Karya Tulis
2099 Hits

Berlindung dari Ilmu yang Tidak Bermanfaat

Dari Zaid bin Arqam radhiyallahu ‘anhu berkata, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لا يَنْفَعُ وَمِنْ قَلْبٍ لا يَخْشَعُ وَمِنْ نَفْسٍ لا تَشْبَعُ وَمِنْ دَعْوَةٍ لا يُسْتَجَابُ لَهَا 

 “Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyu’, dari jiwa yang tidak merasa kenyang, dan dari doa yang tidak dikabulkan.” (HR. Muslim)

Di dalam riwayat lain disebutkan, 

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ قَلْبٍ لاَ يَخْشَعُ، ومِنْ دُعَاءٍ لاَ يُسْمَعُ، وَمِنْ نَفْسٍ لاَ تَشْبَعُ، وَمِنْ عِلْمٍ لاَ يَنْفَعُ، أَعُوذُ بِكَ مِنْ هَؤُلاَءِ الأَرْبَعِ

(HR. at-Tirmidzi, 3482, Abu Daud, 1549, an-Nasai, 5470. Hadist ini dishahihkan oleh al-Albani di dalam Shahih Abu Daud 1384)


Pelajaran dari Hadits di atas:

Hadist di atas memerintahkan kita untuk selalu berlindung kepada Allah dari empat hal, yaitu: (1) dari ilmu yang tidak bermanfaat, (2) dari hati yang tidak khusyu’, (3) dari jiwa yang tidak merasa kenyang, dan (4) dari doa yang tidak dikabulkan. 

Adapun keterangan pada bab ini hanya fokus pada pembahasan berlindung dari ilmu yang tidak bermanfaat. 

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لا يَنْفَعُ

“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat.

Hadist di atas menunjukkan bahwa ilmu terbagi menjadi dua: (1) ilmu yang bermanfaat bagi penuntutnya dan (2) ilmu yang tidak bermanfaat baginya, bahkan akan menyebabkannya sengsara di dunia dan Akhirat. 

Pembagian tersebut sesuai dengan hadist Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda,

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لاَ يَنْفَعُ.

“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat dan aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat.” (Hadist Hasan. HR. an-Nasai dan Ibnu Hibban)

Hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

اللَّهُمَّ انْفَعَني بِمَا عَلَّمْتنِي وَعَلِّمْنِي مَا يَنْفَعَني وَزِدْنِي عِلْمًا 

“Ya Allah, berilah aku manfaat dari ilmu yang telah Engkau ajarkan kepadaku, ajarkanlah kepadaku ilmu yang bermanfaat bagiku dan tambahkanlah untukku ilmu.” (HR. at-Tirmidzi dan Ibnu Majah. Berkata at-Tirmidzi: Hadits ini Hasan Gharib)

Di bawah ini keterangan dari masing-masing ilmu yang bermanfaat dan ilmu yang tidak bermanfaat. 

Penjelasan Pertama: Ilmu yang Bermanfaat

Ilmu yang bermanfaat ada tiga macam:

(No.1) Ilmu yang menyebabkan pemiliknya semakin dekat dengan Allah.  

Tujuan hidup manusia adalah menyembah Allah dan tidak mensyirikannya. Jika dia menuntut ilmu yang menyebabkan lebih dekat dengan Allah, serta bertambah keyakinan dan ibadahnya kepada Allah, maka ilmu tersebut bermanfaat baginya di dunia dan Akhirat. Ilmu ini mencakup ilmu dunia maupun ilmu agama. Ini sesuai dengan firman Allah, 

أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ أَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجْنَا بِهِ ثَمَرَاتٍ مُخْتَلِفًا أَلْوَانُهَا وَمِنَ الْجِبَالِ جُدَدٌ بِيضٌ وَحُمْرٌ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهَا وَغَرَابِيبُ سُودٌ (27) وَمِنَ النَّاسِ وَالدَّوَابِّ وَالْأَنْعَامِ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ كَذَلِكَ إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ (28)

“Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari langit lalu Kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka macam jenisnya. Dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat. Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (Qs. Fathir: 27-28)

Ayat di atas menjelaskan bahwa yang takut kepada Allah adalah para ulama, yaitu orang-orang yang mempunyai ilmu. Ilmu di sini mencakup ilmu yang menyebabkan pemiliknya bertambah takut kepada Allah sehingga dia akan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya, termasuk di dalamnya ilmu agama dan ilmu dunia. 

Tentang ilmu agama, bahwa seseorang yang mempelajari ajaran agama, mengenal tentang Allah melalui firman-firman-Nya, mengenal Asmaa-ul Husna (nama-nama-Nya yang indah) dan sifat-sifat-Nya yang tinggi, mengetahui hukum halal dan haram akan menyebabkan dirinya dekat dengan Allah. Inilah yang disebut dengan Ayat-ayat Qur’aniyah. 

Begitu juga ilmu dunia yang mempelajari ciptaan Allah, berupa  makhluk manusia dengan segala seluk beluknya, dari proses penciptaannya, waktu hidupnya hingga akhir hayatnya, banyak mengingatkan kita kepada kekuasaan Allah. Begitu juga ciptaan Allah berupa alam semesta yang membentang dari barat hingga timur juga menunjukkan tanda-tanda kekuasaan Allah. Inilah yang disebut dengan Ayat-ayat Kauniyah. 

Oleh karenanya, pada ayat-ayat di atas sebelum menyebut tentang kriteria ulama, Allah menyebutkan terlebih dahulu fenomena alam, dari proses turunnya hujan, tumbuhnya buah-buahan dan pepohonan dengan segala macamnya, gunung -gunung yang menjulang tinggi dengan berbagai warnanya, serta binatang-binatang darat, laut dan udara dengan berbagai jenisnya. Semuanya menunjukkan bahwa ulama yang takut kepada Allah tidak terbatas pada ulama agama, tetapi juga ulama yang mengetahui alam semesta dan ciptaan-ciptaan Allah yang lainnya.  

(No.2) Ilmu yang diamalkan dan diajarkan serta disebarkan, sehingga masyarakat umum merasakan manfaat darinya. 

Oleh karena itu, orang berilmu dilarang menyembunyikan ilmunya dengan sengaja. Ini sesuai dengan firman Allah,

وَإِذْ أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَتُبَيِّنُنَّهُ لِلنَّاسِ وَلَا تَكْتُمُونَهُ

“Dan (ingatlah), ketika Allâh mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab (yaitu): ‘Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan janganlah kamu menyembunyikannya!’.”  (Qs. Ali Imran: 187)

Di dalam hadits  Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

مَا مِنْ رَجُلٍ يَحْفَظُ عِلْمًا فَيَكْتُمُهُ إِلَّا أُتِيَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مُلْجَمًا بِلِجَامٍ مِنْ النَّارِ

 “Tidak ada seseorang yang hafal suatu ilmu, namun dia menyembunyikannya, kecuali dia akan didatangkan pada hari kiamat dengan keadaan dikekang dengan tali kekang dari neraka”. (Hadist Hasan. HR. Ibnu Majah) 

Di dalam pepatah Arab disebutkan: “Ilmu yang tidak diamalkan bagaikan pohon yang tidak berbuah.”

(No.3) Ilmu yang manfaatnya langgeng, walaupun pemiliknya telah meninggal dunia. Ini sesuai hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 

إِذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاثٍ : صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

“Jika manusia meninggal maka semua amalannya terputus kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, atau ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang mendoakan untuknya.” (HR. Muslim)

Ini dikuatkan dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: 

مَنْ سَنَّ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا إلى يَوْمِ الْقِيَامَةِ 

“Siapa yang memulai untuk memberi contoh kebaikan (dalam Islam) maka ia mendapat pahala perbuatannya dan pahala orang-orang yang mengikuti (meniru) perbuatannya itu sampai hari Kiamat” (HR. Muslim)

Penjelasan Kedua: Ilmu yang Tidak Bermanfaat 

Adapun ilmu yang tidak bermanfaat mempunyai beberapa kriteria, diantaranya adalah: 

(1) Ilmu yang tidak diamalkan. Allah memberikan permisalan ilmu yang tidak diamalkan oleh pemiliknya bagaikan keledai yang membawa buku. Buku itu hanya menjadi beban baginya, sedangkan dia tidak bisa mengambil manfaatnya sama sekali. Ini sesuai dengan firman Allah, 

مَثَلُ الَّذينَ حُمِّلوا التَوراةَ ثُمَّ لَم يَحمِلوها كَمَثَلِ الحِمارِ يَحمِلُ أَسفارا

“Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat kemudian mereka tiada memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal.” (Qs. al-Jumu’ah: 5)

(2) Ilmu yang membawa madharat bagi pemiliknya bahkan bagi masyarakat sekitarnya, seperti ilmu sihir dan ilmu hitam, sebagaimana di dalam firman Allah, 

وَيَتَعَلَّمونَ ما يَضُرُّهُم وَلا يَنفَعُهُم وَلَقَد عَلِموا لَمَنِ اِشتَراهُ مالَهُ في الآخِرَةِ مِن خَلاقٍ

“Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barang siapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat.” (Qs. al-Baqarah: 102)

(3) Ilmu yang dibanggakan, sehingga pemiliknya menjadi sombong dan menolak kebenaran, seperti ilmu-ilmu yang menjadikan pemiliknya sekuler dan liberal, membanggakan ilmu dari Barat dan mengandalkan logikanya, sehingga menolak kebenaran Islam, ini sesuai dengan firman Allah,

فَلَمّا جاءَتهُم رُسُلُهُم بِالبَيِّناتِ فَرِحوا بِما عِندَهُم مِنَ العِلمِ وَحاقَ بِهِم ما كانوا بِهِ يَستَهزِئون

Maka tatkala datang kepada mereka rasul-rasul (yang diutus kepada) mereka dengan membawa keterangan-keterangan, mereka merasa bangga dengan pengetahuan yang ada pada mereka dan mereka dikepung oleh azab Allah yang selalu mereka perolok-olokkan itu.” (Qs. Ghafir: 83)

(4) Ilmu tentang urusan dunia yang melupakan seseorang dari belajar ilmu agama, atau melupakannya dari mengingat Akhirat dan  beramal shalih untuk bekal pada Hari Kiamat. Ini sesuai dengan firman Allah, 

يَعلَمونَ ظاهِراً مِنَ الحَياةِ الدُنيا وَهُم عَن الآخِرَةِ هُم غافِلون

“Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.” (Qs. ar-Rum: 7)

Wallahu A’lam.


 

KARYA TULIS