Hukum Sutrah Dalam Sholat
Apa sebenarnya sutrah dalam sholat itu ? Apa fungsinya ? dan apa saja syarat suatu benda disebut sutrah? Apakah sajadah sudah bisa menjadi sutrah?
Jawaban :
Sutrah adalah pembatas yang terletak atau diletakkan di depan orang yang sedang melaksanakan sholat dengan tujuan menghalangi orang atau binatang yang melewati di tempat sujudnya dan menahan pandangannya dari yang dibalik sutrah.
Sutrah ini bisa berupa dinding, tembok, tiang, meja, kursi, kardus, sepeda dan lain-lainnya. Tidak ada batasan dan syarat-syarat tertentu dalam sutrah ini, namun di sana ada hadist yang diriwayatkan dari Tolhah ra, bahwasanya Rosululah saw bersabda :
إذا وضع أحدكم بين يديه مثل مؤخرة الرحل فليصل ولا يبال من مر وراء ذلك
“ Jika seseorang diantara kalian telah meletakkan di depannya seperti kayu yang berada di ujung belakang pelana, maka hendaknya dia sholat dengan tidak usah menggubris setiap yang lewat di belakang ( sutrah ) tadi. “ ( HR Muslim )
Hadist di atas menunjukkan bahwa sutrah yang dipakai zaman Rosulullah saw adalah setinggi kayu di ujung belakang pelana. Para ulama menyebutkan dengan ukuran setinggi satu hasta.
Tapi sutrah tidak harus seperti itu, hadist tersebut hanya memberikan contoh dan tidak membatasi. Oleh karenanya, jika tidak mendapatkan sutrah setinggi itu, apakah bisa menggunakan sutrah yang lebih rendah dari itu, seperti sajadah, buku, kayu yang ditidurkan, atau bahkan sekedar garis ? Para ulama berbeda pendapat, namun jika memang benar-benar tidak ada yang lain sebagian dari ulama membolehkannya untuk dijadikan sutrah yang berfungsi sebagai pembatas antara orang yang sholat dengan orang yang lewat di depannya. Mereka menggunakan beberapa dalil diantaranya adalah sabda Rosulullah saw :
إذا صلى أحدكم فليستتر لصلاته ولو بسهم
“ Jika diantara kalian sholat, maka hendaknya menggunakan sutrah di dalam sholatnya walaupun hanya sebuah anak panah “ ( HR Ahmad )
Saya pernah shalat di suatu masjid di satu kota dan melihat orang berjalan saat sedang shalat mendekati tembok/pembatas. Bagaimanakah hukumnya? Apakah hal itu memang ada dalilnya?
Jawaban :
Berjalan saat sedang sholat dengan tujuan mendekati tembok/ pembatas, tidaklah membatalkan sholat, bahkan dianjurkan, karena gerakan ini untuk maslahat sholat, sebagaimana hadist yang diriwayatkan oleh Sahl bin Sa’ad As Sa’idi ra, bahwasanya ia berkata :
كان بين مصلى رسول الله صلى الله عليه وسلم وبين الجدار ممر الشاة
“ Jarak antara tempat sholat Rosulullah saw dan tembok ( pembatas ) adalah sejauh lewatnya kambing “ ( HR Bukhari dan Muslim )
Hadist di atas menunjukkan bahwa sebaiknya orang yang sholat depannya ada pembatas jaraknya dengannya selebar tempat lewat kambing, sehingga jika ia sholat dan pembatasnya jauh di depannya dianjurkan jika memang tidak terlalu jauh bisa bergerak selangkah dua langkah secara putus-putus dan pelang-pelan.
Bahkan ada hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra bahwasanya :
أن النبي صلى الله عليه وسلم كان يصلي فمرت شاة بين يديه فساعاها إلى القبلة حتى ألزق بطنه بالقبلة
“ Bahwasanya Nabi Muhammad saw sedang sholat, tiba-tiba lewat seekor kambing di depannya, maka beliau segera bergerak menuju kiblat mendahului kambing tersebut, sehingga beliau menempelkan perutnya ke kiblat ( Hadist Shohih Riwayat Ibnu Huzaimah )
Hadist di atas menunjukkan bahwa Rosulullah saw berjalan saat sedang sholat mendekati dinding pembatas ( sutrah ) yang di depannya dengan tujuan supaya kambing tidak lewat di depannya.
Saya pernah mendengar bahwa kita harus melarang orang yang lewat di depan kita saat kita shalat. Bagaimana cara melarangnya, padahal kita shalat?
Jawaban :
Ketika seseorang sedang sholat, ia diperintahkan untuk melarang orang yang lewat di depannya. Hal ini sesuai dengan hadist yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id Al Khudri ra, bahwasanya nabi Muhammad saw bersabda :
إذا كان أحدكم يصلي فلا يدع أحدا يمر بين يديه وليدرأه ما استطاع فإن أبي فليقاتله إنما هو شيطان
“ Jika seseorang dari kalian sedang sholat, maka jangan membiarkan seseorang lewat di depannya, dan hendaknya dia larang menurut kemampuannya, jika dia enggan, maka hendaknya diperanginya, karena sesungguhnya dia syetan ( HR Bukhari dan Muslim )
Bagaimana caranya ? Hadist di atas tidak menerangkan secara terperinci bagaimana cara melarang orang yang hendak melewati di depan orang yang sedang sholat, maka cara tersebut diserahkan menurut kemampuan masing-masing, bisa dengan mengalanginya dengan tangan, atau mendorong orang tersebut atau dengan cara-cara lain.
Di dalam sholat jama’ah apakah makmum juga perlu sutrah ? karena saya melihat di Madinah, orang-orang lewat di depan jama’ah yang sedang sholat, tetapi tidak ada yang melarangnya, tolong penjelasannya !
Jawaban :
Jika dalam sholat jama’ah, maka yang wajib memakai sutrah adalah imam, sedang makmum tidak diwajibkan karena sutrah imam secara otomatis menjadi sutrah makmum juga. Adapun dalilnya adalah hadist Abdulah bin Abbas ra bahwasanya ia berkata :
أقبلت راكبا على أتان أنا يومئذ قد ناهزت الاحتلام ورسول الله صلى الله عليه وسلم يصلي بالناس بمنى فمررت بين يدي الصف فنزلت فأرسلت الأتان ترتع ودخلت في الصف فلم ينكر ذلك علي أحد
“ Pada suatu hari aku datang dengan mengendarai keledai, pada waktu itu aku sudah dewasa. Ketika itu Rosulullah saw sedang sholat bersama para sahabat di Mina, kemudian aku lewat di depan shof mereka, sedang keledainya aku biarkan makan, kemudian aku masuk ke dalam shof dan tidak ada satupun yang mengingkari perbuatanku tadi. “ ( HR Muslim )
Saya pernah mendengar riwayat yang melarang seseorang itu berjalan dihadapan orang yang shalat karena jika ia mengetahui dosanya, ia akan lebih rela berdiri 40 tahun di tempatnya berdiri. Bagaimana dalam keadaan orang yang ramai seperti di Masjidil Haram, bukankah itu akan menyulitkan seseorang?
Jawaban :
Hadist yang dimaksud adalah hadist Abu Juhaim ra, dia berkata :
قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : لو يعلم المار بين يدي المصلي ماذا عليه لكان أن يقف أربعين خيرا له من أن يمر بين يديه
“ Rasulullah bersabda, ”Jika saja seorang lewat di hadapan seorang yang shalat mengetahui dosa yang dilakukannya, maka sungguh jika dia berdiri selama empat puluh (hari atau bulan atau tahun) lebih baik baginya daripada lewat dihadapan orang yang shalat tersebut” (HR. Bukhari dan Muslim )
Hukum sutrah di Mekkah menurut pendapat yang lebih benar – wallahu a'lam- adalah tetap diperintahkan, karena keumuman hadist-hadist tentang sutrah sebagaimana telah disebutkan di atas. Namun walaupun begitu, jika keadaan ramai dan sulit dikendalikan, maka Allah tidak mewajibkan sesuatu kepada seseorang kecuali menurut kemampuannya, sebagaimana yang terdapat di dalam firman Allah swt :
لاَ يُكَلِّفُ اللّهُ نَفْسًا إِلاَّ وُسْعَهَا
" Allah tidaklah membebani seseorang kecuali menurut kemampuaannya " ( Qs Al Baqarah : 286 )
Begitu juga, kita diperintahkan bertaqwa kepada Allah swt dan melaksanakan segala perintah-Nya sesuai dengan kemampuan kita, sebagaimana firman Allah swt :
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ
" Bertaqwalah kepada Allah swt sesuai dengan kemampuan kalian " ( Qs At Taghabun : 16 )
Artinya bagi yang ingin melewat sedang di depannya ada orang yang sholat, maka hendaknya dia menunggu atau mencari jalan lain. Dalam keadaan sesak dan ramai , apalagi disertai dengan perbuatan saling dorong, khususnya dalam thowaf, sehingga tidak bisa terkendali lagi, maka dalam keadaan seperti ini, insya Allah dimaafkan, dan termasuk pengecualian. Apalagi ada bebera pendapat yang menyatakan bahwa sutrah di Mekkah khususnya di Masjid Haram menjadi tidak berlaku, walaupun pendapat ini lemah, karena hadist-hadist yang menjadi sandarannya juga lemah, tetapi kita juga harus menghormatinya.
Hal ini juga berlaku bagi yang sholat, hendaknya dia mencari tempat sholat yang kira-kira jarang dilewati orang, jangan malah sengaja sholat di tengah jalan, sebagaimana yang dilakukan oleh beberapa jama'ah haji. Jika dia sudah berusaha mencari tempat yang sepi, tapi tidak medapatkannya dan banyak jama'ah yang lewat di depannya karena sempitnya tempat, maka dalam keadaan seperti ini insya Allah dimaafkan. Hal ini dikuatkan dengan hadist yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id Al Khudri ra, bahwasanya nabi Muhammad saw bersabda :
إذا كان أحدكم يصلي فلا يدع أحدا يمر بين يديه وليدرأه ما استطاع فإن أبي فليقاتله إنما هو شيطان
“ Jika seseorang dari kalian sedang sholat, maka jangan membiarkan seseorang lewat di depannya, dan hendaknya dia larang menurut kemampuannya, jika dia enggan, maka hendaknya diperanginya, karena sesungguhnya dia syetan ( HR Bukhari dan Muslim )
Hadist di atas menerangkan bahwa perintah untuk mencegah orang yang lewat di depan orang yang sedang sholat, tergantung kepada kemampuan masing- masing.
-
Tanya Jawab Aktual Tentang Shalat
Lihat isinya
Tanya Jawab Aktual Tentang Puasa
Lihat isinya » -
Jilbab Menurut Syari'at Islam (Meluruskan Pandangan Prof. DR. Quraish)
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Pernikahan (Edisi I)
Lihat isinya » -
Halal dan Haram Dalam Pengobatan (Edisi I)
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Transaksi Keuangan (edisi 1)
Lihat isinya » -
Nasionalisme
Lihat isinya
Panduan Haji dan Umrah
Lihat isinya » -
Mukjizat Al Qur'an Dalam Kesehatan
Lihat isinya
Berobatlah Dengan Yang Halal (edisi 2 Halal Haram Pengobatan)
Lihat isinya » -
Panduan Praktis Menghitung Zakat
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Makanan
Lihat isinya » -
Waktumu Adalah Hidupmu, Managemen Waktu dalam Islam
Lihat isinya
Satu Jam Bersama Al-Qur'an
Lihat isinya » -
Jual Beli Terlarang
Lihat isinya
Kekuatan Istighfar
Lihat isinya » -
Panduan Praktis Berqurban
Lihat isinya
Al-Quran dan Kesetaraan Gender
Lihat isinya » -
Banyak Jalan Menuju Surga
Lihat isinya
Meniti Tangga-Tangga Kesuksesan
Lihat isinya » -
Fiqih Ta'ziyah
Lihat isinya
Mengenal Ahlus Sunnah wal Jamaah
Lihat isinya » -
Fiqih Wanita Kontemporer
Lihat isinya
Menang Tanpa Perang
Lihat isinya » -
Masuk Surga Bersama Keluarga
Lihat isinya
Mengetuk Pintu Langit
Lihat isinya » -
Membangun Negara dengan Tauhid
Lihat isinya
Fiqih Masjid (Membahas 53 Hukum Masjid)
Lihat isinya » -
Membuka Pintu Langit
Lihat isinya
Kesabaran yang Indah
Lihat isinya » -
Menembus Pintu Langit
Lihat isinya
Pensucian Jiwa
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah: Al-Fatihah
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 1: Orang-Orang Munafik dalam Al-Qur'an
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 2: Kisah Nabi Adam dan Iblis
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 3: Kisah Bani Israel
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 4: Nabi Sulaiman dan Kaum Yahudi
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 5: Umat Pertengahan
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 6: Hukum-hukum Seputar Ibadah
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 7: Hukum-hukum Pernikahan & Perceraian
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 8: Tidak Ada Paksaan dalam Beragama
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 9: Agama di Sisi Allah, Islam
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 10: Keluarga Imran
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 11: Sebaik-baik Umat
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 12: Empat Sifat Muttaqin
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 13: Dzikir dan Fikir
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 14: Membina Generasi Tangguh
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Juz 5: Qs. 4: 24-147
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Juz 6: Qs. 4: 148-176 & Qs. 5: 1-81
Lihat isinya
Lihat isinya »