Jilbab Kewajiban Muslimah ( XII. Pengaburan Terhadap Pendapat Para Ulama )
Dalam bukunya, Quraish Shihab banyak mengaburkan pendapat para ulama dan mencampuradukkan dengan pendapat para cendekiawan yang nota benenya bukan termasuk golongan ulama. Kemudian lebih cenderung untuk mengambil pendapat para cendekiawan dari pada pendapat para ulama. Di bawah ini akan disebutkan beberapa contoh :
Contoh Pertama :
Quraish Shihab menulis : " Dari sini, tidaklah keliru jika dikatakan bahwa masalah batas aurat wanita merupakan salah satu masalah khilafiyah, yang tidak harus tuduh menuduh apalagi kafir mengkafirkan. Kesimpulan yang diambil dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Forum Pengkajian Islam IAIN Syarif Hidayatullah Maret 1988 adalah : " Tidak menunjukkan batas aurat yang wajib ditutup menurut hukum Islam , dan menyerahkan kepada masing-masing menurut situasi, kondisi dan kebutuhan. " [1]
Ada beberapa hal yang perlu diluruskan terkait dengan tulisan Quraish di atas :
Pertama : Quraish menyatakan bahwa batas aurat wanita merupakan masalah khilafiyah. Sampai di sini pernyataan Quraish adalah benar. Karena kita dapatkan bahwa para ulama terbagi menjadi dua kelompok, yang pertama kelompok yang mengatakan bahwa aurat wanita adalah seluruh tubuhnya, sedang kelompok kedua mengatakan bahwa wajah dan telapak tangan bukan aurat dan boleh dibuka. Perbedaan para ulama dalam menentukan batas aurat hanya sampai sini saja
Kedua : Tetapi masalahnya adalah ketika menyatakan bahwa batas aurat wanita merupakan masalah khilafiyah, kemudian Quraish menukil kesimpulan dari Forum Pengkajian Islam IAIN Syarif Hidayatullah bahwa batas aurat wanita diserahkan kepada masing-masing menurut situasi, kondisi dan kebutuhan. Cara penulisan seperti ini, sangatlah berbahaya, dan yang amat sangat disayangkan dari Quraish Shihab, justru gaya seperti inilah yang sering beliau lakukan. Tulisan tersebut akan berkibat fatal, paling tidak akan menyisakan dua kesan negatif : Pertama : Memberikan kesan bahwa Quraish telah mencampuradukkan antara kebenaran dan kebatilan. Kebenaran yang dimaksud adalah bahwa batas aurat wanita merupakan masalah khilafiyah, sebagaimana telah dijelaskan di atas. Dan yang dimaksud kebatilan disini adalah pernyataan bahwa batas aurat wanita diserahkan kepada masing-masing menurut situasi, kondisi dan kebutuhan. Kita tidak tahu, apakah Quraish Shihab melakukan hal ini secara sengaja atau karena kekhilafan, tetapi yang jelas, pernyataan dan tulisan tersebut berakibat fatal dan sangat membahayakan . Kedua : Memberikan kesan, bahwa Quraish cenderung untuk memilih pendapat bahwa batas aurat wanita diserahkan kepada masing-masing menurut situasi, kondisi dan kebutuhan, padahal kesimpulan yang dinyatakan oleh Forum Pengkajian IAIN Syarif Hidayatullah tersebut bukanlah salah satu pendapat ulama yang berselisih pendapat, sebagaimana yang diterangkan di atas. Tetapi kenapa justru itu yang ditampilkan oleh Quraish Shihab setelah menyebutkan bahwa jilbab adalah masalah khilafiyah ? Maka, mestinya Qurasih Shihab tidak usah resah, jika sebagian kalangan menganggap bahwa dia tidak mewajibkan jilbab, jika kenyataannya seperti ini. Contoh Kedua : Quraish Shihab menulis : ‘ Namun persoalannya dalam hal aurat perempuan, apakah jika memang diakui ke-shahih-an kedua hadist yang dinisbahkan kepada istri Nabi Aisyah r.a. di atas, maka ia dapat dipahami seperti pemahaman al ‘Asymawi, yakni bahwa ia bersifat sementara dan sesuai dengan kondisi dan perkembangan masyarakat ? Atau bahwa itu adat masyarakat ketika itu, di mana masyarakat lain tidak terikat dengannya ? Sekali lagi, ulama dan cendekiawan berbeda pendapat.’ [1]
Quraish Shihab dalam tulisan di atas menyebutkan bahwa para ulama dan cendekiawan berbeda pendapat menjadi dua kelompok di dalam menafsirkan hadist Aisyah r.a. : Kelompok Pertama : adalah kelompok yang menyatakan bahwa kandungan hadist Aisyah tersebut tidak mutlak, artinya bahwa perintah menutup aurat kecuali wajah dan telapak tangan merupakan perintah yang bersifat sementara, tidak abadi dan ini disesuaikan dengan kondisi dan perkembangan masyarakat setempat. Kelompok Kedua : adalah kelompok yang menyatakan bahwa hadist Aisyah ra tentang perintah untuk memakai jilbab hanyalah adat masyarakat Arab, sehingga masyarakat lain, termasuk di dalamnya masyarakat Indonesia tidak terikat dengannya, atau tidak terkena kewajiban memakai jilbab. Benarkah pernyataan Quraish Shihab di atas? Kenapa dia tidak memberikan contoh siapa saja ulama yang berpendapat demikian? Iya, karena dia tidak menemukan satu ulama-pun yang berpendapat demikian. Dua pendapat yang yang disebutkan oleh Quraish hanyalah pendapat sebagian cendekiawan, seperti Asymawi dan teman-temannya. Tetapi kenapa Quraish menyebut bahwa hal itu adalah perbedaan pendapat antara Ulama dan cendekiawan? Inilah yang penulis maksudkan bahwa Quraish sering mengaburkan pandangan para ulama dan mencampuradukkannya dengan pendapat cendekiawan yang tidak punya otoritas untuk bicara dalam masalah-masalah hukum dan agama.
Contoh Ketiga : Quraish Shihab menulis : " Namun dalam saat yang sama kita tidak wajar menyatakan terhadap mereka yang tidak memakai kerudung, atau yang menampakkan setengah tangannya, bahwa mereka secara pasti telah melanggar petunjuk agama . Bukankah Al Qur'an tidak menyebut batas aurat ? Para ulamapun ketika membahasnya berbeda pendapat " [2] Tulisan Quraish Shihab di atas mengandung hal-hal yang perlu diluruskan : Pertama : Wanita-wanita yang tidak memakai kerudung, belum tentu melanggar petunjuk agama. Pernyataan Quraish seperti ini sangat berbahaya. Kenapa ? Karena wanita yang tidak memakai kerudung sangat banyak dan bermacam-macam. Wanita yang memperlihatkan lehernya, telinganya, rambutnya, betisnya, bahkan yang memperlihatkan pahanya-pun termasuk katagori orang yang tidak memakai kerudung. Siapakah yang dimaksud oleh Quraish Shihab bahwa « mereka yang tidak memakai kerudung, kita tidak wajar menyatakan terhadap mereka bahwa mereka secara pasti telah melanggar petunjuk agama ? « Seharusnya Quraish menjelaskan siapa saja yang dimaksud dengan wanita yang tidak berkerudung tersebut. Karena sangat mungkin akan dipahami oleh sebagian orang bahwa orang yang menampakkan pahanya termasuk wanita yang tidak melanggar petunjuk agama. Dan penulis yakin Quraish tidak bermaksud demikian. Maka kejelian di dalam menulis sangat diperlukan. Kemudian kita bertanya kepada beliau, kalau dikatakan mereka yang tidak memakai kerudung tersebut belum tentu melanggar petunjuk agama, berarti bisa kita katakan mereka masih berpegang teguh dengan petunjuk agama. Pendapat seperti ini tentunya susah untuk diterima. Kedua : Di akhir tulisan tersebut, Quraish menutupnya dengan sebuah pertanyaan yang mengandung tasykik ( membuat keragu-raguan ) terhadap para pembaca. Beliau mengatakan : « Bukankah Al Qur'an tidak menyebut batas aurat ? Para ulamapun ketika membahasnya berbeda pendapat « Dari pernyataan tersebut, Quraish ingin menyatakan bahwa bahwa wanita muslimah tidak diwajibkan untuk berkerudung, dengan dua alasan ; yang pertama bahwa Al Qur’an tidak menyebut batas aurat. Yang kedua bahwa para ulama masih berselisih pendapat di dalamnya. Seperti dalam dua contoh sebelumnya, di sini lagi-lagi Quraish mencampur adukkan antara satu masalah dengan yang lainnya dan mengaburkan pandangan ulama tentang jilbab dan menggiringnya bahwa di antara para ulama-pun ada yang tidak mewajibkan wanita untuk memakai kerudung. Lagi-lagi juga, Quraish tidak bisa menyebutkan nama satu ulama saja yang mengatakan seperti itu. Hal ini menunjukkan bahwa banyak pernyataan-pernyataan Quraish Shihab yang tidak didukung oleh penelitian ilmiah. Contoh Keempat : Quraish Shihab menulis : “ Dalam Ensiklopedia Tematis Dunia Islam, yang membahas tentang Pemikiran dan Peradaban, dikemukakan bahwa menyangkut Jilbab, penulis menyatakan ketidakharusannya, padahal yang selama ini penulis kemukakan hanyalah aneka pendapat pakar tentang persoalan jilbab tanpa menetapkan suatu pilihan. Ini karena hingga saat itu, penulis belum lagi dapat men-tarjih- kan salah satu dari sekian pendapat yang beragam. Dalam salah satu seminar di Surabaya pernah penulis “ setengah dipaksa“ untuk menyatakan pendapat final, karena sementara hadirin boleh jadi tidak mengetahui bahwa banyak ulama yang mengambil sikap tawaqquf yakni tidak atau belum memberi pendapat menyangkut berbagai persoalan keagamaan, akibat tidak memiliki pijakan yang kuat dalam memilih argumentasi beragam yang ditampilkan oleh berbagai pendapat. “ [3]
Tulisan Quraish Shihab di atas mengandung beberapa kejanggalan : Pertama : Qurasih Shihab menyatakan bahwa beliau hanya mengemukakan aneka pendapat “pakar“ tentang persoalan jilbab. Seharusnya beliau menerangkan maksud dari pada “pakar“, agar para pembicara menjadi paham, sebenarnya siapa saja yang diungkap pendapat-pendapatnya oleh Quraish Shihab tentang jilbab. Karena kenyataannya, kita dapatkan dalam buku tersebut, beliau banyak mengemukakan pendapat orang-orang yang sama sekali bukan “pakar” dalam bidang hukum Islam, yang sebenarnya tidak berhak sama sekali berbicara tentang persoalam jilbab. Kedua : Kemudian beliau menyatakan bahwa pendapat tentang hukum jilbab ini beragam, artinya sangat banyak, sehingga beliau sendiri bingung dan tidak bisa men-tarjih salah satu dari banyaknya pendapat tersebut. Padahal kalau kita mau jujur, para ulama hanya terbagi menjadi dua kelompok dalam menetapkan hukum jilbab : kelompok pertama berpendapat bahwa yang wajib ditutup dari wanita adalah seluruh tubuhnya, kecuali wajah dan telapak tangan. Sedang kelompok kedua berpendapat bahwa wanita wajib menutup seluruh tubuhnya, tanpa terkecuali. Ketiga : ketika Quraish Shihab memilih tawaqquf ( tidak mengambil pendapat apapun ) dalam masalah jilbab, beliau beralasan bahwa banyak para ulama juga melakukan tawaqquf dalam persoalan-persoalan lain. Apakah alasan itu tepat ? Tentu jawabannya adalah tidak tepat dan terkesan dicari-cari. Kenapa ? Karena seharusnya, beliau memberikan contoh dari beberapa ulama, baik yang dulu maupun yang kontemporer, yang mereka tawaquf dalam masalah jilbab, akan tetapi hal itu tidak dilakukannya, karena memang sampai sekarang, kita belum atau tidak menemukan seorang ulamapun yang tawaqquf ( tidak bisa menentukan hukum ) dalam masalah jilbab, makanya Quraish membelokkan dengan mengatakan bahwa para ulama juga pernah tawaqquf dalam berbagai persoalan agama. |
-
Tanya Jawab Aktual Tentang Shalat
Lihat isinya
Tanya Jawab Aktual Tentang Puasa
Lihat isinya » -
Jilbab Menurut Syari'at Islam (Meluruskan Pandangan Prof. DR. Quraish)
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Pernikahan (Edisi I)
Lihat isinya » -
Halal dan Haram Dalam Pengobatan (Edisi I)
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Transaksi Keuangan (edisi 1)
Lihat isinya » -
Nasionalisme
Lihat isinya
Panduan Haji dan Umrah
Lihat isinya » -
Mukjizat Al Qur'an Dalam Kesehatan
Lihat isinya
Berobatlah Dengan Yang Halal (edisi 2 Halal Haram Pengobatan)
Lihat isinya » -
Panduan Praktis Menghitung Zakat
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Makanan
Lihat isinya » -
Waktumu Adalah Hidupmu, Managemen Waktu dalam Islam
Lihat isinya
Satu Jam Bersama Al-Qur'an
Lihat isinya » -
Jual Beli Terlarang
Lihat isinya
Kekuatan Istighfar
Lihat isinya » -
Panduan Praktis Berqurban
Lihat isinya
Al-Quran dan Kesetaraan Gender
Lihat isinya » -
Banyak Jalan Menuju Surga
Lihat isinya
Meniti Tangga-Tangga Kesuksesan
Lihat isinya » -
Fiqih Ta'ziyah
Lihat isinya
Mengenal Ahlus Sunnah wal Jamaah
Lihat isinya » -
Fiqih Wanita Kontemporer
Lihat isinya
Menang Tanpa Perang
Lihat isinya » -
Masuk Surga Bersama Keluarga
Lihat isinya
Mengetuk Pintu Langit
Lihat isinya » -
Membangun Negara dengan Tauhid
Lihat isinya
Fiqih Masjid (Membahas 53 Hukum Masjid)
Lihat isinya » -
Membuka Pintu Langit
Lihat isinya
Kesabaran yang Indah
Lihat isinya » -
Menembus Pintu Langit
Lihat isinya
Pensucian Jiwa
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah: Al-Fatihah
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 1: Orang-Orang Munafik dalam Al-Qur'an
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 2: Kisah Nabi Adam dan Iblis
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 3: Kisah Bani Israel
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 4: Nabi Sulaiman dan Kaum Yahudi
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 5: Umat Pertengahan
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 6: Hukum-hukum Seputar Ibadah
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 7: Hukum-hukum Pernikahan & Perceraian
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 8: Tidak Ada Paksaan dalam Beragama
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 9: Agama di Sisi Allah, Islam
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 10: Keluarga Imran
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 11: Sebaik-baik Umat
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 12: Empat Sifat Muttaqin
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 13: Dzikir dan Fikir
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 14: Membina Generasi Tangguh
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Juz 5: Qs. 4: 24-147
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Juz 6: Qs. 4: 148-176 & Qs. 5: 1-81
Lihat isinya
Lihat isinya »