Mencintai Berlebihan
Cinta
Terlalu Cinta
Tadabbur Surah An-Nisa Ayat 129
[DR. AHMAD ZAIN ANNAJAH, MA.]
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَلَنۡ تَسۡتَطِيۡعُوۡۤا اَنۡ تَعۡدِلُوۡا بَيۡنَ النِّسَآءِ وَلَوۡ حَرَصۡتُمۡ فَلَا تَمِيۡلُوۡا كُلَّ الۡمَيۡلِ فَتَذَرُوۡهَا كَالۡمُعَلَّقَةِ ؕ وَاِنۡ تُصۡلِحُوۡا وَتَتَّقُوۡا فَاِنَّ اللّٰهَ كَانَ غَفُوۡرًا رَّحِيۡمًا
“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nisaa, 4: 129)
Pelajaran yang dapat diambil dari ayat di atas:
Firman-Nya: وَلَنۡ تَسۡتَطِيۡعُوۡۤا اَنۡ تَعۡدِلُوۡا
Artinya: “Kalian tidak akan mungkin bisa berbuat adil (di antara istri-istri)” ini khusus untuk suami yang memiliki istri lebih dari satu. Ayat ini turun kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. “Wahai Muhammad, engkau tidak mungkin bisa berbuat adil di antara istri-istrimu..” لَنۡ dalam Bahasa Arab artinya tidak mungkin. Ayat ini disalahgunakan oleh orang-orang Sekuler dan Liberal untuk menolak praktek poligami sebab mereka mengklaim bahwa laki-laki itu tidak bisa adil. Syarat untuk mempraktekkan poligami adalah berbuat adil terhadap para istri.
Surah An-Nisa ayat 3 digabung dengan ayat 129. Inilah logika matematis yang digunakan oleh kaum Liberal & Sekuler dan pihak-pihak yang memusuhi Islam dalam menafsirkan kedua ayat tersebut dalam kaitan dengan poligami. Dalam surah An-Nisa ayat 3 disebutkan فَاِنۡ خِفۡتُمۡ اَلَّا تَعۡدِلُوۡا فَوَاحِدَةً yang artinya: “Jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja.” Kemudian ditambah dengan logika akal mereka dalam menafsirkan ayat 129 وَلَنۡ تَسۡتَطِيۡعُوۡۤا اَنۡ تَعۡدِلُوۡا yang artinya: “Kalian tidak akan mungkin bisa berbuat adil.” Mereka menolak poligami dengan dalih bahwa laki-laki tidak akan pernah bisa berbuat adil.
Penafsiran yang mereka lakukan adalah sesat, hanya berdasarkan akal logika mereka belaka; mereka tidak pernah mau menggunakan tafsir para Ulama dan tidak pernah mau membaca hadits-hadits Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebab turunnya ayat ini adalah pada suatu malam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar dari rumahnya dan mengadakan: “Inilah bentuk usaha saya sebagai seorang laki-laki untuk membagi dengan adil sesuai dengan kemampuan saya.”
Kenapa orang tidak berbuat adil? Sebab cintanya berlebihan kepada salah satu istri. Bukan hanya dalam peran suami-istri, ada juga seorang ibu yang mencintai berlebihan pada anak pertamanya atau anak perempuannya. Keadaan inilah yang memicu ketidakadilan. Oleh karena itu biasa saja dalam mencintai. Berbuat adil itu muncul ketika cintanya itu berjarak. Cinta berjarak itu agar kita tidak jatuh ke dalam emosional cinta.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengadu pada Allah:
وعن عائشة رضي الله عنها" { أن النبي عليه الصلاة والسلام كان يل في القسم بين نسائه ، وكان يقول : اللهم هذا قسمي فيما أملك فلا تؤاخذني فيما لا أملك }
Dari Ibunda Aisyah, sesungguhnya Nabi shallallalhu ‘alaihi wa sallam menggilir para isterinya dengan adil, dan berkata: “Ya Allah, inilah pembagianku yang bisa saya miliki (saya lakukan), maka janganlah Engkau beri aku sanksi/hukuman pada sesuatu yang tidak aku miliki (tidak aku mampu)”
Maksud hadits ini menjelaskan manusia hanya bisa membagi perkara yang lahiriah saja, yaitu: satu, nafkah lahir; dua, bermalam.
Lanjutan dari redaksi hadits di atas yaitu: فلا تؤاخذني فيما لا أملك
Artinya: “Janganlah Engkau hukum aku pada sesuatu yang tidak aku miliki” maksudnya adalah semangat, rasa cinta, terkait hati atau perasaan. Misalnya seseorang memiliki beberapa orang anak, tentu ada salah satu anak yang paling dicintai. Cinta terbesar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah pada Khadijah. Ibunda Khadijah memiliki empat kelebihan: (1) wanita yang pertama kali beriman, (2) seorang yang pertama kali membenarkan di saat semua orang mendustakan Rasul, (3) semua hartanya diinfaqkan kepada suaminya, (4) memiliki anak; keempatnya tidak dimiliki oleh istri-istri yang lain.
Salah satu kunci keluarga sakinah adalah tidak mencintai fisik. Akan tetapi jika mencintai karena ilmu, ilmu tetap ada di dalam dadanya walaupun misalnya dia sakit. Terdapat sebuah syair Arab:
وَفِي الْجَهْلِ قَبْلَ الْمَوْتِ مَوْتٌ لِأَهْلِهِ فَأَجْسَامُهُمْ قَبْلَ الْقُبُورِ قُبُورُ
“Di dalam kebodohan itu kematian, sebelum orang itu mati. Maka jasad mereka adalah kuburan baginya, sebelum mereka masuk kuburan.”
Kategori wanita yang dinikahi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah wanita yang beriman, sami’na wa atho’na terhadap apa saja perkataan beliau, seluruh hartanya diinfaqkan di jalan Allah, dan memiliki anak-anak untuk investasi dakwah dan akhirat. Rasulullah lebih mencintai Khadijah bukan karena fisiknya namun lebih kepada orientasi akhirat.
Pernikahan itu bukan sekedar shalih dan shalihah saja, namun ada beberapa faktor lainnya, seperti: ekonomi, tingkat pendidikan, karakter, sosial budaya, lingkungan, adat istiadat, bahasa, dan faktor lainnya. Ada seorang Indonesia menikah dengan orang Aljazair akhirnya bercerai sebab tidak sekufu. Kemudian menikah lagi dengan wanita Indonesia dan menjadi sakinah mawaddah wa rahmah. Namun ada juga orang Indonesia yang berhasil menikah dengan orang Mesir.
Setelah ibunda Khadijah wafat, orang kedua yang paling dicintai oleh Rasulullah adalah ibunda Aisyah. Pertama, karena ibunda Aisyah putra dari Abu Bakr ash-Shiddiq yang imannya sangat kuat, imannya yang dibandingkan seluruh manusia tetap lebih kuat imannya Abu Bakr ash-Shiddiq sehingga nasab juga berpengaruh dalam pernikahan. Kedua, ibunda Aisyah itu cerdas untuk mengajarkan ilmu kepada umat. Ketika Rasulullah ditanya…
أَيُّ النَّاسِ أَحَبُّ إِلَيْكَ؟ قَالَ عَائِشَةُ. فَقُلْتُ مِنَ الرِّجَالِ؟ فَقَالَ أَبُوْهَا.
"Siapakah manusia yang paling Engkau cintai?" Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab: 'Aisyah. Lalu aku bertanya lagi: "Siapakah yang Engkau cintai dari kalangan laki-laki?" Beliau menjawab: Ayahnya Aisyah (Abu Bakar).
Kenapa istri-istri Rasulullah tidak boleh menikah lagi? Alasan utamanya adalah agar tidak menyakiti hati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kelak istri akan dikumpulkan di surga bersama dengan suaminya yang paling shalih, bukan suami pertama ataupun terakhir.
Allah berfirman dalam surah At-Taubah ayat 24:
قُلۡ اِنۡ كَانَ اٰبَآؤُكُمۡ وَاَبۡنَآؤُكُمۡ وَاِخۡوَانُكُمۡ وَاَزۡوَاجُكُمۡ وَعَشِيۡرَتُكُمۡ وَ اَمۡوَالُ ۨاقۡتَرَفۡتُمُوۡهَا وَتِجَارَةٌ تَخۡشَوۡنَ كَسَادَهَا وَ مَسٰكِنُ تَرۡضَوۡنَهَاۤ اَحَبَّ اِلَيۡكُمۡ مِّنَ اللّٰهِ وَرَسُوۡلِهٖ وَ جِهَادٍ فِىۡ سَبِيۡلِهٖ فَتَرَ بَّصُوۡا حَتّٰى يَاۡتِىَ اللّٰهُ بِاَمۡرِهٖ ؕ وَاللّٰهُ لَا يَهۡدِى الۡقَوۡمَ الۡفٰسِقِيۡنَ
“Katakanlah: "Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatir kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya". Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (QS. At-Taubah, 9: 24)
Terdapat delapan hal yang dicintai oleh manusia, yaitu: bapak, anak, saudara, istri, keluarga, harta, perniagaan, dan rumah tempat tinggal. Setelah merenungi dari beberapa ayat dalam Al-Qur’an ditemukan bahwa istri tidak ditempatkan pada urutan pertama dalam kecintaan. Yang biasanya pertama dicintai oleh laki-laki (seorang bapak) adalah anaknya, setelah itu baru istrinya. Istri bisa dicerai, ada mantan istri, akan tetapi tidak akan pernah ada mantan anak. Anak itu darah dagingnya dia, sedangkan istri adalah orang lain yang diikat dengan pernikahan. Jika kedelapan hal tersebut lebih dicintai daripada mencintai Allah dan Rasul-Nya, serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah kehancurannya. حَتّٰى يَاۡتِىَ اللّٰهُ بِاَمۡرِهٖ artinya: “berhati-hati hingga Allah mendatangkan urusan-Nya.”
Jika kita mencintai seseorang secara berlebihan maka akan diuji dengan cintanya terhadap orang tersebut. Contohnya Nabi Ibrahim yang terlalu sayang kepada putranya Ismail yang telah ditunggu lama kehadirannya selama 80 tahun, tiba-tiba turun perintah Allah untuk menyembelih putranya. Cinta Allah tidak ingin disaingi dengan cinta makhluk. Kisah ini diabadikan dalam surah Ash-Shaffat ayat 100-102:
رَبِّ هَبۡ لِىۡ مِنَ الصّٰلِحِيۡنَ ﴿۱۰۰﴾ فَبَشَّرۡنٰهُ بِغُلٰمٍ حَلِيۡمٍ ﴿۱۰۱﴾ فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعۡىَ قَالَ يٰبُنَىَّ اِنِّىۡۤ اَرٰى فِى الۡمَنَامِ اَنِّىۡۤ اَذۡبَحُكَ فَانْظُرۡ مَاذَا تَرٰىؕ قَالَ يٰۤاَبَتِ افۡعَلۡ مَا تُؤۡمَرُسَتَجِدُنِىۡۤ اِنۡ شَآءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيۡنَ ﴿۱۰۲﴾
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar". (QS. Ash-Shaffat, 37: 100-102)
Contoh lain tentang cinta yang berlebihan. Masih kisah Nabi Ibrahim dalam surah Al-An’am ayat 76:
فَلَمَّا جَنَّ عَلَيۡهِ الَّيۡلُ رَاٰ كَوۡكَبًا ۚ قَالَ هٰذَا رَبِّىۡ ۚ فَلَمَّاۤ اَفَلَ قَالَ لَاۤ اُحِبُّ الۡاٰفِلِيۡنَ
Ketika malam telah gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: "Inilah Tuhanku", tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: "Saya tidak suka kepada yang tenggelam." (QS. Al-An’am, 6: 76)
Jadi Nabi Ibrahim itu cinta kepada bintang karena bintang itu simbol ketinggian, kecantikan. Namun setelah itu bintangnya tenggelam, kemudian Nabi Ibrahim mengetahui hakikat cinta, tidak mencintai yang tenggelam. Demikian pula cintanya pada bulan dan matahari. Artinya terlalu cinta pada satu hal berlebihan maka akan membuat sesat. Nabi Ibrahim mengatakan jika tidak diberikan hidayah maka termasuk orang yang sesat. Maka doa istiftah itu diambil dari surah Al-An’am ayat 79 yakni pengakuan cinta (tauhid) Nabi Ibrahim kepada Allah. Cinta kepada Allah yang tertinggi, sedangkan kepada manusia hanya sekedarnya.
اِنِّىۡ وَجَّهۡتُ وَجۡهِىَ لِلَّذِىۡ فَطَرَ السَّمٰوٰتِ وَالۡاَرۡضَ حَنِيۡفًا وَّمَاۤ اَنَا مِنَ الۡمُشۡرِكِيۡنَۚ
“Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.” (QS. Al-An’am, 6: 79)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah terpengaruh dengan perkataan istri beliau dalam surah At-Tahrim ayat 1:
اَيُّهَا النَّبِىُّ لِمَ تُحَرِّمُ مَاۤ اَحَلَّ اللّٰهُ لَـكَۚ تَبۡتَغِىۡ مَرۡضَاتَ اَزۡوَاجِكَؕ وَاللّٰهُ غَفُوۡرٌ رَّحِيۡمٌ
“Wahai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah halalkan bagimu; kamu mencari kesenangan hati isteri-isterimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. At-Tahrim, 66: 1)
Disebabkan kecenderungan rasa cinta Nabi terhadap salah satu istri beliau dan sangat ingin membuat ridha istri yang sangat beliau cintai sehingga mengharamkan apa yang Allah halalkan bagi beliau. Akhirnya Rasulullah ditegur oleh Allah. Apalagi kita, manusia biasa lebih mudah lagi terjatuh dalam kecenderungan rasa yang menyebabkan terjebak (dalam ketidakadilan). Kemudian Rasulullah beristighfar begitu pula dengan kedua istri yang membuat susah hati Rasulullah juga beristighfar dan bertaubat kepada Allah.
Wallahu a’lam.
{Transkrip ditulis di Al-Quds, 20/02/2019}
-
Tanya Jawab Aktual Tentang Shalat
Lihat isinya
Tanya Jawab Aktual Tentang Puasa
Lihat isinya » -
Jilbab Menurut Syari'at Islam (Meluruskan Pandangan Prof. DR. Quraish)
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Pernikahan (Edisi I)
Lihat isinya » -
Halal dan Haram Dalam Pengobatan (Edisi I)
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Transaksi Keuangan (edisi 1)
Lihat isinya » -
Nasionalisme
Lihat isinya
Panduan Haji dan Umrah
Lihat isinya » -
Mukjizat Al Qur'an Dalam Kesehatan
Lihat isinya
Berobatlah Dengan Yang Halal (edisi 2 Halal Haram Pengobatan)
Lihat isinya » -
Panduan Praktis Menghitung Zakat
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Makanan
Lihat isinya » -
Waktumu Adalah Hidupmu, Managemen Waktu dalam Islam
Lihat isinya
Satu Jam Bersama Al-Qur'an
Lihat isinya » -
Jual Beli Terlarang
Lihat isinya
Kekuatan Istighfar
Lihat isinya » -
Panduan Praktis Berqurban
Lihat isinya
Al-Quran dan Kesetaraan Gender
Lihat isinya » -
Banyak Jalan Menuju Surga
Lihat isinya
Meniti Tangga-Tangga Kesuksesan
Lihat isinya » -
Fiqih Ta'ziyah
Lihat isinya
Mengenal Ahlus Sunnah wal Jamaah
Lihat isinya » -
Fiqih Wanita Kontemporer
Lihat isinya
Menang Tanpa Perang
Lihat isinya » -
Masuk Surga Bersama Keluarga
Lihat isinya
Mengetuk Pintu Langit
Lihat isinya » -
Membangun Negara dengan Tauhid
Lihat isinya
Fiqih Masjid (Membahas 53 Hukum Masjid)
Lihat isinya » -
Membuka Pintu Langit
Lihat isinya
Kesabaran yang Indah
Lihat isinya » -
Menembus Pintu Langit
Lihat isinya
Pensucian Jiwa
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah: Al-Fatihah
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 1: Orang-Orang Munafik dalam Al-Qur'an
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 2: Kisah Nabi Adam dan Iblis
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 3: Kisah Bani Israel
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 4: Nabi Sulaiman dan Kaum Yahudi
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 5: Umat Pertengahan
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 6: Hukum-hukum Seputar Ibadah
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 7: Hukum-hukum Pernikahan & Perceraian
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 8: Tidak Ada Paksaan dalam Beragama
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 9: Agama di Sisi Allah, Islam
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 10: Keluarga Imran
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 11: Sebaik-baik Umat
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 12: Empat Sifat Muttaqin
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 13: Dzikir dan Fikir
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 14: Membina Generasi Tangguh
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Juz 5: Qs. 4: 24-147
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Juz 6: Qs. 4: 148-176 & Qs. 5: 1-81
Lihat isinya
Lihat isinya »