Karya Tulis
3456 Hits

Hukum Mencukur dan Menggundul Rambut Bagi Wanita


Rambut bagi wanita adalah mahkota dan perhiasan, tanpa rambut, keindahan wanita jadi sirna. Menurut beberapa penelitian, bahwa rambut panjang, tebal, berkilau adalah salah satu tanda tingkat kesuburan seorang wanita. Selain itu, juga menunjukkan bahwa wanita tersebut sehat dan aktif secara mental dan fisik.

Tidak dipungkiri, bahwa banyak lelaki menyukai wanita yang berambut panjang, rapi dan terawat.  Bahkan tidak sedikit yang memilih jodoh dengan memilih kriteria dari bentuk rambutnya.

Oleh karenanya, Islam memperhatikan keindahan rambut wanita agar tetap menjadi miliknya dan jangan dihilangkan dengan cara menggundulnya. Di bawah ini beberapa hukum terkait dengan rambut wanita.

Pertama : Dibolehkan wanita memendekkan rambutnya  dengan syarat-syaratnya.

Dalilnya adalah hadist Abu Salamah bin Abdurrahman radhiyallahu ‘anhu, anak susu dari Ummu Kultsum binti Abu Bakar, saudara perempuan Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata :

كَانَ أَزْوَاجُ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْخُذْنَ مِنْ رُؤُسِهِنَّ حَتَّى يَكُوْنَ كَالوَفْرَةِ

Adalah istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil (memendekkan) rambut mereka hingga seperti al-wafrah.” (HR. Muslim no.726)

Al-Wafrah sebagaimana yang disebutkan dalam Syareh Shahih Muslim (5/3) adalah rambut yang panjangnya sampai tidak melebihi ke kedua telinga. Al-Qadhi Iyadh berkata : “ Yang diketahui secara umum bahwa kebiasan wanita-wanita Arab, mereka senang  memanjangkan rambut mereka dan menjalinnya. Adapun yang dilakukan oleh istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ini (yaitu memendekkan rambut) bisa jadi setelah wafatnya beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena mereka tidak lagi berdandan dan merasa tidak butuh untuk memanjangkan rambut mereka, hal ini untuk mempermudah perawatan rambut.”

Berkata Imam an-Nawawi di dalam Syareh Shahih Muslim(5/4) : “ Apa yang disebutkan oleh al-Qadhi ‘Iyadh bahwa istri-istri Nabi melakukan hal itu setelah wafatnya beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, bukan pada waktu hidupnya beliau, dan yang juga disampaikan oleh ulama-ulama lainnya, adalah sesuatu yang benar. Jangan sampai dikira mereka melaksanakan tersebut pada masa hidupnya Nabi. Dan hadits di atas menunjukkan bolehnya para wanita memendekkan rambut mereka. Wallahu A’lam. “

 Keterangan al-Qadhi ‘Iyad dan Imam an-Nawawi di atas menunjukkan bahwa rambut tetap menjadi mahkota dan kebanggaan kaum wanita, termasuk wanita-wanita Arab. Juga menunjukkan bahwa mereka memanjangkan rambut untuk tujuan kecantikan dan keindahan yang akan mereka pamerkan di depan para suami. Karena laki-laki biasanya menyukai wanita-wanita yang berambut panjang.

Berkata Ibnu Rajab di dalam Syareh Shahih al-Bukhari(1/248) : “ Pemberitahuannya tentang keadaan rambut istri-istri Rasulullah menunjukkan bahwa beliau (Abu Salamah bin Abdurrahman) melihat rambutnya (Aisyah). Dan ini tidak ada perselisihan di dalamnya bagi yang menjadi mahramnya, kecuali apa yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa beliau memakruhkannya. “

Kedua: Wanita dilarang untuk menggundul rambutnya.

Dalilnya adalah hadits Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma,, bahwa Rasulullah bersabda :

ليس على النساء حلق إنما على النساء التقصير

 

Untuk wanita (dalam ibadah haji) tidak ada menggundul rambut, tetapi hanya memendekkan rambut “ ( Berkata an-Nawawi di dalam al-Majmu’: Hadits ini diriwayatkan Abu Daud dengan Sanad Hasan)

 

Terdapat riwayat lain, seperti hadits Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, dia berkata :

نَهَى رسولُ الله أَنْ تَحْلِقَ المَرْأَةُ رَأسَهَا


           Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang wanita untuk menggundul rambutnya.” (Berkata Tirmidzi : Hadits ini Idhthirab)

Begitu juga hadits Utsman bin Affan dan Aisyah radhiyallahu ‘anhuma,  dengan lafadh serupa, kesemuanya itu menguatkan satu dengan yang lainnya, dan menunjukkan larangan menggundul rambut bagi wanita.

Para ulama memberikan alasan larangan tersebut, diantaranya :

Pertama : Menggundul rambut bukanlah kebiasaan para istri sahabat dan tabi’in serta orang-orang yang datang sesudahnya.

Kedua : Larangan wanita menggundul  rambutnya pada waktu Haji dan Umrah menunjukkan bahwa selain waktu-waktu tersebut larangannya lebih kuat.

Ketiga : Wanita yang menggundul rambutnya termasuk perbuatan yang menyerupai laki-laki, makanya dilarang dalam Islam.

Keempat : Wanita yang menggundul rambutnya termasuk perbuatan mutslah (membabat habis suatu anggota tubuh), karena rambutnya termasuk inti dari keindahan wanita. Dengan menggundulnya, berarti menjadikan bentuknya buruk dan seakan-akan menjadikannya cacat.

Berkata Syekh asy-Syenqiti di dalam Adhwau al-Bayan (24/363) : “ Sesungguhnya kebiasaan yang berlaku di banyak Negara, dimana wanita mencukur rambutnya hingga hampir gundul adalah kebiasaan wanita-wanita Perancis yang bertentangan dengan kebiasaan wanita-wanita Islam dan wanita-wanita Arab sebelum Islam. Hal ini termasuk bagian dari penyelewengan agama dan akhlaq yang sudah menyebar di mana-mana. “

         Mula al-Qari di dalam Mirqat al-Mafatih syareh Misykat al-Mashabih (3/223), menyebutkan bahwa alasan dari larangan wanita menggundul rambutnya karena rambut bagi wanita seperti jenggot pada laki-laki yang akan menambah keindahaan seseorang.

Dari hadits di atas, bisa disimpulkan bahwa laki-laki boleh menggundul rambutnya, karena larangan menggundul hanya berlaku bagi wanita. Pertanyaannya, apakah menggundul rambut bagi laki-laki hukumnya sunnah atau sekedar rukhsah ?

 

Para ulama berbeda pendapat  dalam hal ini, sebagian mengatakan hukumnya sunnah berdasarkan perbuatan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu yang menggundul rambutnya. Sedangkan kita diperintahkan untuk mengikuti sunnah  al-Khulafa’ ar-Rasyidin. Begitu juga bahwa menggundul rambut merupakan sunnah dalam Haji dan Umrah, maka hendaknya kita mengambil berkah darinya dengan menggundul rambut dalam setiap keadaan. ( Ibnu Abdul Barr, at-Tamhid: 6/78)

 

Sebagian yang lain mengatakan bahwa menggundul rambut hukumnya rukhsah, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya tidak menggundul rambut mereka kecuali pada waktu tahalul setelah selesai melaksanakan Haji atau Umrah. Pendapat terakhir ini yang lebih kuat. Wallahu A’lam.

 

Ketiga : Wanita dilarang memendekkan rambutnya dengan mengikuti model rambut laki-laki.

Ini sesuai dengan hadits Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwasanya ia berkata :

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم الْمُتَشَبِّهِينَ مِنَ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ ، وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنَ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat kaum lelaki yang menyerupai wanita dan para wanita yang menyerupai lelaki.” (HR. Bukhari)

Yang dilarang di sini adalah mengikuti model rambut laki-laki di lingkungannya. Di Indonesia umpamanya, kebanyakan laki-laki berambut pendek, maka wanita muslimah dilarang memotong rambutnya hingga pendek menyerupai rambut laki-laki. Sebaliknya wanita dibolehkan memendekkan rambutnya dengan model rambut wanita pada umumnya. Jika dia mempunyai suami, maka hendaknya disesuaikan dengan keinginan suami, karena salah satu tujuan wanita berhias adalah mendapat ridha suami.

Keempat: Wanita dilarang memendekkan rambutnya dengan mengikuti model rambut wanita kafir.

Dalilnya adalah hadits Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

Barang siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk dari kaum tersebut.” ( HR. Abu Daud dan dishahihkan Ibnu Hibban )

Bagaimana batasan rambut yang menyerupai model wanita kafir ? Jawabannya,  jika model tersebut menjadi ciri khas mereka. Adapun jika model rambut tersebut sudah bukan lagi ciri khas mereka, tetapi menjadi model umum bagi wanita, maka hal ini tidak dilarang selama tidak melanggar aturan-aturan rambut dalam Islam.

Ibnu Abdul Barr di dalam At-Tamhid lima fi al-Muwaththa’ min al-Ma’ani wa al-Asanid (6/80) menerangkan secara panjang tentang model rambut dan hubungannya dengan hadits yang melarang untuk menyerupai perilaku orang-orang kafir, kelompok sesat dan orang-orang jahil, seperti preman dan begal. Jika suatu model rambut tertentu sudah menjadi ciri khas kelompok tersebut, maka tidak boleh meniru model tersebut. Ini bukan masalah rambut panjang atau pendek atau  yang tidak mempunyai rambut, karena semua itu tidak mempengaruhi pahala di akherat, tapi yang diperhitungkan adalah niatnya.

Kalau zaman dahulu rambut panjang adalah sesuatu yang wajar bagi laki-laki, maka rambut panjang untuk laki-laki pada zaman sekarang bukanlah sesuatu yang lumrah, bahkan menjadi sesuatu yang aneh dan nyleneh, bahkan bisa dikatakan ciri orang -orang yang nakal dan menyimpang, maka hendaknya kita menjauhi model seperti itu, supaya tidak menjadi fitnah bagi masyarakat. Wallahu A’lam

Dr. Ahmad Zain An-Najah, MA

Jatiwarna, 17 Shafar 1438 / 17 November 2016 M

KARYA TULIS