Tafsir An-Najah (Qs. 6:154-157) Kitab yang Penuh Berkah

ثُمَّ ءَاتَیۡنَا مُوسَى ٱلۡكِتَـٰبَ تَمَامًا عَلَى ٱلَّذِیۤ أَحۡسَنَ وَتَفۡصِیلࣰا لِّكُلِّ شَیۡءࣲ وَهُدࣰى وَرَحۡمَةࣰ لَّعَلَّهُم بِلِقَاۤءِ رَبِّهِمۡ یُؤۡمِنُونَ
“Kemudian Kami telah memberikan al-Kitab (Taurat) kepada Musa untuk menyempurnakan (nikmat Kami) kepada orang yang berbuat kebaikan, dan untuk menjelaskan segala sesuatu dan sebagai petunjuk dan rahmat, agar mereka beriman (bahwa) mereka akan menemui Tuhan mereka.”
(Qs. al-An'am: 154)
Pelajaran (1) Persesuaian Ayat
ثُمَّ ءَاتَیۡنَا مُوسَى ٱلۡكِتَـٰبَ
(1) Ath-Thabari berpendapat bahwa ayat ini adalah lanjutan dari ayat sebelumnya, yaitu firman-Nya,
قُلۡ تَعَالَوۡا۟ أَتۡلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمۡ عَلَیۡكُمۡۖ
Maknanya, “Kemudian katakanlah wahai Muhammad bahwa kami juga menurunkan kitab kepada Musa…”
Ibnu Jauzi juga menukil pendapat seperti ini dari az-Zujaj.
Sayangnya, pendapat ini dibantah oleh Ibnu Katsir, karena huruf (ثُمَّ) bukan untuk tartib (urutan), tetapi untuk meng-athafkan berita setelah berita. Hal yang sama, disampaikan juga oleh as-Suyuti dalam al-Iklil, sebagaimana yang dinukil oleh al-Qasimi.
Alasannya jelas, bahwa Nabi Musa datang sebelum Nabi Muhammad ﷺ.
Tetapi Ibnu 'Asyur buru-buru menjelaskan bahwa yang dimaksud huruf (ثُمَّ) berfungsi untuk tartib (urutan) di sini adalah untuk urutan tingkatan, bukan urutan waktu.
Jadi penafsiran yang benar, menurut Ibnu Katsir adalah bahwa setelah menceritakan tentang al-Qur’an, dalam firman-Nya,
وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ
“Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia.” (Qs. al-An’am: 153)
Kemudian Allah memuji Kitab Taurat dan rasul yang menerimanya yaitu firman-Nya,
ثُمَّ آتَيْنَا مُوسَى الْكِتَابَ
Allah seringkali menggandengkan penyebutan al-Qur’an dan Taurat secara berurutan, diantara contoh-contohnya:
(a) Firman-Nya,
وَمِنْ قَبْلِهِ كِتَابُ مُوسَى إِمَامًا وَرَحْمَةً وَهَذَا كِتَابٌ مُصَدِّقٌ لِسَانًا عَرَبِيًّا
“Dan sebelum Al-Qur’an itu telah ada kitab Musa sebagai petunjuk dan rahmat. Dan ini (Al-Qur’an) adalah kitab yang membenarkannya dalam bahasa Arab untuk memberi peringatan kepada orang-orang yang zhalim dan memberi kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.” (Qs. al-Ahqaf: 12)
b. Firman-Nya,
قُلْ مَنْ أَنزلَ الْكِتَابَ الَّذِي جَاءَ بِهِ مُوسَى نُورًا وَهُدًى لِلنَّاسِ تَجْعَلُونَهُ قَرَاطِيسَ تُبْدُونَهَا وَتُخْفُونَ كَثِيرًا
“Dan mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang semestinya, di kala mereka berkata: "Allah tidak menurunkan sesuatupun kepada manusia." Katakanlah: "Siapakah yang menurunkan kitab (Taurat) yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya dan petunjuk bagi manusia, kamu jadikan kitab itu lembaran-lembaran kertas yang bercerai-berai, kamu perlihatkan (sebahagiannya) dan kamu sembunyikan sebahagian besarnya, padahal telah diajarkan kepadamu apa yang kamu dan bapak-bapak kamu tidak mengetahui(nya)?" Katakanlah: "Allah-lah (yang menurunkannya)", kemudian (sesudah kamu menyampaikan al- Qur’an kepada mereka), biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatannya.” (Qs. al-An’am: 91)
Setelah itu Allah berfirman,
وَهَذَا كِتَابٌ أَنزلْنَاهُ مُبَارَكٌ
“Dan ini (al-Qur’an) adalah kitab yang telah Kami turunkan yang diberkahi.” (Qs. al-An’am: 92)
(c) Firman-Nya,
فَلَمَّا جَاۤءَهُمُ ٱلۡحَقُّ مِنۡ عِندِنَا قَالُوا۟ لَوۡلَاۤ أُوتِیَ مِثۡلَ مَاۤ أُوتِیَ مُوسَىٰۤۚ أَوَلَمۡ یَكۡفُرُوا۟ بِمَاۤ أُوتِیَ مُوسَىٰ مِن قَبۡلُۖ قَالُوا۟ سِحۡرَانِ تَظَـٰهَرَا وَقَالُوۤا۟ إِنَّا بِكُلࣲّ كَـٰفِرُونَ
“Maka tatkala datang kepada mereka kebenaran dari sisi Kami, me- reka berkata: "Mengapakah tidak diberikan kepadanya (Muhammad) seperti yang telah diberikan kepada Musa dahulu?" Dan bukankah mereka itu telah ingkar (juga) kepada apa yang telah diberikan kepada Musa dahulu? Mereka dahulu telah berkata: "Musa dan Harun adalah dua ahli sihir yang bantu membantu." Dan mereka (juga) berkata: "Sesungguhnya kami tidak mempercayai masing-masing mereka itu".” (Qs. al-Qashash: 48)
(d) Firman-Nya,
قَالُوا يَا قَوْمَنَا إِنَّا سَمِعْنَا كِتَابًا أُنزلَ مِنْ بَعْدِ مُوسَى مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ يَهْدِي إِلَى الْحَقِّ وَإِلَى طَرِيقٍ مُسْتَقِيمٍ.
“Mereka berkata: "Hai kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab (Al-Qur’an) yang telah diturunkan sesudah Musa yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus.” (Qs. al-Ahqaf: 30)
2. Ar-Razi menyebutkan pandangan lain tentang hubungan ayat sebelumnya dengan ayat di atas, bahwa sembilan wasiat yang telah disebutkan lalu, telah menjadi kesepakatan seluruh syariat dari Nabi Adam hingga Nabi Muhammad. Kemudian datanglah syariat yang bersifat khusus yaitu Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa.
(3) Yang menarik apa yang disampaikan oleh al-Biqa'i bahwa sepuluh wasiat yang terangkum dalam tiga ayat sebelumnya, ternyata sesuai dengan sepuluh wasiat yang Allah sampaikan kepada Nabi Musa di awal beliau berada di Gunung Tursina. Maka, sangat tepat jika setelahnya disampaikan tentang kitab Taurat yang diwahyukan kepada Nabi Musa.
Pelajaran (2) Orang-orang yang Berbuat Baik
تَمَامًا عَلَى ٱلَّذِیۤ أَحۡسَنَ
“Untuk menyempurnakan (nikmat Kami) kepada orang yang berbuat kebaikan.”
(1) Mayoritas ulama memahami bahwa kata (تَمَامًا) terhubung dengan kata sesudahnya.
Berbeda dengan pendapat mayoritas ulama, Abu Sulaiman ad-Dimasyqi, sebagaimana dinukil Ibnu al-Jauzi, bahwa kata (تَمَامًا) adalah kata yang berdiri sendiri tidak terhubung dengan kata sesudahnya. Sehingga, menurutnya, struktur ayat secara lengkapnya adalah, “Kami telah memberikan kepada Musa kitab secara sempurna”, yaitu diturunkan secara langsung, tidak bertahap, sebagaimana Allah menurunkan al-Qur’an.
(2) Kemudian mayoritas ulama berbeda pendapat tentang maksud firman-Nya,
تَمَامًا عَلَى ٱلَّذِیۤ أَحۡسَنَ
(a) Pendapat pertama menyatakan bahwa maksudnya, sempurna atas kebaikan Allah kepada para nabi-Nya, khususnya kepada Nabi Musa.
(b) Pendapat kedua menyatakan bahwa maksudnya, sempurna atas siapa saja yang berbuat baik.
Dalam hal ini, al-Hasan al-Bashri mengomentari bahwa kaum Nabi Musa terbagi menjadi dua golongan yaitu; orang-orang yang berbuat baik dan orang-orang yang tidak berbuat baik. Kitab Taurat ini diturunkan khusus kepada orang-orang yang berbuat baik.
c. Al-Baghawi menyebutkan pendapat lain, yaitu bahwa Kami (Allah) menurunkan kitab Taurat kepada Nabi Musa sebagai pelengkap dari kebaikannya (Nabi Musa) yang selama ini bersungguh-sungguh di dalam beribadah dan taat kepada Allah, serta menyampaikan Risalah-Nya dengan baik.
Pelajaran (3) Menjelaskan Segala Sesuatu
وَتَفْصِيلا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدࣰى وَرَحۡمَةࣰ لَّعَلَّهُم بِلِقَاۤءِ رَبِّهِمۡ یُؤۡمِنُونَ
“Untuk menjelaskan segala sesuatu dan sebagai petunjuk dan rahmat, agar mereka beriman (bahwa) mereka akan menemui Tuhan mereka.”
(1) Maksudnya bahwa Kitab Taurat ini menjelaskan segala sesuatu yang dibutuhkan oleh kaum Nabi Musa agar mereka beriman kepada hari kebangkitan.
Kalimat (لِكُلِّ شَيْءٍ) maksudnya di sini: bukan segala sesuatu yang ada di bumi ini. Akan tetapi menurut Ibnu 'Asyur, maksudnya adalah segala sesuatu yang penting dari urusan agama untuk diketahui kaum Nabi Musa.
Struktur bahasa seperti ini mirip dengan firman Allah,
يَأْخُذُ كُلَّ سَفِينَةٍ غَصْبًا
“Dia mengambil setiap kapal.” (Qs. al-Kahfi: 79)
Maksud 'setiap kapal' pada ayat di atas bukanlah setiap kapal yang ada di bumi ini, tetapi maksudnya adalah setiap kapal yang bagus.
(2) Firman-Nya,
لَعَلَّهم بِلِقاءِ رَبِّهِمْ يُؤْمِنُونَ
“Agar mereka beriman (bahwa) mereka akan menemui Tuhan mereka.”
Ibnu ‘Asyur menjelaskan penafsiran ayat ini dengan cukup panjang, berbeda dengan para ahli tafsir lainnya.
Intinya bahwa ayat ini ditujukan kepada Bani Israel. Dahulu sebelum diturunkannya Taurat kepada Nabi Musa, mereka telah beriman kepada hari akhir. Tetapi karena perubahan zaman yang mereka lalui dan pengalaman hidup mereka bersama penduduk Mesir dalam perbudakan dan kehinaan yang panjang, sehingga mereka lupa terhadap ilmu dan sifat-sifat mulia yang dulu pernah mereka miliki. Akhirnya, mereka lupa kepada Allah dan lupa kepada hari akhir.
Oleh karena itu, Allah mengutus Nabi Musa untuk memperbaiki karakter mereka, agar sifat-sifat mulia yang pernah dimiliki oleh nenek moyang mereka, termasuk beriman kepada hari akhir, muncul kembali dalam diri mereka.
Ayat ini sekaligus juga menyindir kaum musyrikin Mekkah, yang mana nenek moyang mereka sebenarnya adalah orang-orang yang baik dan salih. Akan tetapi karena perjalanan sejarah yang begitu panjang, dan adanya pengaruh-pengaruh buruk dari luar, akhirnya mereka berubah.
Oleh karena itu, Allah mengutus Nabi Muhammad ﷺ untuk memperbaiki keadaan mereka, agar kembali kepada agama nenek moyang mereka, dan beriman kepada hari akhir.
Pelajaran (4) Kitab yang Penuh Berkah
وَهَـٰذَا كِتَـٰبٌ أَنزَلۡنَـٰهُ مُبَارَكࣱ فَٱتَّبِعُوهُ وَٱتَّقُوا۟ لَعَلَّكُمۡ تُرۡحَمُونَ
“Dan Al-Qur’an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat.” (Qs. al-An'am: 155)
(1) Dalam menafsirkan ayat ini, nampaknya al-Qasimi berbeda dengan ulama lainnya. Beliau mengaitkan ayat ini dengan ayat sebelumnya yang berisi tentang Kitab Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa.
(2) Firman-Nya,
وَهَـٰذَا كِتَـٰبٌ أَنزَلۡنَـٰهُ
Yaitu: menurut al-Qasimi, bahwa kitab Al-Qur’an ini jauh lebih baik dan lebih berhak untuk diikuti daripada Kitab Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa.
(3) Firman-Nya,
مُبَارَكࣱ
Yaitu: lebih banyak manfaatnya baik secara agama maupun di dunia daripada Kitab Taurat.
(4) Firman-Nya,
فَٱتَّبِعُوهُ
Yaitu: amalkanlah isinya, baik berupa perintah, larangan maupun terkait dengan hukum-hukum.
(5) Firman-Nya,
وَٱتَّقُوا۟
Yaitu: berhati-hatilah untuk tidak menyelisihinya, dan jangan mengikuti kitab selainnya, seperti Taurat karena dia sudah dihapus.
(6) Firman-Nya,
لَعَلَّكُمۡ تُرۡحَمُونَ
Supaya kalian mendapatkan rahmat dari Allah dengan cara mengamalkan isi al-Qur’an.
Ini juga menunjukkan bahwa mengikuti Kitab Taurat yang sudah dihapus tidak akan mendapatkan rahmat dari Allah walaupun dia meyakini hari akhir.
Dari keterangan di atas, sangat jelas sekali bagaimana al-Qasimi berusaha keras untuk mengaitkan setiap kata dalam ayat ini dengan Kitab Taurat. Kemudian mencoba membandingkan antara al-Qur’an dan Taurat yang nota benenya sudah dihapus.
Pelajaran (5) Tujuan Diturunkannya al-Qur’an
أَن تَقُولُوۤا۟ إِنَّمَاۤ أُنزِلَ ٱلۡكِتَـٰبُ عَلَىٰ طَاۤىِٕفَتَیۡنِ مِن قَبۡلِنَا وَإِن كُنَّا عَن دِرَاسَتِهِمۡ لَغَـٰفِلِینَ
“(Kami turunkan al-Qur’an itu) agar kamu (tidak) mengatakan: "Bahwa kitab itu hanya diturunkan kepada dua golongan saja sebelum kami, dan sesungguhnya kami tidak memperhatikan apa yang mereka baca.” (Qs. al-An’am: 156)
(1) Ayat ini masih terkait dengan ayat sebelumnya, yaitu bahwa alasan diturunkannya al-Qur’an kepada Nabi Muhammad ﷺ adalah agar kaum musyrikin Quraisy tidak mengatakan bahwa Allah hanya menurunkan kitab kepada kaum Yahudi dan Nasrani saja. Mereka tidak paham isi kitab tersebut, karena diturunkan bukan menggunakan bahasa mereka.
(2) Ibnu al-Jauzi menukil dari Muqatil menyebutkan sebab turunnya ayat di atas, yaitu bahwa orang-orang kafir Quraisy berkata, “Semoga Allah memusnahkan kaum Yahudi dan Nasrani yang telah mendustakan para nabi mereka. Demi Allah, seandainya diturunkan kepada kami kitab atau diutus seorang rasul, niscaya kami akan menjadi orang yang lebih bisa menerima hidayah daripada mereka.” Maka turunkah ayat ini.
Pelajaran (6) Tiga Fungsi al-Qur’an
أَوۡ تَقُولُوا۟ لَوۡ أَنَّاۤ أُنزِلَ عَلَیۡنَا ٱلۡكِتَـٰبُ لَكُنَّاۤ أَهۡدَىٰ مِنۡهُمۡۚ فَقَدۡ جَاۤءَكُم بَیِّنَةࣱ مِّن رَّبِّكُمۡ وَهُدࣰى وَرَحۡمَةࣱۚ فَمَنۡ أَظۡلَمُ مِمَّن كَذَّبَ بِـَٔایَـٰتِ ٱللَّهِ وَصَدَفَ عَنۡهَاۗ سَنَجۡزِی ٱلَّذِینَ یَصۡدِفُونَ عَنۡ ءَایَـٰتِنَا سُوۤءَ ٱلۡعَذَابِ بِمَا كَانُوا۟ یَصۡدِفُونَ
“Atau agar kamu (tidak) mengatakan: "Sesungguhnya jikalau kitab ini diturunkan kepada kami, tentulah kami lebih mendapat petunjuk dari mereka." Sesungguhnya telah datang kepada kamu keterangan yang nyata dari Tuhanmu, dan petunjuk dan rahmat. Maka siapakah yang lebih zhalim daripada orang yang mendustakan ayat-ayat Allah dan berpaling daripadanya? Kelak Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang berpaling dari ayat-ayat Kami dengan siksa yang buruk, disebabkan mereka selalu berpaling.” (Qs. al-An'am: 157)
(1) Firman-Nya,
لَكُنَّاۤ أَهۡدَىٰ مِنۡهُمۡۚ
“Tentulah kami lebih mendapat petunjuk dari mereka.”
(a) Menurut az-Zujaj mereka mengatakan seperti itu adalah hal yang sangat wajar, karena mereka adalah 'ummatun ummiyah' (kaum yang tidak bisa membaca dan menulis), mereka hanya mengandalkan pikiran, pemahaman dan hafalan. Mereka terbiasa menghafal syair-syair dan berita-berita yang mereka dengar, sedangkan mereka tidak menulisnya.
(b) Abu as-Su'ud menambahkan apa yang disampaikan az-Zujaj di atas bahwa orang-orang Quraisy Mekkah menganggap diri mereka lebih cerdas dan lebih cepat responnya dibanding kaum Yahudi dan Nasrani.
(c) Hal yang sama juga disampaikan oleh al-Qasimi.
(2) Firman-Nya,
فَقَدۡ جَاۤءَكُم بَیِّنَةࣱ مِّن رَّبِّكُمۡ
“Sesungguhnya telah datang kepada kamu keterangan yang nyata dari Tuhanmu.”
Maki bin Abi Thalib menjelaskan ayat di atas dengan mengatakan bahwa “Telah datang kepada kalian, wahai kaum musyrikin, kitab suci, yaitu al-Qur’an yang menggunakan bahasa kalian. Kalian bisa memahami apa yang dibacakan dari isi kitab tersebut. Kitab tersebut berada diantara kalian, tidak seperti Taurat dan Injil. Al-Qur’an ini menjadi hujjah pada kalian. Tidak ada alasan bagi kalian untuk menolaknya.”
(3) Firman-Nya,
فَقَدْ جاءَكم بَيِّنَةٌ مِن رَبِّكم
“Sesungguhnya telah datang kepada kamu keterangan yang nyata dari Tuhanmu.”
Menurut Abu as-Su'ud, terdapat dua penafsiran pada ayat di atas:
(a) Maksudnya, 'Tidak ada alasan bagi kalian untuk menolak Al-Qur’an, karena ia telah datang kepada kalian sebagai penjelasan.'
(b) Maksudnya, 'Jika kalian benar-benar jujur dengan perkataan kalian bahwa kalian adalah orang yang lebih cerdas dari kaum Yahudi dan Nasrani dan lebih cepat responnya dalam menerima kebenaran, maka telah datang apa yang kalian tunggu, yaitu utusan Allah bersama kitab suci yang diturunkan kepadanya. Apakah kalian akan beriman?'
4. Firman-Nya,
وهُدًى ورَحْمَةٌ
“Dan petunjuk, dan rahmat.”
(a) Ayat di atas menunjukkan tiga fungsi al-Qur’an yaitu:
- sebagai penjelasan
- sebagai petunjuk
- sebagai rahmat
(b) Abu Su'ud memberikan penjelasan sedikit tentang tiga fungsi al-Qur’an di atas, bahwa al-Qur’an sebagai penjelasan adalah isyarat untuk menunjukkan bahwa ia bisa dipelajari oleh siapapun yang ingin mempelajarinya.
Menurut penulis hal ini sesuai firman Allah,
وَلَقَدۡ یَسَّرۡنَا ٱلۡقُرۡءَانَ لِلذِّكۡرِ فَهَلۡ مِن مُّدَّكِرࣲ
“Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur’an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?” (Qs. al-Qamar: 17)
Ini sekaligus untuk membantah pernyataan kaum musyrikin bahwa mereka tidak bisa mempelajari Taurat dan Injil karena diturunkan bukan dengan bahasa mereka.
(c) Abu Su'ud melanjutkan, “Al-Qur’an sebagai petunjuk dan rahmat, ini mengisyaratkan bahwa al-Qur’an mencakup hal-hal yang telah dicakup oleh Taurat dan Injil, bahkan al-Qur’an sendiri merupakan petunjuk dan rahmat bagi seluruh manusia.”
(5) Firman-Nya,
فَمَنۡ أَظۡلَمُ مِمَّن كَذَّبَ بِـَٔایَـٰتِ ٱللَّهِ وَصَدَفَ عَنۡهَاۗ سَنَجۡزِی ٱلَّذِینَ یَصۡدِفُونَ عَنۡ ءَایَـٰتِنَا سُوۤءَ ٱلۡعَذَابِ بِمَا كَانُوا۟ یَصۡدِفُونَ
“Maka siapakah yang lebih zhalim daripada orang yang mendustakan ayat-ayat Allah dan berpaling daripadanya?”
Dalam rangka menyimpulkan tiga ayat di atas, as-Sa'di memberikan penutupan yang sangat bagus. Beliau menyampaikan beberapa poin, diantaranya:
(a) Ayat-ayat di atas menunjukkan bahwa ilmu yang mempelajari al-Qur’an adalah ilmu yang paling mulia, paling berkah, dan paling luas.
(b) Melalui al-Qur’an, seseorang akan mendapatkan petunjuk dari Allah, sehingga dia bisa berjalan di atas jalan lurus di dalam menjalani kehidupan di dunia ini.
(c) Petunjuk dalam al-Qur’an adalah petunjuk yang paling sempurna, tidak memerlukan ilmunya para ahli kalam dan ahli filsafat serta ilmunya orang-orang terdahulu dan orang yang hidup di zaman sekarang.
(d) Tidak ada kitab suci seperti halnya al-Qur’an, kecuali kitab suci yang diturunkan kepada kaum Yahudi dan kaum Nasrani yang disebut dengan Ahlul Kitab. Tidak termasuk di dalamnya sekte-sekte dan aliran-aliran sesat lainnya.
(e) Ayat-ayat di atas juga mengandung penjelasan tentang keadaan kaum Jahiliyah yang hidup sebelum turunnya al-Qur’an, di mana mereka bergelimangan dalam kebodohan yang sangat nyata. Mereka tidak punya ilmu sedikitpun tentang Taurat dan Injil dan mereka sama sekali tidak mempelajari keduanya.
***
Karawang, Selasa 29 Agustus 2023
-

Tanya Jawab Aktual Tentang Shalat
Lihat isinya

Tanya Jawab Aktual Tentang Puasa
Lihat isinya » -

Jilbab Menurut Syari'at Islam (Meluruskan Pandangan Prof. DR. Quraish)
Lihat isinya

Halal dan Haram Dalam Pernikahan (Edisi I)
Lihat isinya » -

Halal dan Haram Dalam Pengobatan (Edisi I)
Lihat isinya

Halal dan Haram Dalam Transaksi Keuangan (edisi 1)
Lihat isinya » -

Nasionalisme
Lihat isinya

Panduan Haji dan Umrah
Lihat isinya » -

Mukjizat Al Qur'an Dalam Kesehatan
Lihat isinya

Berobatlah Dengan Yang Halal (edisi 2 Halal Haram Pengobatan)
Lihat isinya » -

Panduan Praktis Menghitung Zakat
Lihat isinya

Halal dan Haram Dalam Makanan
Lihat isinya » -

Waktumu Adalah Hidupmu, Managemen Waktu dalam Islam
Lihat isinya

Satu Jam Bersama Al-Qur'an
Lihat isinya » -

Jual Beli Terlarang
Lihat isinya

Kekuatan Istighfar
Lihat isinya » -

Panduan Praktis Berqurban
Lihat isinya

Al-Quran dan Kesetaraan Gender
Lihat isinya » -

Banyak Jalan Menuju Surga
Lihat isinya

Meniti Tangga-Tangga Kesuksesan
Lihat isinya » -

Fiqih Ta'ziyah
Lihat isinya

Mengenal Ahlus Sunnah wal Jamaah
Lihat isinya » -

Fiqih Wanita Kontemporer
Lihat isinya

Menang Tanpa Perang
Lihat isinya » -

Masuk Surga Bersama Keluarga
Lihat isinya

Mengetuk Pintu Langit
Lihat isinya » -

Membangun Negara dengan Tauhid
Lihat isinya

Fiqih Masjid (Membahas 53 Hukum Masjid)
Lihat isinya » -

Membuka Pintu Langit
Lihat isinya

Kesabaran yang Indah
Lihat isinya » -

Menembus Pintu Langit
Lihat isinya

Pensucian Jiwa
Lihat isinya » -

Tafsir An-Najah: Al-Fatihah
Lihat isinya

Tafsir An-Najah Seri 1: Orang-Orang Munafik dalam Al-Qur'an
Lihat isinya » -

Tafsir An-Najah Seri 2: Kisah Nabi Adam dan Iblis
Lihat isinya

Tafsir An-Najah Seri 3: Kisah Bani Israel
Lihat isinya » -

Tafsir An-Najah Seri 4: Nabi Sulaiman dan Kaum Yahudi
Lihat isinya

Tafsir An-Najah Seri 5: Umat Pertengahan
Lihat isinya » -

Tafsir An-Najah Seri 6: Hukum-hukum Seputar Ibadah
Lihat isinya

Tafsir An-Najah Seri 7: Hukum-hukum Pernikahan & Perceraian
Lihat isinya » -

Tafsir An-Najah Seri 8: Tidak Ada Paksaan dalam Beragama
Lihat isinya

Tafsir An-Najah Seri 9: Agama di Sisi Allah, Islam
Lihat isinya » -

Tafsir An-Najah Seri 10: Keluarga Imran
Lihat isinya

Tafsir An-Najah Seri 11: Sebaik-baik Umat
Lihat isinya » -

Tafsir An-Najah Seri 12: Empat Sifat Muttaqin
Lihat isinya

Tafsir An-Najah Seri 13: Dzikir dan Fikir
Lihat isinya » -

Tafsir An-Najah Seri 14: Membina Generasi Tangguh
Lihat isinya

Tafsir An-Najah Juz 5: Qs. 4: 24-147
Lihat isinya » -

Tafsir An-Najah Juz 6: Qs. 4: 148-176 & Qs. 5: 1-81
Lihat isinya

Tafsir An-Najah Juz 7: Qs. 5: 82-120 & Qs. 6: 1-110
Lihat isinya » -

Tafsir An-Najah Juz 8: Qs. 6: 111-165 & Qs. 7: 1-78
Lihat isinya
Lihat isinya »