Karya Tulis
1195 Hits

Allah Yang Maha Tinggi (Syarah Doa Istiftah)

عَنْ عَائِشَةَ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ : كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا اسْتَفْتَحَ الصَّلاَةَ قَالَ : سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ وَتَبَارَكَ اسْمُكَ ، وَتَعَالَى جَدُّكَ وَلاَ إِلَهَ غَيْرُكَ

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam jika memulai shalat, beliau membaca: “Maha suci Engkau ya Allah dan dengan pujian-Mu, dan Maha Berkah Nama-Mu, dan Maha Tinggi Keagungan-Mu dan tiada sesembahan yang lebih berhak untuk disembah selain-Mu.“ (Hadits Shahih. HR. Abu Daud, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah)


Pelajaran dari Hadits di atas:

Pelajaran Pertama: Jika Memulai Shalat 

إِذَا اسْتَفْتَحَ الصَّلاَةَ 

“Jika memulai shalat”

Doa ini disunnahkan untuk dibaca setiap memulai shalat, baik shalat wajib yang lima waktu, maupun shalat sunnah, seperti shalat malam, shalat tahiyatul masjid, shalat qabliyah dan bakdiyah.  

Waktu membacanya setelah Takbiratul Ihram, dan sebelum membaca at-Ta’awwudz dan al-Fatihah. 

Pelajaran Kedua: Mahasuci Engkau ya Allah

 سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ 

“Mahasuci Engkau ya Allah”

Ini menunjukkan pensucian Allah dari segala bentuk kekurangan dan dari seluruh cacat. 

Kekurangan itu bisa terjadi pada tiga hal:

(1) kekurangan dalam sifat yang positif, seperti ilmu yang terbatas, kekuasaan yang terbatas, melihat yang terbatas.

(2) Kekurangan  karena mempunyai sifat negatif, seperti mati, sakit, ngantuk, lupa. 

(3) Kekurangan karena menyerupai makhluk-Nya, seperti  malaikat, manusia, dan jin. Contohnya untuk menyebut  sesuatu yang sempurna, seseorang akan mengatakan:  “Pedang ini bagus”. Karena jika mengatakan: “Pedang ini lebih tajam dari tongkat”, maka pedang tersebut menjadi turun derajatnya karena dibandingkan dengan sesuatu  yang lebih rendah.    

Pelajaran Ketiga: Dan Dengan Pujian-Mu

وَبِحَمْدِكَ 

“Dan dengan pujian-Mu”

Ini menunjukkan kesempurnaan Allah, baik dalam Dzat, Sifat dan Perbuatan-Nya. Sebagai contoh: Allah adalah Maha Adil, tidak pernah menzhalimi hamba-Nya sedikitpun. Barang siapa berbuat baik, akan dibalas dengan kebaikan, sebaliknya barang siapa yang berbuat jahat, akan dibalas sesuai dengan kejahatannya, sebagaimana firman-Nya,

وَجَزَاءُ سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِثْلُهَا

“Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa.” (Qs. asy-Syura: 40)

Tetapi Allah juga mempunyai sifat al-Muhsin, yang membalas kebaikan dengan sesuatu yang lebih, sebagaimana firman-Nya,

مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا

“Barang siapa membawa amal yang baik maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya.” (Qs. al-An’am: 160)

Sifat al-Muhsin bagi Allah, tertera di dalam beberapa hadist di antaranya adalah:

Hadits Syaddad bin Aus radhiyallahu 'anhu berkata bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللهَ مُحْسِنٌ فَأَحْسِنُوا وَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا قِتْلَتَكُمْ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ وَلْيُرِحْ ذَبِيحَتَهُ

“Sesungguhnya Allah adalah Muhsin (Maha berbuat baik), Maka berbuat baiklah. Apabila kalian membunuh, maka bunuhlah dengan cara yang baik. Apabila kalian menyembelih, maka sembelihlah dengan cara yang baik. Hendaknya kalian menajamkan pisau sembelihannya dan menyenangkan hewan sembelihannya.” (HR. Ath-Thabrani)

Hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu  berkata bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

 إذا حَكَمْتُمْ فاعْدِلُوا وإذا قَتَلْتُمْ فأَحْسِنُوا فإِنَّ الله مُحْسِنٌ يُحِبُّ المُحْسِنِينَ

“Apabila engkau menghukumi, maka berlaku adillah. Apabila engkau membunuh, maka bunuhlah dengan cara yang baik. Karena sesungguhnya Allah adalah Muhsin (Maha Berbuat Baik) mencintai orang-orang yang berbuat baik.” (HR. at-Thabrani) 

Jika sifat Adil digabung dangan sifat Muhsin tentunya menjadi sangat terpuji.

Dan jika penafian terhadap seluruh kekurangan digabung dengan penetapan terhadap segala bentuk pujian, maka akan sangat sempurna. 

Pelajaran Keempat: Maha Berkah Nama-Mu

وَتَبَارَكَ اسْمُكَ 

“Dan Maha Berkah Nama-Mu”

Yaitu seluruh Nama Allah Suci, dan bahwa Allah itu sendiri Maha Suci.  Sebagaimana tersebut di dalam dzikir bakda shalat: 

تَبَارَكْتَ يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ

“Engkau telah membawa keberkahan, wahai Dzat Yang Maha Agung dan Maha Mulia.” 

Beberapa contoh keberkahan Nama Allah, 

(1) Jika menyembelih hewan tanpa menyebut nama Allah, maka menjadi bangkai, maka penyebutan nama Allah memberikan keberkahan kepada hewan tersebut, karena menjadi halal, tanpa menyebut nama-Nya, hewan tersebut menjadi bangkai dan haram untuk dimakan. 

(2) Jika makan tanpa menyebut nama Allah, maka syaithan akan ikut serta di dalamnya, maka penyebutan nama Allah ketika makan telah membawa keberkahan di dalam makanan tersebut dan membawa keberkahan bagi yang memakannya. 

(3) Jika berwudhu tanpa menyebut nama Allah, maka wudhunya tidak sah menurut madzhab Hambali, dan tidak sempurna menurut mayoritas ulama.  

Pelajaran Kelima: Maha Tinggi Keagungan-Mu

وَتَعَالَى جَدُّكَ 

“Maha Tinggi Keagungan-Mu”

Yaitu Keagungan-Nya sangat tinggi, tidak ada yang bisa menandinginya.  

Al-Jadd (الجَدُّ) mempunyai tiga makna: 

(1) Keagungan, sebagaimana di dalam hadits di atas. Begitu juga di dalam firman Allah,

وَأَنَّهُ تَعَالَى جَدُّ رَبِّنَا

Dan bahwasanya Maha Tinggi kebesaran Tuhan kami.” (Qs. al-Jin: 3)

Ini juga terdapat di dalam hadits dzikir ketika i’tidal dalam shalat dan dzikir bakda shalat: 

اللهمُّ لاَ مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ ، وَلاَ مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ ، وَلاَ يَنْفَعُ ذَا الْجَدَّ مِنْكَ الْجَدُّ

“Ya Allah, tidak ada yang bisa mencegah apa yang Engkau berikan dan tidak ada yang bisa memberi apa yang Engkau cegah. Tidak berguna kekayaan dan kemuliaan itu bagi pemiliknya, dihadapan kekayaan dan kemuliaan-Mu.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

(2) Nasib dan Keberuntungan, sebagaimana terdapat di dalam perkataan syair: 

الْجَدُّ بِالْجِدِّ وَالْحِرْمَانُ بِالْكَسَلِ

“Keberuntungan itu terletak pada kesungguhan, dan kemelaratan itu terletak pada kemalasan.”

(3) Kakek, baik dari jalur ayah maupun ibu.

Pelajaran Keenam: Hanya Menyembah Kepada-Mu

وَلاَ إِلَهَ غَيْرُكَ 

“Dan Tiada Sesembahan yang Lebih Berhak untuk Disembah Selain-Mu” 

Inilah Kalimat Tauhid, yang dengannya Allah mengutus para Rasul dan untuknya kita diciptakan di dunia ini. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman,

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ

“Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: ‘Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku’.” (Qs. al-Anbiya’: 25) 

Sebagaimana juga yang tersebut di dalam hadits dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَمَنْ كَانَ آخِرُ كَلَامِهِ مِنَ الدُّنْيَا لَا إِلَهَ إِلَّا الله دَخَلَ الجنَّةَ 

“Barang siapa yang akhir perkataannya  di dunia (sebelum wafat) ‘Laa Ilaaha Illallah’ maka ia akan masuk surga.” (Hadist Hasan. HR. Abu Daud)

Pelajaran Ketujuh: Doa Istiftah Terbaik

Doa Istiftah ini merupakan salah satu doa yang terbaik, karena mengandung tiga macam tauhid, yakni: Tauhid Rububiyah, Tauhid Asma’ dan Sifat, serta Tauhid Uluhiyah

Kandungan doa ini mirip dengan kandungan surat al-Fatihah, yang merupakan inti dari al-Qur’an al-Karim. 

Wallahu A’lam.

Dr. Ahmad Zain An-Najah, MA.

(Mobil Uber dalam perjalanan Bekasi – UI Salemba Jakarta Pusat, Senin, Pukul 11.30, 13 Maret 2017 M)


 

KARYA TULIS