Karya Tulis
24 Hits

Tafsir An-Najah (Qs. 6:141-142) Larangan Berlebih-lebihan


وَهُوَ ٱلَّذِيٓ أَنشَأَ جَنَّٰتٖ مَّعۡرُوشَٰتٖ وَغَيۡرَ مَعۡرُوشَٰتٖ وَٱلنَّخۡلَ وَٱلزَّرۡعَ مُخۡتَلِفًا أُكُلُهُۥ وَٱلزَّيۡتُونَ وَٱلرُّمَّانَ مُتَشَٰبِهٗا وَغَيۡرَ مُتَشَٰبِهٖۚ كُلُواْ مِن ثَمَرِهِۦٓ إِذَآ أَثۡمَرَ وَءَاتُواْ حَقَّهُۥ يَوۡمَ حَصَادِهِۦۖ وَلَا تُسۡرِفُوٓاْۚ إِنَّهُۥ لَا يُحِبُّ ٱلۡمُسۡرِفِينَ

“Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.”

(Qs. al-An’am: 141)

 

Pelajaran (1) Persesuaian Ayat

(1) Pada ayat-ayat sebelumnya, telah dijelaskan tentang kesesatan kaum musyrikin yang membagi tanaman dan hewan ternak menjadi dua bagian, untuk Allah dan untuk berhala. Mereka juga membunuh anak-anak perempuan mereka karena malu atau takut miskin. Selain itu mereka juga mengharamkan sebagian jenis hewan ternak tertentu dan anak yang lahir dari perut induknya untuk dimakan atau ditunggangi. Setelah semua kesesatan tersebut dijabarkan secara gamblang, maka pada ayat ini Allah mengajak mereka dan mengajak seluruh manusia untuk mengingatkan bahwa seluruh yang ada di bumi ini, termasuk tanaman dan hewan ternak, adalah milik Allah. Dia-lah yang menciptakannya, maka tidak ada hak sedikitpun bagi manusia untuk membuat aturan sendiri tentang tanaman dan hewan ternak tanpa adanya perintah dari penciptanya, yaitu Allah.

(2) Selain itu, ayat ini menjelaskan secara lebih rinci bahwa ciptaan-ciptaan Allah yang lainnya, untuk menunjukkan keagungan Penciptanya, sekaligus mengajak kaum musyrikin dan seluruh manusia untuk menyembah hanya kepada-Nya saja, tanpa menyekutukan dengan sesuatu apapun juga.

(3) Juga untuk meuwjudkan kasih sayang Allah kepada manusia, yaitu menciptakan segala sesuatu yang dibutuhkan manusia di dalam kehidupan ini, berupa bermacam-macam tanaman dan tumbuh-tumbuhan serta buah-buahan, juga menciptakan berbagai jenis hewan untuk dimanfaatkan oleh manusia.

(4) Ibnu ‘Asyur menjelaskan bahwa ayat ini mengingatkan akan nikmat-nikmat Allah yang diberikan kepada manusia, yaitu dengan menciptakan segala sesuatu yang ada di bumi untuk kemaslahatan mereka. Hal itu disebutkan setelah Allah mengecam perbuatan-perbuatan buruk kaum musyrikin yang dilakukan terhadap nikmat-nikmat Allah.

 

Pelajaran (2) Aneka Ragam Tanaman

وَهُوَ ٱلَّذِيٓ أَنشَأَ جَنَّٰتٖ مَّعۡرُوشَٰتٖ وَغَيۡرَ مَعۡرُوشَٰتٖ

“Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung.”

(1) Kata (مَّعۡرُوشَٰتٖ) para ulama berbeda pendapat dalam menafsirkannya;

(a) Kata (مَّعۡرُوشَٰتٖ) artinya tanaman yang tumbuh di atas tanah kemudian ranting-rantingnya merambat ke atas, seperti: pohon anggur, semangka dan labu. Sedangkan (غَيۡرَ مَعۡرُوشَٰتٖ) artinya tanaman yang mempunyai batang dan ranting, seperti pohon kurma, manga, rambutan dan sebagainya.

(b) Kata (مَعۡرُوشَٰتٖ) artinya apa-apa yang ditanam oleh manusia secara sengaja, sedangkan (وَغَيۡرَ مَعۡرُوشَٰتٖ) artinya tanaman yang tumbuh dengan sendirinya di hutan-hutan dan bukit-bukit, ini diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas.

(c) Kata (مَعۡرُوشَٰتٖ) artinya anggur yang sengaja dirambatkan. Sedangkan (وَغَيۡرَ مَعۡرُوشَٰتٖ) adalah anggur yang tidak dirambatkan. Ini diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, as-Suddy dan adh-Dhahak.

(2) Firman-Nya,

وَٱلنَّخۡلَ وَٱلزَّرۡعَ

“Pohon korma dan tanam-tanaman.”

(a) Berkata al-Qurthubi, “Pohon kurma dan tanaman-tanaman lain, sebenarnya sudah masuk dalam kategori kebun-kebun. Tetapi disebut lagi di sini karena memiliki keutamaan tersendiri. Ini seperti penyebutan Malaikat Jibril dan Mikail di dalam firman-Nya,

مَن كَانَ عَدُوّٗا لِّلَّهِ وَمَلَٰٓئِكَتِهِۦ وَرُسُلِهِۦ وَجِبۡرِيلَ وَمِيكَىٰلَ فَإِنَّ ٱللَّهَ عَدُوّٞ لِّلۡكَٰفِرِينَ

“Barangsiapa yang menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril dan Mikail, maka sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir.” (Qs. al-Baqarah: 98)

(b) Az-Zuhaily menambahkan alasan mengapa pohon kurma disebutkan khusus di sini, yaitu dikarenakan jumlah pohon kurma yang banyak di kalangan orang-orang Arab. Juga karena keindahannya, manfaatnya yang besar di setiap bagiannya, dan daunnya tidak rontok di setiap musim. Bahkan dalam suatu hadits disebutkan bahwa orang beriman diumpamakan seperti pohon kurma.

(c) Adapun kata (وَٱلزَّرۡعَ) menurut Ibnu ‘Abbas artinta adalah setiap tanaman biji-bijian yang dijadikan makanan pokok, seperti gandum dan beras.

(3) Firman-Nya,

مُخۡتَلِفًا أُكُلُهُۥ

“Yang bermacam-macam buahnya.”

(a) Maksudnya “bermacam-macam rasanya”. Adapun kata (أُكُلُهُ) artinya adalah segala sesuatu yang dimakan, tetapi maksudnya di sini adalah buah kurma dan biji-bijian.

Berkata al-Qurthubi, “Disebutkan di sini (أُكُلُهُ) “rasanya” bukan (أُكُلُهُمَا) “rasa keduanya”. Karena menyebut salah satunya dianggap telah cukup mewakili keduanya.

(a.1) Ini seperti firman Allah,

وَإِذَا رَأَوۡاْ تِجَٰرَةً أَوۡ لَهۡوًا ٱنفَضُّوٓاْ إِلَيۡهَا وَتَرَكُوكَ قَآئِمٗاۚ

“Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhotbah).” (Qs. al-Jumu’ah: 11)

Maksud (إِلَيۡهَا) di sini adalah perniagaan dan permainan. Hanya disebut salah satunya karena dianggap sudah mewakili keduanya.

(a.2) Ini juga mirip dengan firman Allah,

وَٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥٓ أَحَقُّ أَن يُرۡضُوهُ

“Sedangkan Allah dan Rasul-Nya itulah yang lebih patut mereka cari keridhaannya.” (Qs. at-Taubah: 62)

Maksud kata (يُرۡضُوهُ) di sini adalah keridhaan Allah dan Rasul-Nya. Disebut salah satunya karena dianggap sudah mewakili keduanya.

(b) Kata (مُخۡتَلِفًا) di sini di-nashab-kan karena memiliki arti keadaan, yaitu bahwa pohon kurma dan biji-bijian tersebut diciptakan dalam keadaan yang berbeda-beda rasanya.

(4) Firman-Nya,

وَٱلزَّيۡتُونَ وَٱلرُّمَّانَ مُتَشَٰبِهٗا وَغَيۡرَ مُتَشَٰبِهٖۚ

“Dan zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya).”

Al-Qurthubi menjelaskan bahwa dalam ayat ini terdapat tiga tanda kekuasaan Allah dalam kehidupan manusia. Pertama, perubahan dalam tanaman atau buah-buahan mengindikasikan adanya pihak yang mengubahnya, yaitu Allah subhanahu wa ta'ala.

Kedua, variasi rasa dalam buah-buahan adalah pemberian Allah kepada kita; jika Dia berkehendak, Dia dapat menciptakan kita tanpa memberikan kepada kita makanan. Selain itu, Dia dapat menciptakan buah-buahan yang tidak segar, tidak enak dipandang, atau tidak menyenangkan, sesuai dengan kehendak-Nya. Ataupun Dia dapat membuat buah-buahan tersebut sulit untuk dipetik.

Ketiga, ini menggambarkan kemampuan-Nya. seperti air yang mestinya meresap ke dalam tanah, tapi justru ia naik ke atas pohon, bahkan menghasilkan daun-daunan yang berbeda bentuknya dari pohon tersebut. Buah-buahan yang memiliki bentuk dan rasa yang berbeda dengan pohon asalnya juga mencerminkan keanekaragaman penciptaan-Nya. Semua ini menunjukkan kekuasaan Allah dalam mengatur kehidupan manusia.

 

Pelajaran (3) Mengeluarkan Zakat Ketika Panen

كُلُواْ مِن ثَمَرِهِۦٓ إِذَآ أَثۡمَرَ وَءَاتُواْ حَقَّهُۥ يَوۡمَ حَصَادِهِ

“Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin).”

(1) Al-Qurthubi menyatakan bahwa dalam ayat ini terdapat dua perintah, di mana perintah pertama memiliki hukum mubah, sementara perintah kedua memiliki hukum wajib.

Pada konteks ini, Allah memulai dengan mengingatkan tentang nikmat makanan sebelum memberikan perintah untuk membayar zakat. Hal ini menunjukkan bahwa nikmat tersebut berasal dari Allah sebelum Dia memberikan perintah.

Pola kalimat seperti ini serupa dengan firman Allah,

فَإِذَا قُضِيَتِ ٱلصَّلَوٰةُ فَٱنتَشِرُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ وَٱبۡتَغُواْ مِن فَضۡلِ ٱللَّهِ وَٱذۡكُرُواْ ٱللَّهَ كَثِيرٗا لَّعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ

“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (Qs. al-Jumu'ah: 10)

(2) Sebagian ulama menyebutkan hikmah lain dari didahulukannya perintah memakan sebelum perintah membayar zakat, yaitu:

Pertama, perintah memakan menunjukkan kebolehan untuk makan sesuatu yang akan diberikan kepada fakir miskin.

Kedua, perintah memakan menunjukkan larangan mengikuti kebiasaan orang-orang Jahiliyah yang mengharamkan sebagian tanaman mereka untuk diri mereka sendiri.

Ketiga, perintah memakan didahulukan karena merawat jiwa sendiri diutamakan daripada merawat jiwa orang lain.

Pola kalimat seperti ini serupa dengan firman Allah, 

وَلَا تَنسَ نَصِیبَكَ مِنَ ٱلدُّنۡیَاۖ وَأَحۡسِن كَمَاۤ أَحۡسَنَ ٱللَّهُ إِلَیۡكَۖ 

“Dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu.” (Qs. al-Qashash: 77)

(3) Ar-Razi berusaha membandingkan antara ayat 99 dengan ayat 141 dari surat al-An'am ini. Beliau mengungkapkan bahwa pada ayat 99, Allah menyebutkan lima jenis tumbuhan, yaitu: biji-bijian, kurma, anggur, zaitun, dan delima. Sementara itu, pada ayat 141, Allah juga menyebutkan kelima jenis tumbuhan tersebut, tetapi urutannya berbeda, yakni: anggur, kurma, biji-bijian, zaitun, dan delima. Meskipun tumbuhan-tumbuhan tersebut memiliki bentuk dan warna yang serupa, rasa mereka berbeda.

Kemudian, pada ayat 99, Allah memerintahkan untuk memperhatikan tumbuhan-tumbuhan tersebut guna mengetahui bahwa penciptanya adalah Allah. Sedangkan pada ayat 141, Allah menginstruksikan untuk memanfaatkan tumbuhan-tumbuhan tersebut dan memberikan sebagian kepada fakir miskin.

Perbandingan tersebut menunjukkan bahwa perintah untuk mengenali pencipta lebih diutamakan daripada perintah untuk memanfaatkan hasil ciptaan-Nya. Merenungkan pencipta alam menghasilkan kebahagiaan rohani, sementara memanfaatkan hasil ciptaan-Nya hanya menghasilkan kebahagiaan jasmani yang sementara dan cepat hilang.

Inilah alasan mengapa Allah memberikan prioritas pada ayat 99 yang mempromosikan kontemplasi tentang pencipta alam, dibandingkan dengan ayat 141 yang berkaitan dengan pemanfaatan hasil ciptaan-Nya.

(4) Firman-Nya,

كُلُوا مِن ثَمَرِهِ إذا أثْمَرَ

“Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah.”

Penggalan ayat ini mengandung beberapa pelajaran, diantaranya adalah:

Pertama, bahwa pada dasarnya memanfaatkan apa yang Allah ciptakan hukumnya boleh. Hal ini sesuai dengan firman Allah,

هُوَ ٱلَّذِي خَلَقَ لَكُم مَّا فِي ٱلۡأَرۡضِ جَمِيعٗا

“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu.” (Qs. al-Baqarah: 29)

Kedua, bahwa pada dasarnya zakat itu tidak wajib. Barangsiapa yang ingin mewajibkan sesuatu haruslah mendatangkan dalil.

Ketiga, bahwa sighat perintah tidak selalu harus menunjukkan sesuatu yang wajib atau mandub, tetapi kadang-kadang bisa menunjukkan sesuatu yang mubah (boleh dilakukan).

(5) Firman-Nya,

وَءَاتُواْ حَقَّهُۥ يَوۡمَ حَصَادِهِ

“Dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin).”

Para ulama berbeda pendapat tentang makna (حَقَّهُ) pada ayat di atas, yaitu:

Pendapat pertama, mengatakan bahwa maksudnya adalah zakat pertanian. Ini pendapat Anas bin Malik, Ibnu ‘Abbas, al-Hasan al-Bashri dan Qatadah. Dengan demikian, ayat ini tetap menjadi hukum dan tidak dihapus. Pendapat ini dibantah oleh sebagian ulama karena surah ini diturunkan di Mekkah, sedangkan kewajiban-kewajiban zakat diturunkan di Madinah.

Pendapat kedua, menyatakan bahwa maksudnya adalah kewajiban selain zakat yang harus ditunaikan pada waktu panen, dengan cara memberikan sebagian hasilnya kepada fakir miskin yang datang dan membiarkan mereka menungut biji-bijian atau buah-buahan yang terjatuh. Ini adalah pendapat Atha’ dan Mujahid. Dengan demikian ayat ini dihapus dengan ayat-ayat tentang kewajiban mengeluarkan zakat pertanian.

Ibnu Katsir cenderung untuk menyatakan bahwa kewajiban ini tidak dihapus, hanya terdapat rincian dan penjelasannya lebih lanjut, yang menyangkut kadar dan jumlah yang musti dikeluarkan.

 (6) Apakah zakat harus ditunaikan pada waktu panen?

Jawaban pertama, Jika berupa buah-buahan yang sudah matang ketika dipetik, maka wajib ditunaikan pada waktu itu, seperti buah kurma dan anggur.

Jika berupa biji-bijian seperti gandum dan beras, maka menunaikan zakatnya setelah proses penggilingan untuk memisahkan biji dan kulit.

Jawaban kedua, bahwa maksud dari ayat di atas adalah kewajiban menunaikan zakat pertanian ketika hasilnya sudah berada di tangan, bukan ketika benda di tangan, bukan ketika buah tersebut matang di batangnya.

(7) Para Qurra’ berbeda pendapat di dalam membaca (حَصَادِهِ), yaitu:

(a) Ibnu Amir, Ashim, dan Abu Amru membacanya dengan mem-fathah-kan (حَ). Ini adalah Bahasa penduduk Nejed dan Tamim.

(b) Ibnu Katsir, Nafi’, Hamzah dan al_kisri membacanya dengan meng-kasrah-(ح). Ini adalah bahasa penduduk Hijaz (Mekkah dan Madinah).

 

Pelajaran (4) Larangan Berlebihan

وَلا تُسْرِفُوا

“Dan janganlah kalian berlebih-lebihan.”

(1) Para ulama memiliki pendapat berbeda dalam menafsirkan penggalan ayat di atas, sebagai berikut:

Pendapat pertama, adalah tentang larangan berlebihan dalam membayar zakat sehingga menghabiskan harta, sebagai berikut:

(a) Diriwayatkan dari Tsabit bin Qais bin asy-Syammas bahwa dia memotong 500 pohon kurma dan membagikan semua buahnya dalam satu hari, sehingga tidak tersisa sedikitpun untuk keluarganya. Allah tidak menyukai perbuatan ini, maka turunlah ayat di atas.

(b) Al-Qurthubi menyimpulkan bahwa bersedekah dengan seluruh hartanya termasuk dalam kategori perbuatan yang berlebihan. Sikap yang benar adalah bersedekah sambil menyisakan sebagian hartanya, sesuai dengan hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda,

خَيْرُ الصَّدَقَةِ مَا كَانَ عَنْ ظَهْرِ غِنًى

“Sebaik-baik sedekah adalah dari orang yang kaya.” (HR. al-Bukhari)

Maksudnya adalah bersedekah dari harta berlebih, sambil menyisakan untuk keperluan hidupnya dan keluarga.

(c) Dalam hal ini terdapat pengecualian bagi orang yang memiliki jiwa yang kuat dan rasa tawakal yang penuh kepada Allah, hidup sendiri tanpa keluarga. Dia diperbolehkan bersedekah dengan seluruh hartanya.

Pendapat kedua, adalah tentang orang yang tidak mau menunaikan kewajiban zakat.

Pendapat ketiga, adalah tentang pengeluaran harta dalam maksiat.

(a) Diriwayatkan dari Ibnu Abi Hatim bahwasanya dia berkata, “Kalau saja gunung Abi Qubais di Mekkah ini berupa emas, lalu seseorang menafkahkannya untuk ketaatan kepada Allah, maka tidak disebut berlebihan. Sebaliknya jika seseorang menginfakkan satu dirham saja untuk bermaksiat maka itu dianggap berlebihan.”

(b) Dari situ muncul pepatah: “Tidak ada berlebihan dalam kebaikan dan tidak ada kebaikan dalam sikap berlebihan.”

Pendapat keempat, adalah bahwa ayat ini ditujukan kepada pemimpin agar tidak berlebihan dalam mengambil zakat dari rakyat.

Pendapat kelima, adalah larangan berlebihan dalam makan sebelum menunaikan zakat.

(2) Ibnu Katsir cenderung kepada pandangan, bahwa maksudnya adalah larangan berlebih-lebihan dalam makan karena dapat membahayakan akal dan tubuh.

(a) Ayat ini sejalan dengan ayat lain yaitu firman-Nya,

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلا تُسْرِفُوا

 “Makan dan minumlah dan janganlah berlebih-lebihan.” (Qs. al-A'raf: 31)

(b) Di dalam Kitab Shahih al-Bukhari disebutkan sebuah hadits secara ta’liq, yaitu:

كُلُوا وَاشْرَبُوا، وَالْبَسُوا وَتَصَدَّقُوا، فِي غَيْرِ إِسْرَافٍ وَلَا مَخِيلَةٍ

“Makan, minum, dan berpakaianlah kalian dengan tidak berlebih-lebihan dan tidak pula sombong.”

Makna ayat tersebut sejalan dengan haditst ini.

 

Pelajaran (5) Berbagai Jenis Hewan

وَمِنَ ٱلۡأَنۡعَـٰمِ حَمُولَةࣰ وَفَرۡشࣰاۚ كُلُوا۟ مِمَّا رَزَقَكُمُ ٱللَّهُ وَلَا تَتَّبِعُوا۟ خُطُوَ ٰتِ ٱلشَّیۡطَـٰنِۚ إِنَّهُۥ لَكُمۡ عَدُوࣱّ مُّبِینࣱ

“Dan di antara hewan ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada yang untuk disembelih. Makanlah dari rezki yang telah diberikan Allah kepadamu, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (Qs. al-An’am: 142)

(1) Pada ayat yang yang lalu telah disebutkan berbagai jenis tanaman dan tumbuh-tumbuhan yang merupakan bahan makanan bagi kehidupan manusia, maka pada ayat ini Allah menyebutkan berbagai jenis hewan yang juga diciptakan untuk keperluan manusia. Ini sekaligus sebagai bantahan kepada kaum musyrikin yang mengharamkan sebagian tanaman dan hewan ternak.

(2) Firman-Nya,

﴿وَمِنَ الأنْعامِ حَمُولَةً وفَرْشًا﴾

 Kata (حَمُولَةً) artinya hewan-hewan ternak yang bertubuh besar yang bisa ditunggangi atau membawa barang di atas punggungnya, seperti: unta dan sapi. Sedangkan kata (وفَرْشًا) para ulama berbeda pendapat di dalam menafsirkannya, sebagai berikut:

(a) Artinya hewan yang bertubuh kecil, seperti: domba dan kambing. Disebut (فَرْشًا) karena hampir-hampir tubuhnya menyentuh tanah yang terhampar sebagai alas di bumi.

(b) Hewan-hewan yang dihamparkan di atas bumi untuk disembelih.  Makna ini sesuai dengan firman Allah,

أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّا خَلَقْنَا لَهُمْ مِمَّا عَمِلَتْ أَيْدِينَا أَنْعَامًا فَهُمْ لَهَا مَالِكُونَ ۞ وَذَلَّلْنَاهَا لَهُمْ فَمِنْهَا رَكُوبُهُمْ وَمِنْهَا يَأْكُلُونَ۞

“Dan apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakan binatang ternak untuk mereka yaitu sebahagian dari apa yang telah Kami ciptakan dengan kekuasaan Kami sendiri, lalu mereka menguasainya? Dan Kami tundukkan binatang-binatang itu untuk mereka; maka sebahagiannya menjadi tunggangan mereka dan sebahagiannya mereka makan.” (Qs. Yasin: 71-72)

Dikuatkan dengan firman Allah,

اللَّهُ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الأنْعَامَ لِتَرْكَبُوا مِنْهَا وَمِنْهَا تَأْكُلُونَ

“Allahlah yang menjadikan binatang ternak untuk kamu, sebagiannya untuk kamu kendarai dan sebagiannya untuk kamu makan.” (Qs. Ghafir: 79)

(c) Artinya hewan yang dimanfaatkan bulu dan rambutnya untuk alas. Makna ini sesuai dengan firman Allah,

وَمِنْ أَصْوَافِهَا وَأَوْبَارِهَا وَأَشْعَارِهَا أَثَاثًا وَمَتَاعًا إِلَى حِينٍ

“Dan (dijadikan-Nya pula) dari bulu domba, bulu onta dan bulu kambing, alat-alat rumah tangga dan perhiasan (yang kamu pakai) sampai waktu (tertentu).” (Qs. an-Nahl: 80)

(3) Firmannya,

كُلُوا۟ مِمَّا رَزَقَكُمُ ٱللَّهُ وَلَا تَتَّبِعُوا۟ خُطُوَ ٰتِ ٱلشَّیۡطَـٰنِۚ

“Makanlah dari rezki yang telah diberikan Allah kepadamu, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan.”

Di sini Allah memerintahkan manusia untuk memakan apa yang Allah turunkan sebagai rezeki untuk mereka. Ini mencakup berbagai jenis tanaman dan hewan ternak yang telah disebut di atas dan juga ayat sebelumnya. Kemudian pada ayat ini juga, Allah melarang manusia untuk mengikuti langkah-langkah syetan, khususnya di dalam mengharamkan dan menghalalkan makanan, sebagaimana dahulu dilakukan oleh kaum musyrikin Mekkah.

 (4) Firman-Nya,

إِنَّهُۥ لَكُمۡ عَدُوࣱّ مُّبِینࣱ

“Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.”

Syetan adalah musuh yang jelas bagi manusia. Ayat-ayat yang menjelaskan masalah ini sangat banyak, diantaranya:

(a) Firman Allah,

إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيرِ

“Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh(mu), karena sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (Qs. Fathir: 6)

(b) Firman Allah,

 يَا بَنِي آدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطَانُ كَمَا أَخْرَجَ أَبَوَيْكُمْ مِنَ الْجَنَّةِ يَنزعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْآتِهِمَا

“Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya 'auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dan suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan syaitan-syaitan itu pemimpin-pemimpim bagi orang-orang yang tidak beriman.” (Qs. al-A’raf: 27)

(c) Firman Allah,

أَفَتَتَّخِذُونَهُ وَذُرِّيَّتَهُ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِي وَهُمْ لَكُمْ عَدُوٌّ بِئْسَ لِلظَّالِمِينَ بَدَلا

“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam, maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya. Patutkah kamu mengambil dia dan turanan-turunannya sebagai pemimpin selain daripada-Ku, sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah iblis itu sebagai pengganti (dari Allah) bagi orang-orang yang zhalim.” (Qs. al-Kahfi: 50)

 

***

Karawang Senin 21 Agustus 2023

KARYA TULIS