Karya Tulis
13 Hits

Tafsir An-Najah (Qs. 6:145) Makanan-makanan yang Diharamkan


 قُل لَّاۤ أَجِدُ فِی مَاۤ أُوحِیَ إِلَیَّ مُحَرَّمًا عَلَىٰ طَاعِمࣲ یَطۡعَمُهُۥۤ إِلَّاۤ أَن یَكُونَ مَیۡتَةً أَوۡ دَمࣰا مَّسۡفُوحًا أَوۡ لَحۡمَ خِنزِیرࣲ فَإِنَّهُۥ رِجۡسٌ أَوۡ فِسۡقًا أُهِلَّ لِغَیۡرِ ٱللَّهِ بِهِۦۚ فَمَنِ ٱضۡطُرَّ غَیۡرَ بَاغࣲ وَلَا عَادࣲ فَإِنَّ رَبَّكَ غَفُورࣱ رَّحِیمࣱ

“Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi - karena sesungguhnya semua itu kotor - atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa, sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.”

(Qs. al-An'am: 145)

 

Pelajaran (1) Persesuaian Ayat

(1) Pada ayat yang lalu telah dijelaskan bagaimana rusaknya cara berpikir kaum musyrikin dalam menghalalkan dan mengharamkan hewan ternak dan beberapa jenis tanaman. Maka pada ayat ini, Allah menjelaskan yang benar dari masalah ini khususnya tentang makanan yang haram.

(2)  Ibnu Katsir menjelaskan bahwa tujuan ayat ini adalah sebagai sanggahan terhadap orang-orang musyrik yang berbuat bid'ah dengan mengharamkan kepada diri mereka sendiri hewan-hewan ternak seperti bahirah, saibah, wasilah, ham dan lain sebagainya.

 

Pelajaran (2) Mengharamkan dengan Wahyu

قُلْ لا أجِدُ في ما أُوحِيَ إلَيَّ مُحَرَّمًا عَلى طاعِمٍ يَطْعَمُهُ

“Katakanlah: ‘Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya’.”

(1) Ayat di atas menunjukkan bahwa halal dan haram tidak bisa diketahui kecuali melalui wahyu. Berkata Ibnu al-Jauzi, “Allah mengingatkan mereka dengan ayat ini, bahwa halal dan haram hanya bisa diketahui dengan wahyu.”

(2) Mujahid mengatakan bahwa maksud ayat di atas adalah, “Saya tidak mendapatkan sesuatu yang diharamkan dari apa yang kamu halalkan pada zaman Jahiliyah, kecuali yang tersebut dalam ayat ini.”

(3) Al-Qurthubi menjelaskan bahwa dalam syariat Islam pada waktu ayat ini diturunkan, tidak ada sesuatu yang diharamkan untuk dimakan kecuali empat hal yang disebut dalam ayat. Kemudian setelah itu, turunlah surat al-Maidah di Madinah menambahkan beberapa hal yang diharamkan seperti; hewan yang mati tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas.

(4) Ayat di atas menunjukkan bahwa yang diharamkan dalam hal ini adalah memakannya, bukan memanfaatkannya atau memakaianya. Untuk masalah tersebut terdapat pembahasan tersendiri.

 

Pelajaran (3) Makanan yang Najis

إِلَّاۤ أَن یَكُونَ مَیۡتَةً أَوۡ دَمࣰا مَّسۡفُوحًا أَوۡ لَحۡمَ خِنزِیرࣲ فَإِنَّهُۥ رِجۡسٌ

“Kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi - karena sesungguhnya semua itu kotor.”

(1) Tiga hal yang disebut dalam ayat ini yaitu bangkai, darah yang mengalir, dan daging babi semuanya adalah najis. Adapun keterangan singkatnya sebagai berikut:

(a) Bangkai adalah semuanya hewan yang mati dengan cara tidak disembelih secara syariat, seperti: hewan yang mati tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas. Ini disebutkan di dalam firman Allah,

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيْرِ وَمَآ اُهِلَّ لِغَيْرِ اللّٰهِ بِهٖ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوْذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيْحَةُ وَمَآ اَكَلَ السَّبُعُ

“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas.” (Qs. al-Ma’idah: 3)

Terdapat beberapa bangkai yang dikecualikan sehingga boleh dimakan ini tersebut di dalam hadits ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhu, ia berkata Rasulullah ﷺ bersabda,

أُحِلَّتْ لكم مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ، فأما الميتتان: فَالْجَرَادُ والْحُوتُ، وأما الدَّمَانِ: فالكبد والطحال

“Dihalalkan untuk kalian dua macam bangkai dan dua macam darah. Adapun dua macam bangkai yaitu ikan dan belalang. Sedangkan dua macam darah adalah hati dan limpa.” (HR. Ibnu Majah. Hadits Shahih)

(b) Darah yang mengalir, yaitu darah yang mengalir dari tubuh hewan ketika disembelih.

Berkata Ibnu Abbas, “Maksudnya adalah darah yang keluar dari hewan ketika masih hidup dan darah yang keluar dari hewan ketika disembelih.”

 Darah ini sangat membahayakan jika masih tersumbat di dalam tubuh hewan. Jika dia mengalir dan keluar dari tubuhnya, maka dagingnya dianggap baik dan aman untuk dikonsumsi.

Adapun darah yang tidak mengalir dan seperti: hati dan limpa maka boleh dimakan, sebagaimana yang disebutkan pada haditst di atas. Termasuk dalam hal ini adalah darah yang bercampur dengan daging ketika disembelih dan daerah yang masih tersisa di urat.

Ikrimah mengatakan bahwa kalau bukan karena ayat ini, niscaya darah yang melekat pada tubuh hewan pun akan diharamkan oleh sebagian orang, sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi.

Berkata Ibrahim an-Nakh'i, “Dibolehkan memakan darah yang terdapat di urat-urat.”

(c) Daging babi.  Ini termasuk makanan yang diharamkan karena babi adalah hewan yang kotor dan terbiasa memakan kotoran, bahkan jika tidak ada makanan dan air, dia akan memakan kotorannya sendiri dan meminum air kencingnya sendiri.

Selain itu, babi juga membawa bakteri yang mematikan dan telur-telur cacing pita yang terdapat pada sel-sel otot di badannya. Babi juga termasuk hewan yang mempunyai kebiasaan buruk, pemalas dan tidak cemburu kepada betinanya.

 

Pelajaran (4) Yang Dipersembahkan kepada Berhala

(1) Selain tiga hal di atas, Allah juga mengharamkan hewan yang disembelih bukan atas nama Allah. Disebut dalam ayat ini sebagai fisqun, yaitu keluar dari ajaran agama Islam karena ketika menyembelihnya menyebut nama selain Allah dan dipersembahkan kepada berhala. Ini mirip dengan firman Allah,

وَلَا تَأۡكُلُوا۟ مِمَّا لَمۡ یُذۡكَرِ ٱسۡمُ ٱللَّهِ عَلَیۡهِ وَإِنَّهُۥ لَفِسۡقࣱۗ وَإِنَّ ٱلشَّیَـٰطِینَ لَیُوحُونَ إِلَىٰۤ أَوۡلِیَاۤىِٕهِمۡ لِیُجَـٰدِلُوكُمۡۖ وَإِنۡ أَطَعۡتُمُوهُمۡ إِنَّكُمۡ لَمُشۡرِكُونَ

“Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan.” (Qs. al-An'am: 121)

(2) Kata (أُهِلَّ) masdarnya adalah (الإهلال) artinya berteriak ketika melihat bulan sabit. Kemudian kata ini digunakan untuk menyebut teriakan suara secara mutlak. Dari sini, muncul kalimat (أهل الصبي) yaitu bayi yang menangis karena baru lahir.  Begitu juga kalimat (الإهلال بالحج) yaitu berniat haji dengan suara keras. Kaum musyrikin zaman dahulu, ketika ingin menyembelih hewan yang akan dipersembahkan kepada berhala-berhala, mereka berteriak menyebut nama berhala, seperti Laata dan 'Uzza.

 

Pelajaran (5) Dalam Keadaan Darurat

فَمَنِ ٱضۡطُرَّ غَیۡرَ بَاغࣲ وَلَا عَادࣲ فَإِنَّ رَبَّكَ غَفُورࣱ رَّحِیمࣱ

“Barangsiapa yang dalam keadaan terpaksa, sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Empat jenis makanan yang diharamkan diatas berlaku dalam keadaan normal. Namun, jika seseorang berada dalam kondisi darurat seperti tersesat di gunung, di hutan, atau di suatu tempat dimana dia tidak menemukan makanan, kecuali empat jenis di atas, maka hal ini diperbolehkan demi untuk mempertahankan hidup.

Dalam keadaan darurat seseorang diperbolehkan memakan empat jenis makanan di atas dengan dua syarat yang harus dipenuhi, yaitu:

(1) Pertama (غير باغ). Tidak menginginkan.

Berkata As-suddi, “Maksudnya dia tidak ada selera dan tidak menikmati makanan tersebut.”

(2) Kedua (ولا عاد). Dan tidak berlebihan.

Berkata as-Suddi, “Maksudnya dia makan yang haram ini tidak berlebihan hingga kenyang. Maksudnya sekedar untuk bertahan hidup, tidak lebih dari itu, apalagi kenyang.”

Jika dua syarat diatas dipenuhi, maka tidak ada dosa bagi seorang muslim untuk memakan empat makanan yang diharamkan diatas. Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang.

 

Pelajaran (6) Makanan Lain yang Diharamkan

(1) Para ulama berbeda pendapat di dalam menyikapi ayat di atas,

Pertama, sebagian dari mereka seperti Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu dan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengambil ayat secara zhahirnya, bahwa tidak ada yang diharamkan oleh Allah, kecuali empat jenis makanan di atas. Selain itu, halal untuk dimakan.

Kedua, mayoritas ulama berpendapat bahwa yang diharamkan oleh Allah dari makanan tidak terbatas pada empat macam yang disebutkan pada ayat di atas. Karena dua alasan, yaitu:

(a) Ayat ini turun di Mekkah.

Sebagai jawaban dari pertanyaan, sehingga pernyataannya disesuaikan dengan pertanyaan. Setelah itu turun beberapa ayat dan Sunnah yang mengharamkan hewan-hewan lain.

(b) Makanan lain yang diharamkan sudah tercakup dalam empat macam yang disebutkan di atas, seperti hewan yang mati tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, semuanya masuk dalam kategori bangkai.

(2) Al-Baghawi menyebutkan bahwa dasar hukum menurut asy-Syafi'i dalam masalah ini adalah:

(a) Jika terdapat perintah untuk membunuh hewan tertentu, seperti lima hewan yang dikategorikan fasik.

(b) Atau terdapat larangan untuk membunuhnya, seperti lebah dan semut.

(c) Atau mayoritas orang Arab memandangnya sebagai hewan yang menjijikkan.

Maka ketiga jenis hewan tersebut di atas masuk dalam kategori hewan yang haram untuk dimakan.

(3) Adapun makanan lain yang diharamkan oleh sunnah banyak macamnya, diantaranya:

(a) Setiap binatang buas yang bertaring. Ini sesuai dengan haditst Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

نَهَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ كُلِّ ذِي نَابٍ مِنْ السِّبَاعِ وَعَنْ كُلِّ ذِي مِخْلَبٍ مِنْ الطَّيْرِ.

“Rasulullah ﷺ melarang (memakan) semua binatang buas yang bertaring, dan burung yang bercakar.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

(b) Daging keledai jinak.

Berdasarkan hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

لَمَّا كَانَ يَوْمُ خَيْبَرَ, أَمَرَ رَسُولُ اَللَّهِ ﷺ أَبَا طَلْحَةَ, فَنَادَى: إِنَّ اَللَّهَ وَرَسُولَهُ يَنْهَيَانِكُمْ عَنْ لُحُومِ اَلْحُمُرِاَلْأَهْلِيَّةِ, فَإِنَّهَا رِجْسٌ

 “Ketika hari perang Khaibar Rasulullah memerintahkan Abu Thalhah, kemudian beliau berseru, “Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya melarang kalian sekalian memakan daging keledai karena ia kotor.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

(c) Al-Habaits (hewan yang buruk dan menjijikan).

Ini mencakup semua binatang melata yang menjijikan seperti kecoa, lipan, kaki seribu, ulat, kalajengking, ular, ulat, tokek, tikus dan lain lain.

(d) Katak, Burung Hud-hud, Burung Shurad dan semut.

Ini berdasarkan hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya,

أن رسول الله صلى الله عليه وسلم نهى عن قتلِ الصُّرَدِ، و الضُّفدَعِ، و النَّملةِ، و الهُدهُدِ.

“Rasulullah melarang untuk membunuh Burung Shurad, katak, semut dan Burung Hud-hud.” (HR. Ibnu Majah. Hadits Shahih.)

 

***

Karawang, Selasa, 22 Agustus 2023

KARYA TULIS