Karya Tulis
1553 Hits

Bab 8 Hukum Membawa Anak Kecil ke dalam Masjid


Dimakruhkan memasukkan anak kecil, orang gila, dan binatang ke dalam masjid. Ini berdasarkan hadits Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

جَنِّبُوا مَسَاجِدَكُمْ صِبْيَانَكُمْ وَمَجَانِينَكُمْ وَخُصُومَاتِكُمْ

“Jauhkan masjid-masjid kalian dari anak-anak dan orang-orang gila, dan orang-orang yang berselisih.” (HR. Baihaqi, 20765. Di dalamnya terdapat perawi yang bernama al-’Ala bin Katsir, dia adalah munkarul hadits. Dan diriwayatkan juga oleh Mu’adz bin Jabal dari Makhul, sedang dia belum mendengar dari Mu’adz bin Jabal. Begitu juga diriwayatkan dari hadits Watsilah binti al-Ashqa’ tetapi di dalam isnadnya terdapat Harits bin Syihab, dia adalah dha’if.)

Kesimpulan: hadits-hadits yang melarang anak kecil masuk masjid, semuanya lemah, tidak bisa dijadikan standar hukum. Bahkan sebaliknya terdapat hadits-hadits shahih yang menunjukkan kebolehan membawa anak ke dalam masjid, diantaranya;

Pertama: hadits Abu Qatadah al-Anshari radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwasanya,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي وَهُوَ حَامِلٌ أُمَامَةَ بِنْتَ زَيْنَبَ بِنْتِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلِأَبِي الْعَاصِ بْنِ رَبِيعَةَ بْنِ عَبْدِ شَمْسٍ فَإِذَا سَجَدَ وَضَعَهَا وَإِذَا قَامَ حَمَلَهَا

“Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah shalat dengan menggendong Umamah binti Zainab binti Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam." Dan menurut riwayat Abu Al 'Ash bin Rabi'ah bin 'Abdu Syamsi, ia menyebutkan, “Jika sujud beliau letakkan anak itu dan bila berdiri beliau gendong lagi.” (HR. al-Bukhari, 486 dan Muslim, 844)

Imam an-Nawawi di dalam Syarh Shahih Muslim 2/307 yang ringkasannya sebagai berikut; hadits di atas sebagai dalil bagi madzhab Syafi’i dan yang sepakat dengan beliau bahwa dibolehkan menggendong bayi laki-laki dan perempuan termasuk binatang yang suci di dalam shalat fardhu dan shalat sunnah. Ini dibolehkan bagi imam, makmum maupun shalat dalam keadaan sendiri.

Adapun madzhab Maliki mengatakan bahwa hadits di atas hanya berlaku pada shalat sunnah, dan tidak berlaku pada shalat wajib. Takwil seperti ini rusak, tidak bisa diterima, karena lafazh hadits ‘beliau mengimami jama’ah’ menunjukkan secara tegas bahwa itu terjadi pada shalat wajib.

Sebagian ulama Malikiyah mengatakan hadits di atas mansukh (dihapus), sebagian mengatakan itu khusus untuk Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagian yang lain mengatakan itu karena dalam keadaan darurat. Semua alasan tersebut batil dan tertolak, karena tidak memiliki dalil dan tidak dalam keadaan darurat.

Bahkan sebaliknya hadits tersebut shahih dan secara tegas menunjukkan kebolehannya, serta tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah syari’ah, diantaranya;

(1) Bahwa manusia pada dasarnya suci dan barang-barang najis yang ada di dalam perut itu dimaafkan. Begitu juga baju anak-anak dan badan mereka suci. Dan dalil-dalil tentang hal itu sangat banyak.

(2) Bergerak ketika shalat tidaklah membatalkan, jika hanya sedikit dan tidak berturut-turut. Dan perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas menunjukkan kebolehannya. Untuk menjelaskan tentang kaidah-kaidah yang kita sebutkan di atas.

(3) Ini sekaligus untuk membantah pendapat Imam Abu Sulaiman al-Khattabi bahwa perbuatan di atas dianggap perbuatan yang tidak sengaja karena Umamah yang menggelayut di badannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan beliau mau melarangnya. Beliau al-Khattabi berkata, “Jangan dianggap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika membawa Umamah, mengambil dan meletakkannya secara sengaja. Karena itu termasuk dalam kategori banyak bergerak (dalam shalat) dan membuat tidak fokus. Jika gambar saja membuat beliau tidak khusyu’, bagaimana dengan kasus Umamah ini?”

Berkata Imam an-Nawawi, “Ini pernyataan al-Khattabi, dan ini batil, hanya klaim semata.”

Dalil lain yang membantah pendapat al-Khattabi di atas adalah hadits Nabi shalallalhu ‘alaihi di dalam Shahih Muslim, “Jika beliau berdiri, diambillah Umamah tersebut.” Begitu juga, hadits yang menunjukkan bahwa jika beliau bangkit dari sujud maka Umamah didekapnya kembali.” Di dalam hadits riwayat Muslim juga disebutkan, “Beliau datang ke masjid dengan membawa Umamah, kemudian shalat.”

Adapun masalah kain bergambar, itu wajar karena mengganggu kekhusyuan tanpa ada manfaat. Berbeda dengan kasus membawa Umamah, memang membuat tidak konsentrasi, tetapi membawa beberapa manfaat. Dan ini menjelaskan dari kaidah yang pernah sebutkan sebelumnya. Manfaat-manfaat yang didapat dengan membawa Umamah sudah cukup untuk menggantikan konsentrasi yang mungkin terganggu. Berbeda dengan kasus kain bergambar.

Kesimpulan: bahwa pendapat yang benar dalam masalah ini adalah bahwa hadits di atas menunjukkan kebolehan (membawa anak dalam shalat) dan menunjukkan beberapa manfaat di dalamnya. Maka madzhab kami (asy-Syafi’iyah) membolehkannya dan ini berlaku bagi umat Islam sampai hari kiamat.

Kedua: Hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata,

كُنَّا نُصَلِّي مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْعِشَاءَ فَإِذَا سَجَدَ وَثَبَ الْحَسَنُ وَالْحُسَيْنُ عَلَى ظَهْرِهِ فَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ أَخَذَهُمَا بِيَدِهِ مِنْ خَلْفِهِ أَخْذًا رَفِيقًا وَيَضَعُهُمَا عَلَى الْأَرْضِ فَإِذَا عَادَ عَادَا حَتَّى إِذَا قَضَى صَلَاتَهُ أَقْعَدَهُمَا عَلَى فَخِذَيْهِ

“Kami shalat Isya' bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, ketika beliau sujud, Hasan dan Husain meloncat ke punggung beliau, ketika beliau mengangkat kepalanya beliau mengambil mereka dengan tangannya dari belakang dengan hati-hati kemudian meletakkan mereka di atas tanah, ketika beliau sujud kembali mereka melakukannya kembali, hingga ketika beliau menyelesaikan shalatnya beliau mendudukan mereka di atas paha beliau.” (HR. Ahmad, 10246)

Disebutkan di dalam al-Mudawwanah (1/195),

“Imam Malik suatu ketika ditanya tentang anak-anak yang dibawa ke masjid. Beliau menjawab, ‘Selama anak-anak tidak membuat gaduh dan berhenti jika diperingatkan, maka tidak mengapa jjika dibawa ke masjid. Tetapi jika membuat gaduh karena masih kecil, maka saya tidak menganjurkan dia dibawa ke masjid’.”

Ketiga: Hadits dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنِّي لَأَدْخُلُ فِي الصَّلَاةِ وَأَنَا أُرِيدُ إِطَالَتَهَا فَأَسْمَعُ بُكَاءَ الصَّبِيِّ فَأَتَجَوَّزُ فِي صَلَاتِي مِمَّا أَعْلَمُ مِنْ شِدَّةِ وَجْدِ أُمِّهِ مِنْ بُكَائِهِ

“Saat aku shalat dan ingin memanjangkan bacaanku, tiba-tiba aku mendengar tangisan bayi sehingga aku pun memendekkan shalatku, sebab aku tahu ibunya akan susah dengan adanya tangisan tersebut.” (HR. al-Bukhari, 668 dan Muslim, 723)

Hadits di atas menunjukkan kebolehan membawa anak kecil ke dalam masjid sekalipun anak kecil tersebut menangis. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengingkari ibu yang membawa anak kecil dan menangis tersebut. Justru beliau mempercepat shalatnya dengan tujuan agar jiwa ibunya tenang.

***

KARYA TULIS