Karya Tulis
1136 Hits

Bab 12 Hukum Shalat di Masjid yang di dalamnya ada Kuburan


Dalam hal ini terdapat beberapa hadits yang menjelaskannya, di antaranya;

Hadits Pertama, Hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwasanya dia berkata Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda dalam sakitnya yang menyebabkan beliau tidak bisa bangkit lagi,

لَعَنَ اللَّهُ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ

“Allah melaknat kaum Yahudi dan Nashrani yang menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai masjid.” (HR. al-Bukhari, 417 dan Muslim, 832)

Pelajaran dari hadits di atas;

(1) Yang dimaksud (مَسَاجِد) dalam hadits di atas ada dua: (a) kiblat untuk shalat. Berarti dilarang shalat menghadap kuburan, (b) dilarang membangun masjid di atas kuburan dan dilarang shalat di masjid yang terdapat kuburan.

Kenapa dilarang shalat menghadap kuburan atau dilarang shalat di masjid yang terdapat kuburan?

Jawabannya: sebagaimana disebutkan di dalam Aunu al-Ma’bud (7/213),

وَلَعَلَّ وَجْه الْكَرَاهَة أَنَّهُ قَدْ يُفْضِي إِلَى عِبَادَة نَفْس الْقَبْر

“Dimakruhkan karena khawatir seseorang menyembah kuburan tersebut.”

(2) Orang Yahudi dilaknat oleh Allah karena menjadikan kuburan para nabi tempat shalat. Berkata al-Munawi di dalam Faidhu al-Qadir (4/466),

 سبب لعنهم لما فيه من المغالاة في التعظيم

“Penyebab mereka mendapat laknat yaitu berlebihan di dalam menghormati (para nabi).”

(3) Mulla Ali Qari di dalam Mirqatu al-Mafatih (2/600-601) menyebutkan dua alasan dilaknatnya orang-orang Yahudi: (a) Syirik jali (syirik yang nampak) karena mereka menyembah kuburan para nabi mereka, (b) Syirik khafi (syirik yang tersembunyi) karena mereka shalat untuk Allah tetapi menghadap ke kuburan atau shalat di dalam masjid yang terdapat kuburan para nabi dengan maksud berlebihan di dalam menghormati mereka.

Oleh karena itu umat Islam dilarang untuk mengikuti kebiasaan orang Yahudi yang berlebihan dalam menghormati para nabi mereka.

Hadits Kedua, Hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata,

أَنَّ أُمَّ حَبِيبَةَ وَأُمَّ سَلَمَةَ ذَكَرَتَا كَنِيسَةً رَأَيْنَهَا بِالْحَبَشَةِ فِيهَا تَصَاوِيرُ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أُولَئِكِ إِذَا كَانَ فِيهِمْ الرَّجُلُ الصَّالِحُ فَمَاتَ بَنَوْا عَلَى قَبْرِهِ مَسْجِدًا وَصَوَّرُوا فِيهِ تِلْكِ الصُّوَرَ أُولَئِكِ شِرَارُ الْخَلْقِ عِنْدَ اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Bahwa Ummu Habibah dan Ummu Salamah menyebutkan gereja yang mereka lihat di Etiopia Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang di dalamnya terdapat patung-patung (gambar-gambar). Maka Rasulullah Shallallahu' alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya mereka itu apabila ada seorang laki-laki shalih di antara mereka lalu dia meninggal, maka mereka membangun di atas kuburannya sebuah masjid, dan mereka membuat patung (gambar) laki-laki tersebut. Mereka itu adalah sejelek-jeleknya makhluk di sisi Allah pada hari kiamat.” (HR. al-Bukhari, 1255 dan Muslim, 822)

Pelajaran dari hadits di atas;

(1)  Ummu Habibah dan Ummu Salamah adalah dua istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang pernah berhijrah ke Habasyah (Ethiopia). Di sana mereka berdua melihat patung-patung (gambar-gambar) yang terdapat di dalam gereja.

(2) Kebiasaan orang-orang Nasrani di Habasyah adalah jika ada seorang laki-laki shalih di antara mereka lalu dia meninggal, maka mereka membangun di atas kuburannya sebuah masjid, dan mereka membuat patung (gambar) laki-laki tersebut.

(3) Menunjukkan bahwa orang-orang yang membangun masjid di atas kuburan adalah sejelek-jelek makhluk Allah pada hari kiamat.

(4) Umat Islam dilarang mengikuti kebiasaan orang-orang Yahudi dan Nasrani di dalam membangun masjid di atas kuburan orang-orang shalih.

Berdasarkan dua hadits di atas dan hadits-hadits lainnya yang serupa, sebagian ulama membagi hukum membangun masjid di atas kuburan, menjadi dua keadaan;

Keadaan Pertama, posisi kuburan di samping masjid atau di depan masjid tetapi terpisah dengan tembok. Sebagian ulama mensyaratkan minimal dua lapis atau tiga lapis tembok, maka dalam hal ini dibolehkan. Bahkan di sebagian masjid di Indonesia terletak di lantai dua, sedangkan di bagian bawah depan masjid terdapat kuburan terpisah dari masjid dan dibatasi dengan beberapa tembok.

Berkata al-Mubarakfury di dalam Tuhfatu al-Ahwadzi (2/226) menyebutkan jika masjid yang di sampingnya terdapat kuburan kemudian seseorang shalat di masjid tersebut, tidak berniat menghormati dan tidak menyembah kuburan tersebut, maka hal itu dibolehkan walaupun terdapat niat mengikuti jejak perilaku orang yang dalam kuburan tersebut. Beliau membandingkan dengan kuburan Nabi Isma’il ‘alaihi assalam yang terdapat dalam Hijr Isma’il di dekat Ka’bah.

Keadaan Kedua, membangun masjid persis di atas kuburan sehingga kuburan tersebut masuk di dalam bangunan masjid atau di teras masjid yang digunakan untuk shalat, maka hukumnya berada antara makruh dan haram, apalagi jika kuburannya terdapat di arah kiblat dan di dalam masjid.

Kesimpulan:

(1,2) Di dalam madzhab al-Hanafiyah (al-Fatawa al-Hindiyah (1/166)) bahwa membangun masjid di atas kuburan hukumnya makruh. Begitu juga di dalam madzhab al-Malikiyah.

(3) Adapun madzhab asy-Syafi’iyah terwakili dengan perkataan an-Nawawi di dalam al-Majmu’ (5/316), “Perkataan Imam Syafi’i dan para ulama madzhab sepakat bahwa membangun masjid di atas kuburan hukumnya makruh, baik itu kuburan orang shalih atau yang lainnya.”

(4) Madzhab al-Hanabilah berpendapat bahwa hukum membangun masjid di atas kuburan adalah haram. Al-Bahuti di dalam Kasysyaf al-Kina’ (2/141) diharamkan membangun masjid di atas kuburan.

 

***

KARYA TULIS