Karya Tulis
933 Hits

Bab 1 Al-Qur'an dan Bahasa Arab


الٓرٰ ۗ تِلْكَ اٰيٰتُ الْكِتٰبِ الْمُبِيْن اِنَّاۤ اَنْزَلْنٰهُ قُرْءٰنًا عَرَبِيًّا لَّعَلَّكُمْ تَعْقِلُوْنَ

 

 ”Alif Lam Ra. Ini adalah ayat-ayat Kitab (al-Qur'an) yang jelas. Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa al-Qur'an berbahasa Arab, agar kamu mengerti.”

(QS. Yusuf: 1-2) 

 

Pelajaran dari ayat di atas

 

Pelajaran (1) Al-Huruf Al-Muqaththa’ah

 

Surat Yusuf ini dimulai dengan firman-Nya (الٓرٰ). Para ulama menyebutnya dengan al-huruf al-muqaththa’ah. Huruf-huruf ini biasanya terletak di awal surat, tidak ada yang mengetahui maknanya secara pasti selain Allah. Di antara hikmah penempatan huruf ini di awal surat adalah;

 

(1) Menarik perhatian orang-orang yang mendengarnya, khususnya orang kafir Quraisy, bahwa apa yang akan disampaikan sesudahnya adalah sesuatu yang penting. 

 

(2) Menantang orang-orang kafir, apakah mereka mampu membuat tandingan ayat al-Qur'an, padahal huruf-huruf dalam al-Qur'an sama dengan huruf-huruf yang mereka ucapkan dan tulis. Berkata Ibnu Katsir di dalam tafsirnya (1/59):

 

وَقَالَ آخَرُونَ بَلْ إِنَّمَا ذُكِرَتْ هَذِهِ الْحُرُوف فِي أَوَائِل السُّوَر الَّتِي ذُكِرَتْ فِيهَا بَيَانًا لِإِعْجَازِ الْقُرْآن وَأَنَّ الْخَلْق عَاجِزُونَ عَنْ مُعَارَضَته بِمِثْلِهِ هَذَا مَعَ أَنَّهُ مُرَكَّب مِنْ هَذِهِ الْحُرُوف الْمُقَطَّعَة الَّتِي يَتَخَاطَبُونَ بِهَا

 

“Berkata sebagian ulama, ‘Huruf-huruf ini disebut di awal surat untuk menjelaskan i’jaz al-Qur’an, dan bahwa manusia tidak mampu untuk menandinginya, padahal al-Qur’an itu terdiri dari huruf-huruf yang sama di mana mereka berbicara di antara mereka dengan huruf-huruf tersebut’.”

 

Pelajaran (2) Al-Qur’an Kitab yang Jelas

 

تِلْكَ اٰيٰتُ الْكِتٰبِ الْمُبِيْن

 

“Ini adalah ayat-ayat Kitab (al-Qur'an) yang jelas.” 

 

Ayat ini menjelaskan tentang al-Qur’an yang ayat-ayatnya sangat jelas, dan ini diletakkan sesudah (alif lam ra’) huruf-huruf al-muqhaththa’ah. Hal ini menunjukkan bahwa fungsi huruf-huruf tersebut untuk memberikan peringatan bahwa apa yang akan disampaikan sesudahnya adalah sesuatu yang penting yaitu al-Qur’an. Berkata Ibnu Katsir di dalam tafsirnya (1/71):

 

وَلِهَذَا كُلّ سُورَة اُفْتُتِحَتْ بِالْحُرُوفِ فَلَا بُدّ أَنْ يُذْكَر فِيهَا الِانْتِصَار لِلْقُرْآنِ وَبَيَان إِعْجَازه وَعَظَمَته وَهَذَا مَعْلُوم بِالِاسْتِقْرَاءِ وَهُوَ الْوَاقِع فِي تِسْع وَعِشْرِينَ سُورَة

 

“Oleh karena itu, setiap surat yang dimulai dengan huruf-huruf (al-muqaththa’ah), maka akan diikuti dengan pembelaan terhadap al-Qur’an, dan penjelasan akan i’jaz dan keagungannya. Dan ini sudah diketahui dengan penelitian dan terdapat di dalam dua puluh sembilan surat.”

 

Firman-Nya (الْكِتٰبِ الْمُبِيْن) maksudnya bahwa kitab al-Qur’an ini adalah kitab yang sangat jelas keterangannya, semua orang bisa memahaminya. Ayat-ayatnya menjelaskan banyak hal dengan sederhana dan gamblang. Hukum-hukumnya, halal-haramnya dan petunjuknya sangat jelas. Berkata al-Qurthubi  di dalam tafsirnya (9/79):

 

أَيْ الْمُبِين حَلَاله وَحَرَامه , وَحُدُوده وَأَحْكَامه وَهُدَاهُ وَبَرَكَته .

 

“Yaitu kitab ini adalah kitab yang jelas halalnya dan haramnya, batasan-batasannya, hukum-hukumnya, petunjuknya dan keberkahannya.”

 

Ibnu al-Jauzi di dalam Zadu al-Masir (3/396) menyebutkan lima makna dari (al-mubin) yaitu,

 

أحدها : البيِّن حلاله وحرامه والثاني : المبيّن للحروف التي تسقط عن ألسن الأعاجم  والثالث : البيِّن هداه ورشده  والرابع : المبيِّن للحق من الباطل . والخامس : البيِّن إِعجازه فلا يعارَض.

 

(1) Jelas halal dan haramnya, (2) Menjelaskan huruf-huruf yang tidak terdapat dalam lisan orang non-Arab,  (3) Jelas petunjuk dan arahannya, (4) Menjelaskan kebenaran dan kebatilan; (5) Jelas i’jaznya; sehingga tidak ada yang bisa menandingi.

 

Pelajaran (3) Al-Qur’an dan Bahasa Arab

 

اِنَّاۤ اَنْزَلْنٰهُ قُرْءٰنًا عَرَبِيًّا

 

“Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa al-Qur'an berbahasa Arab.” 

 

Ayat di atas mengandung tiga hal;

 

(1) Al-Qur’an Berbahasa Arab

 

Al-Qur'an ini diturunkan dengan menggunakan Bahasa Arab, karena Bahasa Arab adalah bahasa yang ringkas pengucapannya, tetapi padat kandungannya, paling luas cakupannya dan paling mudah dipahami, serta kosakatanya bisa mewakili apa yang terpikir dalam diri manusia.

 

Berkata Imam asy-Syafi’i di dalam ar-Risalah (1/45-46),

 

لسان العرب أوسع الألسنة مذهبًا، وأكثرها ألفاظًا

 

“Bahasa Arab adalah bahasa yang paling luas cakupannya dan paling banyak lafadznya.”

 

Berkata Ibnu Katsir di dalam tafsirnya (2/448),

 

وَذَلِكَ لِأَنَّ لُغَة الْعَرَب أَفْصَح اللُّغَات وَأَبْيَنهَا وَأَوْسَعهَا وَأَكْثَرهَا تَأْدِيَة لِلْمَعَانِي الَّتِي تَقُوم بِالنُّفُوسِ فَلِهَذَا أَنْزَلَ أَشْرَفَ الْكُتُب بِأَشْرَف اللُّغَات عَلَى أَشْرَف الرُّسُل بِسِفَارَةِ أَشْرَف الْمَلَائِكَة وَكَانَ ذَلِكَ فِي أَشْرَف بِقَاعِ الْأَرْض وَابْتُدِئَ إِنْزَاله فِي أَشْرَف شُهُور السَّنَة وَهُوَ رَمَضَان فَكَمُلَ مِنْ كُلّ الْوُجُوه

 

 “Hal itu karena Bahasa Arab adalah bahasa yang paling fashih, paling jelas, paling luas, dan dan paling banyak mewakili ungkapan yang ada di dalam hati manusia. Oleh karena itu, Allah menurunkan Kitab yang paling mulia (al-Qur’an) dengan menggunakan bahasa yang paling mulia (Bahasa Arab) kepada Rasul yang paling mulia (Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam), melalui perantara Malaikat yang paling mulia (Jibril 'alaihi as-salam), dan itu terjadi di tanah yang paling mulia (Mekkah), dan ayat-ayat pertama yang turun di bulan yang paling mulia dalam satu tahun yaitu bulan Ramadhan. Maka lengkaplah kemuliannya dari segala sisi.”

 

(2) Semua lafadz dalam al-Qur’an adalah Bahasa Arab

 

Para ulama berbeda pendapat, apakah di dalam al-Qur’an ada lafadz yang bukan berasal dari Bahasa Arab? Ibnu al-Jauzi di dalam Zadu al-Masir (3/397) menyebutkan dua pendapat;

 

Pendapat Pertama, menyatakan bahwa di dalam al-Qur’an tidak terdapat lafadz yang bukan dari Bahasa Arab, artinya seluruhnya berasal dari Bahasa Arab. Ini pendapat mayoritas ulama. Dengan dalil ayat di atas, Abu Ubaidah mengatakan,

 

من قال بأن فى القرآن شئ غير عربى فقد أعظم على الله القول

 

“Barang siapa yang mengatakan ada sesuatu yang bukan dari Bahasa Arab, maka dia telah berkata yang tidak layak kepada Allah.”

 

Pendapat Kedua, menyatakan bahwa di dalam al-Qur’an terdapat lafadz yang aslinya bukan dari Bahasa Arab. Ini pendapat Ibnu ‘Abbas, Ikrimah dan Mujahid.  

 

Dari dua pendapat di atas para ulama menyimpulkan sebagai berikut, bahwa semua ayat di dalam al-Qur’an berbahasa Arab. Adapun beberapa lafadz, seperti; al-Misykat, Sijjil, Abariq, Istabraq, ath-Thur, yang tidak berasal dari Bahasa Arab, tetapi orang-orang Arab telah menggunakannya di dalam pembicaraan sehari-hari, maka dianggap bagian dari Bahasa Arab.

 

(3) Mempelajari Bahasa Arab Hukumnya Wajib

 

Ayat di atas menunjukkan kewajiban seorang muslim mempelajari Bahasa Arab sesuai dengan kapasitas dan kemampuannya masing-masing, dan ini terkait dengan ibadah-ibadah yang hukumnya fardhu ‘ain. Kenapa Bahasa Arab wajib dipelajari seorang muslim ? Karena seorang muslim diwajibkan untuk memahami agama, sedangkan agama tidak bisa dipahami kecuali melalui al-Qur’an dan hadist, dan keduanya berbahasa  Arab, sehingga disimpulkan bahwa mempelajari Bahasa Arab hukumnya wajib.

 

Berkata Ibnu Taimiyah di dalam Iqtidha’ ash-Shiratha al-Mustaqim, hal.207,

 

 وأيضًا فإنَّ نفس اللغة العربيَّة مِن الدين، ومعرفتها فرضٌ واجبٌ، فإنَّ فهْم الكتاب والسُّنَّة فرضٌ، ولا يُفهَم إلَّا بفهْم اللغة العربية، وما لا يتمُّ الواجب إلَّا به فهو واجب

 

”Begitu juga bahwa Bahasa Arab itu sendiri bagian dari agama, dan mempelajari agama hukumnya wajib. Maka sesungguhnya memahami al-Qur’an dan Sunnah hukumnya wajib dan itu tidak bisa dipahami kecuali dengan memahami Bahasa Arab. Dan sesuatu dimana yang wajib itu tidaklah bisa dilaksanakan dengan sempurna kecuali dengannya, maka sesuatu itu hukumnya menjadi wajib.”

 

Berkata asy-Syaukani di dalam Irsyad al-Fuhul, hal. 252,  

 

قال الماوردي: معرفة لسان العرب فرضٌ على كلِّ مسلمٍ من مجتهد وغيره

 

“Berkata al-Mawardi, ‘Mengetahui Bahasa Arab hukum wajib bagi setiap muslim, baik dia seorang mujtahid atau yang lain’.”

 

Berkata Ibnu Taimiyah di dalam Majmu’ al-Fatawa: 32/252,

 

معلومٌ أنَّ تعلُّمَ العربية وتعليمَ العربية فرضٌ على الكفاية، وكان السلف يؤدِّبون أولادَهم على اللحن، فنحن مأمورون - أمرَ إيجابٍ أو أمرَ استحبابٍ - أن نحفَظ القانون العربي، ونُصلِح الألسن المائلة عنه، فيحفظ لنا طريقة فهْم الكتاب والسُّنَّة، والاقتِداء بالعرب في خِطابها، فلو تُرِك الناس على لحنهم كان نقصًا وعيبًا

 

“Telah diketahui bahwa belajar dan mengajar Bahasa Arab hukumnya adalah fardhu kifayah. Orang-orang dahulu mendidik anak-anak mereka agar tidak salah dalam menggunakan Bahasa Arab, maka kita pun diperintahkan secara wajib atau anjuran untuk menjaga tata Bahasa Arab, dan meluruskan yang salah, maka dengan itu terjagalah cara memahami al-Qur’an dan sunnah, dan bisa meniru orang-orang Arab dalam berbicara. Seandainya manusia dibiarkan salah dalam penggunaan Bahasa Arab, maka ini adalah bentuk kekurangan dan merupakan aib.”

 

Pelajaran (4) Al-Qur’an Mengajak Berpikir

 

لَّعَلَّكُمْ تَعْقِلُوْنَ

 

“Agar kamu mengerti.”

 

Ayat di atas menunjukkan beberapa hal, diantaranya;

 

(1) Ayat-ayat al-Qur'an mengajak manusia untuk selalu berfikir dan menggunakan akalnya. Maka, barang siapa yang sering berinteraksi dengan al-Qur’an baik dengan cara membaca, menghafal, men-tadabburi, mempelajari tafsir serta mengamalkannya, fikirannya akan semakin terbuka dan akalnya semakin cerdas.  

(2) Ajaran Islam tidak bertentangan dengan akal sehat manusia. Oleh karenanya, banyak orang pintar dan cerdas tertarik dengan al-Qur’an, dan tidak sedikit yang berakhir dengan masuknya mereka ke dalam Islam.

(3) Mempelajari dan menggunakan Bahasa Arab akan meningkatkan ketajaman akal dan otak. Berkata Ibnu Taimiyah di dalam Iqtidha’ ash-Shiratha al-Mustaqim, hal. 207,

 

اعتِياد اللغة يُؤثِّر في العقلِ والخُلقِ والدِّينِ تأثيرًا قويًّا بيِّنًا، ويُؤثِّر أيضًا في مشابهةِ صدرِ هذه الأمَّة من الصحابة والتابعين، ومشابهتهم تَزِيد العقلَ والدِّينَ والخُلقَ

 

“Membiasakan diri berbahasa (Arab) akan mempengaruhi akal, akhlak dan agama dengan pengaruh yang sangat jelas dan kuat. Ini juga mempengaruhi untuk meniru orang-orang terdahulu dari para sahabat dan tabi’in. Meniru mereka itu menambah kecerdasan otak, agama dan akhlak.”

KARYA TULIS