Karya Tulis
740 Hits

Bab 9 Kejahatan Bertingkat-Tingkat


قَالَ قَائِلٌ مِنْهُمْ لَا تَقْتُلُوا يُوسُفَ وَأَلْقُوهُ فِي غَيَابَتِ الْجُبِّ يَلْتَقِطْهُ بَعْضُ السَّيَّارَةِ إِنْ كُنْتُمْ فَاعِلِينَ  

 

“Seorang diantara mereka berkata: "Janganlah kamu bunuh Yusuf, tetapi masukkanlah dia ke dasar sumur supaya dia dipungut oleh beberapa orang musafir, jika kamu hendak berbuat."

(Qs. Yusuf: 10)

 

Pelajaran dari ayat di atas

 

Pelajaran (1) Kejahatan Bertingkat-tingkat

 

قَالَ قَائِلٌ مِنْهُمْ لَا تَقْتُلُوا يُوسُفَ

 

“Seorang diantara mereka berkata: "Janganlah kamu bunuh Yusuf, 

 

Ayat di atas menunjukkan bahwa saudara-saudara Yusuf sama-sama memiliki niat jahat untuk melenyapkan Yusuf. Akan tetapi salah satu dari mereka tidak setuju dengan cara membunuhnya. Dia menyarankan untuk memasukkan Yusuf ke dalam sumur. Siapa gerangan yang memberikan saran tersebut? Sebagian berpendapat bahwa dia adalah Rabil, saudara yang paling senior. Sebagian lain berpendapat bahwa dia adalah Yahudza, saudara yang paling pintar, sebagian lain mengatakan dia adalah Syama’un.

 

Dari ayat di atas, juga bisa disimpulkan bahwa kejahatan dan dosa itu bertingkat-tingkat. Adz-Dzahabi menulis sebuah buku berjudul ‘al-Kabair’,  diterangkan di dalamnya tingkatan dosa besar, yang paling tinggi adalah dosa syirik.

Di dalam al-Qur’an diterangkan perbedaan dosa besar dan dosa kecil. Allah berfirman,

 

إِنْ تَجْتَنِبُوا كَبَائِرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَنُدْخِلْكُمْ مُدْخَلًا كَرِيمًا 

 

“Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga).”(Qs. An-Nisa’:31)

 

Ayat di atas membedakan antara ‘Kabair’, dosa besar dengan ‘Sayiat’, dosa kecil. Dosa besar harus dihindari, sedangkan dosa kecil, susah untuk dihindari, dan dihapus  dengan amal shalih, seperti shalat lima waktu, shalat Jum’at, puasa Ramadhan, serta haji dan umrah.

 

Di dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

 

 الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ

 

 "Shalat lima waktu, Shalat Jum'at ke Jum'at berikutnya, dan Ramadlan ke Ramadlan berikutnya adalah penghapus untuk dosa antara keduanya apabila dia menjauhi dosa besar." (HR. Muslim, 344)

 

Sebagaimana kejahatan dan dosa bertingkat-tingkat, maka keimanan dan kebaikanpun pun bertingkat-tingkat. Di kalangan para sahabat umpamanya, keimanan Abu Bakar ash-Shiddiq, lebih tinggi daripada keimanan Bilal bin Rabah. Bahkan sebagian dari mereka,  ada yang terjebak di dalam dosa besar, kemudian bertaubat dari dosanya, seperti wanita dari Suku Ghamidiyah yang pernah berzina dan meminta dibersihkan dosanya dengan hukuman rajam.

 

Di dalam al-Qur’an disebutkan bahwa orang-orang yang mewarisi ‘ Kitab’ mempunyai tiga tingkatan. Allah berfirman,

 

ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ وَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللَّهِ ذَلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيرُ

 

“Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.” (Qs. Fathir: 32)

 

Ayat di atas menyebutkan tiga tingkatan para pewaris ‘Kitab’, mereka adalah;

 

(1) Orang-orang yang menganiaya diri mereka sendiri,

(2) Orang-orang berada di pertengahan,

(3) Orang-orang yang terlebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah.

 

Tiga golongan tersebut dijanjikan masuk surga. Dan surga sendiri bertingkat-tingkat sesuai dengan tingkat amal penghuninya.

 

Pelajaran (2) Yusuf dalam Perlindungan Allah

 

Berkata Ibnu Katsir di dalam tafsirnya (2/451),

 

وَلَمْ يَكُنْ لَهُمْ سَبِيل إِلَى قَتْله لِأَنَّ اللَّهَ تَعَالَى كَانَ يُرِيد مِنْهُ أَمْرًا لَا بُدّ مِنْ إِمْضَائِهِ وَإِتْمَامه مِنْ الْإِيحَاء إِلَيْهِ بِالنُّبُوَّةِ وَمِنْ التَّمْكِين لَهُ بِبِلَادِ مِصْر وَالْحُكْم بِهَا فَصَرَفَهُمْ اللَّه عَنْهُ بِمَقَالَةِ رُوبِيل فِيهِ

 

“Mereka tidak mempunyai kesempatan untuk membunuh Yusuf, karena Allah menghendaki sesuatu dari Yusuf untuk dilaksanakan, dan disempurnakan yaitu memberikan wahyu kenabian kepadanya, dan menguatkan kedudukannya di negeri Mesir serta menjadi penguasa dalamnya, maka Allah selamatkan Yusuf dari rencana pembunuhan tersebut dengan perkataan Rubil (Janganlah kalian membunuh Yusuf).”

 

Pernyataan di atas menunjukkan bahwa apapun rencana manusia untuk mencelakai seseorang, tidak akan terjadi kecuali dengan izin Allah.  Dan ini sesuai dengan firman Allah,

 

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ قُلْ أَفَرَأَيْتُمْ مَا تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ أَرَادَنِيَ اللَّهُ بِضُرٍّ هَلْ هُنَّ كَاشِفَاتُ ضُرِّهِ أَوْ أَرَادَنِي بِرَحْمَةٍ هَلْ هُنَّ مُمْسِكَاتُ رَحْمَتِهِ قُلْ حَسْبِيَ اللَّهُ عَلَيْهِ يَتَوَكَّلُ الْمُتَوَكِّلُونَ

 

 Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?", niscaya mereka menjawab: "Allah." Katakanlah: "Maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudharatan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan rahmatNya? Katakanlah: "Cukuplah Allah bagiku." Kepada-Nya lah bertawakkal orang-orang yang berserah diri.(Qs. az-Zumar: 38)

 

Ini dikuatkan dengan hadist Ibnu ‘Abbas radhiyallahu 'anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

 

 واعلم أن الأمة لو اجتمعت على أن ينفعوك بشيء لم ينفعوك إلا بشيء قد كتبه الله لك، وإن اجتمعوا على أن يضرّوك بشيء لم يضروك إلا بشيء قد كتبه الله عليك، رفعت الأقلام وجفت الصحف

 

“Ketahuilah, bahwa seluruh manusia, jika mereka bersatu untuk memberikan manfaat bagimu, maka mereka tidak mampu melakukannya, kecuali dengan suatu yang telah Allah tuliskan bagimu, dan jika mereka bersatu untuk mencelakakanmu, maka mereka tidak mampu melakukannya, kecuali  suatu   yang telah Allah tuliskan akan menimpamu, pena (penulisan takdir) telah diangkat dan lembaran-lembarannya telah kering.” (HR. at-Tirmidzi)

 

Pelajaran (3) Sumur yang Gelap

 

 فِي غَيَابَتِ الْجُبِّ

 

“Ke dalam dasar sumur.”

 

(Ghayabati) jama’ dari ghayabah yang berasal dari akar kata (ghaba-yaghibu-ghaiban-ghiyabah) artinya sesuatu yang tidak kelihatan. Maksudnya di sini adalah dasar sumur, karena dia tidak terlihat dari permukaan tanah

.

(al-Jubbi) artinya terputus atau lubang, seperti kata (jaibun) artinya kantong baju, (juyub) tempat-tempat yang terbuka. Sehingga makna (ghayabati al-jubbi) adalah sumur yang gelap atau dasar sumur.

 

Penyebutan ‘Sumur Yang Gelap’ di dalam cerita Yusuf, ternyata memberikan pesan yang mendalam dan pelajaran yang berharga, diantaranya bahwa sebagian generasi yang datang sesudah mereka, akan mengikuti jejak kejahatan tersebut dan mengulanginya pada orang-orang yang tidak bersalah. Para pengkianat bangsa dalam peristiwa G30S/ PKI, telah membunuh para jendral yang tidak bersalah dan memasukkan mereka ke dalam sumur yag kemudian dikenal dengan ‘Lubang Buaya’

 

Pelajaran (4) Para Musafir

 

يَلْتَقِطْهُ بَعْضُ السَّيَّارَةِ

 

“Supaya dia dipungut oleh beberapa musafir.”

 

Mereka memasukkan Yusuf ke dalam sumur dengan maksud agar para musafir yang melewati tempat tersebut bisa menemukannya dan membawanya pergi jauh dan tidak kembali lagi. Kemudian mereka bisa mendapatkan kasih sayang dan perhatian dari bapak mereka Nabi Ya’kub 'alaihi as-salam tanpa tersaingi dengan Yusuf.

 

Berkata al-Qurthubi di dalam tafsirnya, 

 

إِنَّمَا قَالَ الْقَائِل هَذَا حَتَّى لَا يَحْتَاجُوا إِلَى حَمْله إِلَى مَوْضِع بَعِيد وَيَحْصُل الْمَقْصُود ; فَإِنَّ مَنْ اِلْتَقَطَهُ مِنْ السَّيَّارَة يَحْمِلهُ إِلَى مَوْضِع بَعِيد ; وَكَانَ هَذَا وَجْهًا فِي التَّدْبِير حَتَّى لَا يَحْتَاجُوا إِلَى الْحَرَكَة بِأَنْفُسِهِمْ , فَرُبَّمَا لَا يَأْذَن لَهُمْ أَبُوهُمْ , وَرُبَّمَا يَطَّلِع عَلَى قَصْدهمْ .

 

“Pembicara mengatakan (akan diambil oleh para musafir), agar mereka tidak bersusah payah membawa Yusuf ke tempat jauh, tetapi tujuan telah tercapai, karena siapa saja yang ditemukan para musafir, pasti akan dibawa ke tempat yang jauh. Ini salah satu cara mereka, agar mereka tidak bekerja sendiri, (cara ini dipilih) karena (kalau mereka pergi sendiri ke tempat jauh) ada kemungkinan tidak akan diizinkan oleh bapak mereka, atau justru malah dia akan mengetahui rencana mereka (yang sebenarnya).”  

 

Kemudian Allah menutup ayat ini dengan firman-Nya,

 

  إِنْ كُنْتُمْ فَاعِلِينَ  

 

“Jika kalian hendak melakukan.”

 

Diantara sepuluh saudara Yusuf terdapat satu orang yang masih memiliki kebaikan. Idenya untuk memasukkan Yusuf ke dalam sumur itu diterima oleh seluruh saudaranya yang lain. Akhirnya mereka menjalankan rencana tersebut.

 

Berkata Ibnu Katsir di dalam tafsirnya (2/451),

 

قَالَ مُحَمَّد بْن إِسْحَاق بْن يَسَار : لَقَدْ اِجْتَمَعُوا عَلَى أَمْر عَظِيم مِنْ قَطِيعَة الرَّحِم وَعُقُوق الْوَالِد وَقِلَّة الرَّأْفَة بِالصَّغِيرِ الضَّرْع الَّذِي لَا ذَنْب لَهُ وَبِالْكَبِيرِ الْفَانِي ذِي الْحَقّ وَالْحُرْمَة وَالْفَضْل ... يَغْفِر اللَّه لَهُمْ وَهُوَ أَرْحَم الرَّاحِمِينَ .

 

“Berkata Muhammad bin Ishaq bin Yasar: “Sesungguhnya mereka telah bersepakat dalam dosa besar, yaitu memutuskan tali silaturahim, durhaka kepada bapak, tidak ada rasa kasihan kepada anak kecil yang tidak berdosa, dan tidak pula kepada orang tua yang mempunyai hak dan kehormatan, serta jasa yang besar. … Mudah-mudahan Allah mengampuni dosa mereka dan Dialah yang Maha Pengasih.”

KARYA TULIS