Karya Tulis
4698 Hits

Bab 1: Mengapa Istighfar?

         Manusia yang hidup di dunia ini tidak bisa luput dari kesalahan. Dalam bahasa Arab manusia disebut ”an-Nas” yang berarti makhluk yang pelupa. Al-Qurthubi di dalam al- Jami’ li Ahkam al- Qur’an, (1/ 135 ) menyebutkan perkataan Ibnu Abbas bahwa :

           نَسِيَ آدَمُ عَهْدَ اللهِ فَسُمّيَ إِنْسَانًا

           ”Nabi Adam ‘alaihi as-salam lupa terhadap janji Allah, maka sejak itu diberi nama manusia. “

 Salah satu cara menutupi kelupaan dan kesalahan tersebut adalah dengan istighfar, yaitu meminta ampun kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Oleh karenanya, Allah dalam banyak ayat memerintahkan kaum muslimin untuk beristighfar dan memohon ampun kepada-Nya atas kesalahan-kesalahan yang mereka perbuat. Sebagaimana yang tersebut dalam hadits qudsi :

  قَالَ رسول الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى : ” يَا عِبَادِي إِنَّكُمْ تُخْطِئُونَ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ، وَأَنَا أَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا، فَاسْتَغْفِرُونِي أَغْفِرْ لَكُمْ (

          Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda: Allah berfirman: ”Wahai para hamba-Ku, sesungguhnya kamu membuat kesalahan pada waktu malam dan siang, dan Aku mengampuni dosa-dosa semuanya, maka memohon ampunlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku mengampunimu”  ( Hadits Shohih riwayat Muslim, no : 2577 )

Orang yang merasa tidak pernah berbuat salah adalah orang yang menyalahi fitrah dan menyalahi hukum alam yang telah diletakkan Allah dalam kehidupan ini. Hal ini telah diterangkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam dalam suatu haditsnya :

  وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ لَمْ تُذْنِبُوا لَذَهَبَ اللَّهُ بِكُمْ، وَلَجَاءَ بِقَوْمٍ يُذْنِبُونَ فَيَسْتَغْفِرُونَ، فَيَغْفِرُ لَهُمْ

          ”Demi jiwaku yang ada di tangan-Nya, jika kamu tidak pernah berbuat dosa, maka Allah akan mematikan kamu dan menggantikannya dengan suatu kaum yang berbuat dosa kemudian mereka meminta ampun kepada-Nya, kemudian Allah akan mengampuni mereka”  ( Hadits Shohih riwayat Muslim, no : 2749 )

 Diantara hikmah Allah mentaqdirkan dosa bagi hamba-hamba-Nya adalah sebagai berikut :

      Pertama : Menunjukkan bahwa seorang hamba itu lemah.

Berkata Imam al-Munawi di dalam at-Taisir bi Syarh al-Jami’ ash-Shaghir ( 2/605 ) :

لما في ايقاع العباد في الذنوب أحيانا من الفوائد التي منها تنكيس المذنب رأسه واعترافه بالعجز وتبرؤه من العجب

“ Terjadinya dosa pada seorang hamba kadang-kadang membawa beberapa manfaat, diantaranya adalah : menjadikan kepala orang yang berbuat dosa tunduk dan memaksanya untuk mengakui kelemahannya, serta melepaskan sifat ‘ujub dari dirinya . “  

          Kedua : Menunjukkan kecintaan Allah kepada hamba-Nya.

           Berkata al-Kalabadzi di dalam Bahru al-Fawaid ( 1/202 ) :

           دل هذا الحديث على ما قلناه من محبة الله تعالى للمؤمن ؛ لأنه إذا أذنب اعتذر إليه ، وتاب ، وأقبل عليه ، وتضرع واستكان ، وعلق له ، فالله تعالى يحب هذا من العبد ، وخبايته لا تقدح في محبته له ؛ لأن الخباية من العبد ، والمحبة من الله تعالى له ، ولا تقدح أوصاف المحدث الضعيف الحقير في أوصاف القديم اللطيف الخبير

  “ Hadist di atas menunjukkan – seperti yang pernah kita sebutkan – tentang kecintaan Allah kepada orang mukmin, karena jika dia berbuat dosa segera meminta maaf dan bertaubat kepada-Nya, dia segera menghadap-Nya serta bersimpuh dan pasrah serta tergantung kepada-Nya. Maka Allah mencintai hamba-Nya yang seperti ini. Kesalahan-kesalahannya tidaklah mengurangi kecintaan Allah kepadanya, karena kesalahan-kesalahan tersebut berasal darinya sedang kecintaan itu berasal dari Allah. Sifat-sifat seorang hamba yang lemah dan hina tidak akan mempengaruhi sifat Allah Yang Maha Lembut dan Maha Mengetahui. “     

     Ketiga : Menunjukkan ketundukkan peribadatan dan kemuliaan rabb, menguatkan harapan hamba kepada ampunan Rabbnya.

Berkata Ibnu al-Jauzi di dalam “ Kasyfu al-Musykil  min Hadits ash-Shahihain “ ( 1/1043 ) :

           هذا دليل على أن المراد من العبد الذل فإن المذنب منكسر لذنبه منكس الرأس لجرمه وبهذا يبين ذل العبودية ويظهر عز الربوبية وفيه تقوية لرجاء المذنب في العفو

   “ Hadits ini sebagai dalil bahwa yang diminta dari seorang hamba adalah ketundukan, karena seorang hamba yang berbuat dosa akan merasa bersalah dengan dosanya, kepalanya tertunduk malu dengan kesalahannya. Dalam keadaan seperti ini akan nampak ketundukan dalam peribadatan dan terlihat pula kemuliaan Sang Pemelihara. Di dalamnya ada penguatan bagi harapan seorang yang berdosa untuk mendapatkan ampunan. “

 Maka, sebagai orang yang beriman hendaknya kita mengakui bahwa setiap dari kita pasti pernah melakukan kesalahan, kemudian selalu memohon ampun kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Untuk menuju ke arah itu, tentunya kita harus mengetahui seluk beluk istighfar itu sendiri, apa hakekatnya, apa saja keutamaannya, bagaimana cara beristighfar, kapan waktunya, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan istighfar.

KARYA TULIS