Karya Tulis
907 Hits

Bab 4 Memohon Jalan Keluar dari Perselisihan


اللَّهُمَّ رَبَّ جَبْرَائِيلَ وَمِيكَائِيلَ وَإِسْرَافِيلَ فَاطِرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ عَالِمَ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ أَنْتَ تَحْكُمُ بَيْنَ عِبَادِكَ فِيمَا كَانُوا فِيهِ يَخْتَلِفُونَ اهْدِنِي لِمَا اخْتُلِفَ فِيهِ مِنْ الْحَقِّ بِإِذْنِكَ إِنَّكَ تَهْدِي مَنْ تَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ

“Ya Allah, Tuhan Jibril, Mika`il, dan Israfil; Maha pencipta langit dan bumi, Maha Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Engkaulah hakim di antara hamba-hamba-Mu tentang apa yang mereka perselisihkan, tunjukilah aku jalan keluar yang benar dari perselisihan mereka, sesungguhnya Engkau Maha pemberi petunjuk kepada jalan yang lurus, bagi siapa yang Engkau kehendaki.”

(HR. Muslim, 1289. Dari Aisyah)

 

Hadits di atas adalah hadits tentang doa istiftah dalam shalat malam, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Salamah bin ‘Abdurrahman bin ‘Auf bahwasanya beliau berkata, “Saya bertanya kepada Aisyah ummul mukminin, ‘Doa apa yang dibaca oleh Nabi Allah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika membuka shalat malamnya?’ Maka Aisyah radhiyallahu ‘anha menjawab bahwa Nabi membuka shalat malamnya dengan doa di atas.”

Doa ini seakan menjelaskan firman Allah,

كَانَ النَّاسُ أُمَّةً وَاحِدَةً فَبَعَثَ اللَّهُ النَّبِيِّينَ مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ وَأَنْزَلَ مَعَهُمُ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فِيمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ وَمَا اخْتَلَفَ فِيهِ إِلَّا الَّذِينَ أُوتُوهُ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْهُمُ الْبَيِّنَاتُ بَغْيًا بَيْنَهُمْ فَهَدَى اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا لِمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَاللَّهُ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ

“Manusia itu adalah umat yang satu. (setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab yang benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkann itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.” (Qs. al-Baqarah: 213)

Pelajaran dari hadits di atas;

Pertama, Tiga Pemimpin Malaikat

اللَّهُمَّ رَبَّ جَبْرَائِيلَ وَمِيكَائِيلَ وَإِسْرَافِيلَ

“Ya Allah, Tuhan Jibril, Mika`il, dan Israfil.”

Dalam hadits di atas disebutkan tiga malaikat, Jibril, Mikail dan Israfil. Apa keutamaan dari ketiga malaikat ini? Jawabannya bahwa ketiga malaikat ini mengemban tugas yang paling penting di antara tugas para malaikat lainnya, yaitu menghidupkan sesuatu yang mati.

(a) Malaikat Jibril.

Malaikat ini adalah pemimpin para malaikat, sebagaimana Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah pemimpin para nabi. Malaikat Jibril bertugas menurunkan wahyu kepada para nabi. Dan wahyu adalah ruh atau nyawa bagi kehidupan hati. Tanpanya hati akan sakit, kemudian mati. Kalau hati mati maka kehidupan apapun tidak akan bermanfaat.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَكَذَلِكَ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ رُوحًا مِنْ أَمْرِنَا مَا كُنْتَ تَدْرِي مَا الْكِتَابُ وَلَا الْإِيمَانُ وَلَكِنْ جَعَلْنَاهُ نُورًا نَهْدِي بِهِ مَنْ نَشَاءُ مِنْ عِبَادِنَا وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ

“Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al-Quran) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al-Kitab (Al-Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al-Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (Qs. asy-Syura: 52)

Ayat di atas menunjukkan secara jelas bahwa al-Qur’an adalah ruh atau nyawa, yaitu ruh bagi jiwa berupa cahaya yang menunjukkan kepada jalan yang lurus.

Tanpa al-Qur’an, jiwa akan sakit dan mati, sebagaimana firman-Nya,

 أَوَمَنْ كَانَ مَيْتًا فَأَحْيَيْنَاهُ وَجَعَلْنَا لَهُ نُورًا يَمْشِي بِهِ فِي النَّاسِ كَمَنْ مَثَلُهُ فِي الظُّلُمَاتِ لَيْسَ بِخَارِجٍ مِنْهَا كَذَلِكَ زُيِّنَ لِلْكَافِرِينَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan.” (Qs. al-An’am: 122)

Ayat di atas menunjukkan bahwa hati manusia bisa sakit bahkan mati dan tidak ada sarana yang bisa menghidupkan hati yang mati kecuali al-Qur’an.

Dari keterangan di atas menjadi jelas bahwa tugas Malaikat Jibril sangat mulia. Tak ayal jika beliau dijadikan pemimpin para malaikat.

 

(b) Malaikat Mikail

Malaikat Mikail bertugas menurunkan hujan dan membagikan rezeki kepada seluruh makhluk. Hujan berfungsi menghidupkan tanah yang tandus. Manusia tidak akan hidup jika berada di atas yang tandus kering kerontang tidak ada air. Bahkan pada tanah yang tidak tandus pun para petani akan gagal panen jika tidak hujan dan air. Ini juga berakibat matinya manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan lainnya.

Di daerah-daerah tandus wilayah Afrika sebanyak 25 juta jiwa melayang akibat kekeringan. Bahkan bantuan yang berupa 1,5 juta sapi, kambing dan domba yang diberikan kepada penduduk dilaporkan banyak yang mati karena kekeringan. PBB sendiri telah memprediksi sekitar 20 juta orang lainnya  akan menghadapi bencana kelaparan akibat kekeringan di wilayah-wilayah seperti Kenya, Somalia dan Ethiopia. Menurut Wakil Direktur Kemanusiaan “Oxfam”, Jeremy Loveless bahwa hujan adalah harapan terakhir dari banyak orang. Subhanallah, bukanlah jauh-jauh sebelumnya Allah telah menjelaskan hal itu kepada umat manusia bahwa air adalah sumber kehidupan manusia di muka bumi ini, kalau tidak ada air maka tidak ada kehidupan.

Kalau saja orang-orang Afrika tersebut memahami al-Qur’an, tentunya mereka akan berharap kepada Allah subhanahu wa ta'ala. Kalau saja seorang Loveless membaca al-Qur’an, dia akan tahu bahwa Allah-lah yang menurunkan air hujan agar bumi bisa hidup, darinya akan tumbuh pohon-pohon yang berbuah dan daun-daunnya pun bisa dimanfaatkan oleh manusia. Dengan air itulah Allah menghidupkan bumi dan menghidupkan seluruh makhluk yang hidup di dalamnya. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman,

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنَّكَ تَرَى الْأَرْضَ خَاشِعَةً فَإِذَا أَنزَلْنَا عَلَيْهَا الْمَاء اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ إِنَّ الَّذِي أَحْيَاهَا لَمُحْيِي الْمَوْتَى إِنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

“Dan di antara tanda-tanda-Nya (Ialah) bahwa kau lihat bumi kering dan gersang, maka apabila Kami turunkan air di atasnya, niscaya ia bergerak dan subur. Sesungguhnya Tuhan yang menghidupkannya, pastilah dapat menghidupkan yang mati. Sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Qs. Fushilat: 39)

Keberkahan di langit, seperti hujan yang turun ke bumi memberikan kehidupan bagi mereka yang kehausan dan tertimpa musim paceklik dan kemarau yang berkepanjangan. Allah berfirman,

اللَّهُ الَّذِي يُرْسِلُ الرِّيَاحَ فَتُثِيرُ سَحَابًا فَيَبْسُطُهُ فِي السَّمَاءِ كَيْفَ يَشَاءُ وَيَجْعَلُهُ كِسَفًا فَتَرَى الْوَدْقَ يَخْرُجُ مِنْ خِلَالِهِ فَإِذَا أَصَابَ بِهِ مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ إِذَا هُمْ يَسْتَبْشِرُونَ (48) وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلِ أَنْ يُنَزَّلَ عَلَيْهِمْ مِنْ قَبْلِهِ لَمُبْلِسِينَ (49) فَانْظُرْ إِلَى آثَارِ رَحْمَتِ اللَّهِ كَيْفَ يُحْيِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا إِنَّ ذَلِكَ لَمُحْيِ الْمَوْتَى وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (50)

"Allah-lah yang mengirimkan angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang Dia kehendaki, dan menjadikannya bergumpal-gumpal, lalu engkau lihat hujan keluar dari celah-celahnya, maka apabila Dia menurunkannya kepada hamba-hamba-Nya yang Dia kehendaki tiba-tiba mereka bergembira. Padahal walaupun sebelum hujan diturunkan kepada mereka, mereka benar-benar telah berputus asa. Maka perhatikanlah bekas-bekas rahmat Allah, bagaimana Allah menghidupkan bumi setelah mati (kering). Sungguh, itu berarti Dia pasti (berkuasa) menghidupkan yang telah mati. Dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu." (Qs. ar-Rum: 49-50)

Para ulama menyebutkan bahwa kata (hujan) dalam al-Qur’an maknanya adalah rezeki. Sebagaimana di dalam firman Allah, 

فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا (10) يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا (11) وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا (12)

"Maka aku berkata (kepada mereka), Mohonlah ampunan kepada Tuhanmu, sungguh, Dia Maha Pengampun, niscaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat dari langit kepadamu, dan Dia memperbanyak harta dan anak-anakmu, dan mengadakan kebun-kebun untukmu dan mengadakan sungai-sungai untukmu." (Qs. Nuh: 10-12)

Barakah dari bumi,  maknanya tumbuh tumbuhan yang subur yang menghasilkan berbagai macam buah buahan dan sayur sayuran untuk dimakan oleh manusia bahkan oleh binatang ternak, sebagaimana firman-Nya,

فَلْيَنْظُرِ الْإِنْسَانُ إِلَى طَعَامِهِ (24) أَنَّا صَبَبْنَا الْمَاءَ صَبًّا (25) ثُمَّ شَقَقْنَا الْأَرْضَ شَقًّا (26) فَأَنْبَتْنَا فِيهَا حَبًّا (27) وَعِنَبًا وَقَضْبًا (28) وَزَيْتُونًا وَنَخْلًا (29) وَحَدَائِقَ غُلْبًا (30) وَفَاكِهَةً وَأَبًّا (31) مَتَاعًا لَكُمْ وَلِأَنْعَامِكُمْ (32)

“Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya. Kami-lah yang telah mencurahkan air melimpah (dari langit), kemudian Kami belah bumi dengan sebaik-baiknya, lalu di sana Kami tumbuhkan biji-bijian, dan anggur dan sayur-sayuran, dan zaitun dan pohon kurma, dan kebun-kebun (yang) rindang, dan buah-buahan serta rerumputan. (Semua itu) untuk kesenanganmu dan untuk hewan-hewan ternakmu.(Qs. Abasa: 24-32)

 Allah berfirman,

 وَأَلَّوِ اسْتَقامُوا عَلَى الطَّرِيقَةِ لأسْقَيْناهُمْ ماءً غَدَقاً

“Dan bahwasanya: jika mereka tetap istiqamah di atas jalan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada mereka air yang segar (rezeki yang banyak).” (Qs. al-Jin: 16)

Maksud air yang segar adalah rezeki dan harta yang berkah. ‘Umar bin al-Khaththab mengatakan: “Jika ada air berarti ada harta.”

(c) Malaikat Israfil

Malaikat Israfil bertugas meniup sangkakala, yang akan membangkitkan semua manusia dari alam kubur, menghidupkan kembali orang yang sudah mati untuk menuju Padang Mahsyar. Allah berfirman,

وَنُفِخَ فِي الصُّورِ فَصَعِقَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ إِلَّا مَنْ شَاءَ اللَّهُ ثُمَّ نُفِخَ فِيهِ أُخْرَى فَإِذَا هُمْ قِيَامٌ يَنْظُرُونَ

“Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusannya masing-masing).” (Qs. az-Zumar: 68)

Ayat di atas menunjukkan bahwa pada tiupan sangkakala kedua (atau ketiga menurut sebagian ulama) semua manusia yang berada di alam kubur bangkit menuju Padang Mahsyar.

Kesimpulannya bahwa tiga malaikat yang disebut di dalam hadits di atas adalah para pemimpin malaikat yang bertugas menghidupkan sesuatu yang mati. Malaikat Jibril menghidupkan hati yang mati. Malaikat Mikail menghidupkan bumi yang mati. Sedangkan Malaikat Israfil menghidupkan manusia yang mati. Semuanya tentu atas izin dan perintah Allah subhanahu wa ta’ala.

Kedua, Allah Sang Pencipta Alam

فَاطِرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ عَالِمَ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ

“Maha pencipta langit dan bumi, Maha Mengetahui yang ghaib dan yang nyata.”

Doa ini untuk menunjukkan kekuasaan Allah yang begitu luas dan pengetahuannya yang begitu mendetail terhadap yang ghaib maupun yang nyata. Penyebutan ini sebagai pengantar untuk memohon petunjuk dalam setiap masalah yang dihadapi oleh seorang hamba termasuk solusi dari kemelut perselisihan.

Ketiga,

أَنْتَ تَحْكُمُ بَيْنَ عِبَادِكَ فِيمَا كَانُوا فِيهِ يَخْتَلِفُونَ

“Engkaulah hakim di antara hamba-hamba-Mu tentang apa yang mereka perselisihkan.”

Setelah itu doa ini menjelaskan betapa adilnya Allah di dalam menghukumi hamba-hamba-Nya tentang apa yang mereka perselisihkan. Karena di dalam kehidupan dunia ini tidak ada keadilan yang hakiki, kecuali keadilan dari Allah yang akan didapatkan di dalam kehidupan akhirat.

Jika kita mengakui keadilan Allah di akhirat, maka tentunya kita mengakui juga keadilan Allah di dalam menghukumi manusia terhadap apa yang mereka perselisihkan di dunia.

Keempat,

اهْدِنِي لِمَا اخْتُلِفَ فِيهِ مِنْ الْحَقِّ بِإِذْنِكَ إِنَّكَ تَهْدِي مَنْ تَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ

“Tunjukilah aku jalan keluar yang benar dari perselisihan mereka. Sesungguhnya Engkau Maha pemberi petunjuk kepada jalan yang lurus, bagi siapa yang Engkau kehendaki.”

Di dalam doa ini terdapat permohonan meminta hidayah, baik hidayatu al-bayan maupun hidayatu at-taufiq. Hidayatu al-bayan maksudnya adalah meminta petunjuk kepada Allah berupa penjelasan tentang masalah yang sedang dihadapinya, yaitu meminta ilmu. Sedangkan hidayatu at-taufiq maksudnya adalah meminta petunjuk agar bisa melaksanakan ilmu yang telah dijelaskan oleh Allah dalam masalah tersebut.

Doa di atas merujuk kepada firman Allah di dalam Qs. al-Fatihah,

 اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ

“Tunjukilah kami kepada jalan yang lurus.”

Ini mirip dengan doa yang disebutkan oleh ‘Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu,

اللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا، وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ. ،وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلاً، وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ

“Ya Allah, tampakkanlah kepadaku kebenaran sebagai kebenaran dan kuatkanlah aku untuk mengikutinya serta tampakkanlah kepadaku kesalahan sebagai kesalahan dan kuatkan pula untuk menyingkirkannya.” (Doa ini disebutkan oleh Ibnu Katsir di dalam tafsirnya (1/44) ketika menjelaskan firman Allah dalam Qs. al-Baqarah: 213 sebagaimana telah disebutkan dalam muqaddimah bab ini. Begitu juga disebutkan oleh an-Nawawi di dalam al-Adzkar dan al-Bahuti di dalam Syarah Muntaha al-’Iradat (3/497))

Ini juga sesuai dengan hadits Qudsi yang diriwayatkan oleh Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda bahwasanya Allah berfirman,

 

 

يَا عِبَادِي كُلُّكُمْ ضَالٌّ إِلَّا مَنْ هَدَيْتُهُ فَاسْتَهْدُونِي أَهْدِكُمْ

“Hai hamba-Ku, kamu sekalian berada dalam kesesatan, kecuali orang yang telah Aku beri petunjuk. Oleh karena itu, mohonlah petunjuk kepada-Ku, niscaya Aku akan memberikannya kepadamu!” (HR. Muslim, 4674)

 

***

KARYA TULIS