Karya Tulis
29 Hits

Tafsir An-Najah (Qs. 6:140) 7 Pelajaran Perbuatan Buruk Mereka


قَدۡ خَسِرَ ٱلَّذِينَ قَتَلُوٓاْ أَوۡلَٰدَهُمۡ سَفَهَۢا بِغَيۡرِ عِلۡمٖ وَحَرَّمُواْ مَا رَزَقَهُمُ ٱللَّهُ ٱفۡتِرَآءً عَلَى ٱللَّهِۚ قَدۡ ضَلُّواْ وَمَا كَانُواْ مُهۡتَدِينَ

“Sesungguhnya rugilah orang yang membunuh anak-anak mereka, karena kebodohan lagi tidak mengetahui dan mereka mengharamkan apa yang Allah telah rezekikan pada mereka dengan semata-mata mengada-adakan terhadap Allah. Sesungguhnya mereka telah sesat dan tidaklah mereka mendapat petunjuk.”

(Qs. al-An’am: 140)

 

Pada ayat-ayat sebelumnya telah dijelaskan empat perbuatan buruk kaum musyrikin, maka pada ayat ini Allah menjelaskan tujuh pelajaran dibalik perbuatan buruk mereka. Tujuh pelajaran tersebut diringkas Allah di dalam satu ayat yang rinciannya sebagai berikut:

 

Pelajaran (1) Mendapatkan Kerugian

قَدۡ خَسِرَ ٱلَّذِينَ قَتَلُوٓاْ أَوۡلَٰدَهُمۡ

“Sesungguhnya rugilah orang yang membunuh anak-anak mereka.”

(1) Menurut Ibnu Katsir, kerugian yang mereka tanggung akibat membunuh anak dan mengharamkan rezeki Allah adalah kerugian di dunia dan di akhirat.

(a) Adapun kerugian di dunia terwujud dalam dua hal, yaitu: mereka kehilangan anak-anak dan kehilangan harta mereka.

(b) Sedangkan kerugian di akhirat, mereka akan dimasukkan ke tempat yang paling rendah di neraka disebabkan karena mereka berbohong kepada Allah.

(2) Kerugian ini disebutkan Allah juga di dalam firman-Nya,

قُلۡ إِنَّ ٱلَّذِينَ يَفۡتَرُونَ عَلَى ٱللَّهِ ٱلۡكَذِبَ لَا يُفۡلِحُونَ ۞ مَتَٰعٞ فِي ٱلدُّنۡيَا ثُمَّ إِلَيۡنَا مَرۡجِعُهُمۡ ثُمَّ نُذِيقُهُمُ ٱلۡعَذَابَ ٱلشَّدِيدَ بِمَا كَانُواْ يَكۡفُرُونَ ۞

“Katakanlah: "Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tidak beruntung." (Bagi mereka) kesenangan (sementara) di dunia, kemudian kepada Kami-lah mereka kembali, kemudian Kami rasakan kepada mereka siksa yang berat, disebabkan kekafiran mereka.” (Qs. Yunus: 69-70)

(3) Kata (خَسِرَ) artinya “merugi” diungkapkan tanpa menyebutkan secara eksplisit objek kerugiannya. Ini menunjukkan bahwa kerugian yang mereka tanggung merupakan kerugian yang sangat besar, baik di dunia dan maupun di akhirat.

 

Pelajaran (2) Karena Kebodohan

سَفَهَۢا

“(Karena) kebodohan.”

(1) Mereka membunuh anak-anak mereka dikarenakan kebodohan diri mereka sendiri. Bagaimana tidak bodoh, anak merupakan karunia besar dari Allah yang akan membawa berkah dan kebaikan bagi keluarga, penghibur dan penyejuk mata bagi kedua orang tuanya, perekat dan penguat hubungan antara keduanya.

Betapa banyak suami istri dirundung konflik keluarga berkepanjangan tetapi tetap utuh keluarga karena faktor anak. Keduanya akan berpikir panjang untuk berpisah, karena melihat masa depan anaknya. Anak juga membawa rezeki bagi kedua orang tuanya secara langsung maupun tidak langsung.

(2) Bodoh sekali jika seseorang membunuh anaknya, padahal di saat yang sama betapa banyak pasangan suami istri yang berusaha sekuat mungkin dengan segala cara dan kemampuan, baik fisik dan finansial, untuk mendapatkan anak.

(3) Sangat bodoh juga, jika seseorang membunuh hanya karena takut tidak bisa memberinya makan. Bukankah rezeki telah ditanggung oleh Allah. Masing-masing manusia sudah ada jatah rezekinya, tanpa dikurangi sedikitpun. Bahkan sebaliknya, anaklah yang justru akan membawa rezeki untuk kedua orang tuanya. Betapa banyak suami istri yang dulunya miskin, ketika mereka mempunyai anak, taraf ekonominya meningkat pesat.

 

Pelajaran (3) Tidak Menuntut Ilmu

بِغَيۡرِ عِلۡمٖ

“Lagi tidak mengetahui.”

(1) Maksudnya bahwa kebodohan yang ada di dalam diri mereka penyebabnya karena mereka tidak mempunyai ilmu dan tidak mau menuntut ilmu, baik ilmu agama maupun ilmu dunia. Sehingga mereka melakukan hal-hal yang bertentangan dengan akal sehat manusia.

(2) Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu pernah berkata,

من أراد الدنيا فعليه بالعلم

ومن أراد الآخرة فعليه بالعلم

ومن أراد هما فعليه بالعلم

“Barangsiapa menghendaki dunia, hendaknya dia menuntut ilmu.

Barangsiapa menghendaki akhirat, hendaknya dia menuntut ilmu.

Barangsiapa menghendaki keduanya, hendaknya menuntut ilmu.”

(3) Berkata al-Baghawi, “Ayat ini turun berkenaan dengan suku Rabi’ah dan Mudhar, serta beberapa kabilah lainnya. Mereka mengubur anak-anak perempuan mereka hidup-hidup, karena khawatir anak-anak tersebut akan menjadi tawanan perang dan menyebabkan mereka miskin. Adapun Bani Kinanah tidak melakukan hal itu."

Perbuatan yang mereka lakukan jelas-jelas tanpa ada landasan ilmu sama sekali.

 

Pelajaran (4) Mengharamkan Rezeki Allah

وَحَرَّمُواْ مَا رَزَقَهُمُ ٱللَّهُ

“Dan mereka mengharamkan apa yang Allah telah rezekikan pada mereka.”

(1) Mereka mengharamkan apa yang Allah halalkan dari rezeki-Nya, seperti hewan-hewan ternak yang bermanfaat untuk keberlangsungan hidup mereka. Mereka mengharamkan untuk diri mereka sendiri tanpa didasari ilmu sedikitpun, kecuali hanya bisikan syetan semata.

(2) Para ulama menyebutkan suatu kaidah penting bahwa semakin dekat seseorang dengan tauhid, maka semakin longgar dalam menghalalkan apa yang dihalalkan oleh Allah. Sebaliknya, semakin seseorang dekat dengan kesyirikan, maka semakin berani dalam mengharamkan apa-apa yang Allah halalkan. Sehingga orang yang bertauhid, hidupnya lapang, tenang dan bahagia. Sebaliknya orang musyrik hidupnya sempit, gelisah dan sedih.

(3) Sufyan ats-Tsauri berkata, "Sesungguhnya ilmu itu adanya keringanan (rukhsah) yang disampaikan oleh orang yang dipercaya (berilmu), karena menghukumi haram (tasyadud) itu bisa dilakukan setiap orang."

Benar apa yang disampaikan oleh Sufyan ats-Tsauri, karena kaum musyrikin Mekah yang bodoh pun bisa mengharamkan hal-hal yang sebenarnya halal.

 

Pelajaran (5) Berbohong atas Nama Allah

ٱفۡتِرَآءً عَلَى ٱللَّهِۚ

“Semata-mata berbohong atas nama Allah.”

(1) Berbohong atas nama Allah termasuk dalam kategori dosa besar. Mereka berbuat seperti itu karena meyakini bahwa Allah lah yang memerintahkannya, padahal Allah tidak memerintahkan hal itu. Mereka berbohong kepada manusia atas nama Allah.

(2) Di dalam ayat lain disebutkan bahwa berbohong atas nama Allah termasuk dosa besar dan disandingkan dengan dosa syirik. Allah berfirman,

قُلۡ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّیَ ٱلۡفَوَ ٰ⁠حِشَ مَا ظَهَرَ مِنۡهَا وَمَا بَطَنَ وَٱلۡإِثۡمَ وَٱلۡبَغۡیَ بِغَیۡرِ ٱلۡحَقِّ وَأَن تُشۡرِكُوا۟ بِٱللَّهِ مَا لَمۡ یُنَزِّلۡ بِهِۦ سُلۡطَـٰنࣰا وَأَن تَقُولُوا۟ عَلَى ٱللَّهِ مَا لَا تَعۡلَمُونَ

“Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui".” (Qs. al-A'raf: 33)

 

Pelajaran (6) Telah Tersesat Jauh

قَدۡ ضَلُّواْ

“Sesungguhnya mereka telah sesat.”

(1) Tersesat adalah salah dalam berjalan sehingga tidak sampai tujuan. Mereka menginginkan kemaslahatan dan kebahagiaan di dunia, dengan cara mendekatkan diri kepada Allah melalui cara yang salah tanpa ilmu. Mereka juga mendekatkan diri kepada sekutu-sekutu mereka, sehingga terjerumus kepada kerusakan dunia dan akhirat secara bersamaan.

(2) Orang yang tersesat seringkali tidak menyadari bahwa dirinya dalam kesesatan bahkan menganggap dirinya di atas kebenaran. Keadaan seperti ini telah digambarkan oleh Allah di dalam Firman-Nya,

قُلۡ هَلۡ نُنَبِّئُكُم بِٱلۡأَخۡسَرِینَ أَعۡمَـٰلًا ۞ ٱلَّذِینَ ضَلَّ سَعۡیُهُمۡ فِی ٱلۡحَیَوٰةِ ٱلدُّنۡیَا وَهُمۡ یَحۡسَبُونَ أَنَّهُمۡ یُحۡسِنُونَ صُنۡعًا ۞

“Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?" Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.” (Qs. al-Kahfi: 103-104)

 

Pelajaran (7) Tidak Mendapatkan Petunjuk

وَمَا كَانُواْ مُهۡتَدِينَ

“Dan tidaklah mereka mendapat petunjuk.”

(1) Kalimat di atas untuk penegasan dari kalimat sebelumnya, bahwa orang yang sesat itu tidaklah mendapatkan hidayah dari Allah.

(2) Fungsi lain dari penegasan ini, menurut as-Razi bahwa orang yang sesat di jalan ada kemungkina dia akan sadar dari kesesatan tersebut lalu kembali ke jalan yang benar. Dengan adanya penegasan di atas, menunjukkan bahwa mereka telah jauh tersesat sehingga tidak ada harapan lagi untuk mendapatkan hidayah.

(3) Sebagai penutup ayat ini, Ibnu Katsir menukil perkataan Ibnu Mardawaih meriwayatkan dengan sanadnya bahwa Ibnu ‘Abbas berkata, “Barangsiapa yang ingin mengetahui kebodohan orang-orang Arab (jahiliyah) maka hendaknya membaca Qs. al-An’am ayat 130 ke atas (yaitu sampai ayat 140 ini).

(4) Hal yang sama juga disampaikan oleh al-Bukhari di dalam Kitab Shahih al-Bukhari, Kitab Manaqib Quraisy.

 

***

Karawang, Ahad, 20 Agustus 2023

KARYA TULIS