Karya Tulis
1418 Hits

Berlindung dari Buruknya Takdir (2)

Ayat Qur’an tentang Su’u al-Qadha’ 

Diantara ayat yang menunjukkan adanya (Su’u al-Qadha’) di dalam kehidupan manusia adalah firman Allah, 

لَوْ يُعَجِّلُ اللَّهُ لِلنَّاسِ الشَّرَّ اسْتِعْجَالَهُمْ بِالْخَيْرِ لَقُضِيَ إِلَيْهِمْ أَجَلُهُمْ فَنَذَرُ الَّذِينَ لَا يَرْجُونَ لِقَاءَنَا فِي طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُونَ

“Dan kalau sekiranya Allah menyegerakan kejelekan  bagi manusia seperti permintaan mereka untuk menyegerakan kebaikan, pastilah diakhiri umur mereka. Maka Kami biarkan orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami, bergelimang di dalam kesesatan mereka.” (Qs. Yunus: 11)

Begitu juga Firman Allah subhanahu wa ta'ala,

  قُلْ أَرَأَيْتَكُمْ إِنْ أَتَاكُمْ عَذَابُ اللَّهِ أَوْ أَتَتْكُمُ السَّاعَةُ أَغَيْرَ اللَّهِ تَدْعُونَ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ * بَلْ إِيَّاهُ تَدْعُونَ فَيَكْشِفُ مَا تَدْعُونَ إِلَيْهِ إِنْ شَاءَ وَتَنْسَوْنَ مَا تُشْرِكُونَ

“Katakanlah: ‘Terangkanlah kepadaku jika datang siksaan Allah kepadamu, atau datang kepadamu hari kiamat, apakah kamu menyeru (tuhan) selain Allah; jika kamu orang-orang yang benar!’ (Tidak), tetapi hanya Dialah yang kamu seru, maka Dia menghilangkan bahaya yang karenanya kamu berdoa kepada-Nya, jika Dia menghendaki, dan kamu tinggalkan sembahan-sembahan yang kamu sekutukan (dengan Allah).” (Qs. al-An’am: 40-41)

Kejelekan Tidak kepada Allah 

Pernyataan bahwa semua takdir bagi Allah baik, tidak ada yang buruk bagi-Nya ternyata sesuai dengan hadist Ali bin Abu Thalib radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ وَالْخَيْرُ كُلُّهُ فِي يَدَيْكَ وَالشَّرُّ لَيْسَ إِلَيْكَ

“Kami menyambut panggilan-Mu, semua kebaikan ada pada diri-Mu dan kejelekan itu bukan kepada-Mu.” (HR. Muslim) 

Imam an-Nawawi di dalam Syarah Shahih Muslim (3/121) menjelaskan lima pendapat ulama di dalam menafsirkan kalimat (‘dan kejelekan bukan kepada-Mu’) dalam hadist di atas, yang ringkasannya sebagai berikut;

(1) Artinya bahwa tidak boleh mendekatkan diri kepada Allah dengan amalan yang jelek. 

(2) Artinya bahwa kejelekan tidak boleh dinisbatkan kepada Allah secara sendiri, seperti perkataan: “Ya, Allah Yang Maha Pencipta Kejelekan, Yang Menciptakan anjing dan babi.” Tetapi hendaknya dia mengatakan, “Ya Allah, Yang Maha Pencipta segala sesuatu.” 

(3). Artinya bahwa kejelekan itu tidak akan naik kepada-Nya, tetapi yang naik kepada-Nya adalah kata-kata yang baik dan amal shalih. 

(4) Artinya bahwa kejelekan itu tidak dinisbatkan kepada Allah, tetapi kepada makhluk-Nya. Ketika Allah menciptakan sesuatu yang kelihatan jelek atau buruk di mata manusia, sebenarnya baik di sisi Allah, karena di balik kejelekan itu terdapat hikmah yang begitu banyak . 

(5) Artinya bahwa kejelekan itu tidak ada di dalam sifat dan nama Allah, karena sifat dan nama Allah semuanya baik. 

Ayat al-Qur’an tentang Kejelekan bukan kepada Allah

Di bawah ini beberapa contoh dari ayat-ayat al-Qur’an bahwa kejelekan bukan kepada Allah, di antaranya adalah sebagai berikut,

 وَرَفَعَ أَبَوَيْهِ عَلَى الْعَرْشِ وَخَرُّوا لَهُ سُجَّدًا وَقَالَ يَا أَبَتِ هَذَا تَأْوِيلُ رُؤْيَايَ مِنْ قَبْلُ قَدْ جَعَلَهَا رَبِّي حَقًّا وَقَدْ أَحْسَنَ بِي إِذْ أَخْرَجَنِي مِنَ السِّجْنِ وَجَاءَ بِكُمْ مِنَ الْبَدْوِ مِنْ بَعْدِ أَنْ نَزَغَ الشَّيْطَانُ بَيْنِي وَبَيْنَ إِخْوَتِي إِنَّ رَبِّي لَطِيفٌ لِمَا يَشَاءُ إِنَّهُ هُوَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ

“Dan ia menaikkan kedua ibu-bapanya ke atas singgasana.  Dan mereka (semuanya) merebahkan diri seraya sujud kepada Yusuf.  Dan berkata Yusuf:  ‘Wahai ayahku inilah tabir mimpiku yang dahulu itu; sesungguhnya Tuhanku telah menjadikannya suatu kenyataan.  Dan sesungguhnya Tuhanku telah berbuat baik kepadaku, ketika Dia membebaskan aku dari rumah penjara dan ketika membawa kamu dari dusun padang pasir, setelah syaitan merusakkan (hubungan) antaraku dan saudara-saudaraku.  Sesungguhnya Tuhanku Maha Lembut terhadap apa yang Dia kehendaki.  Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana’.” (Qs. Yusuf: 100)

Pada ayat di atas, Nabi Yusuf 'alaihi as-sallam  menisbatkan seluruh kebaikan kepada Allah subhanahu wa ta'ala, seperti; terwujud takwil mimpinya dalam kenyataan, keluarnya dari penjara, datangnya keluarganya ke Mesir. Sebaliknya, beliau menisbatkan perselisihannya dengan saudara-saudaranya kepada syaithan. 

 أَمَّا السَّفِينَةُ فَكَانَتْ لِمَسَاكِينَ يَعْمَلُونَ فِي الْبَحْرِ فَأَرَدْتُ أَنْ أَعِيبَهَا وَكَانَ وَرَاءَهُمْ مَلِكٌ يَأْخُذُ كُلَّ سَفِينَةٍ غَصْبًا (79)  وَأَمَّا الْغُلامُ فَكَانَ أَبَوَاهُ مُؤْمِنَيْنِ فَخَشِينَا أَنْ يُرْهِقَهُمَا طُغْيَانًا وَكُفْرًا (80)  فَأَرَدْنَا أَنْ يُبْدِلَهُمَا رَبُّهُمَا خَيْرًا مِنْهُ زَكَاةً وَأَقْرَبَ رُحْمًا (81)  وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلامَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي الْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ كَنْزٌ لَهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا فَأَرَادَ رَبُّكَ أَنْ يَبْلُغَا أَشُدَّهُمَا وَيَسْتَخْرِجَا كَنْزَهُمَا رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ وَمَا فَعَلْتُهُ عَنْ أَمْرِي ذَلِكَ تَأْوِيلُ مَا لَمْ تَسْطِعْ عَلَيْهِ صَبْرًا (82)

“Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera. Dan adapun anak muda itu, maka keduanya adalah orang-orang mu'min, dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran. Dan kami menghendaki, supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya). Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang shalih, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya". (Qs. al-Kahfi: 79-82)

Pada ayat di atas, Nabi Khidhir menisbatkan perusakan kapal kepada dirinya, dan menisbatkan sampainya kedua anak yatim pada umur baligh kepada Allah.  

الَّذِي خَلَقَنِي فَهُوَ يَهْدِينِ (78)  وَالَّذِي هُوَ يُطْعِمُنِي وَيَسْقِينِ (79)  وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ (80)  وَالَّذِي يُمِيتُنِي ثُمَّ يُحْيِينِ (81)  وَالَّذِي أَطْمَعُ أَنْ يَغْفِرَ لِي خَطِيئَتِي يَوْمَ الدِّينِ (82)

“(Yaitu Tuhan) Yang telah menciptakan aku, maka Dialah yang menunjuki aku, dan Tuhanku, Yang Dia memberi makan dan minum kepadaku, dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku, dan Yang akan mematikan aku, kemudian akan menghidupkan aku (kembali), dan Yang amat kuinginkan akan mengampuni kesalahanku pada hari kiamat". (Qs. asy-Syu’ara: 78-82)

Pada ayat di atas menunjukkan bahwa Nabi Ibrahim ‘alaihi as-salam menisbatkan penciptaan, petunjuk, memberi makanan dan minuman, kesembuhan, mematikan, menghidupkan, ampunan kepada Allah. Adapun sakit, beliau nisbatkan kepada dirinya sendiri bukan kepada Allah. 

 وَأَنَّا لا نَدْرِي أَشَرٌّ أُرِيدَ بِمَنْ فِي الأرْضِ أَمْ أَرَادَ بِهِمْ رَبُّهُمْ رَشَدًا 

“Dan sesungguhnya kami tidak mengetahui (dengan adanya penjagaan itu) apakah keburukan yang dikehendaki bagi orang yang di bumi ataukah Tuhan mereka menghendaki kebaikan bagi mereka.” (Qs. al-Jin: 10)

Berkata Ibnu Katsir: “Ini adalah adab mereka di dalam bertutur kata, mereka menisbatkan kejelekan tanpa menyebut pelakunya. Sedangkan kebaikan, mereka nisbatkan kepada Allah subhanahu wa ta'ala.” 

Pelajaran Keempat: Senangnya Musuh

 وَشَمَاتَةِ الأَعْدَاءِ 

“Senangnya musuh”

Yang dimaksud dengan (Syamatati al-A’da’) adalah musuh yang senang dengan musibah yang menimpa kita. Jika umat Islam kalah dalam perang, terjadi perpecahan sesama muslim,  tertimpa musibah, menjadi korban banjir, tanah longsor dan gempa, maka orang kafir senang dengan kejadian tersebut. Allah berfirman subhanahu wa ta'ala, 

وَلَمَّا رَجَعَ مُوسَى إِلَى قَوْمِهِ غَضْبَانَ أَسِفًا قَالَ بِئْسَمَا خَلَفْتُمُونِي مِنْ بَعْدِي أَعَجِلْتُمْ أَمْرَ رَبِّكُمْ وَأَلْقَى الْأَلْوَاحَ وَأَخَذَ بِرَأْسِ أَخِيهِ يَجُرُّهُ إِلَيْهِ قَالَ ابْنَ أُمَّ إِنَّ الْقَوْمَ اسْتَضْعَفُونِي وَكَادُوا يَقْتُلُونَنِي فَلَا تُشْمِتْ بِيَ الْأَعْدَاءَ وَلَا تَجْعَلْنِي مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ

“Dan tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya dengan marah dan sedih hati berkatalah dia: ‘Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan sesudah kepergianku! Apakah kamu hendak mendahului janji Tuhanmu?’ Dan Musa pun melemparkan lauh-lauh (Taurat) itu dan memegang (rambut) kepala saudaranya (Harun) sambil menariknya ke arahnya. Harun berkata: ‘Hai anak ibuku, sesungguhnya kaum ini telah menganggapku lemah dan hampir-hampir mereka membunuhku, sebab itu janganlah kamu menjadikan musuh-musuh gembira melihatku, dan janganlah kamu masukkan aku ke dalam golongan orang-orang yang lalim’.” (Qs. al-A’raf: 150)

Dari empat hal yang kita diperintahkan berlindung darinya, ada sebagian ulama yang membedakannya sebagai berikut:

(1) Musibah atau takdir buruk jika terjadi di awal hidup, maka disebut dengan “Su’ul Qadha’”.

(2) Musibah atau takdir buruk jika terjadi di akhir hidup, maka disebut dengan “Daraku asy-Syaqa’”.

(3) Musibah jika berasal dari faktor internal umat Islam sendiri, maka disebut dengan “Jahdu al-Bala’”.

(4) Musibah jika terjadi karena faktor eksternal umat Islam atau berasal dari musuh Umat Islam disebut “Syamatatu al-A’da’”. 

Wallahu A’lam.


 

KARYA TULIS