Tafsir An-Najah (Qs. 6:151-153) Sepuluh Wasiat Allah (3)

وَأَنَّ هَـٰذَا صِرَ ٰطِی مُسۡتَقِیمࣰا فَٱتَّبِعُوهُۖ وَلَا تَتَّبِعُوا۟ ٱلسُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمۡ عَن سَبِیلِهِۦۚ ذَ ٰلِكُمۡ وَصَّىٰكُم بِهِۦ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ
“Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.”
(Qs. al-An’am: 153)
Wasiat ke-10: Mengikuti Jalan yang Lurus
Pelajaran (1) Jalan yang Lurus
وَأَنَّ هَـٰذَا صِرَ ٰطِی مُسۡتَقِیمࣰا
“Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus.”
(1) As-Sa'di menjelaskan bahwa pada ayat yang lalu, Allah telah menjelaskan urusan-urusan yang besar dan ajaran-ajaran yang penting, seperti larangan berbuat syirik, membunuh anak, berzina dan membunuh jiwa, maka pada ayat ini, Allah menunjukkan suatu hal yang lebih umum dari itu semuanya. Yaitu mengikuti jalan yang lurus.
(2) Kata (صِرَ ٰطِی) artinya “jalan-Ku”, maksudnya adalah al-Qur’an atau Syari’at Islam. Menurut al-Mawardi kedua hal tersebut disebut sebagai jalan, karena keduanya mengantarkan seseorang kepada surga.
(3) Ibnu al-Qayyim menjelaskan hal itu dengan lebih spesifik yaitu bahwa yang dimaksud jalan lurus di sini adalah jalan di mana Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya berjalan di atasnya, atau dengan istilah lainnya sering disebut dengan jalannya para as-salafu as-shalih. Adapun dalilnya adalah,
(a) Firman-Nya,
يس والقُرْآنِ الحكِيمِ إنّكَ لَمِنَ المُرْسَلِينَ عَلى صِراطٍ مُسْتَقِيمٍ
“Yasin. Demi al-Qur’an yang penuh hikmah. Sesungguhnya kamu salah seorang dari rasul-rasul (yang berada) diatas jalan yang lurus.” (Qs. Yasin: 1-4)
(b) Firman-Nya,
وَإنّكَ لَعَلى هُدًى مُسْتَقِيمً
“Sesungguhnya kamu benar-benar berada pada jalan yang lurus.” (Qs. al-Hajj: 67)
(c) Firman-Nya,
إنّكَ لَتهْدِى إلى صِراطٍ مُسْتَقِيمٍ
“Dan sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (Qs. asy-Syura: 52)
Beliau rahimahullah berkata, “Maka barangsiapa yang mengikuti Rasulullah ﷺ dalam perkataan dan perbuatannya, berarti dia berada di atas jalan yang lurus dan termasuk orang yang dicintai oleh Allah dan akan diampuni dosa-dosanya. Sebaliknya barangsiapa yang menyelisihi perkataan dan perbuatan Rasulullah ﷺ, dia dianggap sebagai pelaku bid'ah, dan pengikut jalan syetan serta tidak termasuk dalam golongan orang-orang yang dijanjikan surga, ampunan dan kebaikan.”
(4) Berbeda dengan yang mayoritas ulama, menurut ath-Thabari maksud dari jalan yang lurus di sini adalah wasiat-wasiat yang tersebut pada dua ayat yang lalu.
Menurut hemat penulis, sebenarnya antara dua pendapat tersebut tidaklah bertentangan, karena mayoritas ulama menafsirkan jalan yang lurus dengan ajaran Islam secara umum; sedangkan ath-Thabari menafsirkan dengan pokok-pokok ajaran Islam.
(5) Jalan yang lurus pada ayat di atas sebenarnya adalah jalan yang tersebut di dalam surat al-Fatihah di mana setiap muslim diperintahkan untuk memohon kepada Allah agar ditunjukkan pada jalan yang lurus tersebut. Kemudian jalan lurus ini dimaknai dengan jalannya para nabi, para shiddiqin, para syuhada dan para shalihin. Sebagaimana dalam firman-Nya,
وَمَن یُطِعِ ٱللَّهَ وَٱلرَّسُولَ فَأُو۟لَـٰۤىِٕكَ مَعَ ٱلَّذِینَ أَنۡعَمَ ٱللَّهُ عَلَیۡهِم مِّنَ ٱلنَّبِیِّـۧنَ وَٱلصِّدِّیقِینَ وَٱلشُّهَدَاۤءِ وَٱلصَّـٰلِحِینَۚ وَحَسُنَ أُو۟لَـٰۤىِٕكَ رَفِیقࣰا
“Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(-Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin[314], orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang shalih. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (Qs. an-Nisa': 69)
Pelajaran (2) Larangan Mengikuti Aliran-aliran Sesat
وَلا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ
“Dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain).”
(1) Setelah memerintahkan umat Islam untuk mengikuti jalan yang lurus maka diikuti dengan larangan mengikuti jalannya orang-orang yang sesat. Menurut surat al-Fatihah yaitu jalan-jalan orang-orang yang dimurkai oleh Allah (Yahudi) dan orang-orang yang sesat (Nasrani).
(2) Menurut al-Mawardi ada tiga pendapat dalam menafsirkan (السُّبُلَ) pada ayat di atas, sebagai berikut:
(a) Maksudnya adalah kitab-kitab suci sebelum turunnya al-Qur’an.
(b) Maksudnya adalah agama-agama terdahulu yang datang sebelum Islam.
(c) Maksudnya adalah aliran-aliran dan paham-paham yang sesat.
(3) Semua pendapat yang disebutkan oleh al-Mawardi di atas, dirangkum oleh Ibnu Athiyah dengan mengatakan bahwa jalan yang dilarang pada ayat di atas, mencakup agama Yahudi, Nasrani, Majusi, seluruh aliran sesat, dan kelompok ahli bid'ah, serta kelompok-kelompok yang berlebihan di dalam mempelajari ilmu kalam dan perdebatan. Karena semuanya itu akan sirna dan lenyap.
Maksud sirna dan lenyap di sini adalah tidaklah langgeng. Jalan tersebut akan ditinggalkan orang dan dikalahkan oleh jalan kebenaran yang akan tetap eksis sampai akhir zaman.
(c) Al-Qurthubi di dalam tafsirnya telah menjelaskan secara panjang lebar tentang kewajiban mengikuti jalan yang lurus ini dan haramnya mengikuti jalan-jalan kesesatan. Beliau menyebutkan dalil-dalil dari al-Qur’an, as-sunnah dan perkataan para ulama, silahkan dirujuk ke buku tersebut. Di sini penulis hanya menyebutkan beberapa dalil dari as-sunnah yang sering disebut oleh para ulama, diantaranya adalah:
(a) Haditst ‘Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
خَطَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطًّا بِيَدِهِ، ثُمَّ قَالَ: “هَذَا سَبِيل اللَّهِ مُسْتَقِيمًا”. وَخَطَّ عَلَى يَمِينِهِ وَشِمَالِهِ، ثُمَّ قَالَ: “هَذِهِ السُّبُل لَيْسَ مِنْهَا سَبِيلٌ إِلَّا عَلَيْهِ شَيْطَانٌ يَدْعُو إِلَيْهِ”. ثُمَّ قَرَأَ: {وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ}
Bahwa Rasulullah ﷺ membuat sebuah garis dengan tangannya (di tanah), kemudian bersabda: “Ini jalan Allah yang lurus.” Lalu beliau membuat garis di sebelah kanan dan kirinya, kemudian bersabda, “Ini jalan-jalan lain, tiada suatu jalan pun darinya melainkan terdapat setan yang menyerukan kepadanya.” Kemudian Rasulullah membacakan firman-Nya: ‘Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kalian dari jalanNya.’ (Qs. al-An'am: 153)” (HR. Ahmad, an-Nasa'i, dan Hakim, beliau berkata bahwa hadits ini shahih, tetapi keduanya (al-Bukhari dan Muslim) tidak mengetengahkannya. Berkata Ahmad Syakir, ‘Sanadnya Shahih.’)
(d) Hadits Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
وَعَظَنَا رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم مَوْعِظَةً وَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُبُ, وَذَرَفَتْ مِنْهِا الْعُيُونُ, فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللهِ, كَأَنَّهَا مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ, فَأَوْصِنَا, قَالَ:” أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّوَجَلَّ, وَالسَّمْعِ وَالطَّاعةِ, وَإِنْ تَأَمَّرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ, فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلاَفًا كَثِيْرًا, فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّينَ, عَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ, وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ, فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةً ضَلاَلَةٌ.” رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ, وَقَالَ:حَدِيْثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ.
“Rasulullah ﷺ pernah memberikan nasehat kepada kami dengan sebuah nasehat yang menyebabkan hati bergetar dan air mata berlinang, lalu kami berkata: ‘Ya Rasulullah, seakan-akan ini adalah nasehat orang yang akan berpisah, maka berilah kami wasiat! Beliau bersabda: “Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, mendengar dan taat (kepada penguasa) meskipun kalian diperintah oleh seorang budak Habasyi. Dan sesungguhnya siapa di antara kalian yang masih hidup sepeninggalku niscaya ia akan melihat perselisihan yang banyak. Maka wajib atas kalian untuk berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah para khulafaur rasyidin yang mendapatkan petunjuk. Gigitlah sunnah tersebut dengan gigi geraham kalian, dan hati-hatilah kalian dari perkara yang diada-adakan, karena setiap bid`ah adalah sesat.” (HR. at-Tirmidzi dan dia berkata bahwa hadits ini hasan shahih.)
Pelajaran (3) Jangan Berpecah Belah
فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ
“Karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya.”
(1) Mengikuti aliran-aliran sesat akan menyebabkan umat ini akan terpecah belah dan jauh dari jalan Allah yang lurus. Selain ayat ini, terdapat ayat-ayat lain yang memberikan pesan yang sama, diantaranya adalah:
(a) Firman-Nya,
وَلَا تَكُونُوا۟ كَٱلَّذِینَ تَفَرَّقُوا۟ وَٱخۡتَلَفُوا۟ مِنۢ بَعۡدِ مَا جَاۤءَهُمُ ٱلۡبَیِّنَـٰتُۚ وَأُو۟لَـٰۤىِٕكَ لَهُمۡ عَذَابٌ عَظِیمࣱ
“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat.” (Qs. Ali 'Imran: 105)
(b) Firman-Nya,
مُنِیبِینَ إِلَیۡهِ وَٱتَّقُوهُ وَأَقِیمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَلَا تَكُونُوا۟ مِنَ ٱلۡمُشۡرِكِینَ ۞ مِنَ ٱلَّذِینَ فَرَّقُوا۟ دِینَهُمۡ وَكَانُوا۟ شِیَعࣰاۖ كُلُّ حِزۡبِۭ بِمَا لَدَیۡهِمۡ فَرِحُونَ ۞
“Dengan kembali bertaubat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.” (Qs. ar-Rum: 31- 32)
(2) Pada ayat di atas disebutkan bahwa jalan Allah itu satu, sedangkan jalan lainnya banyak dan terpecah belah. Hal itu, menurut Ibnu Katsir karena kebenaran itu satu, sedangkan kesesatan itu banyak dan bercabang-cabang. Ini sesuai dengan firman-Nya,
اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آمَنُوا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُمْ مِنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ أُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (Qs. al-Baqarah: 257)
(3) Hal yang sama juga disampaikan oleh Ibnu Al al-Qayyim, bahwa jalan yang menuju Allah hanyalah satu yaitu: jalan di mana Allah mengutus para rasul dan menurunkan kitab kepada mereka. Tidaklah seorang pun bisa sampai kepada Allah, kecuali melalui jalan ini. Walaupun semua manusia mencari jalan selainnya dan berusaha membuka seluruh jalan dan pintu, maka semua jalan itu akan tertutup dan pintu-pintu itu akan terkunci, kecuali jalan yang satu ini. Inilah jalan yang akan mengantarkan kepada jalan Allah.
Pertanyaannya, apakah hal ini bertentangan dengan firman Allah yang menunjukkan bahwa jalan menuju Allah itu banyak, sebagaimana dalam firman-Nya,
قَدۡ جَاۤءَكُم مِّنَ ٱللَّهِ نُورࣱ وَكِتَـٰبࣱ مُّبِینࣱ ۞ یَهۡدِی بِهِ ٱللَّهُ مَنِ ٱتَّبَعَ رِضۡوَ ٰنَهُۥ سُبُلَ ٱلسَّلَـٰمِ وَیُخۡرِجُهُم مِّنَ ٱلظُّلُمَـٰتِ إِلَى ٱلنُّورِ بِإِذۡنِهِۦ وَیَهۡدِیهِمۡ إِلَىٰ صِرَ ٰطࣲ مُّسۡتَقِیمࣲ ۞
“Hai Ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepadamu Rasul Kami, menjelaskan kepadamu banyak dari isi Al Kitab yang kamu sembunyi kan, dan banyak (pula yang) dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan Kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keredhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus.” (Qs. al-Ma'idah: 15-16)
Ayat di atas menyebutkan bahwa jalan menuju ridha Allah tidak hanya satu, tetapi beragam.
Jawabannya bahwa jalan-jalan yang dimaksud pada ayat di atas terkumpul dalam satu jalan ini. Ibaratnya seperti gang-gang dan jalan-jalan kecil dan bercabang tetapi muaranya kepada jalan utama. Inilah yang disebut dengan cabang-cabang keimanan yang terkumpul dalam satu iman. Ini juga seperti ranting, dahan dan cabang dari sebuah pohon yang besar.
(5) Untuk lebih jelasnya, penulis berikan contoh bahwa jalan menuju ridha Allah itu banyak dan beragam, seperti: shalat, puasa, zakat, haji, sedekah, silaturahim, membantu orang lain, berbakti kepada kedua orang tua, mempelajari ilmu agama, membaca dan menghafal al-Qur’an dan lain sebagainya. Kesemuanya akan membawa seseorang menuju ridha Allah. Atau dengan kata lain bahwa untuk masuk surga jalannya sangat banyak dan beragam. Penulis juga menulis buku dengan judul 'Banyak Jalan Menuju Surga'. Dalam buku tersebut, penulis sebutkan 30 jalan menuju surga atau dalam bahasa al-Qur’an adalah menuju ridha Allah. Tetapi semua jalan dan pintu yang disebutkan di atas itu, bermuara pada satu hal yang besar yaitu tauhid atau hanya menyembah kepada Allah, dan tidak menyekutukan-Nya dengan suatu apapun juga.
Pelajaran (4) Penutup Ayat
(1) Ibnu Athiyah secara apik telah menjelaskan perbedaan penutupan pada tiga ayat di atas, yaitu bahwa pada ayat 151, disebutkan “supaya kalian berakal”, karena orang-orang yang berakal tidak akan melakukan lima hal yang terlarang dalam ayat itu. Kemudian pada ayat 152 disebutkan “supaya kalian selalu ingat”, karena di dalamnya banyak godaan syahwat dan hawa nafsu, walaupun seseorang telah menggunakan akalnya, tetapi kalau tidak selalu mengingatkan diri, akan terjatuh pada empat larangan pada ayat tersebut.
Kemudian pada ayat 153 disebutkan, “supaya kalian menjadi orang-orang bertaqwa”, karena tidak ada yang mampu berjalan di atas jalan yang lurus secara sempurna, kecuali orang-orang berusaha menggapai keutamaan-keutamaan. Derajat seperti ini tidak bisa dicapai kecuali orang-orang yang bertakwa.
2. Berbeda dengan Ibnu Athiyah, justru ar-Razi cenderung untuk mengatakan bahwa penutupan ayat 151 'supaya kalian berakal', karena lima perintah yang terdapat pada ayat ini, semuanya adalah masalah yang sangat jelas dan gamblang, maka seharusnya bisa dipahami oleh orang-orang yang berakal. Sedangkan pada penutupan ayat 152 'supaya kalian menjadi orang yang ingat', karena empat perintah yang terdapat pada ayat ini, semuanya bersifat samar dan belum jelas batasannya, makanya harus dipelajari lebih mendalam dan serius. Dan seperti ini diperlukan ijtihad dan pengulangan secara terus-menerus. Wallahu a'lam.
***
Karawang, Ahad, 27 Agustus 2023
-

Tanya Jawab Aktual Tentang Shalat
Lihat isinya

Tanya Jawab Aktual Tentang Puasa
Lihat isinya » -

Jilbab Menurut Syari'at Islam (Meluruskan Pandangan Prof. DR. Quraish)
Lihat isinya

Halal dan Haram Dalam Pernikahan (Edisi I)
Lihat isinya » -

Halal dan Haram Dalam Pengobatan (Edisi I)
Lihat isinya

Halal dan Haram Dalam Transaksi Keuangan (edisi 1)
Lihat isinya » -

Nasionalisme
Lihat isinya

Panduan Haji dan Umrah
Lihat isinya » -

Mukjizat Al Qur'an Dalam Kesehatan
Lihat isinya

Berobatlah Dengan Yang Halal (edisi 2 Halal Haram Pengobatan)
Lihat isinya » -

Panduan Praktis Menghitung Zakat
Lihat isinya

Halal dan Haram Dalam Makanan
Lihat isinya » -

Waktumu Adalah Hidupmu, Managemen Waktu dalam Islam
Lihat isinya

Satu Jam Bersama Al-Qur'an
Lihat isinya » -

Jual Beli Terlarang
Lihat isinya

Kekuatan Istighfar
Lihat isinya » -

Panduan Praktis Berqurban
Lihat isinya

Al-Quran dan Kesetaraan Gender
Lihat isinya » -

Banyak Jalan Menuju Surga
Lihat isinya

Meniti Tangga-Tangga Kesuksesan
Lihat isinya » -

Fiqih Ta'ziyah
Lihat isinya

Mengenal Ahlus Sunnah wal Jamaah
Lihat isinya » -

Fiqih Wanita Kontemporer
Lihat isinya

Menang Tanpa Perang
Lihat isinya » -

Masuk Surga Bersama Keluarga
Lihat isinya

Mengetuk Pintu Langit
Lihat isinya » -

Membangun Negara dengan Tauhid
Lihat isinya

Fiqih Masjid (Membahas 53 Hukum Masjid)
Lihat isinya » -

Membuka Pintu Langit
Lihat isinya

Kesabaran yang Indah
Lihat isinya » -

Menembus Pintu Langit
Lihat isinya

Pensucian Jiwa
Lihat isinya » -

Tafsir An-Najah: Al-Fatihah
Lihat isinya

Tafsir An-Najah Seri 1: Orang-Orang Munafik dalam Al-Qur'an
Lihat isinya » -

Tafsir An-Najah Seri 2: Kisah Nabi Adam dan Iblis
Lihat isinya

Tafsir An-Najah Seri 3: Kisah Bani Israel
Lihat isinya » -

Tafsir An-Najah Seri 4: Nabi Sulaiman dan Kaum Yahudi
Lihat isinya

Tafsir An-Najah Seri 5: Umat Pertengahan
Lihat isinya » -

Tafsir An-Najah Seri 6: Hukum-hukum Seputar Ibadah
Lihat isinya

Tafsir An-Najah Seri 7: Hukum-hukum Pernikahan & Perceraian
Lihat isinya » -

Tafsir An-Najah Seri 8: Tidak Ada Paksaan dalam Beragama
Lihat isinya

Tafsir An-Najah Seri 9: Agama di Sisi Allah, Islam
Lihat isinya » -

Tafsir An-Najah Seri 10: Keluarga Imran
Lihat isinya

Tafsir An-Najah Seri 11: Sebaik-baik Umat
Lihat isinya » -

Tafsir An-Najah Seri 12: Empat Sifat Muttaqin
Lihat isinya

Tafsir An-Najah Seri 13: Dzikir dan Fikir
Lihat isinya » -

Tafsir An-Najah Seri 14: Membina Generasi Tangguh
Lihat isinya

Tafsir An-Najah Juz 5: Qs. 4: 24-147
Lihat isinya » -

Tafsir An-Najah Juz 6: Qs. 4: 148-176 & Qs. 5: 1-81
Lihat isinya

Tafsir An-Najah Juz 7: Qs. 5: 82-120 & Qs. 6: 1-110
Lihat isinya » -

Tafsir An-Najah Juz 8: Qs. 6: 111-165 & Qs. 7: 1-78
Lihat isinya
Lihat isinya »