( Bab VII ) Nasionalisme Membahayakan Aqidah Al Wala’ Dan Al Bara’
Siapa saja yang membaca al Qur’an dengan tadabbur dan seksama, akan mendapatkan bahwa Al Wala’ dan Al Bara’ ( yang merupakan pengejawantahan dari kalimat tauhid ) adalah masalah yang sangat prinsipil.
Ayat-ayat di dalam al-Qur’an, yang menyuruh seorang muslim untuk memberikan loyalitasnya hanya kepada Allah, Rasul, dan orang-orang beriman sangat jelas dan gamblang. Aqidah Al Wala’ dan Al Bara’ ini merupakan inti kekuatan umat Islam.
Syeikh Hamad bin Atiq, salah satu tokoh ulama abad 20, pernah menyebutkan urgensi Al Wala’ dan Al Bara’ di dalam kehidupan umat, salah satu tulisannya adalah:
“Bahwa tidak ada suatu hukum paling jelas yang disebutkan dalam Al-Qur’an, setelah kewajiban bertauhid dan haramnya syirik kecuali masalah Al Wala’ dan Al Bara’.”[1]
Seorang muslim yang berpegang teguh prinsip ini, tak akan goyah sedikitpun menghadapi hantaman yang silih berganti.
Rasulullah akan memberikan predikat “keimanan terkuat” bagi yang sanggup mempertahankan prinsip ini, dalam suatu hadits disebutkan:
“Ikatan keimanan yang paling kuat adalah yang terwujud di dalam memberikan loyalitas dan menyatakan permusuhan, serta mencintai dan membenci karena Allah semata’.( HR. Ahmad)[1]
Tatkala Barat mengetahui rahasia kekuatan ini, mereka berusaha sekuat tenaga untuk menghantam dan melenyapkannya, atau paling tidak melemahkan aqidah al Wala’ dan Bara’ tersebut dari tubuh umat Islam. Paham “Nasionalisme”lah, yang menjadi salah satu pilihan mereka untuk mewujudkan cita-cita busuk tersebut. Akibatnya, sebagai kenyataan pahit yang harus ditelan umat Islam adalah hilangnya pemahaman al Wala’ dan al Bara’ ini dari jiwa para generasinya, loyalitas mereka kepada dienul Islam sedikit demi sedikit semakin menipis, yang akhirnya dihempaskan oleh pemahaman-pemahaman sesat.
Mereka beramal dan berjuang bukan lagi karena membela kepentingan Islam, atau demi tegaknya kalimatullah di muka bumi ini, begitu juga kepercayaan bahwa Islam merupakan rahmat bagi seluruh alam, mulai goyang. Mereka tidak mau lagi menengok lagi nilai-nilai dan ajaran Islam untuk memakmurkan dunia dan memajukan sebuah bangsa.
Oleh karenanya, jauh-jauh sebelumnya, Islam telah mewanti-wanti umatnya supaya tidak terperangkap dalam pemahaman sesat seperti ini. Dalam sebuah hadits shohih Rasulullah saw bersabda:
“Dan barangsiapa mati di bawah bendera kefanatikan, dia marah karena fanatik kesukuan atau karena ingin menolong kebangsaan kemudian dia mati, maka matinya seperti mati jahiliyah (HR. Muslim)
Larangan keras ini lebih dirinci lagi oleh syaikh Muhammad Said Al-Qahthani dalam tesisnya yang berjudul Al Wala’ wal Al Bara’, beliau mengatakan:
“ Bahwa Nasionalisme merupakan salah satu bentuk kesyirikan, karena dia akan menuntut seseorang untuk berjuang membelanya, dan membenci setiap kelompok yang menjadi musuhnya – tanpa melihat muslim atau tidak-, dengan demikian secara tidak langsung ia telah menjadikannya sebagai tandingan Allah”.[2]
Bahkan Muhammad Qutb meletakkan faham Nasionalisme sejajar dengan faham-faham sesat lainnya seperti komunisme, sekulerisme, demokratisme, yang nota benenya bertentangan dengan aqidah Islam. Oleh karenanya wajar apabila beliau mengatagorikannya sebagai salah satu yang bisa membatalkan ke-Islaman seseorang. Beliau beralasan, bahwa paham – paham itu mengajarkan pengikutnya untuk memisahkan Islam dari kehidupan nyata.
Sebenarnya, pendapat beliau ini perlu diperincikan lagi, karena seseorang yang bisa dicap sebagai orang murtad, harus melalui syarat-syarat tertentu sebagaimana yang telah dijelaskan oleh ulama’ Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Akan tetapi penulis lebih cenderung untuk menafsirkan tulisan Muhammad Qutb tersebut sebagai bayan (sekedar penjelasan) bahwa pekerjaan semacam itu adalah salah satu dari bentuk kekafiran. Karena tidak semua orang yang mengerjakan amal yang mengandung kekafiran pasti dia telah kafir kecuali setelah memenuhi beberapa persyaratan.
Yang jelas, faham Nasionalisme adalah pemahaman yang sangat membahayakan aqidah Islam.”[3]
Pendapat Muhammad Qutb tersebut, tidak jauh berbeda dengan apa yang ditulis ustadz Abul A’la al Maududi di dalam salah satu karya tulisnya, beliau menolak digabungkannya antara Islam dengan faham Nasionalisme. Berarti, penulis asal Pakistan ini tidak menyetujui seseorang yang mengatakan muslim nasionalis, karena kedua-duanya tidak bisa bertemu.[4]
“Demikianlah manusia terbagi menjadi dua partai besar, partai Allah dan partai Setan, menjadi dua bendera, bendera kebenaran dan bendera kebatilan. Seseorang hanya bisa memilih salah satu dari keduanya…….., tidak ada bendera kekeluargaan atau kekerabatan, tidak ada bendera tanah air maupun kesukuan, yang ada hanyalah bendera aqidah…………..”[5]
Akhirnya kita patut merenungi salah satu sya’ir yang sering dikumandangkan anak-anak sekolah :
“Cina dan Arab adalah milik kita
Begitu juga India dan semuanya milik kita
Islam telah menjadi dien kita
Seluruh alam adalah Negara kita”.
[1] Ibnu Rojab, Jami’ul Ulum Wal Hikam, (Muassatur Risalah, 1994), hal. 124
[2] Muhammad Sa’id Al Qohthoni, Al Wala’ wal Bara’, ( Darut Toyyibah, 1409), hal. 42
[3] Muhammad Qutb, Lailaha illallah Aqidatan wa syari’atan, hal. 140
[4] Abul A’la Al Maududi, Ummatul Islam Waqodhiyatul Qaumiyyah, Hal. 174
[5] Sayyid Qutb, Fi Dhilal Al- Qur’an, (Darus Syuruq, 1994), Juz. 6, Hal. 3515-3516
-
Tanya Jawab Aktual Tentang Shalat
Lihat isinya
Tanya Jawab Aktual Tentang Puasa
Lihat isinya » -
Jilbab Menurut Syari'at Islam (Meluruskan Pandangan Prof. DR. Quraish)
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Pernikahan (Edisi I)
Lihat isinya » -
Halal dan Haram Dalam Pengobatan (Edisi I)
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Transaksi Keuangan (edisi 1)
Lihat isinya » -
Nasionalisme
Lihat isinya
Panduan Haji dan Umrah
Lihat isinya » -
Mukjizat Al Qur'an Dalam Kesehatan
Lihat isinya
Berobatlah Dengan Yang Halal (edisi 2 Halal Haram Pengobatan)
Lihat isinya » -
Panduan Praktis Menghitung Zakat
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Makanan
Lihat isinya » -
Waktumu Adalah Hidupmu, Managemen Waktu dalam Islam
Lihat isinya
Satu Jam Bersama Al-Qur'an
Lihat isinya » -
Jual Beli Terlarang
Lihat isinya
Kekuatan Istighfar
Lihat isinya » -
Panduan Praktis Berqurban
Lihat isinya
Al-Quran dan Kesetaraan Gender
Lihat isinya » -
Banyak Jalan Menuju Surga
Lihat isinya
Meniti Tangga-Tangga Kesuksesan
Lihat isinya » -
Fiqih Ta'ziyah
Lihat isinya
Mengenal Ahlus Sunnah wal Jamaah
Lihat isinya » -
Fiqih Wanita Kontemporer
Lihat isinya
Menang Tanpa Perang
Lihat isinya » -
Masuk Surga Bersama Keluarga
Lihat isinya
Mengetuk Pintu Langit
Lihat isinya » -
Membangun Negara dengan Tauhid
Lihat isinya
Fiqih Masjid (Membahas 53 Hukum Masjid)
Lihat isinya » -
Membuka Pintu Langit
Lihat isinya
Kesabaran yang Indah
Lihat isinya » -
Menembus Pintu Langit
Lihat isinya
Pensucian Jiwa
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah: Al-Fatihah
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 1: Orang-Orang Munafik dalam Al-Qur'an
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 2: Kisah Nabi Adam dan Iblis
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 3: Kisah Bani Israel
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 4: Nabi Sulaiman dan Kaum Yahudi
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 5: Umat Pertengahan
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 6: Hukum-hukum Seputar Ibadah
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 7: Hukum-hukum Pernikahan & Perceraian
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 8: Tidak Ada Paksaan dalam Beragama
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 9: Agama di Sisi Allah, Islam
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 10: Keluarga Imran
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 11: Sebaik-baik Umat
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 12: Empat Sifat Muttaqin
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 13: Dzikir dan Fikir
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 14: Membina Generasi Tangguh
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Juz 5: Qs. 4: 24-147
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Juz 6: Qs. 4: 148-176 & Qs. 5: 1-81
Lihat isinya
Lihat isinya »