Tafsir An-Najah (Qs. 6:148-150) Kesalahpahaman Memahami Takdir

سَیَقُولُ ٱلَّذِینَ أَشۡرَكُوا۟ لَوۡ شَاۤءَ ٱللَّهُ مَاۤ أَشۡرَكۡنَا وَلَاۤ ءَابَاۤؤُنَا وَلَا حَرَّمۡنَا مِن شَیۡءࣲۚ كَذَ ٰلِكَ كَذَّبَ ٱلَّذِینَ مِن قَبۡلِهِمۡ حَتَّىٰ ذَاقُوا۟ بَأۡسَنَاۗ قُلۡ هَلۡ عِندَكُم مِّنۡ عِلۡمࣲ فَتُخۡرِجُوهُ لَنَاۤۖ إِن تَتَّبِعُونَ إِلَّا ٱلظَّنَّ وَإِنۡ أَنتُمۡ إِلَّا تَخۡرُصُونَ
“Orang-orang yang mempersekutukan Tuhan, akan mengatakan: “Jika Allah menghendaki, niscaya kami dan bapak-bapak kami tidak mempersekutukan-Nya dan tidak (pula) kami mengharamkan barang sesuatu apapun.” Demikian pulalah orang-orang sebelum mereka telah mendustakan (para rasul) sampai mereka merasakan siksaan Kami. Katakanlah: “Adakah kamu mempunyai sesuatu pengetahuan sehingga dapat kamu mengemukakannya kepada Kami?” Kamu tidak mengikuti kecuali persangkaan belaka, dan kamu tidak lain hanyalah berdusta.”
(Qs. al-An'am: 148)
Pelajaran (1) Persesuaian Ayat
(1) Pada ayat yang lalu, Allah menceritakan keadaan kaum musyrikin yang membuat hukum sendiri dengan menghalalkan dan mengharamkan sesuatu tanpa didasari ilmu yang bisa dipertanggungjawabkan, baik dari akal maupun dari teks-teks kitab suci. Maka, pada ayat ini Allah menjelaskan alasan mereka melakukan kesyirikan. Mereka menisbatkan itu semuanya kepada Allah, dengan mengatakan bahwa Allah lah yang menghendaki mereka berbuat syirik. Allah membantah kesalahpahaman tersebut dengan menyebutkan dalil yang tidak terbantahkan oleh mereka.
(2) Ath-Thanthawi menjelaskan bahwa ayat ini memaparkan syubhat klasik yang sering dikatakan para penentang rasul semenjak dahulu hingga zaman nabi Muhammad ﷺ. Syubhat ini juga sering diungkap oleh para pelaku maksiat pada zaman sekarang. Mereka selalu menisbatkan kepada taqdir Allah di dalam melakukan kemaksiatan. Pada ayat ini, Allah membantah syubhat tersebut.
Pelajaran (2) Perkataan Kaum Musyrikin
سَیَقُولُ ٱلَّذِینَ أَشۡرَكُوا۟ لَوۡ شَاۤءَ ٱللَّهُ مَاۤ أَشۡرَكۡنَا وَلَاۤ ءَابَاۤؤُنَا وَلَا حَرَّمۡنَا مِن شَیۡ
“Orang-orang yang mempersekutukan Tuhan, nanti akan mengatakan, ‘Jika Allah menghendaki, niscaya kami dan bapak-bapak kami tidak mempersekutukan-Nya dan tidak (pula) kami mengharamkan barang sesuatu apa pun’.”
(1) Ayat ini menunjukkan mukjizat al-Qur'an karena mengabarkan tentang hal gaib dan perkataan yang akan diucapkan oleh kaum musyrikin di masa depan.
(2) Yang dimaksud dengan orang-orang musyrik di sini adalah orang-orang musyrik Mekkah.
(3) Perkataan mereka, “Jika Allah menghendaki…” adalah alasan kaum musyrikin untuk melakukan perbuatan syirik. Seakan ingin menyatakan bahwa perbuatan syirik tersebut dibenarkan oleh Allah. Jadi, mereka merasa tidak bersalah dengan kesyirikan mereka. Pernyataan seperti ini tidak bisa dibenarkan dengan dua alasan, yaitu:
(a) Karena perbuatan syirik adalah pilihan mereka sendiri dan Allah tidak memerintahkannya. Justru, sebaliknya Allah sangat keras melarang segala bentuk kesyirikan karena hal itu termasuk dosa besar yang tidak diampuni oleh Allah.
(b) Tugas manusia adalah melaksanakan perintah Allah dan menjauhi segala larangan. Bukan tugas dan kapasitas manusia untuk membuat perkiraan tentang hal-hal gaib yang tidak mereka ketahui.
(4) Menurut al-Qurthubi, perkataan mereka ini hanya bertujuan untuk mengolok-ngolok saja. Tidak diucapkan untuk mengagungkan Allah, dan di saat yang sama mereka tidak mau mencari kebenaran.
(5) Menurut al-Alusi bahwa yang mereka katakan ini tujuannya bukan untuk meminta maaf atas perbuatan syirik yang mereka lakukan, karena bagi mereka kesyirikan adalah sesuatu yang baik. Tujuannya ingin menyatakan bahwa perbuatan syirik itu atas kehendak dan izin dari Allah dan setiap yang diizinkan Allah, pasti mendapatkan ridha-Nya.
(6) Yang dimaksud perkataan mereka, “Tidak pula kami mengharamkan dalam suatu apapun” adalah mereka mengharamkan hewan ternak yang mereka sebut: bahirah, saibah, washilah dan ham, sebagaimana yang disebutkan dalam surat al-Maidah ayat 103.
7. Isi pesan dalam ayat ini mirip dengan isi pesan Allah dalam beberapa firman-Nya, diantaranya:
(a) Firman-Nya,
وَقَالَ ٱلَّذِینَ أَشۡرَكُوا۟ لَوۡ شَاۤءَ ٱللَّهُ مَا عَبَدۡنَا مِن دُونِهِۦ مِن شَیۡءࣲ نَّحۡنُ وَلَاۤ ءَابَاۤؤُنَا وَلَا حَرَّمۡنَا مِن دُونِهِۦ مِن شَیۡءࣲۚ كَذَ ٰلِكَ فَعَلَ ٱلَّذِینَ مِن قَبۡلِهِمۡۚ فَهَلۡ عَلَى ٱلرُّسُلِ إِلَّا ٱلۡبَلَـٰغُ ٱلۡمُبِینُ
“Dan berkatalah orang-orang musyrik: “Jika Allah menghendaki, niscaya kami tidak akan menyembah sesuatu apapun selain Dia, baik kami maupun bapak-bapak kami, dan tidak pula kami mengharamkan sesuatupun tanpa (izin)-Nya.” Demikianlah yang diperbuat orang-orang sebelum mereka; maka tidak ada kewajiban atas para rasul, selain dari menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.” (Qs. an-Nahl: 35)
(b) Firman-Nya,
وَقَالُوا۟ لَوۡ شَاۤءَ ٱلرَّحۡمَـٰنُ مَا عَبَدۡنَـٰهُمۗ مَّا لَهُم بِذَ ٰلِكَ مِنۡ عِلۡمٍۖ إِنۡ هُمۡ إِلَّا یَخۡرُصُونَ
“Dan mereka berkata: “Jikalau Allah Yang Maha Pemurah menghendaki tentulah kami tidak menyembah mereka (malaikat).” Mereka tidak mempunyai pengetahuan sedikitpun tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga belaka.” (Qs. az-Zukhruf: 20)
Pelajaran (3) Mereka Hanya Memperkirakan
كَذَ ٰلِكَ كَذَّبَ ٱلَّذِینَ مِن قَبۡلِهِمۡ حَتَّىٰ ذَاقُوا۟ بَأۡسَنَاۗ قُلۡ هَلۡ عِندَكُم مِّنۡ عِلۡمࣲ فَتُخۡرِجُوهُ لَنَاۤۖ إِن تَتَّبِعُونَ إِلَّا ٱلظَّنَّ وَإِنۡ أَنتُمۡ إِلَّا تَخۡرُصُونَ
“Demikian pulalah orang-orang sebelum mereka telah mendustakan (para rasul) sampai mereka merasakan siksaan Kami. Katakanlah: “Adakah kamu mempunyai sesuatu pengetahuan sehingga dapat kamu mengemukakannya kepada Kami?” Kamu tidak mengikuti kecuali persangkaan belaka, dan kamu tidak lain hanyalah berdusta.”
(1) Firman-Nya,
كَذَلِكَ كَذَّبَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ
“Demikian pula-lah orang-orang sebelum mereka telah mendustakan (para rasul).”
(a) Maksudnya sebagaimana pendustaan yang dilakukan kaum musyrikin Mekkah kepada apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad ﷺ, demikian juga orang-orang sebelum mereka juga mendustakan para nabi sehingga Allah menimpakan kepada mereka adzab di dunia sebelum akhirat. Seandainya apa yang mereka lakukan itu benar, tentunya Allah tidak akan mengadzab mereka. Adapun sebagian dari mereka tidak terkena adzab Allah, hal itu menunjukkan bahwa Allah memberikan kesempatan bagi mereka untuk bertaubat, bukan menunjukkan keridhaan Allah terhadap perbuatan mereka. Buktinya jika waktu penangguhan yang diberikan habis, maka Allah akan menurunkan siksa-Nya kepada mereka.
(b) Ibnu Katsir menyatakan bahwa orang-orang terdahulu juga tersesat karena syubhat seperti ini. Seandainya hujjah mereka benar, tentunya Allah tidak akan mengadzab dan membinasakan mereka serta menurunkan kepada kaum musyrikin siksaan yang pedih.
(2) Firman-Nya,
قُلۡ هَلۡ عِندَكُم مِّنۡ عِلۡمࣲ فَتُخۡرِجُوهُ لَنَاۤۖ إِن تَتَّبِعُونَ إِلَّا ٱلظَّنَّ وَإِنۡ أَنتُمۡ إِلَّا تَخۡرُصُونَ
“Katakanlah: “Adakah kamu mempunyai sesuatu pengetahuan sehingga dapat kamu mengemukakannya kepada Kami?” Kamu tidak mengikuti kecuali persangkaan belaka, dan kamu tidak lain hanyalah berdusta.”
(a) Ini berfungsi sebagai bentuk koreksi dalam berpikir sekaligus kecaman atas perbuatan buruk yang mereka lakukan.
(b) Menurut Ibnu Katsir maksudnya, “Jika kalian mempunyai ilmu bahwa Allah ridha dengan apa yang kalian perbuat, maka keluarkanlah bukti itu.”
(c) Menurut Syaukani tujuan ayat ini adalah membungkam mereka. Karena Allah telah mengetahui bahwa mereka tidak mempunyai hujjah sama sekali. Kemudian setelah itu, Allah menjelaskan bahwa mereka hanyalah mengikuti praduga belaka.
Pelajaran (4) Hujjah Balighah
قُلۡ فَلِلَّهِ ٱلۡحُجَّةُ ٱلۡبَـٰلِغَةُۖ فَلَوۡ شَاۤءَ لَهَدَىٰكُمۡ أَجۡمَعِینَ
“Katakanlah: “Allah mempunyai hujjah yang jelas lagi kuat; maka jika Dia menghendaki, pasti Dia memberi petunjuk kepada kamu semuanya”.” (Qs. al-An'am: 149)
(1) Ayat ini merupakan penegasan kembali apa yang sudah disamakan pada sebelumnya, yaitu kaum musyrikin tidak mempunyai hujjah yang kuat atas perbuatan syirik mereka. Oleh karena itu, pada ayat ini perlu disampaikan bahwa Allah mempunyai hujjah yang kuat terhadap kesalahan mereka.
(2) Menurut al-Qurthubi bahwa yang dimaksud dengan (ٱلۡحُجَّةُ ٱلۡبَـٰلِغَةُۖ) di sini adalah bukti yang menghilangkan keraguan, dan berisi antara lain: bahwa Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa, Dia mengutus para rasul dan nabi untuk menjelaskan tentang ke-Esaan Allah dengan cara melihat alam semesta ini dengan segala isinya. Dia juga memperkuat para rasul tersebut dengan mukjizat-mukjizat untuk membuktikan kebenaran apa yang mereka sampaikan. Adapun terkait dengan ilmu Allah dan kehendak-Nya, maka itu adalah sesuatu yang masih ghaib, tidak ada yang mengetahuinya kecuali para rasul yang dipilih-Nya.
(3) Ath-Thanthawi menambahkan tentang pengertian (ٱلۡحُجَّةُ ٱلۡبَـٰلِغَةُۖ) yaitu hujjah yang sangat tinggi kekuatan dan kualitasnya, bahkan pada derajat kesempurnaan sehinga dengan mudah mampu membantah hujjah lawan bicara dan mampu menghilangkan keraguan yang menyelimutinya.
4. Sementara Ibnu Katsir menafsirkan (ٱلۡحُجَّةُ ٱلۡبَـٰلِغَةُۖ)
Yaitu hujjah yang jelas dan kuat dalam memberikan petunjuk kepada orang yang ditunjuki-Nya dan menyesatkan orang yang disesatkan-Nya.
Pelajaran (5) Hidup adalah Ujian
فَلَوۡ شَاۤءَ لَهَدَىٰكُمۡ أَجۡمَعِینَ
“Jika Allah berkehendak, maka Dia akan memberikan hidayah kepada kalian semua.”
(1) Dalam kenyataannya Allah tidak berkehendak demikian, tetapi Allah berkehendak menciptakan manusia, dan memberikan kepada mereka bekal pendengaran, mata dan hati untuk memilih beriman atau menjadi kafir. Allah menjanjikan kepada orang beriman pahala dan surga, dan mengancam kepada orang kafir siksa dan api neraka.
(2) Berkata al-Baghawi, “Hal ini menunjukan bahwa Allah tidak berkehendak orang kafir itu beriman, karena kalau Dia berkehndak pasti akan diberikan kepadanya hidayah.”
(3) Ini sekaligus sebagai bantahan atas pernyataan kaum musyrikin, “Jika Allah menghendaki, niscaya kami dan bapak-bapak kami tidak mempersekutukan-Nya dan tidak (pula) kami mengharamkan barang sesuatu apa pun.”
Dari sini, bisa dikatakan bahwa Allah tidak memaksa seseorang untuk menjadi orang beriman atau menjadi orang musyrik. Tetapi yang ada bahwa Allah memberikan kemudahan bagi yang ingin mencari hidayah. Begitu juga sebaliknya, akan memberikan jalan bagi yang ingin menjadi orang sesat. Ini sesuai dengan firman-Nya,
فَأَمَّا مَنۡ أَعۡطَىٰ وَٱتَّقَىٰ ۞ وَصَدَّقَ بِٱلۡحُسۡنَىٰ ۞ فَسَنُیَسِّرُهُۥ لِلۡیُسۡرَىٰ ۞ وَأَمَّا مَنۢ بَخِلَ وَٱسۡتَغۡنَىٰ ۞ وَكَذَّبَ بِٱلۡحُسۡنَىٰ ۞ فَسَنُیَسِّرُهُۥ لِلۡعُسۡرَىٰ ۞
“Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah, Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar.” (Qs. al-Lail: 5-10)
(1) Ibnu Katsir menafsirkan firman Allah,
“Jika Dia menghendaki, pasti Dia memberi petunjuk kepada kalian semuanya”
Bahwa semuanya itu terjadi dengan takdir, kehendak, dan pilihan-Nya. Walaupun demikian, Dia ridha kepada orang-orang mukmin dan murka terhadap orang-orang kafir.
Ini sesuai dengan beberapa ayat lain, yaitu:
(a) Firman-Nya,
وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَمَعَهُمْ عَلَى الْهُدَى
“Kalau Allah menghendaki tentu saja Allah menjadikan mereka semua dalam petunjuk.” (Qs. al-An'am: 35)
(b) Juga firman-Nya,
وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لآمَنَ مَنْ فِي الأرْضِ
“Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi.” (Qs. Yunus: 99)
(c) Juga firman-Nya,
وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلا يَزَالُونَ مُخْتَلِفِينَ إِلا مَنْ رَحِمَ رَبُّكَ وَلِذَلِكَ خَلَقَهُمْ وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ لأمْلأنَّ جَهَنَّمَ مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
“Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu. Dan untuk itulah Allah menciptakan mereka. Kalimat Tuhanmu (keputusanNya) telah ditetapkan: sesungguhnya Aku akan memenuhi neraka Jahannam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya.” (Qs. Hud: 118-119)
Pelajaran (6) Menghadirkan Saksi
قُلۡ هَلُمَّ شُهَدَاۤءَكُمُ ٱلَّذِینَ یَشۡهَدُونَ أَنَّ ٱللَّهَ حَرَّمَ هَـٰذَاۖ فَإِن شَهِدُوا۟ فَلَا تَشۡهَدۡ مَعَهُمۡۚ وَلَا تَتَّبِعۡ أَهۡوَاۤءَ ٱلَّذِینَ كَذَّبُوا۟ بِـَٔایَـٰتِنَا وَٱلَّذِینَ لَا یُؤۡمِنُونَ بِٱلۡـَٔاخِرَةِ وَهُم بِرَبِّهِمۡ یَعۡدِلُونَ
“Katakanlah: “Bawalah kemari saksi-saksi kamu yang dapat mempersaksikan bahwasanya Allah telah mengharamkan (makanan yang kamu) haramkan ini” Jika mereka mempersaksikan, maka janganlah kamu ikut pula menjadi saksi bersama mereka; dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, dan orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, sedang mereka mempersekutukan Tuhan mereka.” (Qs. al-An'am: 150)
(1) Kata (هَلُمَّ) menurut penduduk Hijaz (Mekkah dan Madinah) adalah ungkapan untuk mengajak kepada sesuatu. Bisa digunakan untuk satu orang atau lebih, untuk laki-laki maupun perempuan.
(2) Permintaan untuk mendatangkan para saksi dari kalangan mereka bertujuan untuk menghinakan mereka serta memaksa mereka untuk menerima hujjah yang kuat ini.
(3) Juga untuk menunjukkan bahwa sebenarnya mereka itu tidak mempunyai dasar ilmu yang benar, seakan-akan mereka adalah orang-orang yang sekedar ikut-ikutan.
Pelajaran (7) Persaksian Palsu
فَإِن شَهِدُوا۟ فَلَا تَشۡهَدۡ مَعَهُمۡۚ وَلَا تَتَّبِعۡ أَهۡوَاۤءَ ٱلَّذِینَ كَذَّبُوا۟ بِـَٔایَـٰتِنَا وَٱلَّذِینَ لَا یُؤۡمِنُونَ بِٱلۡـَٔاخِرَةِ وَهُم بِرَبِّهِمۡ یَعۡدِلُون
“Jika mereka mempersaksikan, maka janganlah kamu ikut pula menjadi saksi bersama mereka; dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami, dan orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, sedang mereka mempersekutukan Tuhan mereka.”
(1) Menurut as-Sa'di tidak mungkin orang-orang yang benar dan jujur bersaksi tentang kebenaran perbuatan syirik. Oleh karenanya jika para saksi itu datang maka pasti para saksi yang tidak jujur dan pembohong maka tidak boleh mengikuti persaksian mereka
(2) Di sini Allah melarang nabinya untuk mengikuti orang-orang yang mempunyai tiga sifat:
(a) Mendustakan ayat-ayat Allah.
(b) Tidak beriman kepada hari akhirat.
(c) Mempersekutukan Allah.
Pelajaran (8) Beberapa Faedah dari Ayat
Beberapa pelajaran dari tiga ayat di atas sebagaimana yang disampaikan oleh al-Jazairi adalah sebagai berikut:
(1) Lemahnya penggunaan dalil takdir ketika melakukan maksiat dan terus-menerus di dalamnya.
(2) Tidak ada hujjah yang bisa diterima jika tidak mempunyai dasar ilmu yang benar.
(3) Salah satu hikmah bahwa Allah tidak memberikan hidayah kepada seluruh makhluk-Nya padahal Dia mampu melakukan itu, adalah bahwa tujuan penciptaan manusia dan jin adalah diuji di dalam beribadah kepada Allah.
(4) Disyariatkannya kesaksian dalam Islam dan diperlukannya kehadiran para saksi.
(5) Larangan menerima kesaksian palsu dan diam terhadapnya. Juga larangan mengikuti para hawa nafsu orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah.
***
Karawang, Kamis 24 Agustus 2023
-

Tanya Jawab Aktual Tentang Shalat
Lihat isinya

Tanya Jawab Aktual Tentang Puasa
Lihat isinya » -

Jilbab Menurut Syari'at Islam (Meluruskan Pandangan Prof. DR. Quraish)
Lihat isinya

Halal dan Haram Dalam Pernikahan (Edisi I)
Lihat isinya » -

Halal dan Haram Dalam Pengobatan (Edisi I)
Lihat isinya

Halal dan Haram Dalam Transaksi Keuangan (edisi 1)
Lihat isinya » -

Nasionalisme
Lihat isinya

Panduan Haji dan Umrah
Lihat isinya » -

Mukjizat Al Qur'an Dalam Kesehatan
Lihat isinya

Berobatlah Dengan Yang Halal (edisi 2 Halal Haram Pengobatan)
Lihat isinya » -

Panduan Praktis Menghitung Zakat
Lihat isinya

Halal dan Haram Dalam Makanan
Lihat isinya » -

Waktumu Adalah Hidupmu, Managemen Waktu dalam Islam
Lihat isinya

Satu Jam Bersama Al-Qur'an
Lihat isinya » -

Jual Beli Terlarang
Lihat isinya

Kekuatan Istighfar
Lihat isinya » -

Panduan Praktis Berqurban
Lihat isinya

Al-Quran dan Kesetaraan Gender
Lihat isinya » -

Banyak Jalan Menuju Surga
Lihat isinya

Meniti Tangga-Tangga Kesuksesan
Lihat isinya » -

Fiqih Ta'ziyah
Lihat isinya

Mengenal Ahlus Sunnah wal Jamaah
Lihat isinya » -

Fiqih Wanita Kontemporer
Lihat isinya

Menang Tanpa Perang
Lihat isinya » -

Masuk Surga Bersama Keluarga
Lihat isinya

Mengetuk Pintu Langit
Lihat isinya » -

Membangun Negara dengan Tauhid
Lihat isinya

Fiqih Masjid (Membahas 53 Hukum Masjid)
Lihat isinya » -

Membuka Pintu Langit
Lihat isinya

Kesabaran yang Indah
Lihat isinya » -

Menembus Pintu Langit
Lihat isinya

Pensucian Jiwa
Lihat isinya » -

Tafsir An-Najah: Al-Fatihah
Lihat isinya

Tafsir An-Najah Seri 1: Orang-Orang Munafik dalam Al-Qur'an
Lihat isinya » -

Tafsir An-Najah Seri 2: Kisah Nabi Adam dan Iblis
Lihat isinya

Tafsir An-Najah Seri 3: Kisah Bani Israel
Lihat isinya » -

Tafsir An-Najah Seri 4: Nabi Sulaiman dan Kaum Yahudi
Lihat isinya

Tafsir An-Najah Seri 5: Umat Pertengahan
Lihat isinya » -

Tafsir An-Najah Seri 6: Hukum-hukum Seputar Ibadah
Lihat isinya

Tafsir An-Najah Seri 7: Hukum-hukum Pernikahan & Perceraian
Lihat isinya » -

Tafsir An-Najah Seri 8: Tidak Ada Paksaan dalam Beragama
Lihat isinya

Tafsir An-Najah Seri 9: Agama di Sisi Allah, Islam
Lihat isinya » -

Tafsir An-Najah Seri 10: Keluarga Imran
Lihat isinya

Tafsir An-Najah Seri 11: Sebaik-baik Umat
Lihat isinya » -

Tafsir An-Najah Seri 12: Empat Sifat Muttaqin
Lihat isinya

Tafsir An-Najah Seri 13: Dzikir dan Fikir
Lihat isinya » -

Tafsir An-Najah Seri 14: Membina Generasi Tangguh
Lihat isinya

Tafsir An-Najah Juz 5: Qs. 4: 24-147
Lihat isinya » -

Tafsir An-Najah Juz 6: Qs. 4: 148-176 & Qs. 5: 1-81
Lihat isinya

Tafsir An-Najah Juz 7: Qs. 5: 82-120 & Qs. 6: 1-110
Lihat isinya » -

Tafsir An-Najah Juz 8: Qs. 6: 111-165 & Qs. 7: 1-78
Lihat isinya
Lihat isinya »