Bab 10 Memohon Rasa Cinta kepada Allah
عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ مِنْ دُعَاءِ دَاوُدَ يَقُولُ
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ حُبَّكَ وَحُبَّ مَنْ يُحِبُّكَ وَالْعَمَلَ الَّذِي يُبَلِّغُنِي حُبَّكَ اللَّهُمَّ اجْعَلْ حُبَّكَ أَحَبَّ إِلَيَّ مِنْ نَفْسِي وَأَهْلِي وَمِنْ الْمَاءِ الْبَارِدِ
Dari Abu Ad Darda` radhiyallahu ‘anhu, ia berkata; Rasulullah shallallahu wa'alaihi wa sallam bersabda,
"Diantara doa Daud adalah:
‘Ya Allah, aku memohon kepada-Mu kecintaan-Mu, dan kecintaan orang yang mencintai-Mu, serta amalan yang menyampaikanku kepada kecintaan-Mu. Ya Allah, jadikanlah kecintaan-Mu lebih aku cintai daripada diriku, keluargaku serta air dingin.’
(HR. at-Tirmidzi, 3412. Abu Isa berkata; hadist ini adalah hadist hasan gharib.)
Pelajaran dari hadist di atas;
Pertama, Keutamaan Nabi Daud
Hadits di atas menunjukkan keutamaan Nabi Daud ‘alaihi as-salam, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sering menyebut amalan-amalan beliau untuk diikuti oleh umatnya, diantaranya anjuran untuk berpuasa Daud. Sebagaimana di dalam hadits ‘Abdullah bin ‘Amru di bawah ini,
عن عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَمْرٍو قَالَ قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحَبُّ الصِّيَامِ إِلَى اللَّهِ صِيَامُ دَاوُدَ كَانَ يَصُومُ يَوْمًا وَيُفْطِرُ يَوْمًا وَأَحَبُّ الصَّلَاةِ إِلَى اللَّهِ صَلَاةُ دَاوُدَ كَانَ يَنَامُ نِصْفَ اللَّيْلِ وَيَقُومُ ثُلُثَهُ وَيَنَامُ سُدُسَهُ
'Dari ‘Abdullah bin 'Amru berkata; bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata kepadaku, “Puasa yang paling Allah cintai adalah puasa Nabi Daud 'alaihi as-salam, yaitu dia berpuasa satu hari dan berbuka satu hari dan shalat yang paling Allah sukai adalah shalatnya Nabi Daud 'alaihi as-salam pula, yaitu dia tidur hingga pertengahan malam lalu bangun mendirikan shalat pada sepertiga malam dan tidur lagi di akhir seperenam malamnya.” (HR. al-Bukhari, 3167)
Bekerja dengan tangannya sendiri sebagaimana Nabi Daud bekerja dengan tangannya yaitu membuat baju besi. Sebagaimana di dalam hadits al-Miqdam di bawah ini,
عَنْ الْمِقْدَامِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ وَإِنَّ نَبِيَّ اللَّهِ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَام كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ
Dari al-Miqdam radhiyallahu 'anhu dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada seorang yang memakan satu makanan pun yang lebih baik dari makanan hasil usaha tangannya sendiri. Dan sesungguhnya Nabi Allah Daud ‘alaihi as-salam memakan makanan dari hasil usahanya sendiri.” (HR. al-Bukhari, 1930)
Begitu juga anjuran untuk berdoa dengan doa Nabi Daud, sebagaimana tersebut di dalam hadits di atas.
Keutamaan Nabi Daud ini dikuatkan dengan lafazh hadits berikutnya,
قَالَ وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا ذَكَرَ دَاوُدَ يُحَدِّثُ عَنْهُ قَالَ كَانَ أَعْبَدَ الْبَشَرِ
“Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam apabila teringat Daud maka beliau menceritakan mengenainya; beliau berkata: “Ia adalah manusia yang paling banyak beribadah.”
Kedua, Memohon Cinta kepada Allah
Cinta yang harus pertama kali dimiliki oleh seorang hamba adalah cinta kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Cinta inilah yang menyampaikan seseorang kepada ridha dan surga-Nya. Sebagaimana firman-Nya,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لَائِمٍ ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.” (Qs. al-Maidah: 54)
Ayat di atas menunjukkan bahwa salah satu sifat generasi pilihan Allah adalah generasi yang dicintai Allah dan mereka mencintai Allah.
Ketiga, Mencintai Wali-wali Allah
Hadits di atas selain memerintahkan untuk mencintai Allah, juga memerintahkan untuk mencintai wali-wali Allah. Karena wali-wali Allah adalah orang-orang yang sangat dekat dengan Allah subhanahu wa ta’ala. Ini disebutkan di dalam firman Allah subhanahu wa ta’ala,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir.” (Qs. al-Maidah: 54)
Ayat di atas menunjukkan bahwa cinta kepada Allah harus diiringi dengan cinta kepada wali-wali Allah. Ini terlihat dalam firman-Nya (bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin). Ini dikuatkan dengan firman-Nya,
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka.” (Qs. al-Fath: 29)
Wali-wali Allah adalah orang yang sangat dicintai oleh Allah dan akan ditolong-Nya. Siapa saja yang mencintainya maka akan dicintai oleh Allah. Sebaliknya, siapa yang memusuhinya akan dimusuhi oleh Allah. Ini sesuai dengan hadits,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ قَالَ مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا وَإِنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ وَلَئِنْ اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيذَنَّهُ وَمَا تَرَدَّدْتُ عَنْ شَيْءٍ أَنَا فَاعِلُهُ تَرَدُّدِي عَنْ نَفْسِ الْمُؤْمِنِ يَكْرَهُ الْمَوْتَ وَأَنَا أَكْرَهُ مَسَاءَتَهُ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menuturkan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Allah berfirman; Siapa yang memusuhi wali-Ku, maka Aku umumkan perang kepadanya, dan hamba-Ku tidak bisa mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai daripada yang telah Aku wajibkan, jika hamba-Ku terus menerus mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan sunnah, maka Aku mencintai dia, jika Aku sudah mencintainya, maka Akulah pendengarannya yang ia jadikan untuk mendengar, dan pandangannya yang ia jadikan untuk memandang, dan tangannya yang ia jadikan untuk memukul, dan kakinya yang dijadikannya untuk berjalan, jikalau ia meminta-Ku, pasti Kuberi, dan jika meminta perlindungan kepada-Ku, pasti Ku-lindungi. Dan aku tidak ragu untuk melakukan sesuatu yang Aku menjadi pelakunya sendiri sebagaimana keragu-raguan-Ku untuk mencabut nyawa seorang mukmin yang ia (khawatir) terhadap kematian itu, dan Aku sendiri khawatir ia merasakan kepedihan sakitnya.” (HR. al-Bukhari, 6021)
Keempat, Amalan yang Dicintai oleh Allah
Hadist di atas juga menganjurkan kita memohon agar bisa beramal dengan amalan yang dicintai oleh Allah. Di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah banyak dijelaskan amalan-amalan yang dicintai oleh Allah, yaitu amalan-amalan yang didahului dengan lafazh (innaLlah yuhibbu) ‘sesungguhnya Allah mencintai’, diantaranya sebagai berikut;
(1) Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya (Qs. ash-Shaff: 2)
(2) Allah mencintai orang-orang yang selalu bertaubat dan mensucikan diri (Qs. al-Baqarah: 222)
(3) Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik (Qs. al-Baqarah: 195)
(4) Allah mencintai orang-orang yang bertakwa (Qs. Ali Imran: 76)
(5) Allah mencintai orang-orang yang bertawakkal (Qs. Ali Imran: 159)
(6) Allah mencintai orang-orang yang jujur (al-muqsithin) (Qs. al-Maidah: 42, Qs. al-Hujurat: 9, Qs. al-Mumtahanah: 8)
Kelima, Menjadikan Cinta Allah lebih dari Segalanya
Cinta Allah harus diutamakan daripada cinta kepada bapak, anak, saudara, istri, keluarga, harta, perdagangan dan rumah, sebagaimana firman-Nya,
قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
“Katakanlah: “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (Qs. at-Taubah: 24)
Ini dikuatkan oleh hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu di bawah ini,
عَنْ أَنَسٍ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah beriman seorang dari kalian hingga aku lebih dicintainya daripada orang tuanya, anaknya dan dari manusia seluruhnya.” (HR. al-Bukhari, 14 dan Muslim, 44)
Hadits di atas juga menunjukkan bahwa cinta Allah harus didahulukan daripada cinta kepada kedua orang tua, anak-anak, dan kecintaan terhadap seluruh manusia.
Bahkan cinta kepada Allah dan Rasul-Nya harus melebihi daripada cinta kepada dirinya sendiri. Sebagaimana hadits ‘Umar radhiyallahu ‘anhu,
عن عَبْدَ اللَّهِ بْنَ هِشَامٍ قَالَ كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ آخِذٌ بِيَدِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فَقَالَ لَهُ عُمَرُ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَأَنْتَ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ إِلَّا مِنْ نَفْسِي فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْكَ مِنْ نَفْسِكَ فَقَالَ لَهُ عُمَرُ فَإِنَّهُ الْآنَ وَاللَّهِ لَأَنْتَ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ نَفْسِي فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْآنَ يَا عُمَرُ
Dari Abdullah bin Hisyam menuturkan; kami pernah bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam yang saat itu beliau menggandeng tangan Umar bin Khattab, kemudian Umar berujar: "Ya Rasulullah, sungguh engkau lebih aku cintai dari segala-galanya selain diriku sendiri." Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak, demi Dzat yang jiwa berada di Tangan-Nya, hingga aku lebih engkau cintai daripada dirimu sendiri." Maka Umar berujar; “Sekarang demi Allah, engkau lebih aku cintai daripada diriku”. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sekarang (baru benar) wahai Umar." (HR. al-Bukhari, 6142)
Keenam, Mencintai Air Dingin
Dalam hadits di atas disebutkan bahwa cinta kepada Allah harus lebih diutamakan daripada cinta kepada air dingin (الْمَاءِ الْبَارِدِ).
Pertanyaannya: mengapa di dalam hadits ini disebutkan cinta kepada air dingin?
Jawabannya: bahwa air dingin bagi orang-orang Arab zaman dahulu yang hidup di padang pasir sangat berharga untuk mengobati rasa haus dan panas teriknya. Bahkan pada kondisi tertentu, air dingin lebih berharga daripada emas. Karena ketika seseorang kehausan di tengah padang pasir dapat mengakibatkan kematian, jika tidak mendapatkan air dingin. Air dingin bisa menjadi juru selamat dari kematian. Pada zaman modern sekarang ini, di negara-negara Arab, seperti Saudi Arabia, harga air kadang lebih mahal daripada harga bensin.
Kesimpulannya bahwa cinta kepada Allah harus didahulukan daripada cinta kepada harta yang paling berharga dalam hidup seseorang.
***
-
Tanya Jawab Aktual Tentang Shalat
Lihat isinya
Tanya Jawab Aktual Tentang Puasa
Lihat isinya » -
Jilbab Menurut Syari'at Islam (Meluruskan Pandangan Prof. DR. Quraish)
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Pernikahan (Edisi I)
Lihat isinya » -
Halal dan Haram Dalam Pengobatan (Edisi I)
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Transaksi Keuangan (edisi 1)
Lihat isinya » -
Nasionalisme
Lihat isinya
Panduan Haji dan Umrah
Lihat isinya » -
Mukjizat Al Qur'an Dalam Kesehatan
Lihat isinya
Berobatlah Dengan Yang Halal (edisi 2 Halal Haram Pengobatan)
Lihat isinya » -
Panduan Praktis Menghitung Zakat
Lihat isinya
Halal dan Haram Dalam Makanan
Lihat isinya » -
Waktumu Adalah Hidupmu, Managemen Waktu dalam Islam
Lihat isinya
Satu Jam Bersama Al-Qur'an
Lihat isinya » -
Jual Beli Terlarang
Lihat isinya
Kekuatan Istighfar
Lihat isinya » -
Panduan Praktis Berqurban
Lihat isinya
Al-Quran dan Kesetaraan Gender
Lihat isinya » -
Banyak Jalan Menuju Surga
Lihat isinya
Meniti Tangga-Tangga Kesuksesan
Lihat isinya » -
Fiqih Ta'ziyah
Lihat isinya
Mengenal Ahlus Sunnah wal Jamaah
Lihat isinya » -
Fiqih Wanita Kontemporer
Lihat isinya
Menang Tanpa Perang
Lihat isinya » -
Masuk Surga Bersama Keluarga
Lihat isinya
Mengetuk Pintu Langit
Lihat isinya » -
Membangun Negara dengan Tauhid
Lihat isinya
Fiqih Masjid (Membahas 53 Hukum Masjid)
Lihat isinya » -
Membuka Pintu Langit
Lihat isinya
Kesabaran yang Indah
Lihat isinya » -
Menembus Pintu Langit
Lihat isinya
Pensucian Jiwa
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah: Al-Fatihah
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 1: Orang-Orang Munafik dalam Al-Qur'an
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 2: Kisah Nabi Adam dan Iblis
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 3: Kisah Bani Israel
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 4: Nabi Sulaiman dan Kaum Yahudi
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 5: Umat Pertengahan
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 6: Hukum-hukum Seputar Ibadah
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 7: Hukum-hukum Pernikahan & Perceraian
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 8: Tidak Ada Paksaan dalam Beragama
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 9: Agama di Sisi Allah, Islam
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 10: Keluarga Imran
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 11: Sebaik-baik Umat
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 12: Empat Sifat Muttaqin
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Seri 13: Dzikir dan Fikir
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Seri 14: Membina Generasi Tangguh
Lihat isinya
Tafsir An-Najah Juz 5: Qs. 4: 24-147
Lihat isinya » -
Tafsir An-Najah Juz 6: Qs. 4: 148-176 & Qs. 5: 1-81
Lihat isinya
Lihat isinya »