut binatang ternak ini adalah khusus untuk pria kami dan diharamkan atas wanita kami," dan jika yang dalam perut itu dilahirkan mati, maka pria dan wanita sama-sama boleh memakannya. Kelak Allah akan membalas mereka terhadap ketetapan mereka. Sesungguhnya Allah Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.” (Qs. al-An’am: 139)
(1) Pada ayat yang lalu telah dijelaskan bentuk ketiga dari perbuatan buruk yang dilakukan kaum musyrikin Mekkah, yaitu membagi hewan ternak dan makanan menjadi tiga bagian, dimana semuanya itu merupakan bentuk kebohongan kepada Allah belaka. Maka pada ayat ini Allah menjelaskan bentuk keempat dari perbuatan buruk mereka, yaitu: mengharamkan anak yang masih di dalam perut induknya bagi orang-orang tertentu.
(2) Firman-Nya,
وَقَالُواْ مَا فِي بُطُونِ هَٰذِهِ ٱلۡأَنۡعَٰمِ
“Dan mereka mengatakan: "Apa yang ada dalam perut binatang ternak ini.”
Ibnu al-Jauzi menyebutkan tiga pendapat di dalam menafsirkan ayat di atas, yaitu:
(a) Menurut Ibnu ‘Abbas dan Qatadah maksudnya adalah susu.
(b) Menurut Mujahid, maksudnya adalah janin (bayi) yang masih dalam kandungan hewan betina tersebut.
(c) Menurut as-Suddi dan Muqatil, maksudnya adalah susu dan janin.
(3) Firman-Nya,
خَالِصَةٞ لِّذُكُورِنَا وَمُحَرَّمٌ عَلَىٰٓ أَزۡوَٰجِنَاۖ
“Adalah khusus untuk pria kami dan diharamkan atas wanita kami.”
Kata (خَالِصَةٞ) artinya murni (tidak tercampur dengan yang lainnya), yaitu murni hanya untuk para lelaki. Adapun para wanita tidak berhak mendapatkannya.
Tetapi kata (خَالِصَةٞ) ini kembali kepada apa? Mengapa ditulis muannats? Menurut Ibnu al-Jauzi, para ulama berbeda pendapat dalam menafsirkannya:
(a) Menurut al-Farra’ kata (خَالِصَةٞ) kembali kepada hewan ternak, karena hewan ternak (ٱلۡأَنۡعَٰمِ) adalah muannats. Maka (janin) yang berada di dalam perut hewan betina itu juga dianggap muannats. Pendapat ini dibantah al-Qurthubi, dengan mengatakan bahwa sebagian kalangan menganggap pendapat al-Farra’ ini keliru. Karena janin dalam kandungan hewan ternak bukanlah bagian dari diri induk tersebut (karena memiliki nyawa sendiri).
(b) Menurut az-Zujaj, kata (خَالِصَةٞ) kembali kepada “jama’ah” yang ada di dalam perut hewan, maka ditulis muannats.
(c) Menurut al-Kisa’I dan al-Akhtasy, kata (خَالِصَةٞ) disebut dengan lafazh muannats karena bertujuan “mubalaghah” (melebihkan sesuatu), seperti kata (عَلَّامَةٌ) “seorang yang banyak ilmunya” bisa digunakan untuk mudzakkar.
(d) Menurut Ibnu al-Anbari, kata (خَالِصَةٞ) disebut dengan lafazh muannats karena dianggap mashdar.
(4) Firman-Nya,
وَإِن يَكُن مَّيۡتَةٗ فَهُمۡ فِيهِ شُرَكَآءُۚ سَيَجۡزِيهِمۡ وَصۡفَهُمۡۚ إِنَّهُۥ حَكِيمٌ عَلِيمٞ
“Kelak Allah akan membalas mereka terhadap ketetapan mereka. Sesungguhnya Allah Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.”
(a) Kata (يَكُن) kembali kepada “apa yang ada di dalam perut hewan ternak” yaitu “jika sesuatu yang berada di dalam perut hewan ternak tersebut dilahirkan mati, maka laki-laki dan wanita sama-sama boleh memakannya.”
(b) Allah akan membalas terhadap apa yang mereka tetapkan. Ancaman ini seperti yang terdapat di dalam firman-Nya,
وَلَا تَقُولُواْ لِمَا تَصِفُ أَلۡسِنَتُكُمُ ٱلۡكَذِبَ هَٰذَا حَلَٰلٞ وَهَٰذَا حَرَامٞ لِّتَفۡتَرُواْ عَلَى ٱللَّهِ ٱلۡكَذِبَۚ إِنَّ ٱلَّذِينَ يَفۡتَرُونَ عَلَى ٱللَّهِ ٱلۡكَذِبَ لَا يُفۡلِحُونَ ۞ مَتَٰعٞ قَلِيلٞ وَلَهُمۡ عَذَابٌ أَلِيمٞ ۞
“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta "ini halal dan ini haram", untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung. (Itu adalah) kesenangan yang sedikit, dan bagi mereka adzab yang pedih.” (Qs. an-Nahl: 116-117)
(d) Berkata al-Qurthubi, “Ayat ini menunjukkan bahwa seorang ‘alim hendaknya mempelajari pendapat orang yang berbeda pandangan dengan dirinya. Tetapi dia tidak harus mengikuti pendapat tersebut. Tujuannya agar dia mengetahui kelemahan pendapat tersebut, dan bisa membantahnya.”
***
Karawang, Ahad, 20 Agustus 2023
-

Tanya Jawab Aktual Tentang Shalat
Lihat isinya

Tanya Jawab Aktual Tentang Puasa
Lihat isinya » -

Jilbab Menurut Syari'at Islam (Meluruskan Pandangan Prof. DR. Quraish)
Lihat isinya

Halal dan Haram Dalam Pernikahan (Edisi I)
Lihat isinya » -

Halal dan Haram Dalam Pengobatan (Edisi I)
Lihat isinya

Halal dan Haram Dalam Transaksi Keuangan (edisi 1)
Lihat isinya » -

Nasionalisme
Lihat isinya

Panduan Haji dan Umrah
Lihat isinya » -

Mukjizat Al Qur'an Dalam Kesehatan
Lihat isinya

Berobatlah Dengan Yang Halal (edisi 2 Halal Haram Pengobatan)
Lihat isinya » -

Panduan Praktis Menghitung Zakat
Lihat isinya

Halal dan Haram Dalam Makanan
Lihat isinya » -

Waktumu Adalah Hidupmu, Managemen Waktu dalam Islam
Lihat isinya

Satu Jam Bersama Al-Qur'an
Lihat isinya » -

Jual Beli Terlarang
Lihat isinya

Kekuatan Istighfar
Lihat isinya » -

Panduan Praktis Berqurban
Lihat isinya

Al-Quran dan Kesetaraan Gender
Lihat isinya » -

Banyak Jalan Menuju Surga
Lihat isinya

Meniti Tangga-Tangga Kesuksesan
Lihat isinya » -

Fiqih Ta'ziyah
Lihat isinya

Mengenal Ahlus Sunnah wal Jamaah
Lihat isinya » -

Fiqih Wanita Kontemporer
Lihat isinya

Menang Tanpa Perang
Lihat isinya » -

Masuk Surga Bersama Keluarga
Lihat isinya

Mengetuk Pintu Langit
Lihat isinya » -

Membangun Negara dengan Tauhid
Lihat isinya

Fiqih Masjid (Membahas 53 Hukum Masjid)
Lihat isinya » -

Membuka Pintu Langit
Lihat isinya

Kesabaran yang Indah
Lihat isinya » -

Menembus Pintu Langit
Lihat isinya

Pensucian Jiwa
Lihat isinya » -

Tafsir An-Najah: Al-Fatihah
Lihat isinya

Tafsir An-Najah Seri 1: Orang-Orang Munafik dalam Al-Qur'an
Lihat isinya » -

Tafsir An-Najah Seri 2: Kisah Nabi Adam dan Iblis
Lihat isinya

Tafsir An-Najah Seri 3: Kisah Bani Israel
Lihat isinya » -

Tafsir An-Najah Seri 4: Nabi Sulaiman dan Kaum Yahudi
Lihat isinya

Tafsir An-Najah Seri 5: Umat Pertengahan
Lihat isinya » -

Tafsir An-Najah Seri 6: Hukum-hukum Seputar Ibadah
Lihat isinya

Tafsir An-Najah Seri 7: Hukum-hukum Pernikahan & Perceraian
Lihat isinya » -

Tafsir An-Najah Seri 8: Tidak Ada Paksaan dalam Beragama
Lihat isinya

Tafsir An-Najah Seri 9: Agama di Sisi Allah, Islam
Lihat isinya » -

Tafsir An-Najah Seri 10: Keluarga Imran
Lihat isinya

Tafsir An-Najah Seri 11: Sebaik-baik Umat
Lihat isinya » -

Tafsir An-Najah Seri 12: Empat Sifat Muttaqin
Lihat isinya

Tafsir An-Najah Seri 13: Dzikir dan Fikir
Lihat isinya » -

Tafsir An-Najah Seri 14: Membina Generasi Tangguh
Lihat isinya

Tafsir An-Najah Juz 5: Qs. 4: 24-147
Lihat isinya » -

Tafsir An-Najah Juz 6: Qs. 4: 148-176 & Qs. 5: 1-81
Lihat isinya

Tafsir An-Najah Juz 7: Qs. 5: 82-120 & Qs. 6: 1-110
Lihat isinya » -

Tafsir An-Najah Juz 8: Qs. 6: 111-165 & Qs. 7: 1-78
Lihat isinya
Lihat isinya »