Jilbab Kewajiban Muslimah( X. Tidak Boleh Menjadikan Perbuatan Sebagian Orang Sebagai Dasar Hukum.)
Quraish Shihab menulis : " Akan tetapi, harus pula diakui bahwa ada pendapat lain yang lebih longgar di samping kenyataan menunjukkan bahwa banyak keluarga kalangan ulama yang terpandang yang wanita-wanitanya –baik anak maupun istri- tidak mengenakan jilbab. Di Indonesia, lihatlah misalnya sebagian dari Muslimat Nahdhatul Ulama atau Aisyiah. Ini, lebih-lebih sekitar belasan tahun yang lalu. Tentu saja para ulama kedua organisasi Islam yang terbesar di Indonesia itu memiliki alasan dan pertimbangan-pertimbangannya, sehingga praktek yang mereka lakukan itu-apalagi tanpa teguran dari para ulama – boleh jadi dapat dinilai sebagai pembenaran atas pendapat yang menyatakan bahwa yang terpenting dari pakaian wanita adalah yang menampilkan mereka dalam bentuk terhormat, sehingga tidak mengundang gangguan dari mereka yang usil. ". [1]
Pernyataan Quraish di atas mengandung beberapa kejanggalan, diantaranya adalah :
Pertama : Menjadikan perbuatan sekelompok orang, sebagai pembenaran atas suatu masalah . Sikap seperti ini kurang tepat, apalagi ditinjau dari displin ilmu ushul fiqh dan fiqh. Menurut para ulama [2], sumber hukum terbagi menjadi dua : pertama : sumber hukum yang disepakati, yaitu : Al Qur'an, Hadist, Ijma' dan Qiyas. Sedangkan yang kedua : sumber-sumber yang masih diperdebatkan, yaitu : Qaul Shahabi ( perkataan para sahabat ), Istihsan, Saddu Adz-Dzarai', Al Istish-hab, Mashalih Mursalah. Dengan demikian, diketahui bahwa perbuatan sekelompok orang, selain sahabat tidak dianggap sebagai salah satu sumber hukum. Dengan demikian dasar pijakan yang diambil oleh Quraish sangat rapuh sehingga sulit untuk diterima.
[1] . M . Quraish Shihab, Jilbab Pakaian Wanita Muslimah, hlm : 166-167
[2] Lihat umpamanya : DR. Amir Abdul Aziz, dalam bukunya : “ Ushul Fiqh Al Islami “ , ( Kairo, Dar As Salam, 1997 ) Cet ke- 1, Juz I , hal : 151-135 dan Juz II, hal : 442-512
Kedua : Quraish memberikan contoh dari " keluarga ulama yang terpandang " , tetapi tidak memberikan penjelasan lebih lanjut siapa yang dimaksud ulama terpandang tersebut, dan bagaimana kriterianya. Apakah ulama yang terpandang adalah ulama yang terkenal dan diberitakan oleh mass media atau ulama yang duduk dan menjadi pengurus dalam Majlis Ulama Indonesia, ataupun ulama yang menjadi pejabat di Departemen Agama, semuanya belum jelas. Kemudian harus dibedakan antara ulama dan keluarganya, karena para ulama itu mungkin mengetahui dan menyakini bahwa seorang wanita wajib menutupi seluruh badannya kecuali wajah dan telapak tangan, dan mereka pun sudah menyuruh keluarganya- baik istri dan anak- akan tetapi keluarganya tidak mau mendengar perintah atau anjuran ulama tersebut. Sebagaimana yang kita dapatkan pada keluarga Nabi Nuh dan Nabi Luth, anak atau istri kedua nabi tersebut membangkang dan tidak mau mentaati perintah suami atau bapaknya yang merupakan nabi. Jadi, kalau kita mau menggunakan logika yang digunakan Quraish, tentu masalahnya akan menjadi fatal karena bisa saja seseorang tidak mau mentaati perintah Allah swt dengan dalih bahwa keluarga sebagian nabi juga tidak mentaati perintah Allah swt. Ketiga : Quraish juga memberikan contoh dari " Muslimat Nahdhatul Ulama, atau Aisyiah " dengan alasan bahwa mereka dari organisasi besar. Menurut penulis, alasan ini juga rapuh dan tidak kuat sehingga sulit untuk diterima. Bagaimanapun juga, besarnya organisasi tidak ada hubungannya sama sekali dengan proses pengambilan hukum. Apalagi itu pada belasan tahun yang lalu, karena kemungkinan besar pengetahuan tentang wajibnya seorang perempuan menutup seluruh badan kecuali wajah dan telapak tangan belum sampai kepada mereka, karena buku-buku tentang itu juga belum banyak waktu itu di Indonesia. Sangat berbeda dengan sekarang, dimana informasi-informasi, baik lewat mass media maupun lewat buku-buku sangat mudah diakses oleh umat Islam Indonesia, sehingga sebagian Muslimat Nahdhatul Ulama dan Aisyiah-pun sudah mulai menggunakan jilbab yang menutupi seluruh badannya, kecuali telapak tangan dan wajahnya , sebagaimana yang merupakan pendapat mayoritas ulama. Bahkan, lebih dari itu, bisa kita dapatkan sekarang sebagian Muslimat Nahdhatul Ulama, Aisyah dan Persis telah memakai cadar yang menutup seluruh badannya kecuali kedua matanya. Keempat : Selanjutnya Quraish menambahkan bahwa karena tidak adanya ulama yang menegur wanita-wanita yang tidak menggunakan jilbab, maka hal ini menjadi pembenaran perbuatan tersebut. Alasan yang dikemukan Quraish ini juga tidak tepat, paling tidak dari dua sisi : 1. Pertama : Tidak semua ulama, khususnya yang di Indonesia mau beramar ma'ruf dan nahi mungkar. Banyak faktor yang membuat mereka berbuat demikian, diantaranya adalah faktor lingkungan dan adat istiadat masyarakat, atau faktor politik, atau kesibukan mereka mencari nafkah, atau bisa jadi karena minimnya pengetahuan mereka dalam masalah ini. 2. Kedua : Bisa dimungkinkan mereka sudah mengingatkan dan menegurnya, akan tetapi masyarakat tidak mengindahkan teguran tersebut, atau teguran dari ulama itu tidak disebarluaskan, sehingga mengesankan bahwa tidak ada satupun ulama yang menegur wanita-wanita yang tidak memakai jilbab. |
-
Tanya Jawab Aktual Tentang Shalat
Lihat isinya
Tanya Jawab Aktual Tentang Puasa
Lihat isinya » -
Jilbab Menurut Syari'at Islam (Meluruskan Pandangan Prof. DR. Quraish)
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Pernikahan (Edisi I)
Lihat isinya » -
Halal dan Haram Dalam Pengobatan (Edisi I)
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Transaksi Keuangan (edisi 1)
Lihat isinya » -
Nasionalisme
Lihat isinya
Panduan Haji dan Umrah
Lihat isinya » -
Mukjizat Al Qur'an Dalam Kesehatan
Lihat isinya
Berobatlah Dengan Yang Halal (edisi 2 Halal Haram Pengobatan)
Lihat isinya » -
Panduan Praktis Menghitung Zakat
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Makanan
Lihat isinya » -
Waktumu Adalah Hidupmu, Managemen Waktu dalam Islam
Lihat isinya
Satu Jam Bersama Al-Qur'an
Lihat isinya » -
Jual Beli Terlarang
Lihat isinya
Kekuatan Istighfar
Lihat isinya » -
Panduan Praktis Berqurban
Lihat isinya
Al-Quran dan Kesetaraan Gender
Lihat isinya » -
Banyak Jalan Menuju Surga
Lihat isinya
Meniti Tangga-Tangga Kesuksesan
Lihat isinya » -
Fiqih Ta'ziyah
Lihat isinya
Mengenal Ahlus Sunnah wal Jamaah
Lihat isinya » -
Fiqih Wanita Kontemporer
Lihat isinya
Menang Tanpa Perang
Lihat isinya » -
Masuk Surga Bersama Keluarga
Lihat isinya
Mengetuk Pintu Langit
Lihat isinya » -
Membangun Negara dengan Tauhid
Lihat isinya
Fiqih Masjid (Membahas 53 Hukum Masjid)
Lihat isinya » -
Membuka Pintu Langit
Lihat isinya
Kesabaran yang Indah
Lihat isinya » -
Menembus Pintu Langit
Lihat isinya
Pensucian Jiwa
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah: Al-Fatihah
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 1: Orang-Orang Munafik dalam Al-Qur'an
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 2: Kisah Nabi Adam dan Iblis
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 3: Kisah Bani Israel
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 4: Nabi Sulaiman dan Kaum Yahudi
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 5: Umat Pertengahan
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 6: Hukum-hukum Seputar Ibadah
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 7: Hukum-hukum Pernikahan & Perceraian
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 8: Tidak Ada Paksaan dalam Beragama
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 9: Agama di Sisi Allah, Islam
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 10: Keluarga Imran
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 11: Sebaik-baik Umat
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 12: Empat Sifat Muttaqin
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 13: Dzikir dan Fikir
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 14: Membina Generasi Tangguh
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Juz 5: Qs. 4: 24-147
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Juz 6: Qs. 4: 148-176 & Qs. 5: 1-81
Lihat isinya
Lihat isinya »